Ditujukan kepada:
Disusun oleh:
J500180063
Fakultas Kedokteran
2019
1
Bab I
Pendahuluan
Menurut Scadding dan Gofdrey di dalam jurnal penelitian oleh Oemiati et al,
2010 memberikan pengertian bahwa asma merupakan penyakit yang ditandai
dengan variasi luas dalam waktu yang pendek, aliran udara di dalam saluran nafas
paru terhambat dan ditandai dengan gejala klinik berupa serangan batuk berulang
atau mengi (bengek/wheezing) serta sesak nafas yang biasanya terjadi di malam
hari. Asma merupakan penyakit kronis yang sering muncul pada masa kanak-kanak
dan usia muda sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari seperti sekolah dan
hari kerja produktif bagi penderita usia muda hingga dewasa (Infodatin, 2013).
Berdasarkan data yang didapat dari WHO pada tahun 2008 jumlah penderita
diseluruh dunia yang mengidap penyakit asma adalah sekitar 235 juta dimulai dari
anak-anak hingga lansia. Asma tidak hanya menjadi masalah kesehatan masyarakat-
masyarakat di negara-negara dengan berpenghasilan tinggi saja akan tetapi terjadi di
semua negara tanpa melihat dari tingkat perkembangan negara. Akan tetapi WHO
telah melakukan survey dari berbagai negara di dunia dan didapatkan hasil bahwa
lebih dari 80% kematian asma terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah ke bawah.
Di seluruh dunia sebanyak 50% lebih penyakit asma diderita oleh orang
dewasa, kurang dari 80% diidap oleh anak-anak, dan 5-15% merupakan jumlah
penderita asma lansia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia di tahun 2008
menyatakan bahwa di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti.
Namun diperkirakan 5-7% penduduk di Indonesia menderita penyakit asma
(Depkes, 2008).
2
Terapi farmakologis yang ada selama ini memang efektif untuk mengatasi
serangan asma, namun ternyata kurang efektif untuk mengontrol perkembangan
asma. Hal ini dibuktikan dengan meningkatya jumlah penderita asma dewasa ini,
disaat kemajuan dalam bidang pengobatan asma telah dicapai (Arief, 2009 di dalam
Sari, 2013). Penderita asma paling banyak diderita oleh orang dewasa denga usia
25-34 tahun (Riskesdas, 2013). Angka kejadian asma pada orang dewasa banyak
terjadi pada rentang usia dewasa akhir (Zureik et al, 2002). Penyakit asma pada
orang dewasa belum diketahui secara pasti, namun diduga bahwa penyakit asma
umumnya sudah dibawa dari sejak muda (GINA, 2005).
Adapun pada pembahasan kali ini akan berfokus pada bagaimana penyakit
asma bisa menyerang pada orang dewasa dan bagaimana orang dewasa
mempersiapkan diri untuk mengontrol penyakit asma.
Tujuan khusus :
3
Bab II
Pembahasan
2.1. Definisi
Penyakit asma berasal dari kata asthma yang berasal dari bahasa Yunani yang
artinya adalah sukar bernafas (Oemiati et al, 2010). Asma adalah penyakit saluran
pernapasan akibat penyempitan saluran nafas yang sifatnya reversible dan ditandai
oleh obstruksi pernapasan diantara dua interval asimtomik. Penyumbatan saluran
nafas yang menimbulkan manifestasi klinis asma adalah akibat terjadinya
bronkokontriksi, pembengkakan mukosa bronkus dan hipersekresi lendir karena
hiperaktivitas saluran pernapasan terhadap beberapa stimulus.
Menurut Nixson tanda dan gejala penyakit asma pada usia dewasa adalah sebagai
berikut :
4
4. Bunyi nafas tambahan (wheezing)
5. Pernafasan dangkal
6. Peningkatan usaha bernafas.
7. Pernafasan cuping hidung
8. Batuk-batuk
9. Nafas pendek tersengal-sengal
Gejala asma yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa.
Gejala tersebut mengindikasikan suatu tekanan yang sangat berat pada sistem
pernafasan penderita. Gejala asma berat antara lain:
1. Serangan bantuk yang hebat, nafas berat “ngik-ngik”, tersengal-sengal,
sesak dada
2. Susah berbicara dan berkonsentrasi
3. Jalan sedikit menyebalkan nafas tersengal-sengal
4. Nafas menjadi dangkal dan cepat atau lambat dibanding biasanya
5. Pundak membungkuk
6. Lubang hidung mengembang dengan setiap tarikan nafas
7. Daerah leher dan di antara atau di bawah tulang rusuk melesek ke dalam,
bersama tarikan nafas
8. Bayangan abu-abu atau membiru pada kulit, bermula dari daerah sekitar
mulut (sianosis)
5
demikian mengakibatkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama
(kronis) dan lebih sulit di atasi, dibanding gangguan pernapasan yang diakibatkan
oleh pemicu (trigger).
Umumnya penyebab inducer) asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk :
b. Polusi udara
Polusi udara adalah pemicu asma yang patut diperhatikan penderitanya.
Waspadailah polusi udara yang berasal dari asap pabrik, bengkel, pembakaran
6
sisa, atau sampah industri. Poulusi udara dirumah biasanya berasal dari asap
rokok, asap dapur, dan penyemprot serangga.
c. Asap rokok
Asap adalah alergen yang kuat. Efek dari sebatang rokok bertahan di
dalam rumah hingga 7 hari. Untuk itu sangatlah penting menjaga lingkungan
asap rokok dirumah.
d. Infeksi saluran nafas
Infeksi sinus adalah salah satu penyebab asma yang sulit dideteksi.
Seringkali infeksi bisa menjadi pencetus asma. Pada anak-anak infeksi
pernafasan karena virus bisa menyebabkan memburuknya derita asma pada anak-
anak.
e. Stress
Stress juga menurunkan kemampuan sistem imunitas tubuh untuk
melawan bakteri patogen sehingga penderita asma yang mengalami stress
berpeluang besar jatuh sakit.
f. Olahraga yang berlebihan
Olahraga sangat penting kesehatan dan menunjang kinerja jantung
maupun paru-paru. Penderita asma tidak harus terlambat dari kegiatan olahraga
selama problemnya bisa diantisipasi dan langkah-langkah sederhana bisa diambil
untuk mengatasinya. Olahraga berenang bisa menjadi pilihan yang terbaik untuk
mengatasi asma.
Menurut para ahli konsep yang digunakan hingga sekarang, yaitu asma
merupakan penyakit inflamasi pada saluran pernafasan. Dengan bronko
konstriksi, inflamasi dan hyper responsiveness ( respon yang berlebihan).
Akibatnya terjadi hyper inflasi distal , perubahan mekanis paru-paru. Dan
juga dapat peningkatan sekresi mucus yang berlebihan. Asma dibagi menjadi
dua menurut faktor pemicunya, yaitu asma ekstrinsik atau alergi dan asma
7
instrinsik atau indiosinkratik. Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya asma
antara lain : udara dingin, obat-obatan, stress dan olahraga. Ada berbagai cara
yang dapat menimbulkan suatu respon inflamasi baik pada asma ekstrins
ataupun instrinsik, tetapi karakteristik inflamasi pada asma umumnya sama serta
terjadi pengelupasan sel-sel epithelial pada saluran pernafasan.
Respon inflamasi terjadi hampir di sepanjang saluran pernafasan, dari trakea sampai
ujung bronkiolus. Penyakit asma mempengaruhi interaksi yang kompleks antara sel
imflamasi, mediator inflamasi, dan jaringan pada saluran pernapasan. Sel-sel
imflamasi pada penyakit asma :
1. Sel Mast
Sel mast sudah lama dikaitkan dengan penyakit asma dan alergi, karena
dapat melepaskan berbagai mediator inflamasi, yang sudah tersimpan atau baru
disintesis. Berbagai mediator sel mask tersebut yaitu histamine, prostaglandin
PGD2 dan leukotrien LTC4 yang baru disintesis setelah ada aktifasi. Sel mast
diaktifasi oleh alergen melalui ikatan suatu allergen dengan IgE yang telah melekat
pada reseptornya. Peristiwa biolimia didalam sel mast dapat menyebabkan
terjadinya degranulasi. Degranulasi adalah peristiwa pecahnya sel mast yang dapat
menyebabkan pelepasan berbagai mediator imflamasi .
2. Limfosit
Peranan limfosit dalam asma antara lain dengan terdapatnya produk limfosit
yaitu sitokin pada bioksi bronkial pasien asma. Sel-sel limfosit juga dijumpai pada
cairan bronkoalveolar pada reaksi fase lambat.
3. Eosinofil
8
bronkus, sekresi sel mast dan basofil langsung menyebabkan kontraksi otot polos
saluran nafas.
Interaksi antara limfosit sel T, sel B, sel mast dan eosinofil yang memicu
gejala asma. Sel limfosit T menghasilkan IL-4 dan IL-13 yang akan mengaktifitasi
sel B untuk memproduksi antibody IgE. IgE akan berikatan dengan reseptornya
dipermukaan sel mast dan eosinofil, memicu pelepasan mediator dari sel mast yang
akan menyebabkan gejala-gejala asma.
a) Asma ringan
Asma yang terkontrol dengan pengobatan yaitu terapi pelega atau dengan obet
pengontrol dengan intensitas rendah seperti steroid inhalansi rendah.
b) Asma sedang
c) Asma berat
Asma yang memerlukan terapi dengan obat pengontrol kombinasi steroid dosis
tinggi plus long acting beta agonist (LABA) untuk menjadi terkontrol.
9
Bab III
Penutup
3.1. Kesimpulan
3.2. Implikasi
10
Daftar Pustaka
3. Hadibroto, Iwan dan Syamsir Alam. 2006. ASMA. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama
4. Sudoyo, A. W. et al., 2016. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta :
Interna Publishing.
5. WHO. 2003. Prevention of Allergy and Allergic Asthma. Diakses pada hari Jumat,
25 Mei 2018 pukul 21.13 WIB. See more :
http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/68361/WHO_NMH_MNC_CRA_0
3.2.pdf;jsessionid=FAEBC564FEFA7CD3336707E6D86D598F?sequence=1
11