DISUSUN OLEH :
SRI HANDAYANI
NIM 62019040322
2019-2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Asma adalah salah satu penyakit alergi dan masih menjadi masalah kesehatan di
negara maju maupun berkembang (Sastrawan, 2008). Penyakit asma ditandai dengan
terhambatnya aliran udara dalam saluran napas pada paru dengan gejala batuk berulang,
mengi dan sesak napas yang terjadi pada malam hari (Oemiati, 2010). Angka kejadian alergi
mengalami peningkatan mencapai 30% pertahun dikarenakan pola hidup masyarakat modern,
polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu alergi yang
banyak terjadi adalah penyakit asma (Triyani, 2010). Makanan merupakan salah satu
penyebab reaksi alergi yang berbahaya. Menurut Sudoyo (2006) terdapat 1,4-6% populasi
dewasa juga pernah mengalami alergi makanan. Penyebab tersering alergi makanan orang
dewasa adalah kacang-kacangan dan ikan. Alergen utama pada kacang yaitu: Ara h1, Ara h2
dan Ara h3. Ikan dapat menimbulkan sejumlah reaksi alergi, alergen yang terdapat pada ikan
seperti Gad (Akib dkk, 2010). Hasil olahan kacang dengan bahan dasar kedelai seperti tahu
dan tempe juga dapat menimbulkan reaksi alergi, alergen yang terdapat dalam bahan dasar
kedelai seperti Glycinin (Holzhauser et al, 2008). Reaksi alergi makanan dimulai dari
konsumsi kacang, ikan dan hasil olahannya mengandung protein yang dapat mempengaruhi
sel T merangsang sel B, sel B merangsang sel plasma untuk membuat IgE, IgE
mempengaruhi 2 sel mast, sel mast melepaskan histamin dan leukotrin menyebabkan spasme
bronkus dan mengakibatkan asma (Akib dkk, 2010). Penyakit asma merupakan penyakit 5
besar penyebab kematian di dunia (Oemiati, 2010). Data WHO pada tahun 2005
menunjukkan ada 100- 150 juta menderita asma di dunia (Triyani, 2010). Asma merupakan
10 besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Data Studi Rised Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) di berbagai provinsi di Indonesia hasil RISKESDAS menunjukkan prevalensi
asma di Indonesia sekitar 3,5% (Riskesdas, 2007). Angka kejadian pada orang dewasa 10-
45% (Oemiati, 2010). Prevalensi asma di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)
Surakarta meningkat 0,6% dari 6,2% tahun 2011 menjadi 6,8% tahun 2012. Hasil penelitian
Mela (2009) ada hubungan antara rhinitis alergi dengan terjadinya asma bronkhial. Rhinitis
alergi secara individual atau independen sebagai faktor resiko terjadinya asma bronkhial.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
terhadap hubungan antara konsumsi kacang, ikan dan hasil olahannya dengan frekuensi
serangan asma pada penderita asma di Puskesmas Jaken
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
A. PENGERTIAN
Asthma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh
periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski :
1996). Asthma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan
bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996). Asthma adalah penyakit jalan
nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara
hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Asthma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari
pengobatan (The American Thoracic Society).
1. Klasifikasi Asma Bronchial
B. ETIOLOGI
a. Faktor Predisposisi
- Genetik
Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui bagaimana
cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai
keluarga dekat yang juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi
ini,penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar denganfaktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor Presipitasi
1. Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (ex: debu, bulu binatang,
serbuk
bunga, spora jamur, bakteri dan polusi)
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut (ex: makanan dan obat-obatan)
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (ex: perhiasan, logam dan
jam tangan)
2. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan,
musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk
bunga dan debu.
3. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul
harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress / gangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya
belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.
5. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas
jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas
tersebut.
C. MANIFESTASI KLINIS
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala
klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah,
duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja
dengan keras. Gejala klasik: sesak nafas, mengi (wheezing), batuk, dan pada sebagian
penderita ada yang merasa nyeri di dada. Pada serangan asma yang lebih berat, gejala
yang timbul makin banyak, antara lain: silent chest, sianosis, gangguan kesadaran,
hiperinflasi dada, takikardi, dan pernafasan cepat-dangkal. Serangan asma sering
terjadi pada malam hari.
D. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan erat dengan bronkhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang
menghirup alergen maka sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang
timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara: seseorang alergi àmembentuk
sejumlah antibodi IgE abnormal à reaksi alergi. Pada asma, antibodi ini terutama
melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan antibodi
IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat
pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrien), faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan dari semua
faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhiolus kecil maupun
sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos
bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkhiolus berkurang selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan
bagian luar bronkhiolus. Bronkhiolus sudah tersumbat sebagian maka sumbatan
selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi.pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi
dengan baik dan adekuat tetapi hanya sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini
menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi
sangat meningkat selama serangan asma akibat kesulitan mengeluarkan udara
ekspirasi dari paru. Hal ini dapat menyebabkan barrel chest.
PATHWAY
Reaksi antigen-antibodi
MK: Ketidakefektifan
MK: Intoleransi bersihan jalan nafas
aktifitas
ekspirasi terhambat
CO2 meningkat
MK: Hambatan
pertukaran gas
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan sputum
4. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, yang umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi.
5. Pemeriksaan darah
1. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
pH normal pada anak-anak: 7,36-7,44, PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 75-100 mmHg,
dan HCO3 : 24-28 mEq/L
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukkan gambaran hiperinflasi pada pru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga interkostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang ditemukan adalah sebagai berikut:
3. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru dan gambaran
atelektasis lokal.
Pemeriksaan kulit dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen
yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
Elektrokardiografi
Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
Spirometri
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita
tanpa keluhan, tetapi hasil pemeriksaan spirometrinya menunjukkan adanya obstruksi.
F. PENATALAKSANAAN
Medik
1. Pengobatan farmakologik
Obat-obat anti asma umumnya ditujukan untuk melebarkan saluran napas pada
serangan asma. Kadang-kadang juga diperlukan obat anti inflamasi/anti peradangan
dalam penanganan asma bronkhial.
Yang termasuk pengobatan farmakologik untuk anak dengan asma bronkhial adalah:
Bronkodilator
Bronkodilator merupakan obat yang digunakan untuk melebarkan saluran nafas, yang
terdiri dari 2 golongan, yaitu:
1. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Contohnya: Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec), dan Terbutalin (bricasma).
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan
semprotan (seperti MDI/Metered doseinhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus
yang dihirup (seperti Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
bronkodilator (seperti Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin).
2. Santin (teofilin)
Contohnya: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard), dan Teofilin
(Amilex).
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya
berbeda. Bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaiannya dapat dalam bentuk suntikan yang disuntikkan secara perlahan-
lahan ke pembuluh darah, untuk serangan asma akut.
Karena sering merangsang lambung, bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum
sesudah makan.
Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke
dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita tidak dapat minum teofilin
karena muntah atau lambungnya kering.
Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.
Kromalin digunakan untuk penderita asma alergi.
Kromalin biasanya diberikan bersama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru
terlihat setelah pemakaian satu bulan.
Ketolifen
Ketolifen juga mempunyai efek pencegahan terhadap asma. Biasanya diberikan
dengan dosis dua kali 1mg / hari. Ketolifen dapat diberikan secara oral.
2. Pengobatan non farmakologik
Yang termasuk pengobatan non farmakologik untuk anak dengan asma bronkhial
adalah:
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pemberian cairan
Fisioterapi
Pemberian O2 bila terjadi serangan asma berat.
G. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan masa lalu
- Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya
- Kaji riwayat reksi alergi atau sensitivitas terhadap zat/faktor lingkungan
b. Aktivitas
- Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernafas
- Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bentuan melakukan
aktivitas sehari-hari
- Tidur dalam posisi duduk tinggi
c. Pernapasan
- Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
- Napas memburuk ketika klien berbaring telentang di tempat tidur
- Menggunakan alat bantu pernapasan, misal meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
- Adanya bunyi napas mengi
- Adanya batuk berulang
d. Sirkulasi
- Adanya peningkatan tekanan darah
- Adanya peningkatan frekuensi jantung
- Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu/sianosis
e. Integritas ego
- Ansietas
- Ketakutan
- Peka rangsangan
- Gelisah
f. Asupan nutrisi
- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan
- Penurunan berat badan karena anoreksia
g. Hubungan sosial
- Keterbatasan mobilitas fisik
- Susah bicara atau bicara terbata-bata
- Adanya ketergantungan pada orang lain
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifas bersihan jalan nafas b.d mucus berlebihan ditandai dengan
suara nafas tambahan
3. Rencana Keperawatan
1. Ketidak efektifas bersihan jalan nafas b.d mucus berlebihan ditandai dengan suara
nafas tambahan
NOC:
Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan status pernafasan:kepatenan jalan
nafas efektif
NIC :
a. Monitor TTV
b. Manajemen jalan nafas
c. Pengaturan posisi
d. Terapi oksigen
2. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
ditandai dengan dyspnea setelah beraktifitas
NOC :
NIC :
a. Terapi aktivitas
b. Bantuan perawatan diri
c. Peningkatan keterlibatan keluarga
d. Terapi Oksigen
DAFTAR PUSTAKA