Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PENYAKIT ASMA BRONCHIAL

Oleh Kelompok II :

1. Denni Rina Helida Damanik ( 1420121166 )

2. Dermawan Tampubolon ( 1420121171 )

3. Desa Megaria Harianja ( 1420121181 )

4. Desi Arisandi Tauran (1420121168)

5. Desnauli Sitompul (1420121172)

6. Dheny Marison Harianja (1420121189)

7. Yeni Sara Tresia Aritonang (1420121198)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL

BANDUNG 2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma bronckial adalah suatu kelainan inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas
yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang
ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas, dan rasa
berat di dada terutama pada malam hari dan atau dini hari yang umumnya bersifat
reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. Penyakit asma berasal dari kata
“asthma” yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti “sukar bernapas.” Penyakit
asma dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk dan mengi yang disebabkan
oleh penyempitan saluran napas.Banyak kasus-kasus penyakit asma di masyarakat
yang tidak terdiagnosis, yangsudah terdiagnosis pun belum tentu mendapatkan
pengobatan secara baik.
Disamping itu banyak permasalahan kesehatan lainyang menyertai berupa gangguan
organ tubuh lain, gangguan perilaku dan permas alahan kesehatan lainnya,Penyakit
asma adalah penyakit yang mempunyai banyak faktor penyebab, dimanayang paling
sering karena faktor atopi atau alergi. Faktor-faktor penyebab dan pemicu penyakit
asma antara lain debu rumah dengan tungaunya, bulu binatang, asap rokok,asap
obat nyamuk, dan lain-lain.Penyakit ini merupakan penyakit keturunan. Bila salah
satu atau kedua orang tua,kakek atau nenek anak menderita penyakit asma maka
bisa diturunkan ke anak. Prof Dr. dr Heru Sundaru, Sp.PD, KAI, Guru Besar Tetap FKUI
menjelaskan, “penyakitasma bukan penyakit menular tapi penyakit keturunan.”
Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 300 juta orang didunia
mengidap penyakit asma dan 225 ribu orang meninggal karena penyakit asma pada
tahun 2005 lalu. Hasil penelitian International Study on Asthma and Alergies in
Childhood pada tahun yang sama menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi gejala
penyakit asma melonjak dari sebesar 4,2% menjadi 5,4 %.Penyakit asma tidak dapat
disembuhkan dan obat-obatan yang ada saat ini hanya berfungsi menghilangkan
gejala. Namun, dengan mengontrol penyakit asma, pe nderita penyakit asma bisa
bebas dari gejala penyakit asma yang mengganggusehingga dapat menjalani aktivitas
hidup sehari-hari.Mengingat banyaknya faktor risiko yang berperan, maka prioritas
pengobatan penyakit asma sejauh ini ditujukan untuk mengontrol gejala. Kontrol
yang baik inidiharapkan dapat mencegah terjadinya eksaserbasi (kumatnya gejala
penyakit asma),menormalkan fungsi paru, memperoleh aktivitas sosial yang baik dan
meningkatkankualitas hidup pasien.Anda bisa mengenal penyakit asma lebih lanjut
dalam halaman detail ini meliputigejala asma, diagnosa asma, penyebab asma,
faktor pencetus asma, pengobata n, pengcegahan dan hidup bersama asma.
B. Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah pemahaman klinis asma
bronkial khususnya dari segi diagnosis, pengenalanetiologi, faktor risiko,
patofisiologi, dan penatalaksanaan terkait kasus.
1. Tujuan umum : Penulis dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien
dengan asma bronchial.
2. Tujuan khusus :
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengna asma bronchial.
b. Mampu menentukan masalah atau diagnosa keperawatan pada pasien
dengan asma bronchial.
c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan
asma bronchial.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan
asma bronchial.
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan asma
bronchia
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan secara baik dan
benar.
C. Ruang lingkup
Makalah ini menguraikan tentang bagaimana melaksanakan asuhan keperawatan
pada klien dengan asma bronchial, pada kasus ini penulis menggunakan metoda
pemecahan masalah yaitu dengan pendekatan proses keperawatan yang meliputi
pengkajian, perumusan masalah, diagnosis pelaksanaan dan evaluasi.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Defenisi
Asma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD), adalah suatu penyakit
obstruksi pada jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan bronchospasme,
inflamasi dan peningkatan sekresi jalan napas terhadap berbagai stimulan. • Asma
bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibeldimana
trakheobronkhial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.Asma
bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon tracheadan
bronkhus terhadap berbagai rangsangandengan manifestasi adanya penyempitan
jalannafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan
maupun hasil daripengobatan. ( The American Thoracic Society ).
B. Pembagian asma pada anak.
1. Asma episode yang jarang.
Biasanya terdapat pada anak umur 3 – 8 tahun. Serangan umumnya
dicetuskan oleh infeksi virus saluran nafas bagian atas. Banyaknya serangan 3
– 4 kali dalam 1 tahun. Lamanya serangan dapat beberapa hari, jarang
merupakan serangan yang berat. Gejala yang timbul lebih menonjol pada
malam hari. Mengi dapat berlangsung kurang dari 3- 4 hari, sedang batuk-
batuknya dapat berlangsung 10 – 14 hari. Manifestasi alergi lainya misalnya,
eksim jarang terdapat pada golongan ini. Tumbuh kembang anak biasanya
baik, diluar serang tidak ditemukan kelainan. Waktu remisi berminggu-
minggu sampai berbulanbulan. Golongan ini merupakan 70 – 75 % dari
populasi asma anak.
2. Asma episode yang sering.
Pada 2/3 golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun.
Pada permulaan, serangan berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut.
Pada umur 5 – 6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas.
Biasanya orang tua menghubungkan dengan perubahan udara, adanya
alergen, aktivitas fisik dan stress. Banyak yang tidak jelas pencetusya.
Frekwensi serangan 3 – 4 kali dalam 1 tahun, tiap serangan beberapa hari
sampai beberapa minggu. Frekwensi serangan paling tinggi pada umur 8 – 13
tahun. Pad golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan dengan golongan
asma kronik ataui persisten. Umumnya gejala paling jelek terjadi pada malam
hari dengan batuk dan mengi yang akan mengganggu tidurnya. Pemeriksaan
fisik di luar serangan tergantung frekwensi serangan. Jika waktu serangan
lebih dari 1 – 2 minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik. Hay Fever
dapat ditemukan pada golongan asma kronik atau persisten. Gangguan
pertumbuhan jarang terjadi . Golongan ini merupakan 2-0 % dari populasi
asma pada anak.
3. Asma kronik atau persisten.
Pada 25 % anak golongan ini serangan pertama terjadi sebelum umur 6
bulan; 75 % sebelum umur 3 tahun. Pada lebih adari 50 % anak terdpat mengi
yang lama pada dua tahun pertama, dan 50 % sisanya serangannya episodik.
Pada umur 5 – 6 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi saluran nafas
yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi setiap hari; malam hari
terganggu oleh batuk dan mengi. Aktivitas fisik sering menyebabkan mengi.
Dari waktui ke waktu terjadiserangan yang berat dan sering memerlukan
perawatan di rumah sakit.

Terdapat juga gologan yang jarang mengalami serangan berat, hanya sesak sedikit
dan mengisepanjang waaktu. Biasanya setelah mendapatkan penangan anak dan
orang tua baru menyadari mengenai asma pada anak dan masalahnya. Obstruksi
jalan nafas mencapai puncakya pada umur 8 – 14 tahun, baru kemudian terjadi
perubahan, biasanya perbaikan. Pada umur dewasa muda 50 % golongan ini tetap
menderita asma persisten atau sering. Jarang yang betul-betul bebas mengi pada
umur dewasa muda. Pada pemeriksaan fisik jarang yang normal; dapat terjadi
perubahan bentuk thoraks seperti dada burung (Pigeon Chest), Barrel Chest dan
terdapat sulkus Harison. Pada golongan ini dapat terjadi gangguan pertumbuhan
yakni, bertubuh kecil. Kemampuan aktivitas fisik kurangsekali, sering tidak dapat
melakukan olah raga dan kegiatan lainya. Juga sering tidak masuk sekolah hingga
prestasi belajar terganggu. Sebagian kecil ada mengalami gangguan psiko sosial.

C. Etiologi
1. Faktor ekstrinsik : reaksi antigen- antibodi; karena inhalasi alergen (debu,
serbukserbuk, bulu-bulu binatang).
2. Faktor intrinsik;
a. Infeksi : para influenza virus, pneumonia,Mycoplasma.
b. Kemudian dari fisik; cuaca dingin, perubahan temperatur.
c. Iritan; kimia.Polusi udara (CO, asap rokok, parfum).
d. Emosional; takut, cemas, dan tegang. Aktivitas yang berlebihan juga
dapat menjadi faktor pencetus.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronchial:
1. Faktor Predisposisi.
Genetik Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui
bagaimana carapenurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluargadekat yang juga menderita penyakit alergi. Karena adanya
bakat alergi ini,penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika
terpapar denganfaktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor Presipitasi
a. Alergen : dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan ex: debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut ex: makanan dan obat-
obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit ex: perhiasan,
logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal
ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma
yang mengalami stress / gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab
terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil,
pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau
cuti.
e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma
akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga
yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.
3. Pencetus:
a. Alergen.
Tor allergi dianggap mempunyai peranan pad sebagian besar anak
dengan asma. Disamping itu hiper reaktivitas saluran nafas juga
merupakan faktor yang penting. Bila tingkat hiper reaktivitas
bronchus tinggi, diperlukan jumlah allergen yang sedikit
dansebaliknya jika hiper reaktivitas rendah diperlukan jumlah antigen
yang lebih tinggi untuk menimbulkan serangan asma. Sensitisasi
tergantung pada lama dan intnsitas hubungan dengan bahan alergen
berhubungan dengan umur. Bayidan anak kecil sering berhubungan
dengan sisi dari debu rumah, misalnya tungau, serpih atau bulu
binatang, spora jamur yang terdapat di rumah. Dengan bertambahnya
umur makin banyak jenis allergen pencetusnya. Asma karena
makanan sering terjadi pada bayi dan anak kecil.
b. Infeksi.
Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak. Virus yang
menyebabkan ialah respiratory syncytial virus (RSV) dan virus para
influenza. Kadang-kadang karena bakteri misalnya; pertusis dan
streptokokus, jamur, misalnya Aspergillus dan parasit seperti Askaris.
c. Iritan.
Hair spray, minyak wangi, semprot nyamuk, asap rokok, bau tajam
dari cat, SO2 dan polutan udara lainya dapat memacu serangan asma.
Iritasi hidung dan batuksendiri dapat menimbulkan refleks
bronkokonstriksi.
d. Cuaca.
Perubahan tekanan udara, perubahan suhu udara, angin dan
kelembaban udara berhubungan dengan percepatan dan terjadinya
serangan asma .
e. Kegiatan jasmani.
Kegiatan jasmani berat, misalnya berlari atau naik sepeda dapat
memicu serangan asma. Bahkan tertawa dan menangis yang
berlebihan dapat merupakan pencetus. Pasien dengan faal paru di
bawah optimal amat rentan terhadap kegiatan jasmani.
f. Infeksi saluran nafas.
Infeksi virus pada sinus, baik sinusitis akut maupun kronis dapat
memudahkan terjadinya sma pada anak. Rinitis alergika dapat
memberatkan asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.
g.
4. Faktor psikis.
Faktor psikis merupakan pencetus yang tidak boleh diabaikan dan sangat
kompleks. Tidak adanya perhatian dan / atau tidak mau mengakui persolan
yang berhubungan dengan asma oleh anak sendiri / keluarganya akan
menggagalkan usaha pencegahan. Sebaliknya terlalu takut terhadap adanya
serangan atau hari depan anak juga dapat memperberat serangan asma.
Serangan asma dapat timbul disebabkan berbagai pencetus bersamaan
misalnya pada anak dengan pencetus alergen sering disertai pencetus non
allergen yang dapat mempercepat dan memperburuk serangan. Faktor
pencetus adalah alergen dan infeksi; diduga infeksi virus memperkuat reaksi
pencetus alergenik maupun non alergenik. Serangan dapat terjadi pada
seorang anak setelah mendapat infrksi virus pada saluran nafas atas
kemudian berlari-lari pada udara dingin.
D. Manifestasi klinis
1. Auskultasi :
a. Wheezing, ronki kering musikal, ronki basah sedang.
b. Dyspnea dengan lama ekspirasi; penggunaan otot-otot asesori
pernafasan, cuping hidung, retraksi dada,dan stridor.Batuk kering
(tidak produktif) karena sekret kental dan lumen jalan nafas sempit.
c. Tachypnea, orthopnea.
d. Diaphoresis Nyeri abdomen karena terlibatnya otot abdomen dalam
pernafasan.
e. Fatigue.

Tidak toleransi terhadap aktivitas; makan, bermain, berjalan, bahkan bicara.


Kecemasan, labil dan perubahan tingkat kesadaran. Meningkatnya ukuran diameter
anteroposterior (barrel chest) akibat ekshalasi yang sulit karena udem bronkus
sehingga kalau diperkusi hipersonor. Serangan yang tiba-tiba atau berangsur. Bila
serangan hebat : gelisah, berduduk, berkeringat, mungkin sianosis.

2. X foto dada : atelektasis tersebar, “Hyperserated”


3.
E. Tanda dan gejala
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,
tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam,gelisah, duduk
dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasanbekerja
dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi
( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada.
Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang
lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest,
sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat
dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.
1. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol :
a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang
timbul
c. Whezing belum ada
d. Belum ada kelainan bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
f. BGA belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan :

a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum


b. Whezing
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d. Penurunan tekanan parsial O2
2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. BGA Pa O2 kurang dari 80%
i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan
kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik (Halim
Danukusumo, 2000, hal 218-229)
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu:

1. Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-
faktor pencetus yangspesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang,
obat-obatan (antibiotik danaspirin), dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatupredisposisi genetik terhadap alergi.
2. Intrinsik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi
terhadap penctus yangtidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan olehadanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.
Serangan asma ini menjadi lebih beratdan sering sejalan dengan berlalunya
waktu dan dapat berkembang menjadibronkhitis kronis dan emfisema.
Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

F. Patofisiologi
Asma pada anak terjadi adanya penyempitan pada jalan nafas dan hiperaktif dengan
respon terhadap bahan iritasi dan stimulus lain. Dengan adanya bahan iritasi atau
allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat antibodi tubuh muncul
(immunoglobulin E atau IgE) dengan adanya alergi. IgE di muculkan pada reseptor sel
mast dan akibat ikatan IgE dan antigen menyebabkan pengeluaran histamin dan zat
mediator lainnya. Mediator tersebut akan memberikan gejala asthma.

Respon astma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang ditandai
dengan bronkokontriksi (1-2 jam); tahap delayed dimana brokokontriksi dapat
berulang dalam 4-6 jam dan terus-menerus 2-5 jam lebih lama ; tahap late yang
ditandai dengan peradangan dan hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau
bulan. Asma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan, dan
udara dingin. Selama serangan asthmatik, bronkiulus menjadi meradang dan
peningkatan sekresi mukus. Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas menjadi
bengkak, kemudian meningkatkan resistensi jalan nafas dan dapat menimbulkan
distres pernafasan .
Anak yang mengalami astma mudah untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi karena
edema pada jalan nafas.Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan
perubahan pertukaran gas.Jalan nafas menjadi obstruksi yang kemudian tidak
adekuat ventilasi dan saturasi 02, sehingga terjadi penurunan P02 (hipoxia).Selama
serangan astmatikus, CO2 tertahan dengan meningkatnya resistensi jalan nafas
selama ekspirasi, dan menyebabkan acidosis respiratory dan hypercapnea.
Kemudian sistem pernafasan akan mengadakan kompensasi dengan meningkatkan
pernafasan (tachypnea), kompensasi tersebut menimbulkan hiperventilasi dan dapat
menurunkan kadar CO2 dalam darah (hypocapnea).

Pathway Gambar 1.1.


G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
2. Foto rontgen
3. Pemeriksaan fungsi paru; menurunnya tidal volume, kapasitas vital, eosinofil
biasanya meningkat dalam darah dan sputum
4. Pemeriksaan alergi
5. Pulse oximetri
6. Analisa gas darah.
7. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan sputum : pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat
adanya:
1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinopil.
2) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)
dari cabang bronkus.
3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang
terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah
terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. Hiponatremia dan kadar
leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan
terdapatnya suatu infeksi.Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi
terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada
waktu bebas dari serangan.
H. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat
adalah sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada
paru Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
d. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru
2. Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada
empisema paru yaitu :
a. perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis
deviasi dan clock wise rotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya
RBB ( Right bundle branch block).
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES,
dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan
dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan
sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan
adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator
lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan
diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.

I. Pengobatan/therapy
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik
a. Memberikan penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pemberian cairand. Fisioterapie. Beri O₂bila perlu
2. Pengobatan farmakologik
a. Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan:
1) Simpatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)Nama
obat: Orsiprenalin (Alupent), fenoterol (berotec), terbutalin
(bricasma).
2) Santin (teofilin)Nama obat: Aminofilin (Amicam supp),
Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin(Amilex)Penderita dengan
penyakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
b. Kromalin. Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan terapi
merupakan obat pencegah serangan asma. Kromalin biasanya
diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain dan efeknya baru
terlihat setelah pemakaian 1 bulan.
c. KetolifenMempunya efek pencegahan terhadap asma seperti
kromalin. Biasanya diberikandosis 2 kali 1 mg/hari. Keuntungan obat
ini adalah dapat diberikan secara oral.
J. Penatalaksanaan Serangan Asma Akut :
1. Oksigen nasal atau masker dan terapi cairan parenteral.
2. Adrenalin 0,1- 0,2 ml larutan : 1 : 1000, subkutan. Bila perlu dapat diulang
setiap 20 menit sampai 3 kali.
3. Dilanjutkan atau disertai salah satu obat tersebut di bawah ini (per oral)
4. Golongan Beta 2- agonist untuk mengurangi bronkospasme :
a. Efedrin : 0,5 – 1 mg/kg/dosis, 3 kali/ 24 jam
b. Salbutamol : 0,1-0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
c. Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/ 24 jam
d. Efeknya tachycardia, palpitasi, pusing, kepala, mual, disritmia,
tremor, hipertensi dan insomnia, . Intervensi keperawatan jelaskan
pada orang tua tentang efek samping obat dan monitor efek samping
obat.
e. Golongan Bronkodilator, untuk dilatasi bronkus, mengurangi
bronkospasme dan meningkatkan bersihan jalan nafas. Aminofilin : 4
mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam Teofilin : 3 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam
Pemberian melalui intravena jangan lebih dari 25 mg per menit.Efek
samping tachycardia, dysrhytmia, palpitasi, iritasi
gastrointistinal,rangsangan sistem saraf pusat;gejala toxic;sering
muntah,haus, demam ringan, palpitasi, tinnitis, dan kejang. Intervensi
keperawatan; atur aliran infus secara ketat, gunakan alat infus khusus
misalnya infus pump.
f. Golongan steroid, untuk mengurangi pembengkakan mukosa
bronkus. Prednison : 0,5 – 2 mg/kg/hari, untuk 3 hari (pada serangan
hebat).

Sebagaimana penyakit lain, penatalaksanaan asma didasarkan pada pemahaman


mengenai pathogenesis penyakit. Penatalaksanaan asma dibagi menjadi dua,yaitu:

1. Penatalaksanaan asma saat serangan (reliever) dan penatalaksanaan asma di


luar seran gan (controller).Berdasarkan panduan asma internasional (GINA:
Global Intiative for Asthma), tujuan penatalaksanaan asma yang berhasil
adalah bagaimana penyakit asma tersebut bisa dikontrol. Menurut GINA yang
telah diakui oleh WHO dan National Healt, Lung and Blood Institute-USA
(NHBCLI), ada beberapa kriteria yang dimaksudkan dengan asma terkontrol.
Idealnya tidak ada gejala-gejala kronis, jarang terjadi kekambuhan,tidak ada
kunjungan ke gawat darurat, tidak ada keterbatasan aktivitas fisik,
sepertilatihan fisik dan olahraga, fungsi paru normal atau mendekati normal,
minimal efek samping dari penggunaan obat dan idealnya tidak ada
kebutuhan akan obat-obat yangdigunakan kalau perlu.Dalam
penatalaksanaan asma, yang penting adalah menghindari pencetus
(trigger)dan memilih pengobatan yang tepat untuk mencegah munculnya
gejala asma. Selain itu, menghilangkan gejala dengan cepat dan
menghentikan serangan asma yang sedang terjadi.
2. Penatalaksanaan Asma Saat Serangan
Penatalaksanaan asma saat serangan bertujuan untuk:
a. mencegah kematian,dengan segera menghilangkan obstruksi saluran
napas
b. mengembalikan fungsi paru sesegera mungkin
c. mencegah hipoksemia dan mencegah terjadinya serangan
berikutnya.

Penatalaksanaan asma saat serangan dibagi lagi menjadi dua, yaitu


penatalaksanaan saat serangan di rumah dan penatalaksanaan asma saat
serangan di rumah sakit.

3. Penatalaksanaan Saat Serangan di Rumah


a. Terapi awal : berikan segera Inhalasi agonis beta2 kerja cepat 3 kali
dalam 1 jam berarti setiap 20 menit, contohnya Salbutamol 5mg,
Terbutalin 10 mg, Fenoterol2,5 mg. Jika tidak tersedia inhalasi agonis
beta2 maka dapat diberikan agonis beta2 oral 3x1tablet 2 mg
b. Evaluasi responpasien Jika keadaan pasien membaik yaitu gejala
batuk, sesak dan mengi berkurang atau tidak terjadi serangan ulang
selama 4 jam maka pemberian beta2 agonis diteruskan setiap 3-4 jam
selama 1-2 hari.Jika keadaan pasien tidak membaik atau malah
memburuk maka berikan kortikosteroid oral seperti 60-80 mg
metilprednisolon kemudian pemberian beta2 agonisdiulangi dan
segera rujuk pasien ke rumah sakit.
4. Penatalaksanaan Asma di Luar Serangan
Penatalaksanaan asma diluar serangan, mengacu kepada berat ringannya
gejala asma. Berdasarkan berat ringannya gejala asma, maka
penatalaksanaan asma di luar serangan dapat dibagi menjadi;
penatalaksanaan asmaintermiten , penatalaksanaan asma persisten ringan,
sedang dan berat.
5. Penatalaksanaan Asma Intermiten
Gambaran klinis sebelum pengobatan, terdiri dari: gejala intermiten(kurang
dari satu kali seminggu), serangan singkat (beberapa jam sampaihari), gejala
asma malam kurang dari dua kali sebulan, diantara serangan pasien bebas
gejala dan fungsi paru normal, nilai APE dan VEP1 > 80% darinilai prediksi,
variabilitas < 20%.Pada asma intermiten ini, tidak diperlukan pengobatan
pencegahan jangka panjang. Tetapi obat yang dipakai untuk menghilangkan
gejala yaitu agonis beta 2 inhalasi, obat lain tergantung intensitas serangan,
bila berat dapatditambahkan kortikosteroid oral.
6. Penatalaksanaan Asma Persisten Ringan
Gambaran klinis sebelum pengobatan, terdiri dari: gejala lebih dari
1xseminggu, tapi kurang dari 1x per hari, serangan mengganggu aktivitas
dantidur, serangan malam lebih dari 2x per bulan dan nilai APE atau VEP1
>80% dari nilai prediksi, variabilitas 20-30%.Pengobatan jangka panjang
terdiri dari: inhalasi kortikosteroid 200- 500mikrogram, kromoglikat,
nedocromil atau teofilin lepas lambat. Dan jikadiperlukan, dosis
kortikosteroid inhalasi dapat ditingkatkan sampai 800mikrogram atau
digabung dengan bronkodilator kerja lama (khususnya untuk gejala malam),
dapat juga diberikan agonis beta 2 kerja lama inhalasi atau oralatau teofilin
lepas lambat. Sedangkan untuk menghilangkan gejala digunakan:agonis beta
2 inhalasi bila perlu tapi tidak melebihi 3-4 kali per hari dan obat pencegah
setiap hari.6.
7. Penatalaksanaan Asma Persisten Sedang
Gambaran klinis sebelum pengobatan, terdiri dari: gejala setiap hari,serangan
mengganggu aktivitas dan tidur, serangan malam lebih dari 1x per minggu
dan nilai APE atau VEP1 antara 60-80% nilai prediksi, variabilitas >
Pengobatan jangka panjang terdiri dari: inhalasi kortikosteroid 800-
2000mikrogram, bronkodilator kerja lama, khususnya untuk gejala malam:
inhalasiatau oral agonis beta 2 atau teofilin lepas lambat. Sedangkan obat
yangdigunakan untuk menghilangkan gejala, terdiri dari: agonis beta 2
inhalasi bila perlu tapi tidak melebihi 3-4 kali per hari dan obat pencegah
setiap hari.
8. Penatalaksanaan Asma Persisten Berat
Gambaran klinis sebelum pengobatan, terdiri dari: gejala terus-
menerus,sering mendapat serangan, sering serangan malam, aktivitas fisik
terbatas dannilai APE atau VEP1 kurang dari 60% nilai prediksi, variabilitas >
30%. Pengobatan jangka panjang terdiri dari: inhalasi kortikosteroid 800-
2000migrogram; bronkodilator kerja lama (inhalasi agonis beta 2 kerja
lama,teofilin lepas lambat, dan atau agonis beta 2 kerja lama tablet atau
sirup; kortikosteroid kerja lama tablet atau sirup. Sedangkan, obat yang
digunakan untuk menghilangkan gejala, agonis beta 2 inhalasi bila perlu dan
obat pencegah setiap hari.

Prinsip umum dalam pengobatan pada asma :

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas


2. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan seranganasma.
3. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara
pengobatan maupun penjelasan penyakit.

Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :

1. Pengobatan dengan obat-obatan seperti :


a. Beta agonist (beta adrenergik agent)
b. Methylxanlines (enphy bronkodilator)
c. Anti kolinergik (bronkodilator)
d. Kortikosteroid
e. Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)
2. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
a. Oksigen 4-6 liter/menit.
b. Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atauterbutalin 10
mg) inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat diulang setiap 30
menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atauterbutalin 0,25 mg dalam
larutan dextrose 5% diberikan perlahan.
c. Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini
dalam 12 jam.
d. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak adarespon
segera atau klien sedang menggunakan steroid oral ataudalam
serangan sangat berat.
3. Pemeriksaan Penunjang :Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :
a. Spirometri :Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi :
1) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewattes spirometri.
3) Tes provokasi bronkial seperti :Tes provokasihistamin,
metakolin, alergen, kegiatan jasmani,hiperventilasi dengan
udara dingin dan inhalasidengan aqua destilata.
4) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi IgE yang
spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalamserum.
d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g. Pemeriksaan sputum.
K. Pencegahan / perawatan dirumah Perencanaan Pemulangan
1. Jelaskan proses penyakit dengan menggunakan gambar-gambar atau
phantom.
2. Fokuskan pada perawatan mandiri di rumah.
3. Hindari faktor pemicu; kebersihan lantai rumah, debu-debu, karpet, bulu
binatang dan lainnya.
4. Jelaskan tanda-tanda bahaya akan muncul.
5. Ajarkan penggunaan nebulizer.
6. Keluarga perlu memahami tentang pengobatan; nama obat, dosis, efek
samping, waktu pemberian.
7. Ajarkan strategi kontrol kecemasan, takut dan stress.
8. Jelaskan pentingnya istirahat dan latihan, termasuk latihan nafas.
9. Jelaskan pentingnya intake cairan dan nutrisi yang adekuat.
L. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:
1. Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian
menjadiberat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau
aminofilin suntikan dapat digolongkan pada status asmatikus. Penderita
harus dirawat dengan terapi yang intensif.
2. Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
3. Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen
4. Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang
menyebabkan kolapsnya paru.
5. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan
(obstruksi )saluran nafas karena kantung udara di paru menggelembung
secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
Pengkajian Keluarga Menurut Donsu, Induniasih, Purwanti (2015) pengkajian yang dilakukan
pada keluarga yaitu :
1. Identitas : data Umum : nama kepala keluarga, alamat, pekerjaan, struktur keluarga,
genogram, dll
2. Riwayat penyakit sekarang : batuk, bersin, pilek, suara mengi dan sesak
napas.
3. Riwayat penyakit terdahulu : anak pernah menderita penyakit yang sama
pada usia sebelumnya.
a. Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
b. Riwayat kesehatan keluarga : riwayat keluarga yang memiliki asma
c. Riwayat keluarga yang menderita penyakit alergi seperti rinitis alergi,
sinustis, dermatitis, dan lain-lain.
d. Riwayat kesehatan lingkungan : bayi dan anak kecil sering
berhubungan dengan isi dari debu rumah, misalnya tungau, serpih
atau buluh binatang, spora jamur yang terdapat di rumah, bahan
iritan: minyak wangi, obat semprot nyamuk dan asap rokok dari orang
dewasa. Perubahan suhu udara, angin dan kelembaban udara dapat
dihubungkan dengan percepatan terjadinya serangan asma.
4. Struktur dan fungsi keluarga
a. Pola komunikasi keluarga : cara berkomunikasi antar anggota keluarga
b. Struktur kekuatan : kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain untuk merubah perilaku (key person)
c. Struktur peran : peran masing-masing anggota baik formal maupun
nonformal.

5. Nilai atau norma keluarga : nilai dan norma serta kebiasaan yang berhubungan
dengan kesehatan
6. Fungsi keluarga : dukungan keluarga terhadap anggota lain, fungsi perawatan
kesehatan (pengetahuan tentang sehat/sakit, kesanggupan keluarga)
7. Riwayat tumbuh kembang
a. Tahap pertumbuhan : pada anak umur lima tahun, perkiraan berat
badan dalam kilogram mengikuti patokan umur 1-6 tahun yaitu umur
( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg,
pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia
pra sekolah rata – rata pertambahan berat badan 2,3
kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti meter
menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 +
77.Tapi ada rata- rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4
tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada
usia ini yaitu 6 – 7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik
cenderung bertambah tinggi.
b. Tahap perkembangan :
1) Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa
bersalah.Anak punya insiatif mencari pengalaman baru dan
jika anak dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah
dan menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan
yang menantang ketrampilan motorik dan bahasanya.
2) Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada
fase oedipal/ falik ( 3-5 tahun). Biasanya senang bermain
dengan anak berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek ( laki-
laki lebih dekat dengan ibunya ) dan Elektra komplek
( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).
3) Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap
preoperasional yaitu fase preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase
pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri
belum sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu
belum benar dan magical thinking. Perkembangan kognitif
( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase
preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7
tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum sempurna, konsep
sebab akibat dan konsep waktu belum benar dan magical
thinking.
4) Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu
mulai melakukan kebiasaan prososial : sharing, menolong,
melindungi, memberi sesuatu, mencari teman dan mulai bisa
menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.
5) Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan
keagamaan dari ortu atau guru dan belajar yang benar – salah
untuk menghindari hukuman.
6) Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik,
jelek,pendek-tinggi,baik-nakal, bermain sesuai peran jenis
kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan
kelompoknya.
7) Perkembangan sosial yaitu berada pada fase “ Individuation –
Separation “. Dimana sudah bisa mengatasi kecemasannya
terutama pada orang yang tak di kenal dan sudah bisa
mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun dengan
sedikit atau tidak protes.
8) Perkembangan bahasa yaitu vokabularynya meningkat lebih
dari 2100 kata pada akhir umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai
3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek yang
familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan nama-nama
temannya. Dapat menerima atau memberikan perintah
sederhana.
9) Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan
permintaannya, lebih banyak bergaul, mulai menerima bahwa
orang lain mempunyai pemikiran juga, dan mulai menyadari
bahwa dia mempunyai lingkungan luar.
10) Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain
yang mempunyai permainan yang mirip.Berkaitan dengan
pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus yaitu
melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.

8. Riwayat imunisasi : anak usia pre sekolah sudah harus mendapat


imunisasi lengkap antara lain : BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan
campak.

9. Riwayat Nutrisi :

a. Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.

b. Pembatasan kalori untuk umur 1-6 tahun 900-1300 kalori/hari.

c. Untuk pertambahan berat badan ideal menggunakan rumus 8 +


2n.

d. Status Gizi : klasifikasinya sebagai berikut :

1) Gizi buruk kurang dari 60%

2) Gizi kurang 60 % – <80 %

3) Gizi baik 80 % – 110 %

4) Obesitas lebih dari 120 %


e. Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
f. Penurunan berat badan karena anoreksia.
10. Dampak hospitalisasi
a. Sumber stressor : perpisahan
b. Protes : pergi, menendang, menangis
c. Putus asa : tidak aktif, menarik diri, depresi, regresi
d. Menerima : tertarik dengan lingkungan, interaksi
e. Kehilangan kontrol : ketergantungan fisik, perubahan rutinitas,
ketergantungan, ini akan menyebabkan anak malu, bersalah dan
takut.
f. Perlukaan tubuh : konkrit tentang penyebab sakit.
g. Lingkungan baru, memulai sosialisasi lingkungan.
11. Dampak aktivitas
a. Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernafas.
b. Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bentuan
melakukanaktivitas sehari- hari.
c. Tidur dalam posisi duduk tinggi.
12. Pernapasan
a. Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau
latihan.

b. Napas memburuk ketika klien berbaring telentang di tempat tidur.

c. Menggunakan alat bantu pernapasan, misal meninggikan bahu,


melebarkan hidung.

d. Adanya bunyi napas mengi.

e. Adanya batuk berulang.


13. Sirkulasi
a. Adanya peningkatan tekanan darah- Adanya peningkatan frekuensi
jantung.
b. Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu/sianosis.
14. Integritas ego
a. Ansietas
b. Ketakutan
c. Peka rangsangan
d. Gelisah
15. Hubungan sosial
a. Keterbatasan mobilitas fisik
b. Susah bicara atau bicara terbata-bata
c. Adanya ketergantungan pada orang lain
B. Pengkajian persistem
1. Sistem Pernapasan / Respirasi : sesak, batuk kering (tidak produktif),
tachypnea, orthopnea, barrel chest, penggunaan otot aksesori pernapasan,
peningkatan PCO2 dan penurunan O2, sianosis, perkusi hipersonor, pada
auskultasi terdengar wheezing, ronchi basah sedang, ronchi kering musikal.

2. Sistem Cardiovaskuler : diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.

3. Sistem persyarafan/nerologi : pada serangan yang berat dapat terjadi


gangguan kesadaran : gelisah, rewel, cengeng → apatis → sopor → coma.

4. Sistem perkemihan : produksi urin dapat menurun jika intake minum yang
kurang akibat sesak nafas.

5. Sistem Pencernaan / Gastrointestinal : terdapat nyeri tekan pada abdomen,


tidak toleransi terhadap makan dan minum, mukosa mulut kering.

6. Sistem integumen : perkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap


sesak nafas.

C. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan


keluarga memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
memberikan perawatan bagi anggotanya yang sakit
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
memberikan perawatan bagianggotanya yang sakit.
4. Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengambil
keputusan dalam merawat anggota yang sakit
5. Manajement kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dalam merawat anggota
yang sakit.

D. Intervensi Keperawatan

Rencanaan keperawatan merupakan rencana tindakan yang akan diberikan kepada klien
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul. Rencana
keperawatan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018) dan
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI,2018) dapat dijabarkan dalam tabel sebagai
berikut :

Tabel 3.1. Rencana Keperawatan


N Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
o
1 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Intervensi : Manajement
efektif berhubungan keperawatan diharapkan jalan nafas
dengan ketidakmampuan klien jalan nafas klien tetap Observasi
keluarga memberikan paten dengan kriteria hasil : 1. Monitor bunyi
perawatan bagi anggotanya 1. Batuk efektif meningkat nafas tambahan
yang sakit. 2. Produksi sputum 2. Monitor sputum
DS : menurun Terapeutik
 Dispnea 3. Mengi menurun 1. Posisikan
 Sulit bicara 4. Wheezing menurun semifowler atau
 Ortopnea 5. Gelisah menurun fowler
DO : 6. Frekuensi nafas membaik 2. Berikan minum
7. Polanafas membaik hangat
 Batuk tidak efektif 3. Berikan oksigen
 Tidak mampu batuk jika perlu
 Sputum berlebih Edukasi
 Mengi ; wheezing 1. Ajarkan teknik
dan/atau ronchi batuk efektif
kering Kolaborasi
 Mekonium di jalan 1. Kolaborasi
napas (pada pemberian
neonates) bronkodilator,
 Gelisah ekspektoran,
 Sianosis mukolitik
 Bunyi napas Intervensi : Manajement
menurun Asma
 Frekuensi napas Observasi :
berubah 1. Monitor frekuensi
 Pola napas berubah dan keadaan nafas
2. Monitor tanda
dan gejala hipoksia
3. Monitor bunyi
nafas tambahan
Terapeutik
1. Berikan posisi
semifowler 30-45⁰
Edukasi
1. Anjurkan
meminimalkan
ansietas yang
dapat
meningkatkan
kebutuhan oksigen
2. Anjurkan bernafas
lambat dan dalam
3. Ajarkan
mengidentifikasi
dan menghindari
pemicu
2 Gangguan pertukaran gas Setelah diberikan tindakan Intervensi : Pemantauan
berhubungan dengan keperawatan diharapkan respirasi
ketidakmampuan keluarga pernafasan pasien Observasi :
memberikan perawatan membaik, dengan kriteria 1. Monitor frekuensi,
bagi anggotanya yang sakit. hasi : irama, kedalaman
DS : 1. Tingkat kesadaran dan upaya nafas
 Dispnea pasien meningkat 2. Monitor pola
 Pusing 2. Bunyi nafas nafas
 Penglihatan kabur tambahan menurun 3. Monitor
DO : 3. Gelisah menurun kemampan batuk
 PCO₂ 4. Nafas cuping hidung efektif
meningkat/menuru menurun 4. Monitor adanya
n produksi sputum
 PO₂ menurun 5. Monitor adanya
 Takikardia sumbatan jalan
 pH arteri nafas
meningkat/menuru 6. Palpasi
n kesimetrisan
 Bunyi napas ekspansi paru
tambahan 7. Auskultasi bunyi
 Sianosis nafas
 Napas cuping 8. Monitor saturasi
hidung oksigen
 Diaforesis Terapeutik
 Gelisah 1. Atur interval
 Pola napas pemantauan
abnormal respirasi sesuai
 Kesadaran menurun kondisi pasien
2. b.
Dokumentasikan
hasil pantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan
Intervensi : Dukungan
ventilasi
Observasi :
1. Identifikasi
adanya kelelahan
otot bantu nafas
2. b. Monitorr
status respirasi
dan oksigenasi
Terapeutik :
1. Pertahankan
kepatenan jalan
nafas
2. Berikan posisi
semifowler atau
fowler
3. Berikan oksigenasi
sesuai kebutuhan
Edukasi :
1. Ajarkan malakukan
teknik relaksasi
nafas dalam
2. Ajarkan teknik
batuk efektif
3 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Intervensi : Manajement
berhubungan dengan keperawatan pola nafas jalan nafas
ketidakmampuan keluarga pasien kembali normal, Observasi :
memberikan perawatan dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola
bagianggotanya yang sakit. 1. Ventilasi semenit nafas
DS : meningkat Terapeutik :
 Dispnea 2. Tekanan ekspirasi 1. Posisikan
 Ortopnea dan inspirasi semifowler atau
DO : meningkat fowler
 Penggunaan otot 3. Penggunaan otot 2. Berikan oksigen
bantu pernapasan bantu nafas jika perlu
 Fase ekspirasi menurun Edukasi :
memanjang 4. Frekuensi nafas 1. Ajarkan teknik
 Pola napas membail batuk efektif
abnormal (takipnea, 5. Kedalaman nafas Intervensi : Dukungan
bradipnea, membaik ventilasi
hiperventilasi, Observasi :
kussmaul, chyne- 1. Identifikasi adanya
stokes) kelelahan otot
 bantu nafas
2. Monitorr status
respirasi dan
oksigenasi
Terapeutik :
1. Pertahankan
kepatenan jalan
nafas
2. Berikan posisi
semifowler atau
fowler
3. Berikan oksigenasi
sesuai kebutuhan
Edukasi :
1. Ajarkan malakukan
teknik relaksasi
nafas dalam
4 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Intervensi : Terapi
dengan ketidakmampuan keperawatan diharapkan relaksasi otot progresif
keluarga mengambil kecemasan pasien Observasi :
keputusan dalam merawat berkurang, dengan kriteria 1. Identifikasi tempat
anggota yang sakit. hasil : yang tenang dan
DS : 1. Kekhawatiran akibat nyaman
 Merasa bingung kondisi yang 2. Monitor secara
 Sulit berkonsentrasi dihadapi menurun berkala untuk
 Mengeluh pusing 2. Perilaku gelisah memastikan otot
 Merasa kwatir menurun rileks
dengan akibat dan 3. Perilaku tegang 3. Monitor adanya
kondisi yang di menurun indikator tidak
hadapi 4. Frekuensi rileks
 Anoreksia pernafasan Terapeutik :
 Palpitasi menurunFrekuensi 1. Atur lingkungan
 Merasa tidak nadi menurun agar tidak ada
berdaya 5. Tekanan darah gangguan saat
DO : menurun terapi
 Tampak gelisah 6. Pucat menurun 2. Berikan posisi
 Tampak tegang 7. Konsentrasi yang nyaman
 Sulit tidur membaik bersandar dikursi
 Frekuensi atau posisi tidur
meningkat 3. Beri waktu
 Frekuenai nadi mengungkapkan
meningkat perasaan tentang
 Tekanan darah terapi
meningkat Edukasi :
 Suara bergetar 1. Anjurkan memakai
pakaian yang
nyaman dan tidak
sempit
2. Ajarkan
langkahlangkah
sesuai prosedur
3. Anjurkan
menegangkan otot
selama 5 sampai
10 detik, kemudian
anjurkan
merilekskan otot
20- 30 detik,
masing masing 4-8
kali
4. Anjurkan
menegangkan otot
kaki selama tidak
lebih dari 5 detik
untuk menghindari
kram
5. Anjurkan fokus
pada sensasi otot
yang menegang
6. Anjurkan fokus
pada sensasi otot
yang rileks
7. Anjurkan bernafas
dalam dan
perlahan
5 Manajement kesehatan Setelah dilakukan tindakan Intervensi:
keluarga tidak efektif keperawatan diharapkan Pendampingan Keluarga
berhubungan dengan keluarga mampu Observasi :
ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan, 1. Identifikasi
mengambil keputusan dengan kriteria hasil: kebutuhan
dalam merawat anggota 1. Kemampuan keluarga terkait
yang sakit. menjelaskan masalah
DS : masalah kesehatan kesehatan
 Mengungkapkan yangdialami keluarga
tidak memahami meningkat 2. Identifikasi tugas
maslah kesehatan 2. Aktifitas keluarga kesehatan
yang di derita mengatasi masalah keluarga yang
 Mengungkapkan kesehatan dengan terhambat
kesulitan tepat meningkat 3. Identifikasi
menjalankan 3. Tindakan untuk dukungan spiritual
perawatan yang mengurangi faktor yang mungkin
diteapkan resiko meningkat untuk keluarga
DO : 4. Gejala penyakit Terapeutik :
 Gejala penyakit anggota menurun 1. Berikan harapan
anggota keluarga 5. Kemampuan yang realistis
semakin memberat melakukan tindakan 2. Bina hubungan
 Aktivitas keluarga pencegahan saling percaya
untuk mengatasi masalah kesehatan dengan keluarga
maslah kesehatan meningkat 3. Dengarkan
tidak tepat 6. Kemampuan keinginan dan
 Gagal melakukan peningkatkan perasaan keluarga
tindakan untuk kesehatan 4. Dukung
mengurangi faktor meningkat mekanisme koping
resiko 7. Pencapaian adaptif yang
pengendalian digunakan
kesehatan keluarga
Edukasi :
1. Ajarkan
mekanisme
koping yang dapat
dijalankan
keluarga
Intervensi : Dukungan
Keluarga Merencanakan
Perawatan
Observasi :
1. Identifikasi
kebutuhan dan
harapan keluarga
tentang
kesehatan
2. Identifikasi
tindakan yang
dapat dilakukan
keluarga
Terapeutik :
1. Motivasi
pengembangan
sikap dan emosi
yang mendukung
upaya kesehatan
2. Ciptakan
perubahan
lingkungan rumah
secara optimal
Edukasi :
1. Ajarkan cara
perawatan yang
bisa dilakukan
keluarga

E. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah pemberian asuhan keperawatan yang dilakukan
secara langsung kepada pasien. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap
implementasi adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk
menciptakan hubungan saling percaya dan saling membantu, kemampuan tekhnik
psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis, kemampuan memberikan
pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi dan evaluasi. Tahap pelaksanaan
keperawatan meliputi: fase persiapan (preparation), tindakan dan dokumentasi.
F. Evaluasi Keperawatan
Menurut Dion dan Betan (2013) evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses
keperawatan yang merupakan perbandingan sistematis dan terencana antara hasil
akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien
dan keluarga. Evaluasi bertujuan untuk melihat kemampuan keluarga dalam
mencapai tujuan. Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu:
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan
keperawatan. Evaluasi ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan
rencanan keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang
dikenal dengan istilah SOAP, yakni Subjektif (data berupa keluhan klien), Objektif
(data hasilpemeriksaan), Analisa data (perbandingan data dengan teori), dan
Planning (perencanaan).
2. Evaluasi Sumatif Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktifitas proses keperawatan selesai dilakukan.
Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan
yang telah diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah
melakukan wawancara pada akhir layanan, menanyakan respon pasien dan keluarga
terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id, diakses tanggal 17 Maret 2020 pukul 19.00 WIB

http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf, diakses tanggal 17 Maret 2022 pukul


18.00WIB

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diaknosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.

Anda mungkin juga menyukai