Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Asma Pada Anak

Asma pada anak merupakan masalah bagi pasien dan keluarga karena asma pada anak
berpengaruh terhadap berbagai aspek khusus yang berkaitan dengan kualitas hidup, termasuk proses
tumbuh kembang baik pada masa bayi balita maupun remaja ( sidhartini 2017).

Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya weizing atau mengi
intermiten yang timbul sebagai respon akibat paparan terhadap suatu zat iritan atau allergan (margaret
dalam Muzdalifah Merry 2016).

Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas
terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan pandangan: penyempitan ini bersifat berulang namun
refesible, dan di antara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih
normal. (Nur Afif & Kusuma 2015 ).

2.2 Grade / Derajat pada asma

Parameter klinis Asma episodik Asma episodik Asma persisten


kebutuhan obat dan Faal
Jarang Sering
paru

1. Frekuensi serangan <1x/bulan >1x/bulan Sering

2. Lama serangan <1 Minggu >1 Minggu Hampir sepanjang


tahun, tidak ada periode
bebas serangan

3.Intensitas Serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat

4. Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam

5. Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu

6. Pemeriksaan fisik Normal tidak ditemukan Mungkin terganggu Tidak perna normal
diluar ruangan kelainan (ditemukan kelainan)
7. Obat pengendali anti Tidak perlu Perlu Perlu
inflamasi

8. Uji Faal paru diluar PEV atau FEV1>80% PEVatau FEV1<60- PEVC atau FEV<60%
serangan 80%

9. Variabilitas Faal paru Variabilitas>15% Variabilitas>30% Variabilitas 20-30%


(bila ada)

2.3 Etiologi Asma Pada Anak

Ada beberapa hal yang mempengaruhi penyakit asma pada anak yaitu :

2.3.1 Faktor predisposisi

Faktor keturunan (genetik)

Resiko terbesar anak terkena asma adalah pada anak yang memiliki keturunan asma dari orang tuanya
pada kasus asma ini bakat alerginya yang diturunkan oleh orang tuanya sehingga anak sangat mudah
terkena penyakit asma jika terpapar faktor pencetusnya. Selain itu hiper sensitifitas saluran pernafasan
juga bisa diturunkan.

2.3.2 faktor presipitasi

2.3.2.1 alergen

Alergen asma dibedakan menjadi tiga yaitu:

2.3.2.1.1 inhalan merupakan alergen yang masuk melalui inhalasi atau saluran pernafasan. Contohnya
debu rumah kapuk, udara dingin, asap rokok dan serbuk sari bunga.

2.3.2.1.2 innistan merupakan alergen yang masuk melalui oral atau mulut. Contohnya: makanan seperti
udang, kepiting, susu dan telur.

2.3.2.1.3 kontaktan yang masuk melalui kulit contohnya seperti perhiasan dan jam tangan.

2.3.2.2 perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma
2.3.2.3 faktor psikis

Faktor psikis merupakan faktor pencetus yang tidak boleh diabaikan dan sangat kompleks titik tidak
adanya perhatian atau tidak mau mengakui adanya persoalan tentang asma pada anak sendiri atau
keluarganya, akan menggagalkan usaha pencegahan

2.3.2.4 olahraga aktivitas jasmani yang berat

Sebagian berat penderita asma akan mendapatkan serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau
olahraga yang berat lari cepat paling mudah menimbulkan seranganmenimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.

2.3.2.5 infeksi

Biasanya infeksi yang terjadi adalah infeksi akibat virus terutama pada bayi dan anak. Virus yang
menyebabkan adanya respyratory syncytial virus ( RSV) dan virus pra influenza kadang-kadang karena
bakteri. Misalnya pertusis dan sterophotococcus, jamur misalnya aspergillus dan parasit seperti askaris.

2.4 Manifestasi klinis Asma Pada Anak

Menurut Abdoerachman dkk( 2013), serangan akut yang spesifik jarang dilihat sebelum anak berusia 2
tahun titik secara klinis tanda dan gejala asma dibagi menurut stadiumnya ke dalam tiga stadium yaitu:

2.4.1 Stadium 1

waktu terjadinya edema dinding bronkus batuk proxismol karena iritasi dan batuk kering sputum yang
kental dan mengumpul merupakan benda asing yang merangsang batuk.

2.4.2 Stadium 2

Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih dan berbusa. Pada stadium ini
anak akan mulai merasa sesak nafas berusaha bernafas lebih dalam ekspremium memanjang dan
terdengar bunyi mengi titik tampak otot nafas tambahan turut bekerja terdapat retraksi suprasternal
epigastrium dan mungkin juga sela iga, anak lebih senang duduk dan bungkuk, tangan menekan pada tepi
tempat tidur atau kursi anak tampak gelisah, pucat dan sianosis sekitar mulut.

2.4.3 Stadium 3
obstruksi atau spasme bronkus lebih berat aliran udara sangat sedikit sehingga suara nafas hampir tidak
terdengar, stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan juga batuk seperti ditekan,
pernapasan dangkal tidak teratur dan frekuensi nafas yang meninggi.

Selain itu gejala klini asma yaitu :

a. Auskultasi : Wheezing, rongki kering musikal rongki basah sedang


b. Dyspnea dengan lama ekspirasi: penggunaan otot-otot aksesoris pernafasan, cuping hidung,
retraksi dada dan stridor
c. Batuk kering tidak produktif karena sekret kental dan lumen jalan nafas sempit
d. Takiepnea,orthpnea
e. Diaphoresis
f. Nyeri abdomen karena terlihat otot abdomen dalam pernapasan.
g. Kecemasan, labil dan perubahan tingkat kesadaran
h. Serangan yang tiba-tiba atau berangsur

2.5 Patofisiologi asma pada anak

Asma merupakan inflamasi kronik saluran pernapasana. Berbagai selinflamasi berperan terutama sel
mast, eosinophil, sel limfosit T, makrofag,neutrofil, dan sel epitel.Faktor-faktor penyebab seperti virus,
bakteri, jamur, parasit, alergi, iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang
reaksihiperreaktivitas bronkus dalam saluran pernafasan sehingga merangsang sel plasma menghasilkan
imonoglubulin E (IgE). IgE selanjutnya akan menempel pada reseptor dinding sel mast yang disebut sel
mast tersensitisasi. Sel masttersensitisasi akan mengalami degranulasi, sel mast yang mengalami
degranulasiakan mengeluarkan sejumlah mediator seperti histamin dan bradikinin. Mediatorini
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga timbul edemamukosa, peningkatan produksi
mukus dan kontraksi otot polos bronkiolus. Hal ini akan menyebabkan proliferasi akibatnya terjadi
sumbatan dan daya konsulidasi pada jalan nafas sehingga proses pertukaran O2 dan CO2 terhambat
akibatnya terjadi gangguan ventilasi. Rendahnya masukan O2 ke paru-paru terutama padaalveolus
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan CO2 dalam alveolus atau yang disebut dengan
hiperventilasi, yang akan menyebabkan terjadi alkalosisrespiratorik dan penurunan CO2 dalam kapiler
(hipoventilasi) yang akanmenyebabkan terjadi asidosis respiratorik. Hal ini dapat menyebabkan paru-
parutidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas yaitu membuang karbondioksida
sehingga menyebabkan konsentrasi O2 dalam alveolus menurun dan terjadilah gangguan difusi, dan akan
berlanjut menjadi gangguan perfusidimana oksigenisasi ke jaringan tidak memadai sehingga akan terjadi
hipoksemia dan hipoksia yang akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis.
2.6 Pathway

2.7 Penatalaksanaan

Tatalaksana asma pada anak lebih ditekankan pada faktor tumbuh kembang anak secara optimal.
Tujuan tatalaksana asma pada anak agar anak dapat beraktivitas normal baik di rumah maupun di sekolah,
mengurangi gejala asma dan kebutuhan obat, serta mencegah efek samping obat bila terpaksa digunakan,
sehingga fungsi atau faal paru tetap normal. Untuk menghasilkan tujuan tersebut tatalaksana asma dibagi
menjadi 3 hal penting yaitu pemberian medikamentosa, pencegahan, dan pendidikan orang tua. Pedoman
Nasional Asma Anak (PNAA) membagi penanganan serangan asma menjadi dua, tatalaksana di rumah
dan di rumah sakit.

a. Penanganan di rumah

Pada panduan pengobatan di rumah, disebutkan terapi awal berupa inhalasi diagonis kerja pendek
hingga3x dalam satu jam. Kemudian pasien atau keluarganya diminta melakukan penilaian respons untuk
penentuan derajat serangan yang kemudian ditindaklanjuti sesuai derajatnya.Pada awal serangan dapat
diberikan bronkodilator saja. Apabila belum membantu, dapat ditambahkan steroid oral. Bila hal ini juga
tidak berhasil, bawa segera ke klinik atau rumah sakit. Bila serangannya sedang, langsung berikan
bronkodilator dan steroid. Sedangkan jika serangannya berat, langsung bawa ke rumah sakit.

b. Penanganan di Klinik atau IGD

Pasien asma yang datang dalam keadaan serangan, langsung dinilai derajat serangannya menurut
klasifikasi di atas sesuai dengan fasilitas yang tersedia.Penanganan awal terhadap pasien adalah
pemberian -agonis secara nebulisasi.Garam fisiologis (NaCl 0,9%) dan/atau mukolitik dapat
ditambahkan dalam cairan nebulisasi.Penggunaan mukolitik masih dipertanyakan karena dengan
pemberian garam fisiologis saja sudah memadai. Nebulisasi serupa dapat diulang dua kali lagi dengan
selang 20 menit dan pada pemberian kedua dapat ditambahkan prednison oral 1 mg/kg/kali dan O2.
Pemberian O2 dan prednison ini juga dapat diberikan segera bila penderita datang dalam serangan berat.
Pemberian prednison sistemik awal dapat mencegah penderita untuk dirawat di rumah sakit. Dan
padapemberian ketiga dapat ditambahkan obat antikolinergik. Jika menurut penilaian awal pasien jelas
dalam serangan berat, maka langsung berikan nebulisasi 2-agonis dikombinasikan dengan
antikolinergik. Pasien dengan serangan berat yang disertai dehidrasi dan asidosis metabolik, mungkin
akan refrakter yaitu respons yang kurang baik terhadap nebulisasi 2-agonis. Pasien seperti ini cukup
sekali dinebulisasi kemudian secepatnya dirawat untuk mendapat obat intravena (steroid dan aminofilin)
selain diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya.dehidrasi dan asidosis metabolik, mungkin akan refrakter
yaitu respons yang kurang baik terhadap nebulisasi 2-agonis. Pasien seperti ini cukup sekali
dinebulisasi kemudian secepatnya dirawat untuk mendapat obat intravena (steroid dan aminofilin) selain
diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya.

c. Pencegahan

Pada asma pencegahan yang dianjurkan adalah dihindarinya faktor-faktor pencetus. Faktor
pencetus padaasma sangat berbeda pada setiap individu, tetapi pada pasien asma yang belum diketahui
faktor pencetusnya, dianjurkan untuk menghindari asap rokok, debu rumah, atau makanan tertentu. Bila
anak dengan riwayat atopi, mempunyai rinitis alergika, maka penanganan rinitis alergika harus tepat sejak
usia dini.

d. Pendidikan orang tua

Peran orang tua dalam tatalaksana pasien asma sangat penting. Orang tua harus mengetahui apa
saja yang menjadi faktor pencetus, kapan gejala asma timbul, kapan harus berobat ke dokter, dan
bagaimana cara pengobatan yang benar, dan sebagainya.

e. Tatalaksana jangka panjang

Tujuan tatalaksana asma jangka panjang adalah untuk supaya pasien dapat menjalani aktivitas
normal, termasuk bermain dan berolah raga, sesedikit mungkin absen sekolah, gejala tidak timbul siang
atau malam hari, uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal (PEFR) yang
mencolok,kebutuhan obat seminimal mungkin, dan supaya efek obat dapat dicegah seminimal mungkin,
terutama yang menghambat tumbuh kembang anak.Bila serangan asmanya sudah reda maka pasien harus
diberikan pengobatan tergantung pada derajat penyakitnya. Bila termasuk klasifikasi asma episodik
jarang, maka hanya diberikan obat bronkodilator saja (β2 agonis), sedangkan bila asma episodik sering
dan asma persisten perlu diberi obat controller (maintenance). Tatalaksana asma jangka panjang obat
asma dibagi 2 kelompok, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali (maintenance, controller).Obat
pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma yang timbul. Obat pengendali digunakan
untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran napas. Pemakaian obat ini terus
menerus dalam jangka waktu yang relatif lama, bergantung pada derajat penyakit asma dan responsnya
terhadap pengobatan.Yang termasuk pereda adalah salbutamol, terbutalin dsb, sedangkan termasuk
controller (pengendali, maintenance) adalah kortikosteroid, sodium kromoglikat, long acting β2 agonis,
nedokromil, dsb.Pada asma yang memerlukan obat pengendali (controller), sebagai obat pilihan utama
adalah kortikosteroid inhalasi. Dosis yang diberikan dapat dimulai dengan dosis rendah kemudian
ditingkatkan sampai mencapai dosis optimal kemudian dipertahankan. Bila gejala asma sudah stabil dosis
dapat diturunkan secara perlahan sampai dosis minimal dan bila mungkin tidak menggunakan obat lagi.
Usahakan tidak menggunakan steroid per oral sebagai pengendali (controller) karena penggunaan steroid
per oral yang lama dapat menimbulkan efek samping berupa gangguan pertumbuhan.Apabila dengan
pemberian kortikosteroid dosis rendah hasilnya belum memuaskan, maka dapat ditambahkan kombinasi
dengan LABA (Long acting beta-2 agonist) atau dengan theophylline slow release (TSR), atau dengan
antileukotrien, atau meningkatkan dosis medium.Penggunaan LABA cukup menjanjikan karena selain
efek bronkodilator dengan lama kerja yang lama (long acting), LABA juga mempunyai efek lain yang
masih dalam perdebatan yaitu antiinflamasi. Pemberian SABA (Short acting Beta-2 Agonist) pada saat
serangan tetap lebih baik dibandingkan LABA karena onsetnya yang cukup cepat. Dalam melakukan
pemilihan kombinasi kortikosteroid dan LABA, selain mempertimbangkan efektifitasnya juga harus
dilihat bentuk sediaan yang ada. Penggunaan obat antihistamin generasi C tidak dianjurkan karena
mempunyai efek seperti atropin (atropine like effect) yang justru merugikan pasien. Asma episodik
jarang: cukup diobati dengan obat pereda seperti -agonis inhalasi, atau nebulisasi kerja pendek dan bila
perlu saja, yaitu jika ada serangan/gejala. Teofilin makin kurang perannya dalam tatalaksana serangan
asma, sebab batas keamanannya sempit. NAEPP menganjurkan penggunaan kromoglikat atau -agonis
kerja pendek sebelum aktivitas fisik ataupajanan dengan alergen.Asma persisten sedang: NAEPP
merekomendasikan kromoglikat atau steroid inhalasi sebagai obat pengendali.Pada anak sebaiknya obat
pengendali dimulai dengan kromoglikat inhalasi dahulu, jika tidak berhasil diganti dengan steroid
inhalasi. Bila dengan steroid saja asma belum dapat dikendalikan dengan baik, atau dosis steroid perlu
ditingkatkan, sebagai terapi tambahan dapat digunakan -agonis atau teofilin lepas lambat, atau
leukotriene receptor antagonist (zafirlukast atau montelukast) atau leukotriene synthesis inhibitor
(Zileutan).Asma persisten berat: Pada asma berat sebagai obat pengendali adalah steroid inhalasi. Dalam
keadaan tertentu, khususnya pada anak dengan asma berat, dianjurkan untuk menggunakan steroid dosis
tinggi dahulu, bila perlu disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Apabila dengan steroid inhalasi
dicapai fungsi paru yang optimal atau perbaikan klinis yang mantap selama 1-2 bulan, maka dosis steroid
dapat dikurangi bertahap sehingga tercapai dosis terkecil yang masih dapat mengendalikan asmanya.
Sementara itu penggunaan -agonis sebagai obat pereda tetap diteruskan. Sebaliknya bila dengan steroid
hirupan asmanya belum terkendali, maka perlu dipertimbangkan tambahan pemberian -agonis kerja
lambat, teofilin lepas lambat, atau leukotriene modifier.Jika dengan penambahan obat tersebut, asmanya
tetap belum terkendali, obat tersebut diteruskan dan dosis steroid inhalasi dinaikkan, bahkan bila perlu
diberikan steroid oral. Untuk steroid oral sebagai dosis awal dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis
kemudian diturunkan sampai dosis terkecil dan diberikan selang sehari pada pagi hari.

2.8 Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik

1. Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer.


2. Pemeiksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter.
3. Uji reversibelitas (dengan bronkodilator).
4. Uji profokasi bronkus,untuk menilai ada atau tidaknya hiperaktivitas bronkus.
5. Uji Alergi (Tes tusuk kulit/skin prick test) untuk menilai ada atau tidaknya alergi.
6. Foto toraks, Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain asma

.Berdasarkan alur diagnosis asma anak, setiap anak yang menunjukkan gejala batuk atau wheezing maka
diagnosis akhirnya dapat berupa: Asma, Asma dengan penyakit lain, Bukan Asma.

2.9 Pencegahan

Upaya pencegahan asma anak mencakup pencegahandini sensitisasi terhadap alergen sejak masa
fetus,pencegahan manifestasi asma bronkial pada pasienpenyakit atopi yang belum menderita asma, serta
pencegahan serangan dan eksaserbasi asma.Kontrol lingkungan merupakan upaya pencegahanuntuk
menghindari pajanan alergen dan polutan, baikuntuk mencegah sensitisasi maupun
penghindaranpencetus. Para peneliti umumnya menyatakan bahwa alergen utama yang harus dihindari
adalah tungau deburumah, kecoak, bulu hewan peliharaan terutamakucing, spora jamur, dan serbuk sari
bunga. Polutan harus dihindari adalah asap tembakau sehingga mutlakdilarang merokok dalam rumah.
Polutan yang telahdiidentifikasi berhubungan dengan eksaserbasi asmaadalah asap kendaraan, kayu
bakar, ozon, dan SO2.Penghindaran maksimal harus dilakukan di tempatanak biasa berada, terutama
kamar tidur dan tempat bermain sehari-hari. Untuk Indonesia, walaupun belum ada data yang
menyokong, agaknya kita harusmenghindari obat nyamuk dan asap lampu minyak.Beberapa klinik telah
melakukan upaya pencegahansensitisasi terhadap fetus dan bayi, antara lain dengan memberikan diet hipo
dan non alergenik sertapenghindaran asap rokok. Walaupun secara teoritis pemberian diet hipoalergenik
pada masa trimester ketiga kehamilan sangat menarik, ternyata bukti klinispenelitian tersebut tidaklah
menggembirakan. Tidak terlihat perbedaan kejadian penyakit alergi pada umur5 tahun antara kelompok
perlakuan dan kelola. Hasillebih baik justru akan terlihat pada bayi yang mendapat ASI dari ibu dengan
diet hipoalergenik pada masa laktasi.Sebaliknya terbukti bahwa ibu perokok akan membahayakan
perkembangan paru bayi baik dilakukan padamasa sebelum maupun setelah kelahiran, yangberpengaruh
terhadap peningkatan risiko terjadinyamengi dan infeksi virus serta asma kronik anak.Berdasarkan
pengetahuan dasar tentang prosessensitisasi dan allergic march maka upaya pencegahan asma dilakukan
juga dengan mencegah dan menghambat perjalanan alamiah penyakit alergi. Upaya tersebut antara lain
adalah dengan mencegahtimbulnya suatu penyakit alergi (asma) pada anak yang telah tersensitisasi. Suatu
uji klinis multisenter ETAC(early treatment of the atopic child) telah menunjukkanmanfaat setirizin untuk
menghambat timbulnya asmapada anak kecil penderita dermatitis atopi yang sudah tersensitisasi terhadap
alergen tertentu tetapi belummenderita asma.Untuk anak yang sudah menderita asma
dilakukanpengobatan pencegahan dan kontrol asma yang bertujuan untuk mencegah kekambuhan, atau
menurunkan kekerapan serta derajat serangan asma,dengan pemberian sodium kromolin,
ketotifen,inhibitor dan antagonis leukotrien, serta kortikosteroid.Sodium kromolin sulit diaplikasi pada
anak kecil,sedangkan inhibitor serta antagonis leukotrien barudianjurkan untuk anak besar (>12 tahun)
saja.Ketotifen sejauh ini memberikan efek profilaksisterutama untuk asma ringan. Berbagai jenis
antihistamin generasi baru mungkin dapat bermanfaat pulasebagai pencegah asma tetapi uji klinis yang
memadaiuntuk itu belum ada.Sejauh ini kortikosteroid merupakan antiinflamasiterpilih yang paling
efektif untuk pencegahan asma.Pemberian kortikosteroid inhalasi dapat mengontrol asma kronik dengan
baik, walaupun pada anak kecilrelatif lebih sulit dilakukan sehingga membutuhkan alat bantu inhalasi.

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada penyakit asma meliputi:


1. Status asmatik
2. Gagal nafas (respiratory failure) (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2012)
3. . Pneumothorax
4. Pneumome diastinum dan emfisema sub kutis
5. Atelektasis
6. Aspirasi
7. Sumbatan saluran nafas yang meluas/gagal nafas
8. Asidosis (Wijaya & Putri, 2013)

Anda mungkin juga menyukai