Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara umum Status Asmatikus adalah penyakit asma yang berat


disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap
bermacam-macam stimuli yang ditandai dengan penyempitan bronkus atau
bronkhiolus dan sekresi yang berlebih-lebihan dari kelenjar-kelenjar di mukosa
bronchus. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor yang mempengaruhi, baik
dari faktor ekstrinsik dan instrinsik.
Di dalam Faktor Ekstrinsik memperlihatkan Asma yang timbul karena
reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh adanya IgE yang bereaksi
terhadap antigen yang terdapat di udara (antigen-inhalasi), seperti debu rumah,
serbuk-serbuk dan bulu binatang, sedangkan pada faktor instrinsik nya
memperlihatkan bahwa asma timbul akibat infeksi baik itu virus, bakteri dan
jamur, cuaca iritan, bahan kimia, emosional, dan aktifitas yang berlebihan.
Penyakit asma ini berlangsung dalam beberapa jam sampai beberapa hari, yang
tidak memberikan perbaikan pada pengobatan yang lazim. Status asmatikus
merupakan kedaruratan yang dapat berakibat kematian.
Asma diklasifikasikan sebagai penyakit, intermiten reversibel, obstruktif
dari paru-paru. Ini adalah berkembang masalah kesehatan di Amerika Serikat,
dengan sekitar 20 juta orang terkena dampak. Dalam 20 tahun terakhir, jumlah
anak dengan asma telah meningkat nyata, dan tidak terkemuka serius penyakit
kronis pada anak-anak. Sayangnya, sekitar 75% anak dengan asma terus
memiliki masalah kronis di masa dewasa. Jumlah kematian setiap tahunnya
dari asma telah meningkat lebih dari 100% sejak tahun 1979 di Amerika
Serikat.
Asma adalah penyakit saluran udara yang ditandai oleh peradangan
saluran napas dan hyperreactivity (Meningkat tanggap terhadap berbagai
pemicu). Hyper-reaktivitas mengarah ke saluran napas karena onset akut
kejang otot pada otot polos dari tracheobronchial obstruksi pohon, sehingga

1
mengarah ke lumen menyempit. Selain kejang otot, terdapat pembengkakan
mukosa, yang menyebabkan edema. Terakhir, kelenjar lendir peningkatan
jumlah, hipertrofi, dan mengeluarkan lendir tebal
Pada asma, kapasitas total paru (TLC), kapasitas residu fungsional
(FRC), dan sisa volume (RV) meningkat, tetapi tanda penyumbatan saluran
napas adalah pengurangan rasio paksa expiratory volume dalam 1 detik (FEV1)
dan FEV1 dengan kapasitas vital paksa (FVC). Meskipun asma dapat
disebabkan oleh infeksi (khususnya virus) dan iritasi dihirup, hal itu sering
terjadi hasil reaksi alergi.
Sebuah alergen (antigen) diperkenalkan untuk tubuh, dan kepekaan
seperti antibodi imunoglobulin E (IgE) terbentuk. LgE antibodi mengikat untuk
sel mast jaringan dan basofil di mukosa bronkiolus, jaringan paru-paru, dan
nasofaring. Antigen-antibodi reaksi melepaskan zat mediator primer seperti
histamin dan zat bereaksi lambat dari anaphylaxis (SRS-A) dan lain-lain. Ini
menyebabkan mediator kontraksi kelancaran otot dan edema jaringan. Selain
itu, sel goblet mengeluarkan lendir tebal ke saluran udara yang menyebabkan
obstruksi. Asma intrinsik hasil dari semua penyebab lain kecuali alergi, seperti
infeksi (Khususnya virus), menghirup iritasi, dan penyebab lainnya atau
etiologi. The parasimpatis sistem saraf menjadi terangsang, yang meningkatkan
nada bronchomotor, mengakibatkan bronkokonstriksi.

2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum

Diharapkan mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan tentang


kegawatdaruratan anak pada penyakit Asmatikus.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu mengetahui definisi penyakit asmatikus

b. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi penyakit asmatikus

c. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala penyakit asmatikus

d. Mahasiswa mampu mengetahui pathway penyakit asmatikus

e. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi penyakit asmatikus

f.Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit asmatitis

g. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi penyakit asmatitis

h. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan penyakit asmatikus

i.Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan penyakit asmatikus

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang
dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama
pada jalan nafas). (Polaski : 2007)
Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan
dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 2005)
Asthma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel
dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi
tertentu. (Smeltzer Suzanne : 2001)
Asmatikus adalah suatu serangan asma yang berat, berlangsung dalam
beberapa jam sampai beberapa hari, yang tidak memberikan perbaikan pada
pengobatan yang lazim.
Status asmatikus merupakan kedaruratan yang dapat berakibat kematian,
oleh karena itu :
a. Apabila terjadi serangan, harus ditanggulangi secara tepat dan
diutamakan terhadap usaha menanggulangi sumbatan saluran
pernapasan.
b. Keadaan tersebut harus dicegah dengan memperhatikan faktor-faktor
yang merangsang timbulnya serangan (debu, serbuk, makanan tertentu,
infeksi saluran napas, stress emosi, obat-obatan tertentu seperti aspirin
dll).

Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak
berespons terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari
24 jam. Infeksi, ansietas, penggunaan tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan
nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergic, dan iritan nonspesifik dapat
menunjang episode ini. Epidsode akut mungkin dicetuskan oleh
hipersensitivitas terhadap penisilin.

4
Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat medic berupa
seranganasam berat kemudian bertambah berat yang refrakter bila serangan 1 –
2 jam pemberian obat untuk serangan asma akut seperti adrenalin subkutan,
aminofilin intravena, atau antagonis tidak ada perbaikan atau malah
memburuk.

B. Etiologi
1. Faktor Ekstrinsik
Asma yang timbul karena reaksi hipersensitivitas yang disebabkan
oleh adanya IgE yang bereaksi terhadap antigen yang terdapat di udara
(antigen-inhalasi ), seperti debu rumah, serbuk-serbuk dan bulu binatang.
2. Faktor Intrinsik

a. Alergen

Faktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian


besar anak dengan asma (William dkk 1958, Ford 1969). Disamping itu
hiper reaktivitas saluran napas juga merupakan factor yang penting.
Sensitisasi tergantung pada lama dan intensitas hubungan dengan bahan
alergenik sehingga dengan berhubungan dengan umur. Pada bayi dan
anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah.Dengan
bertambahnya umur makin banyak jenis allergen pencetusnya. Asma
karena makanan biasanya terjadi pada bayi dan anak kecil.

b. Infeksi

Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil . Virus
penyebab biasanya respiratory syncytial virus (RSV) dan virus
parainfluenza. Kadang-kadang juga dapat disebabkan oleh bakteri, jamur
dan parasit

5
c. Cuaca

Perubahan tekanan udara (Sultzdkk 1972), suhu udara, angin dan


kelembaban (Lopez danSalvagio 1980) dihubungkan dengan percepatan
dan terjadinya serangan asma.

d. Iritan

Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam
dari cat, SO2, dan polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara
dingin dan air dingin. Iritasi hidung dan batuk dapat menimbulkan reflex
bronco konstriksi (Mc. Fadden 1980). Udara kering mungkin juga
merupakan pencetus hiper ventilasi dan kegiatan jasmani (strauss dkk
1978, Zebailosdkk 1978).

e. Kegiatan jasmani

Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada


anak dengan asma (Goldfrey 1978, Eggleston 1980). Tertawa dan
menangis dapat merupakan pencetus. Pada anak dengan faal paru di
bawah normal sangat rentan terhadap kegiatan jasmani.

f. Infeksi saluran napas bagian atas

Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut


dan kronik dapat mempermudah terjadinya asma pada anak
(Rachelesfsky dkk 1978). Rinitis alergi dapat memperberat asma melalui
mekanisme iritasi atau refleks.

g. Refluks gastro esofagitis

Iritasi trakeo bronchial karena isi lambung dapat memberatkan


asma pada anak dan orang dewasa (Dess 1974).

6
h. Psikis

Tidak adanya perhatian dan tidak mau mengakui persoalan yang


berhubungan dengan asma oleh anak sendiri atau keluarganya akan
memperlambat atau menggagalkan usaha-usaha pencegahan. Dan
sebaliknya jika terlalu takut terhadap serangan asma atau hari depan anak
juga tidak baik, karena dapat memperberat serangan asma. Membatasi
aktivitas anak, anak sering tidak masuk sekolah, sering bangun malam,
terganggunya irama kehidupan keluarga karena anak sering mendapat
serangan asma, pengeluaran uang untuk biaya pengobatan dan rasa
khawatir, dapat mempengaruhi anak asma dan keluarganya.

Serangan asma sering timbul karena kerja sama berbagai pencetus.


Dengan anak pencetus allergen sering disertai pencetus non alergen yang
dapat mempercepat dan memperburukserangan asma. Pada 38% kasus
William dkk (1958) Faktor pencetusnya adalah allergen dan infeksi.
Diduga infeksi virus memperkuat reaksi terhadap pencetus alergenik
maupun non alergeni.

Berbagai pencetus serangan asma dan cara menghindarinya perlu


diketahui dan diajarkan pada sianak dan keluarganya, debu rumah dan
unsur di dalamnya merupakan pencetus yang sering dijumpai pada anak.
Pada 76,5% anak dengan asma yang berobat di poliklinik Sub bagian
Pulmonologi Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM Jakarta,
debu rumah diduga sebagai pencetusnya.

Serangan asma setelah makan atau minum zat yang tidak tahan,
dapat terjadi tidak lama setelah makan, tetapi dapat juga terjadi beberapa
waktu setelahnya.

Anggota keluarga yang sedang menderita “flu” tidak boleh


mendekati anak yang asma atau kalau dekat anak yang asma lebih-lebih
bila bicara, batuk atau bersin perlu menutup mulut dan hidungnya.

7
Hindarkan anak dari perubahan cuaca atau udara yang mendadak, lebih-
lebih perubahan kearah dingin.

Aktivitas fisik tidak dilarang bahkan dianjurkan tetapi diatur. Jalan


yang dapat ditempuh supaya anak dapat tetap beraktivitas adalah :

1) Menambah toleransi secara bertahap, menghindari percepatan


gerak yang mendadak, Mengalihkan macam kegiatan,
misalnya lari, naik kesepeda, berenang.
2) Bila mulai batuk-batuk istirahat dahulu sebentar, minum air
dan kemudian bila batuk-batuk sudah mereda kegiatan dapat
dimulai kembali.
3) Ada beberapa anak yang memerlukan makan obat atau
menghirup obat aerosol dahulu beberapa waktu sebelum
kegiatan olahraga.

C. Manifestasi Klinik

1. Wheezing

2. Dyspnea dengan lama ekspirasi, penggunaan otot- otot asesori pernapasan

3. Pernapasan cuping hidung

4. Batuk kering karena secret kental dan lumen jalan napas sempit

5. Diaphoresis

6. Sianosis

7. Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan

8. Kecemasan, labil dan penurunan tingkat kesadaran

9. Tidak toleran terhadap aktifitas : makan, bermain, berjalan, bahkan bicara

8
D. Pathofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang
alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya. (Tanjung, 2003)

Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast
dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.

Efek gabungan dari semua faktor - faktor ini akan menghasilkan edema
lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental
dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. (Tanjung,
2003)

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi


daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama
eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah
tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan
eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat,
tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas
residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama
serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal
ini bisa menyebabkan barrel chest. (Tanjung, 2003)

9
a. Pencetus serangan (alergen, emosi/stress, obat-obatan, infeksi)
b. Kontraksi otot polos
c. Edema mukusa
d. Hipersekresi
e. Penyempitan saluran pernapasan (obstruksi)
f. Hipoventilasi
g. Distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru
h. Gangguan difusi gas di alveoli
i. Hipoksemia
j. Hiperkarpea

E. Pathway

10
F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

1. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal


eosinopil.

2. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.

3. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

4. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat


mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus
plug.

b. Pemeriksaan darah

1. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

2. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

3. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3


dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

4. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E


pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

2. Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu


serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun.

11
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat
adalah sebagai berikut:

a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan


bertambah.

b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran


radiolusen akan semakin bertambah.

c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada


paru.

d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan


pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru.

3. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang


dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

4. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat


dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi
pada empisema paru yaitu :

a. perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis


deviasi dan clock wise rotation.

b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya


RBB (Right bundle branch block).

c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia,


SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

12
5. Scanning paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa


redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

6. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang


paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol
bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting
untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

G. Komplikasi

Komplikasi yang ditimbulkan oleh status asmatikus adalah

a. Atelaktasis
b. Hipoksemia
c. Pneumothoraks Ventil
d. Emfisema
e. Gagal jantung
f. Gagal napas

H. Penatalaksanaan Medis

Penanggulangan serangan asmatikus pada anak sekarang yang lebih


penting ditujukan untuk mencegah serangan asma bukan untuk mengatasi
serangan asmatikus. Pencegahan serangan asmatikus terdiri atas :

 Menghindari faktor-faktor pencetus

13
 Obat-obatan dan terapi imunologi

Penggunaan obat-obatan atau tindakan untuk mencegah dan


meredakan atau reaksi-reaksi yang akan atau sudah timbul oleh
pencetus.

Prinsip-prinsip penatalaksanaan status asmatikus adalah :

1.Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan


: Saatnya serangan Obat-obatan yang telah diberikan (macam
obatnya dan dosisnya).

2. Pemberian obat bronchodilator.

3. Penilaian terhadap perbaikan serangan

4. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid

5. Setelah serangan mereda : Cari faktor penyebab modifikasi


pengobatan penunjang selanjutnya.

6. Oksigen dosis 2-4 liter/ menit

I. Prognosis Dan Perjalanan Klinis

Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir


menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko
yang jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung
meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.

Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis


baik ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya
ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita
asma 7–10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26–78% dengan
nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang menderita ringan dan
timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma penyakit
yang berat relative berat (6 –19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 70–

14
80% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah
menghilang.

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Fokus
a) Pengkajian Primer
i. Airway (jalan napas)
 Kaji adanya penumpukan sputum pada jalan nafas.
 Kaji akan kebutuhan oksigen.
ii. Breathing
 Kaji frekuensi pernapasan
 Kaji adanya sesak atau tidak
 Kaji bunyi napas (adanya bising, mengi)
 Kaji irama pernapasan
iii. Circulation
 Kaji frekunsi nadi
 Kaji tekanan darah(TD)
iv. Disability
 Kaji keadaan umum(GCS,kesadaran)
 Riwayat penyakit dahulu/sekarang
 Kaji Riwayat pengobatan
v. Exposure
Menciptakan lingkungan yang nyaman supaya tidak tambah
memperburuk keadaan

b) Pengkajian Sekunder

1). Riwayat Keluarga

 Kaji adanya alergi,gangguan genetic


 Kaji adanya infeksi
 Kaji adanya alergi, iritasi,trauma
 Kaji riwayat nyeri dada

16
2). Pemeriksaan fisik

 Frekuensi: cepat ( takipnea ), normal atau lambat


 Kedalamannafas: kedalaman normal, terlalu dangkal ( hipopnea ),
terlalu dalam (hiperpnea), biasanya diperkirakan dari amplitude
torakal dan pegembangan abdomen.
 Kemudahan:kurang upaya, sulit (dispnea), ortopnea, dihubungkan
dengan retraksi enterkosta dan atau substrenal (inspirasi “
tenggelam” dari jaringan lunak dalam hubungannya dengan
kartilaginosa dan tulang toraks), pulsus paradoksus (tekanan
darah turun dengan inspirasi dan menigkat karena ekspirasi),
pernafasan cuping hidung dan mengi.
 Pernafasan sulit: kontinu, intermiten menjadi makin buruk dan
menetap, awitan tiba- tiba pada saat istirahat atau kerja,
dihubungkan dengan mengi, menggorok, dihubungkan dengan
nyeri.
 Irama: variasi dalam frekuesi dan kedalaman pernafasan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan
sputum
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kemampuan
bernapas
c. perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kekurangan
oksigen

3. Intervensi Keperawatan
a. ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sputum
 Intervensi:
1) Amankan pasien ke tempat yang aman
2) Kaji tingkat kesadaran pasien

17
3) Segera minta pertolongan
4) Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga ke mulut
pasien
5) Berikan teknik membuka jalan napas dengan cara memiringkan
pasien setengah telungkup dan membuka mulutnya

b. ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas


 Intervensi:
1) Kaji usaha dan frekuensi napas pasien
2) Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung
pasien serta pipi ke mulut pasien
3) Pantau ekspansi dada pasien

c. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kekurangan


oksigen
 Intervensi:
1) pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna kulit ) dengan menyentuh
nadi jugularis

BAB IV

18
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asma adalah penyakit jalan napas yang tak dapat pulih yang terjadi
karena spasme brongkus yang disebabkan oleh berbagai penyebab seperti
allergen, infeksi dan latihan (Hudak & Gallo. 1997. hal, 565).
Status asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak
berespon terhadap terapi konvensional ( Brunner & suddart. 2001. hal 614).
Statatus asmatikus adalah keadaan spsme bronkeolus berkepanjangan
yang mengancam nyawa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan
(Corwin. 2001.hal, 432).
Status asmatikus adalah serangan asma akut yang refraktori dan keadaan
ini tidak berespon terhadap terapi dengan beta adrenergic atau tiofilin intravena
(Hudak & Gallo. 1997. hal, 566).
Dalam penanganan keperawatan gawat darurat status asmatikus dapat
disesuaikan dengan etiologi atau faktor pencetusnya.

B. Saran

Diharapkan setelah mempelajari makalah seminar “asuhan keperawatan


gawat darurat sistem pernafasan pada anak: status asmatikus” pembaca
khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti dan mampu
mengaplikasikan asuhan keperawatan sesuai rencana keperawatan secara
komprehensif.

19
DAFTAR PUSTAKA

Barbara Engram (2007), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid I,


Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Barbara C. Long (2009), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.

Hudak & Gallo (2006), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Volume I,


Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.

Jan Tambayonmg (2000), Patofisiologi Unutk Keperawatan, Penerbit Buku


Kedoketran EGC, Jakarta.

Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit
Buku Kedoketran EGC, Jakarta.

Sylvia A. Price (2006), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses PenyakitEdisi


4 Buku 2, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.

Guyton & Hall (2005), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku
Kedoketran EGC, Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai