Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu penyakit yang sering dijumpai pada anak-anak yaitu

penyakit asma. Kejadian asma meningkat di hampir seluruh dunia,

baik Negara maju maupun Negara berkembang termasuk Indonesia.

Peningkatan ini diduga berhubungan dengan meningkatnya industri

sehingga tingkat polusi cukup tinggi. Walaupun berdasarkan

pengalaman klinis dan berbagai penelitian asma merupakan penyakit

yang sering ditemukan pada anak, tetapi gambaran klinis asma pada

anak sangat bervariasi, bahkan berat-ringannya serangan dan sering-

jarangnya serangan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Akibatnya

kelainan ini kadang kala tidak terdiagnosis atau salah diagnosis

sehingga menyebabkan pengobatan tidak adekuat.

Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering

ditemukan dan diperkirakan 4–5% populasi penduduk di Amerika

Serikat terjangkit oleh penyakit ini. Asma bronkial terjadi pada segala

usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini. Sekitar separuh kasus

timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi

sebelum usia 40 tahun. Pada usia kanak-kanak terdapat predisposisi

laki-laki : perempuan = 2 : 1 yang kemudian menjadi sama pada usia

30 tahun.

Asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di

Indonesia, hal itu tergambar dari data studi Survey Kesehatan Rumah

1
Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. SKRT 1986

menunjukkan asma menduduki urutan ke 5 dari 10 penyebab kesakitan

bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT

1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian

ke 4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di

Indonesia sekitar 13 per 1.000 penduduk, dibandingkan bronkitis

kronik 11 per 1.000 penduduk dan obstruksi paru 2 per 1.000

penduduk.

Beberapa anak menderita asma sampai mereka usia dewasa;

namun dapat disembuhkan. Kebanyakan anak-anak pernah menderita

asma. Para Dokter tidak yakin akan hal ini, meskipun hal itu adalah

teori. Lebih dari 6 % anak-anak terdiagnosa menderita asma, 75 %

meningkat pada akhir-akhir ini. Meningkat tajam sampai 40 % di

antara populasi anak di kota.

Karena banyaknya kasus asma yang menyerang anak terutama

di Negara kita Indonesia maka kami dari kelompok mencoba

membahas mengenai asma yang terjadi pada anak ini, sehingga orang

tua dapat mengetahui bagaimana pencegahan dan penatalaksanaan bagi

anak yang terserang asma.

B. Tujuan

1). Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini agar kita semua

terutama orang tua dan perawat dapat memahami mengenai serangan

asma pada anak anak dan mengetahui tatacara pelaksanaan penanganan

2
asma yang terjdi pada anak. Selin itu juga untuk memenuhi tugas yang

di berikan dosen pembimbing.

2). Tujuan Khusus

a. Menjelaskan tentang Definisi Asma

b. Mengetahui Etiologi dari Asma

c. Mengetahui Manifestasi Klinis dari Asma pada Anak

d. Menjelaskan Patofisiologi Asma pada Anak

C. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep teori dari penyakit asma?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan penyakit asma?

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Asma

a. Definisi

Asma adalah gangguan pada bronkus dan trakhea yang

memiliki reaksi berlebihan terhadap stimulus tertentu dan bersifat

reversibel (Padila, 2015). Definisi asma juga disebutkan oleh Reeves

dalam buku Padila yang menyatakan bahwa asma adalah obstruksi

pada bronkus yang mengalami inflamasi dan memiliki respon yang

sensitif serta bersifat reversible.

Asma merupakan penyakit kronis yang mengganggu jalan

napas akibat adanya inflamasi dan pembengkakan dinding dalam

saluran napas sehingga menjadi sangat sensitif terhadap masuknya

benda asing yang menimbulkan reaksi berlebihan. Akibatnya saluran

nafas menyempit dan jumlah udara yang masuk dalam paru-paru

berkurang. Hal ini menyebabkan timbulnya napas berbunyi

(wheezing), batuk-batuk, dada sesak, dan gangguan bernapas

terutama pada malam hari dan dini hari (Soedarto. 2012).

4
b. Etiologi

Penyebab awal terjadinya inflamasi saluran pernapasan pada

penderita asma belum diketahui mekanismenya (Soedarto, 2012)


Terdapat berbagai keadaan yang memicu terjadinya serangan

asma, diantara lain:

1) Kegiatan fisik (exercise)

2) Kontak dengan alergen dan irritan

Allergen dapat disebabkan oleh berbagai bahan yang

ada di sekitar penderita asma seperti misalnya kulit, rambut, dan

sayap hewan. Selain itu debu rumah yang mengandung tungau

debu rumah (house dust mites) juga dapat menyebabkan alergi.

Hewan seperti lipas (cockroaches, kecoa) dapat menjadi pemicu

timbulnya alergi bagi penderita asma. Bagian dari tumbuhan

seperti tepung sari dan ilalang serta jamur (nold) juga dapat

bertindak sebagai allergen.

Irritans atau iritasi pada penderita asma dapat

disebabkan oleh berbagai hal seperti asap rokok, polusi udara.

Faktor lingkungan seperti udara dingin atau perubahan cuaca

juga dapat menyebabkan iritasi. Bau-bauan yang menyengat dari

cat atau masakan dapat menjadi penyebab iritasi. Selain itu,

ekspresi emosi yang berlebihan (menangis, tertawa) dan

stresjuga dapat memicu iritasi pada penderita asma.

5
3) Akibat terjadinya infeksi virus

4) Penyebab lainnya. Berbagai penyebab dapat memicu terjadinya

asma yaitu:

a) Obat-obatan (aspirin, beta-blockers)

b) Sulfite (buah kering wine)

c) Gastroesophageal reflux disease, menyebabkan terjadinya

rasa terbakar pada lambung (pyrosis, heart burn) yang

memperberat gejala serangan asma terutama yang terjadi

pada malam hari

d) Bahan kimia dan debu di tempat kerja

e) Infeksi

c. Gejala Klinis Asma

Tanda dan gejala yang muncul yaitu hipoventilasi, dyspnea,

wheezing, pusing-pusing, sakit kepala, nausea, peningkatan nafas

pendek, kecemasan, diaphoresis, dan kelelahan. Hiperventilasi adalah

salah satu gejala awal dari asma. Kemudian sesak nafas parah dengan

ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus). Gejala

utama yang sering muncul adalah dipsnea, batuk dan mengi. Mengi

sering dianggap sebagai salah satu gejala yang harus ada bila

serangan asma muncul.

d. Patofisiologi

6
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang

dikendalikan oleh limfosit T dan B. Asma diaktifkan oleh interaksi

antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan dengan sel mast.

Sebagian besar alergen yang menimbulkan asma bersifat airbone.

Alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak dalam periode

waktu tertentu agar mampu menimbulkan gejala asma. Namun,

padalain kasus terdapat pasien yang sangat responsif, sehingga

sejumlah kecil alergen masuk ke dalam tubuh sudah dapat

mengakibatkan eksaserbasi penyakit yang jelas.

Obat yang sering berhubungan dengan induksi fase akut

asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis

beta-adrenergik dan bahan sulfat. Sindrom khusus pada sistem

pernafasan yang sensitif terhadap aspirin terjadi pada orang dewasa,

namun dapat pula dilihat dari masa kanak-kanak. Masalah ini

biasanya berawal dari rhinitis vasomotor perennial lalu menjadi

rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal akhirnya diikuti oleh

munculnya asma progresif.

Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi

gejalanya dengan pemberian obat setiap hari. Setelah pasien yang

sensitif terhadap aspirin dapat dikurangi gejalanya dengan pemberian

obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang

akan terbentuk terhadap agen anti inflamasi nonsteroid. Mekanisme

terjadinya bronkuspasme oleh aspirin ataupun obat lainnya belum

diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien

yang diinduksi secara khusus oleh aspirin.

7
Antagonis delta-agrenergik merupakan hal yang biasanya

menyebabkan obstruksi jalan nafas pada pasien asma, demikian juga

dengan pasien lain dengan peningkatan reaktifitas jalan nafas. Oleh

karena itu, antagonis beta-agrenergik harus dihindarkan oleh pasien

8
tersebut. Senyawa sulfat yang secara luas digunakan sebagai agen

sanitasi dan pengawet dalam industri makanan dan farmasi juga dapat

menimbulkan obstruksi jalan nafas akut pada pasien yang sensitif.

Senyawa sulfat tersebut adalah kalium metabisulfit, kalium dan

natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida. Pada umumnya

tubuh akan terpapar setelah menelan makanan atau cairan yang

mengandung senyawa tersebut seperti salad, buah segar, kentang,

kerang dan anggur.

Faktor penyebab yang telah disebutkan di atas ditambah

dengan sebab internal pasien akan mengakibatkan reaksi antigen dan

antibodi. Reaksi tersebut mengakibatkan dikeluarkannya substansi

pereda alergi yang merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi

serangan, yaitu dikeluarkannya histamin, bradikinin, dan

anafilatoksin. Sekresi zat-zat tersebut menimbulkan gejala seperti

berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler dan

peningkatan sekresi mukus.

e. Jenis Asma

Ada 3 jenis asma menurut Prayahara (2011) antara lain:

1) Asma alergenik atau ekstrinsik

Merupakan asma yang disebabkan karena terpapar oleh alergen

seperti debu, bulu, makanan, dan sebagainya. Asma jenis ini

biasanya muncul sejak anak-anak.

9
2) Idiopatik atau non alergenik/intrinsik

Asma idiopatik merupakan asma yang disebabkan bukan karena

paparan alergi pada asma alergenik. Penyebab dari asma jenis ini

yaitu faktor seperti polusi, infeksi saluran pernafasan atas,

aktivitas, dan emosi. Asma non alergenik biasanya muncul pada

saat dewasa atau sekitar usia 35 tahun.

3) Asma campuran

Asma campuran merupakan gabungan dari dua jenis asma yang

telah disebutkan sebelumnya dan asma ini paling umum terjadi.

f. Pemeriksaan Diagnostik

Berdasarkan gejala klinis dan keluhan penderita, diagnosis

asma dapat ditegakkan. Riwayat adanya asma dalam keluarga dan

adanya benda-benda yang dapat memicu terjadinya reaksi asma

penderita memperkuat dugaan penyakit asma. Pemeriksaan

spinometri hanya dapat dilakukan pada penderita berumur di atas 5

tahun. Jika pemeriksaan spinometri hasilnya baik, perlu dilakukan

beberapa pemeriksaan untuk menetapkan penyebab asma, yaitu:

(Soedarto, 2012)

1) Uji alergi untuk menentukan bahan alergen pemicu asma

10
2) Pemeriksaan pernapasan dengan peak flow meter setiap hari

selama 1-2 minggu

3) Uji fungsi pernapasan waktu melakukan kegiatan fisik

4) Pemeriksaan untuk mengetahui adanya gastroesophageal reflux

disease

5) Pemeriksaan untuk mengetahui adanya penyakit sinus

6) Pemeriksaan Sinar-X thorax dan elektrokardiogram untuk

menemukan penyakit paru, jantung, atau adanya benda asing

pada jalan napas penderita

g. Penatalaksanaan

Prinsip umum dalam pengobatan saat terjadi serangan asma

antara lain :

1) Menghilangkan obstruksi jalan nafas

2) Mengenali dan menghindarkan faktor yang dapat menimbulkan

serangan asma

3) Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam

cara pengobatan atau penanganan penyakit

Penatalaksanaan asma dapat dibagi menjadi menjadi 2 yaitu :

1) Pengobatan dengan obat-obatan :


11
a) Beta agonist (beta adregenik agent)

b) Methylxanlines (enphy bronkodilator)

c) Anti kolinergik (bronkodilator)

d) Kortekosteroid

e) Mast cell inhibitor (inhalasi)

2) Tindakan yang spesifik

a) Pemberian oksigen

b) Pemberian agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5

mg atau terbutalin 10 mg), inhalasi nebulezer dan

pemberiannya dapat diulang setiap 30 - 60 menit.

c) Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB

d) Kortekosteroid hidrokortison 100-200 mg, digunakan jika

tidak ada respon segera atau klien sedang menggunakan

steroid oral atau dalam serangan yang sangat berat

2. Keluarga

a. Definisi

Ada beberapa pengertian keluarga dari berbagai versi yang

ditulis menurut sudut pandang masing-masing, yaitu sebagai berikut :

(Dion , 2013)
12
WHO (1969) menyatakan bahwa keluarga adalah anggota rumah

tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau

perkawinan. Pengertian lain juga disebutkan pada UU No. 10 tahun

1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari

suami, istri atau suami istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau

ibu dan anaknya. Sayekti (1994) juga menyebutkan bahawa keluarga

adalah perkumpulan atas dasar perkawinan antara laki-laki dan

perempuan dengan atau tanpa anak, baik anak kandung maupun

adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.

Keluarga merupakan unit terkecil masyarakat yang terdiri dari

kepala keluarga dan lainnya, yang terkumpul dan tinggal dalam

saturumah tangga, karena pertalian darah, ikatan perkawinan, atau

adopsi. Antara anggota keluarga satu dengan yang lain, saling

bergantung, dan berinteraksi (Ratnawati, 2016).

b. Ciri dan Sifat Keluarga

Menurut Stuart (2001) dalam buku Dion, lima sifat keluarga yang

dijabarkan adalah sebagai berikut

1) Keluarga merupakan unit terkecil dari suatu sistem

13
2) Keluarga mempertahankan fungsinya secara konsisten terhadap

perlindungan, makanan dan sosialisasi anggotanya

3) Dalam keluarga ada komitmen saling melengkapi antar anggota

keluarga

4) Setiap anggota keluarga dapat atau tidak dapat saling

berhubungan dan dapat atau tidak dapat tinggal dalam satu atap

5) Keluarga bisa memiliki anak atau tidak

c. Peran keluarga

Terdapat dua peran dalam keluarga menurut Mubarak (2011) yaitu:

1) Peran Formal

Peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah

dan istri-ibu antara lain:

a) Peran sebagai provider atau penyedia

b) Sebagai pengatur rumah tangga

c) Perawatan anak, baik yang sehat maupun yang sakit

d) Sosialisasi anak

e) Rekreasi

f) Persaudaraan (kinship), memelihara hubungan

keluarga pateral dan maternal


14
g) Peran terapeutik (memenuhi kebutuhan afektif dari

pasangan)

h) Peran seksual

2) Peran Informal

Peran informal bersifat implisit, biasanya tidak tampak,

dimainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan emosional

individu dan/atau untuk menjaga keseimbangan dalam

keluarga. Beberapa contoh peran informal yang bersifat adaptif

adalah

a) Pendorong, memiliki arti bahwa dalam keluarga

terjadi kegiatan medorong, memuji menerima kontribusi

orang lain sehingga dapat merangkul orang lain dan

menganggapnya menjadi penting serta berharga.

b) Pengharmonis, yaitu berperan menengahi perbedaan

dan menyatukan kembali perbedaan pendapat.

c) Inisiator-kontributor, mengemukakan ide baru atau

cara mengingat masalah atau tujuan kelompok.


15
d) Pendamai, apabila terjadi konflik maka diselesaikan

dengan cara musyawarah atau damai.

e) Pencari nafkah, dijalankan oleh orang tua dalam

memenuhi kebutuhan material dan non material anggota

keluarga.

f) Perawatan keluarga, peran yang dilakukan terkait perawatan

keluarga yang sedang sakit. Menurut Bailon dan Maglaya

(1998) dalam buku karya Ratnawati (2016) peran keluarga

dalam keperawatan kesehatan keluarga yaitu:

(1) Mengenal masalah kesehatan keluarga

Perubahan sekecil apapun yang terjadi pada anggota

keluarga secara tidak langsung akan menjadi perhatian

keluarga dan orang tua. Apabila menyadari adanya

perubahan pada anggota keluarga maka perlu dicatat

kapan perubahan terjadi, perubahan apa yang terjadi,

dan berapa besar perubahan terjadi. Sejauh mana

keluarga mengetahui dan mengenal fakta dari masalah

kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala,

16
faktor penyebab dan yang memengaruhinya serta

persepsi keluarga terhadap masalah.

(2) Membuat keputusan tindakan yang tepat

Sebelum keluarga dapat membuat keputusan maka

perawat harus dapat mengkaji beberapa keadaan

keluarga tersebut agar dapat memfasilitasi dalam

membuat keputusan, yang meliputi :

(a) Sejauh mana kemampuan keluarga mengerti

mengenai sifat dan luasnya masalah

17
(b) Apakah keluarga merasakan adanya masalah

kesehatan

(c) Apakah keluarga merasa menyerah terhadap

masalah yang dialami

(d) Apakah keluarga merasa takut akan akibat

penyakit

(e) Apakah keluarga mempunyai sikap negatif

terhadap masalah kesehatan

(f) Apakah keluarga kurang percaya terhadap petugas

kesehatan

(g) Apakah keluarga mendapat informasi yang salah

terhadap tindakan dalam mengatasi masalah

(3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit Ketika

memberikan perawatan pada anggota keluarganya yang sakit,

keluarga harus mengetahui hal-hal berikut :

(a) Keadaan penyakitnya (sifat, penyebaran,

komplikasi, prognosis dan perawatannya)

(b) Sifat dan perkembangan perawatan yang

dibutuhkan

(c) Keberadaan fasilitas yang dibutuhkan untuk

perawatan

18
(d) Sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota

keluarga yang bertanggung jawab, sumber

keuangan, atau finansial, fasilitas fisik,

psikososial)

(e) Sikap keluarga terhadap yang sakit

(4) Mempertahankan atau mengusahakan suasana rumah yang

sehat

Ketika memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana

rumah yang sehat, keluarga perlu mengetahui hal-hal berikut

(a) Sumber-sumber yang dimiliki keluarga

(b) Keuntungan atau manfaat pemeliharaan

lingkungan

(c) Pentingnya higiene sanitasi

(d) Upaya pencegahan penyakit

(e) Sikap atau pandangan keluarga terhadap higiene

sanitasi

(f) Kekompakan antar anggota keluarga

19
(5) Menggunakaan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di

masyarakat

Ketika merujuk ke fasilitas kesehatan, keluarga perlu

memperhatikan hal berikut :

(a) Keberaaan fasilitas keluarga

(b) Keuntungan keuntungan yang diperoleh dari

fasilitas kesehatan

(c) Tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan

fasilitas kesehatan

(d) Pengalaman yang kurang baik terhadap petugas

kesehatan

(e) Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh

keluarga

g. Penghubung keluarga, atau perantara keluarga

h. Pionir keluarga, membawa keluarga pind ah ke wilayah lain i.

Sahabat, penghibur, dan koordinator. Koordinator berfungsi

merencanakan kegiatan keluarga untuk meningkatkan

keakraban keluarga

j. Pengikut dan saksi

20
d. Fungsi keluarga

Terdapat beberapa fungsi keluarga menurut Friedman (1998);

Setiawati & Dermawan (2005) dalam buku Achjar antara lain :

1) Fungsi Afektif

Fungsi afektif ini berupa cara mengekspresikan kasih sayang, saling

menghormati, saling mendukung, membina pendewasaan

kepribadian anggota keluarga.

2) Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi bertujuan untuk mengembangkan kemampuan

anak bersosialisasi sebelum mereka berinteraksidengan orang lain

selain keluarga. Dalam fungsi ini angggota keluarga belajar disiplin,

norma dan budaya serta perilaku.

3) Fungsi Perawatan Keluarga

Merupakan fungsi untuk melindungi keamanan dan kesehatan

keluarga serta menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik,

mental dan spiritual dengan memelihra dan merawat keluarga.

21
4) Fungsi Ekonomi

Di dalam fungsi ekonomi, keluarga berusaha untuk mencari

penghasilan dengan tujuan memenuhi kebutuhan sehari-hari,

menabung dan keperluan masa depan seperti pendidikan dan jaminan

hari tua.

5) Fungsi Reproduksi

Fungsi reproduksi memiliki tujuan melanjutkan keturunan,

memelihara dan merawat anggota keluarga serta pemenuhan gizi

keluarga. Fungsi ini juga bertujuan untuk menjaga kelangsungan

generasi masyarakat.

22
23
C. Pertanyaan Penelitian

a) Bagaimana karakteristik keluarga yang memiliki anggota keluarga

penderita asma di Desa Sukoreno wilayah kerja Puskesmas Sentolo I?

b) Bagaimana peran keluarga dalam mengenal masalah kesehatan yang

diderita anggota keluarga yang menderita asma di Desa Sukoreno wilayah

kerja Puskesmas Sentolo I?

c) Bagaimana peran keluarga dalam memutuskan tindakan yang tepat bagi

anggota keluarga yang menderita asma di Desa Sukoreno wilayah kerja

Puskesmas Sentolo I?

d) Bagaimana peran keluarga dalam mengambil tindakan yang tepat bagi

anggota keluarga yang menderita asma di Desa Sukoreno wilayah kerja

Puskesmas Sentolo I?

e) Bagaimana peran keluarga dalam memodifikasi lingkungan bagi

anggota keluarga yang menderita asma di Desa Sukoreno wilayah kerja

Puskesmas Sentolo I?

f) Bagaimana peran keluarga dalam memanfaatkan pelayanan

kesehatan bagi anggota keluarga yang menderita asma di Desa Sukoreno

wilayah kerja Puskesmas Sentolo I?

24
25
BAB III

PEMBAHASAN

A. Definisi

Kondisi yang berulang dimana rangsangan tertentu mencetuskan

saluran pernafasan menyempit untuk sementara waktu sehingga empersulit

jalan pernafasan.

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel

dimana trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli

tertentu. (Smeltzer 2002 : 611)

Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi

ketika bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves,

2001 : 48).

Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang

dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama

pada jalan nafas). (Polaski : 1996).

Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan

bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel

dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi

tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).

26
Dari semua pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah

suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat

reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon

trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan

penyempitan jalan nafas.

B. Etiologi

1) Adanya kontraksi otot di sekitar bronkhus sehingga terjadi penyempitan jalan

nafas.

2) Adanya pembengkakan membrane bronkhus.

3) Terisinya bronkus oleh mokus yang kental

Beberapa Faktor Predisposisi dan Presipitasi timbulnya serangan Asma

Bronkhial.

Faktor Predisposisi

1) Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui

bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi

biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena

adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma

bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas

saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

27
Faktor Presipitasi

1) Alergen

Dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Inhalan: masuk saluran pernafasan. Seperti : debbu,bulu binatang, bakteri dan

polusi.

2. Ingestan, masuk melalui mulut. Seperti : makanan dan obat-obatan.

3. Kontaktan. Yang masuk melalui kontak dengan kulit. Seperti : perhiasan,

logam,dan jam tangan.

2) Perubahan cuaca

Cuaca lembab atau dingin juga menpengaruhi asma. Atmosfir yang

mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-

kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim

kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan

debu.

3) Stress.

Stress dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa

memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul

harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress perlu diberi nasehat

28
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi

maka gejala asmanya belum bisa diobati.

4) Lingkungan Kerja.

Lingkungan Kerja juag menjadi penyebab terjadinya serangan asma. Hal

ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di

laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini

membaik pada waktu libur atau cuti.

5) Olah raga atau aktivitas yang berat.

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan

aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan

serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah

selesai aktifitas tersebut.

C. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,

yaitu:

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus

yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik

dan aspirin), dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan

adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.

29
2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap penctus

yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga

disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini

menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat

berkembang menjadi bronkhitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan

mengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari

bentuk alergik dan non-alergik.

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing.

Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang

sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan

tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah

ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa

tingkatan penderita asma yaitu :

30
1. Tingkat I

Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul

bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi

bronkial di laboratorium.

2. Tingkat II

Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan

adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah

sembuh serangan.

3. Tingkat III

Tanpa keluhan.Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya

obstruksi jalan nafas.Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan

mudah diserang kembali.

4. Tingkat IV

Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. Pemeriksaan

fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

5. Tingkat V

Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut

yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.

Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.

Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot

pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

31
E. Patofisiologi

Spasme otot bronkus Inflamasi dinding bronchus Edema Sumbatan mukus

Tidak efektif Obstruksi saluran nafas Alveoli tertutup


bersihan jalan nafas
(bronkhospasme)

Kurang Hipoksemia
Gangguan
pengetahuan Penyempitan jalan nafas pola nafas
Asidosis
Intoleransi aktivitas metabolik
Peningkatan kerja pernafasan

Peningkatan kebutuhan Penurunan masukan oral


oksigen

Hiperventilasi Perubahan nutrisi


kurang dari kebutuhan

Retensi CO2

Asidosis respiratorik

F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah mengancam

pada gangguan keseimbanga asam basa dan gagal nafas, pneumonia,

bronkhiolitis, chronic persistent bronchitis, emphysema.

32
G. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium

a) Pemeriksaan sputum

a. Untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi pathogen

b. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkhus

b) Pemeriksaan darah

Untuk mengetahui Hiponatremia dan kadar leukosit,

2) Pemeriksaan Scanning Paru

Untuk menyatakan pola abnormal perfusi pada area ventilasi(ketidak

cocokan/perfusi) atau tidak adanya ventilasi/perfusi.

3) Pemeriksaan Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

H. Penatalaksanaan
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :

1) Menghilangkan obstruksi jalan nafas.

2) Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.

3) Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan

maupun penjelasan penyakit.

33
Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :

a. Pengobatan dengan obat-obatan. Seperti :

1) Beta agonist (beta adrenergik agent)

2) Methylxanlines (enphy bronkodilator)

3) Anti kolinergik (bronkodilator)

4) Kortikosteroid

5) Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)

b.Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :

1) Oksigen 4-6 liter/menit.

2) Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi

nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis

B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% diberikan perlahan.

3) Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam.

4) sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.

34
ASUHAN KEPERAWATAN

ASMA

I. Pengkajian

a. Identitas klien

1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin

2) riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.

3) Status mental : lemas, takut, gelisah

4) Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.

5) Gastro intestinal : adanya mual, muntah.

6) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah

b. Pemeriksaan fisik Dada

Palpasi :

1) Temperatur kulit

2) Premitus : fibrasi dada

3) Pengembangan dada

4) Krepitasi

5) Massa

6) Edema

Auskultasi :

1) Vesikuler

2) Broncho vesikuler

35
3) Hyper ventilasi

4) Rochi

5) Wheezing

6) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.

c. Pemeriksaan penunjang

1) Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

2) Tes provokasi :

a) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.

b) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.

c) Tes provokasi bronchial Untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus , test

provokasi dilakukan bila tidak dilakukan test spirometri. Test provokasi

bronchial seperti : Test provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani,

hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.

3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.

4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.

5) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.

6) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.

7) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.

8) Pemeriksaan sputum.

d. Pola Kesehatan Gordon

1. Pola Persepsi terhadap Kesehatan

Meliputi penanganan keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapi.

2. Pola Aktivitas dan latihan

36
Kemampuan perawatan diri, skor:

0 = mandiri

1 = dibantu sebagian

2 = perlu dibantu orang lain

3 = perlu dibantu orang lain dan alat

4 = tergantung

3. Pola istirahat dan tidur

Waktu tidur, frekuensi, kualitas (sering, terbangun), perasaan saat tidur (tenang,

gelisah), kebiasaan tidur.

4. Pola nutrisi dan metabolik

Kebiasaan makan, diet khusus, nafsu makan, pola makan (sering/jarang/teratur),

antropometri, kesulitan menelan.

5. Pola eliminasi

Kebiasaan BAB/BAK, frekuensi, jumlah (sedikit/banyak), keluhan.

6. Pola kognitif-perseptual

Status mental (sadar/disorientasi/bingung/afasia). Bicara (normal/gagap)

7. Pola konsep diri

Pemahaman akan diri sendiri.

8. Pola koping

Respon dalam menghadapi koping adaptif dan mal adaptif.

9. Pola seksualitas dan reproduksi

Bekenaan dengan masalah genitalia/reproduksi.

10. Pola peran-hubungan

37
Sosialisasi dengan lingkungan sekitar dan perjalanan fungsi peran dalam keluarga

dan masyarakat. Dukungan keluarga setelah masuk RS.

11. Pola nilai dan kepercayaan

Larangan agama, permintaan rohaniawan, hubungan penyakit dengan spiritual.

II. Diagnosa Keperawatan

1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.

2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.

3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang

tidak adekuat.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan

kurangnya informasi

III. Rencana Keperawatan

Diagnosa 1 : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan

akumulasi mukus.

Tujuan : Jalan nafas kembali efektif selama 15 menit.

Kriteria hasil : Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan

sputum, wheezing berkurang/hilang, vital sign dalam batas normal keadaan umum

baik.

38
Intervensi:

a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.

Rasional :Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas.

Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas

(asma berat).

b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.

Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan

pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat

melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.

c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk

padasandaran.

Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan

menggunakan gravitasi.

d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan

untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.

Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia,

sakit akut/kelemahan.

e. Berikan air hangat.

Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.

f. Kolaborasi obat sesuai indikasi. Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).

Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.

39
Diagnosa 2 : Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan

ekspansi paru.

Tujuan: Pola nafas kembali efektif selama 1x24 jam.

Kriteria hasil : Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam

batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.

Intervensi :

1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya

pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.

Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi

tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan

atelektasis dan atau nyeri dada

2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.

Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan

pernafasan.

3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.

Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan

pernafasan.

4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.

Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.

5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.

Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan

ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.

40
6. Kolaborasi

- Berikan oksigen tambahan

- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer

Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan

kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.

Diagnosa 3 : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi selama 2x24 jam.

Kriteria hasil : Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik,

tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus

6-12 kali/menit, berat badan dalam batas normal.

Intervensi :

1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).

Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.

2. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.

Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi

klien dalam asuhan keperawatan.

3. Timbang berat badan dan tinggi badan.

Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator

kurangnya nutrisi.

4. Anjurkan klien minum air hangat saat makan.

Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.

41
5. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering

Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.

6. Kolaborasi

- Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.

Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam

pembatasan.

- Berikan obat sesuai indikasi.

- Vitamin B squrb 2×1.

Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.

- Antiemetik rantis 2×1

Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.

Diagnosa 4 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri setelah

dilakukan tindakan keperawatan.

Kriteria hasil : KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas

secara mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang

Intervensi :

1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea

peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan

setelah aktivitas.

42
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan

pilihan_intervensi.

2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya

keseimbangan aktivitas dan istirahat.

Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan

kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.

3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.

Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk

kedepan meja atau bantal.

4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan

peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.

Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai

dan kebutuhan oksigen.

5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut

sesuai indikasi.

Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan

istirahat.

Diagnosa 5 : Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya

berhubungan dengan kurangnya informasi

Tujuan : Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah

setelah mendapat penjelasan dari perawat.

43
Kriteria hasil : Mencari tentang proses penyakit :

- Klien mengerti tentang definisi asma

- Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma

- Klien mengerti komplikasi dari asma

Intervensi:

1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya

penyembuhan, dan harapan kesembuhan.

Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan

ansietas dan masalah berlebihan.

2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.

Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk

mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik.

3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.

Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar

untuk kambuh dari penyakitnya.

4. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi

perawatan kesehatan.

Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah

meminimalkan komplikasi.

5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan,

misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.

Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi

terpajan pada patogen.

44
DAFTAR PUSTAKA

45
Betz Cecily, Linda A Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakarta.

Capernito, Lynda J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. EGC: Jakarta.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta.

Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29.EGC: Jakarta.

http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf

46

Anda mungkin juga menyukai