OLEH
Kesimpulan :
Asma merupakan suatu penyakit pada pernafasan khususnya pada jalan nafasnya yang
melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga mengobstruksi jalan nafas, dan bersifat
reversible yang berespon pada stimuli tertentu.
B. Penyebab
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma.
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
Pada asma, yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial
jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Faktor alergi dianggap mempunyai peranan pada sebagian besar anak dengan
asma. Disamping itu hiperaktivitas saluran napas juga merupakan factor yang
penting. Bila tingkat hiperaktivitas bronkus tinggi, diperlukan jumlah allergen
yang sedikit dan sebaliknya jika hiperaktivitas rendah diperlukan jumlah antigen
yang lebih tinggi untuk menimbulkan serangan asma. Alergen dapat dibagi
menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh: perhiasan, logam dan jam tangan
b. Infeksi
Biasanya infeksi yang sering terjadi adalah infeksi akibat virus, terutama pad
abayi dan anak. Virus yang menyebabkan adalah respiratory syncytial virus
(RSV) dan virus parainfluenza. Kadang-kadang karena bakteri misalnya pertusis
dan streptokokus, jamur, misalnya aspergillus dan parasit seperti askaris.
c. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
d. Faktor Psikis
Factor psikis merypakan factor pencetus yang tidak boleh diabaikan dan sangat
kompleks. Tidak adanya perhatian atau tidak mau mengakui adanya persoalan
tentang asma pada anak sendiri/keluarganya akan menggagalkan usaha
pencegahan. Sebaliknya terlalu takut terhadap adanya serangan atau hari depan
anak juga dapat memperberat serangan asma.
e. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini
membaik pada waktu libur atau cuti.
f. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.
C. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe
alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar
dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial
paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang
menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi
dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek
gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan
spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian
luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan
selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi
dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan
dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat
selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini
bisa menyebabkan barrel chest.
D. Klasifikasi
1. Pembagian derajat asma menurut GINA (Global Initiative for Asthma):
a. Intermiten
Gejala kurang dari 1 x/minggu serangan singkat
b. Persisten ringan
Gejala lebih dari 1 x/minggu tapi kurang dari 1x/hari
c. Persisten sedang
Gejala terjadi setiap hari
d. Persisten berat
Gejala terjadi setiap hari dan serangan sering terjadi
2. Pembagian derajat asma manurut Phelan dkk, diantaranya adalah:
a. Asma episodik yang jarang
Biasanya terdapat pada anak usia 3-8 tahun. Pencetus utama dari asma ini
yaitu infeksi virus saluran nafas bagian atas, dengan banyaknya serangan 3-4
kali pertahun. Lamanya serangan dapat beberapa hari, jarang merupakan
serangan yang berat, gejala lebih berat pada malam hari. Tanda dari asma
episodik yang jarang diantaranya:
1) gejala muncul pada malam hari;
2) timbul wheezing kurang dari 3-4 hari;
3) batuk-batuk berlangsung sampai 10-14 hari;
4) tumbuh kembang anak biasanya tidak terganggu.
b. Asma episodik sering
Pada ⅔ golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun.
Pada permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut. Pada
umur 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang
tua menghubungkannya dengan perubahan udara, allergen, aktivitas fisik dan
stress. Frekuensi serangan 3-4 kali dalam setahun, tiap serangan biasanya
beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan paling tinggi pada
umur 8-13 tahun. Pada golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan dengan
golongan asma kronik atau persisten. Tanda dan gejala dari asma episodik
sering diantaranya:
1) gejala muncul pada malam hari disertai batuk, disertai wheezing;
2) sering terbangun pada malam hari akibat sesak dan batuk; waktu serangan
lebih dari 1-2 minggu.
c. Asma kronik atau persisten
Pada 25% anak golongan ini serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan:
75% sebelum umur 3 tahun. Pada lebih dari 50% anak terdapat wheezing yang
lama pada 2 tahun pertama, dan 50% sisanya serangannya episodik. Pada umur
5-6 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran nafas yang persisten dan
hampir selalu terdapat wheezing setiap hari, dan pada malam hari terdapat batuk
disertai wheezing. Obstruksi jalan nafas mencapai puncaknya pada umur 8-14
tahun, baru kemudian terjadi perbaikan. Pada golongan dewasa muda, 50%
golongan ini biasanya tetap menderita asma persisten.
Tanda dan gejala dari asma atau persisten diantaranya:
1) sesak saat beraktifitas;
2) perubahan bentuk toraks (pigeon chest, barrel chest);
3) terdapat sulkus horizon;
4) gangguan pertumbuhan (tubuh kecil);
5) kemampuan aktivitas menurun;
6) sering tidak masuk sekolah sehingga prestasi belajar terganggu;
7) sebagian kecil mengalami gangguan psikososial.
3. Pembagian derajat asma menurut Pedoman Asma Anak Indonesia sebagai berikut :
Parameter klinis, kebutuhan Persisten Ringan Persisten Sedang Persisten Berat
obat dan faal paru
Frekuensi serangan < 1 x/bulan > 1 x/bulan Sering
Lama serangan < 1 minggu > 1 minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
remisi
Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dn
malam
Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
Pemeriksaan fisik diluar Normal Ada kelainan Tidak pernah
serangan normal
Obat pengendali (anti Tidak perlu Nonsteroid/steroid Steroid hirupan /
inflamasi) hirupan dosis oral
rendah
Uji faal paru (diluar PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60- PEF/FEV1 <60%
serangan) 80% variabilitas 20-
30%
Variabilitas faal paru (diluar Variabilitas >15% Variabilitas >30% Variabilitas >50%
serangan)
F. Gejala Klinis
Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan
pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang
bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak
penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan
serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan
penderita asma yaitu :
1. Tingkat I :
a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b. Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II :
a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III :
a. Tanpa keluhan.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang
kembali.
4. Tingkat IV :
a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V :
a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang
reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-
otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih,
takikardi.
G. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma
dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit
yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
a. Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara,
tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot
pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
b. Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya
bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
c. Thorak
1) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan
diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama
pernafasan serta frekwensi peranfasan.
2) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
3) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma
menjadi datar dan rendah.
4) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4
detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
d. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya
menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna
dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama
kalau terjadi infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang
disertai ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi
bahkan mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
a) Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
b) Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot
bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal
dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.
e. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
a) Takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
b) Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik
lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5
mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama
jantung.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
a. Pemeriksaan sputum. Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil.
2) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4) Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah.
1) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
3) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
4) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
2. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
3. Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
4. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema
paru yaitu :
a. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right
bundle branch block).
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES
atau terjadinya depresi segmen ST negative.
5. Scanning Paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
6. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan
FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak
saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.
I. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama penatalaksanaan medis asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penatalaksanaan asma meliputi:
1. Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti edukasi tidak hanya
ditunjukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga pihak lain yang membutuhkan
seperti pemegang keputusan, pembuat perencanaaan bidang kesehatan/asma, profesi
keseahatan
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri
mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal tersebut disebabkan barbagai
faktor antara lain.
a. Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan terapi
b. Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahahn pada asma
c. Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview, sehimgga
membantu penanganan asma terutama asma mandiri
3. Indentifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma
terkontrol.
a. Pengobatan farmakologik :
1) Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan :
a) Simtomatik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin). Nama obat :
(1) Orsiprenalin (Alupent)
(2) Fenoterol (berotec)
(3) Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet,
sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered
dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup
(Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh
alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus
) untuk selanjutnya dihirup.
b) Santin (teofilin) Nama obat :
(1) Aminofilin (Amicam supp)
(2) Aminofilin (Euphilin Retard)
(3) Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik,
tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini
dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk
suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan
disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering
merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum
sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit
lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga
dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke
dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal
tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
2) Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama
anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang
lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
3) Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.
Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini
adalah dapat diberika secara oral.
b. Pengobatan non farmakologik:
1. Penobatan non farmakologik
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit
asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta
menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus,
termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat
dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
c. Penanganan asma mandiri (pelangi asma)
Hubungan penderita-dokter yang baik adalah dasar ynag kuat untuk terjadi
kepatuhan atau efektif penatalaksanaan asma. Rencanakan pengobatan asma
jangka panjang sesuai kondisi penderita, relistik/memungkinkan bagi penderita
dengan maksud mengontrol asma. Bila memungkinkan ajakan perawat, farmasi,
tenaga fisioterapi pernapasan dan lain-lainnya untuk membantu memberikan
edukasi dan menunjang keberhasilan pengobatan penderita.
Pelangi Asma, monitoring keadaan asma secara mandiri
Hijau
Kondisi baik, asma terkontrol
Tidak ada/minimal gejala
APE : 80 - 100% nilai dugaan/terbaik
Pengobatan bergantung berat asma, prinsipnya pengobatan dilanjutkan.
Bila tetap berada pada warna hijau minimal 3 bulan, maka pertimbangkan
turunkan terapi
Kuning
Berarti hati-hati, asma tidak terkontrol, dapat terjadi serangan
akut/eksaserbasi
Dengan gejala asma (asma malam, aktivitas terhambat, batuk, mengi,
dada terasa berat baik saat aktivitas maupun istirahat) dan/atau APE 60-
80% prediksi/nilai terbaik
Membutuhkan peningkatan dosis medikasi atau perubahan medikasi
Merah
Berbahaya
Gejala asma terus menerus dan membatasi aktivitas sehari-hari
APE <60% nilai dugaan/terbaik
Penderita membutuhkan pengobatan segera sebagai rencana pengobatan
yang disepakati dokter-penderita secara tertulis. Bila tetap tidak ada
respons, segera hubungi dokter atau ke rumah sakit
Aminofilin bolus
dilanjutkan drip
Oksigen
Kortikosteroid IV
J. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:
1. Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi
berat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan
dapat digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang
intensif.
2. Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat
dangkal.
3. Hipoksemia adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat kekurangan oksigen secara
sistemik akibat inadekuatnya intake oksigen ke paru oleh serangan asma.
4. Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan
kolapsnya paru.
5. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi)
saluran nafas karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan
mengalami kerusakan yang luas.
3. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d mucus dalam jumlah berlebihan,
peningkatan produksi mucus, eksudat dalam alveoli dan broncospasme
2. Ketidakefektifan pola napas b.d keletihan otot pernafasan dan deformitas dinding
dada
3. Gangguan pertukaran gas b.d retensi karbon dioksida
4. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(hipoksia) kelemahan
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d laju metabolic, dispnea
saat makan, kelemahan otot pengunyah
6. Ansietas b.d keadaan penyakit yang di derita
4. Intervensi Keperawatan
Mengeluh dilakukan
2. Affektif :
Berfokus pada
diri sendiri
Distres
Gelisah
Gugup
Kesedihan yang
mendalam
Ketakutan
Menggemerutukk
an gigi
Menyesal
Peka
Perasaan tidak
adekuat
Putus asa
Ragu
Sangat khawatir
Senang
berlebihan
3. Fisiologis
Gemetar
Peningkatan
keringat
Peningkatan
ketegangan
Suara bergetar
Tremor
Tremor tangan
Wajah tegang
4. Simpatik
Anoreksia
Diare
Dilatasi pupil
Eksitasi
kardiovaskular
Gangguan
pernapasan
Jantung berdebar-
debar
Kedutan otot
Lemah
Mulut kering
Wajah merah
Peningkatan
denyut nadi
Peningkataan
frekwensi
pernapasan
Peningkatan
reflek
Peningkatan
tekanan darah
Vasokontriksi
superfisial
Wajah memerah
5. Parasimpatik
Anyang-
anyangan
Diare
Dorongan segera
berkemih
Gangguan pola
tidur
Kesemutan pada
extremitas
Letih
Mual
Nyeri abdomen
Penurunan
tekanan darah
Penurunan
denyut nadi
Penurunan
tekanan darah
Pusing
Sering berkemih
6. Kognitif :
Bloking fikiran
Cenderung
menyalahkan
orang lain
Gangguan
konsentrasi
Gangguan
perhatian
Konfusi
Lupa
Melamun
Menyadari gejala
fisiologis
Penurunan
kemampuan
untuk belajar
Penurunan
kemampuan
untuk
memecahkan
masalah
Penurunan lapang
persepsi
Preokupasi
Faktor Yang
Berhubungan :
Ancaman kematian
Ancaman pada status
terkini
Hereditas
Hubungan
interpersonal
Kebutuhan yang tidak
dipenuhi
Konflik nilai
Konflik tentang
tujuan hidup
Krisis maturasi
Krisis situasi
Pajanan pada toksin
Penularan
interpersonal
Penyalahgunaan zat
Perubahan besar (mis.
status ekonomi,
lingkungan, status
kesehatan, pola
interaksi, fungsi
peran, status peran)
Riwayat keluarga
tentang ansites
Stresor
5. Implementasi
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan intervensi
atau rencana yang telah dibuat sebelumnya.
6. Evaluasi
Evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah dilakukan apakah telah terpenuhi sesuai
kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi dalam diagnosa dan masalah
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaf Hood, dkk. (2010) Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Airlangga university perss.
Gershwin, M Eric dkk. (2006) Bronchial Asthma, A guide for practical understanding and
treatmet . Edisi V
GINA (Global Initiative for Asthma); Pocket Guide for Asthma Management and Prevension
In Children . www. Ginaasthma.org. 2006
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Mediaction Publishing: Jakarta
Wong, Donna, L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. Jakarta: EGC.
............................ , ..........................................
........................................................... .......................................................................
NIP. NIM.
Nama Pembimbing / CT
.....................................................
NIP.