Anda di halaman 1dari 8

BAB II

D.TINJUAN TEORI ASMA


A. Pengertian

Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh reaksi
hiperrresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophis, dan T-lymphocytes
terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, wizzing, dan batuk
akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara episodik
berulang (Brunner and suddarth, 2011). Penyakit asma merupakan proses inflamasi
kronik saluran pernapasan yang melibatkan banyak sel dan elemen nya. Asma
adalah sebuah penyakit dengan adanya penyempitan saluran pernapasan yang
berhubungan dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus
berupa hiperaktivitas otot polos dan inflamas, hipersekresi mukus, edema dinding
saluran pernapasan, deskuamasi epitel dan infiltrasi sel inflamasi yang di sebabkan
berbagai macam rangsangan.

B. Klasifikasi Asma

Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahannya dibagi menjadi empat yaitu;

a. Step 1(Intermitten)

Gejala perhari kurang dari 2x dalam seminggu. Nilai PEF normal dalam kondisi
serangan asma. Exacerbasi: Bisa berjalan ketika bernapas, bisa mengucapkan
kalimat penuh. Respiratory Rate (RR) meningkat. Biasanya tidak ada gejala retraksi
iga ketika bernapas. Gejala malam kurang dari 2x dalam sebulan, fungsi paru
FEFatau PEV1 variabel PEF lebih dari 80% atau lebih dari 20%.

b. Step 2 (Mild Intermitten)

Gejala perhari lebih dari 2x seminggu tapi tidak 1x sehari, Serangan asma
diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi: Membaik ketika duduk, bisa mengucapkan
kalimat frase, RR meningkat, kadang-kadang menggunakan retraksi iga ketika
bernapas. Gejala malam lebih dari 2x dalam sebulan. Fungsi paru PEF ata PEV1
wariabel PEF kurang dari 80% atau 20%-30%.

c. Step 3 ( Moderate Persistent )

Gejala perhari bisa setiap hari, serangan asma diakibatkan oleh aktivitas.
Exasebasi: duduk tegak ketika bernapas, hanya dapat mengucapkan kata per kata,
RR 30x/menit, biasanya menggunakan retraksi iga ketika bernapas. Gejala malam

12
lebih dari 1x dalam seminggu fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel PEF 60%-80%
atau >30%.

d. Step 4 (Severe Persistent)


Gejala perhari, sering dan aktivitas fisik terbatas. Exasebasi : Abnormal
pergerakan thoracoabdominal. Gejala malam sering. Fungsi paru PEF atau
PEV1 Variabel PEF kurang dari 60% atau >30%.

Brunner dan Suddarth (2002) menyampaikan asma sering di rincikan sebagai


alergik, idopatik, nonalergik atau gabungan yaitu:

a. Asma alergik

Disebabkan oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal (misal: serbuk sari,
binatang, amarah dan jamur) kebanyakan alergen terdapat di udara dan musiman.
Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan
riwayat masa lalu ekzema atau rhinitis alergik, pejanan terhadap alergen pencetus
asma.

b. Asma idiopati atau nonalergik

Asma idiopatik atau nonalergik tidak ada hubungan dengan alergen spesifik
faktor-faktor seperti comand cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan
polutan lingkungan yang dapat mencetuskan rangsangan. Agen farmakologis seperti
aspirin dan alergen anti inflamasi non steroid lainnya, pewarna rambut dan agen
sulfit (pengawet makanan juga menjadi faktor). Serangan asma idiopatik atau
nonalergik menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dapat
berkembang menjadi bronkitis kronis dan empizema.

c. Asma gabungan

Asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
maupun bentuk idiopatik atau nonalergik.

C. Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor presdiposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma yaitu:

a. Faktor Presdiposisi

Berupa genetik dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga yang menderita penyakit alergi.

13
Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangant mudah terkena penyakit asma jika
terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitifitas saluran pernafasan juga
bisa diturunkan.

b. Faktor presipitasi
1. Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 yaitu:

 Inhalan yaitu yang masuk melalui saluran pernafasan misalnya debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
 Ingestan yaitu yang masuk melalui mulut misalnya makanan dan obat-obatan
 Koktaktan yaitu yang masuk melalui kontak dengan kulit misalnya perhiasan,
logam dan jam tangan.

2. Perubahan Cuaca

Cuaca lembab dan hawa penggunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atsmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Musim yang mengakibatkan serangan biasa terjadi pada musim hujan, musim
bunga, musim kemarau.

3. Stress

Stress atau gangguan emosi menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang
timbul harus segera diobati penderita asma yang alami stress perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya.

4. Lingkungan Kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja.

5. Olahraga atau aktivitas yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan asma jika melakukan
aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma.

D. Patofisiologi

Corwin (2009) berpendapat bahwa pada penderita asma, terjadi


bronkokonsentriksi. Proses bronkonsentriksi ini diawali dengan proses

14
hypersentivitas yang distimulasi agent fisik seperti suhu dingin, debu, serbuk
tanaman dan lainnya. Asma juga dapat terjadi karena adanya stimulasi agent psikis
seperti kesemasan dan rasa takut. Pada suatu serangan asma otot-otot polos dari
bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami
pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran
udara.

Hal ini memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan
penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya
dapat bernafas. Sel-sel tertentu didalam saluran udara (terutama sel mast) diduga
bertanggung jawab terhadap awal terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang
bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan
terjadinya konstraksi otot polos, peningkatan pembentukan lender dan perpindahan
sel darah putih tertentu ke bronki.

Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang
mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang
terdapat di dalam rumah atau bulu binatang. Tetapi asma juga bisa terjadi jika
orang tersebut melakukan olahraga atau berada dalam cuaca dingin. Stres dan
kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien.

E. Penatalaksaan Asma

a. Pengendalian Asma

Manajemen pengendalian asma terdiri dari beberapa tahapan yaitu:

 Pengetahuan

Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang keadaan penyakitnya


dan mekanisme pengobatan yang akan dijalaninya kedepan

 Monitor

Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang menangani penyakit
asma. Memonitor perkembangan gejala, hal-hal apa saja yang mungkin terjadi
terhadap penderita asma dengan kondisi gejala yang dialaminya beserta memonitor
perkembangan fungsi paru

 Menghindari Faktor Resiko

15
Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi gejala asma
adalah menghindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan gejala asma. Faktor
resiko ini dapat berupa makanan, obat-obatan, polusi, dan sebagainya.

b. Pengobatan Medis Jangka Panjang

Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan berdasarkan


tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada penderita asma Intermitten,
tidak ada pengobatan jangka panjang . Pada penderita asma Mild Intermitten,
menggunakan pilihan obat glukokortikosteroid inhalasi dan di dukung ole teofilin,
kromones, atau leukotrien. Dan untuk asma moderate persisten, menggunakan
pilihan obat B-agonist inhalasi dikombinasikan dengan glukokortiroid inhalasi,
teofiline atau leukotrien. Untuk asma severe persistent, B2-agonist inhalasi
dikombinasikan dengan glukokortikosteroid inhalasi, teofiline dan leukotrien atau
menggunakan oba B2 agonist oral

Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma:

 Glukokortikosteroid Inhalasi

Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk mengurangi gejala
inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru, mengurangi
hiperresponsive dan mengurangi gejala asma dan meningkatkan kualitas hidup.
Obat ini dapat menimbulkan kandidasis orofariangel, menimbulkan iritasi pada
bagian saluran napas atas dan dapat memberikan efek sistemik, menekan kerja
adrenal atau mengurangi aktivitas osteoblast.

 Glukokortikosteroid Oral

Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat kortikosteroid
inhalasi. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi, diabetes, penekanan kerja
hipothalamus-pituitary dan adrenal, katarak, glukona, obaesitas dan kelemahan.

 Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)


Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronchial pada gejala asma. Obat ini
dapat menurunkan gejala dan menurunkan reaksi hipeeresponsive pada 2-agonist
inhalasi dikombinasikan dengan glukokortikoid inhalasi, teofiline atau leukotrien.
Untuk asma severe persisten, β2-agonist inhalasi dikombinasikan dengan
glukokortikosteroid inhalasi, teofiline dan leukotrien atau menggunakan obat β2
agonist oral. imun nonspecific. Obat ini dapat menimbulkan batuk-batuk pada saat
pemakaian dengan bentuk formulasi powder.

 4) Β2-Agioinst Inhalasi

16
in berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam setelah pemakaian. Obat ini
dapat mengurangi gejala asma pada waktu malam, meningkatkan fungsi paru. Obat
ini dapat menimbulkan tremor pada bagian musculoskeletal, menstimulasi kerja
cardiovascular dan hipokalemia.

 5) B2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala asma pada waktu
malam. Obat ini dapat menimbulkan anxietas, meningkatkan kerja jantung, dan
menimbulkan tremor pada bagian muskuloskeletal.

 6) Teofiline
Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial
dengan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah
pulmonal. Obat ini dapat menyebabkan efek samping berupa mual, muntah, diare,
sakit kepala, insomnia dan iritabilitas. Pada level yang lebih dari 35 mcg/mL
menyebabkan hperglisemia, hipotensi, aritmia jantung, takikardi, kerusakan otak
dan kematian (Depkes RI, 2007).

 7) Leukotriens
Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi untuk mengurangi
gejala termasuk batuk, meningkatkan fungsi paru dan menurunkan gejala asma.
Berikut penjelasan tentang obat-obat meringankan (Reliever) asma:

a) B2- Agoinst Inhalasi

Obat ini bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini digunakan untuk mengontrol
gejala asma, variabilitas peak flow, hiperresponsive jalan napas. Obat ini dapat
menstimulasi kerja jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia.

b) Β2- Agionst Oral

Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung,
tremor otot skeletal dan hipokalemia.

c) Antikolinergic

Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru.
Obat ini dapat menyebabkan mulut kering dan pengeluaran mucus.

F. Pencegahan Asma

17
1. Berhenti merokok
2. Hindari paparan asap rokok,debu,polusi udara,bau-bauan yang mengiritasi
seperti parfum, obat semprot serangga, deterjen cucian.
3. Jangan memelihara hewan seperti anjing dan kucing
4. Gunakan kasur dan bantal sintesis atau jika tidak ada, gunakan kain penutup
yang terbuat dari bahan sintesis
5. Usahakan tidak memakai karpet di dalam rumah/kamar tidur
6. Jemur dan tepuk-tepuk kasur secara rutin

G. Pengobatan Asma

Menurut definisi dari WHO, pengobatan obat yang rasional berarti


mensyaratkan bahwa pasien menerima obat-obatan yang sesuai pada kebutuhan
klinik mereka, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan individu mereka sendiri,
untuk suatu periode waktu yang memadai, dan pada harga terendah untuk mereka
dan masyarakatnya (Depkes, 2008).

Kriteria penggunaan obat yang rasional:

a. Tepat indikasi yaitu pemberian obat yang diberikan pada pasien harus yang
tepat bagi suatu penyakit sesuai dengan gejala yang timbul.
b. Tepat obat yaitu pemberian obat yang dipilih harus memiliki efek terapi sesuai
dengan penyakit.
c. tepat dosis yaitu pemberian obat yang meliputi : Dosis, jumlah, cara, waktu
dan lama pemberian obat harus tepat. Apabila salah satu dari empat hal
tersebut tidak dipenuhi menyebabkan efek terapi tidak tercapai.
• Tepat cara pemberian

Cara pemberian obat yang tepat adalah Obat Antasida seharusnya dikunyah
dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu karena
akan membentuk ikatan sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi sehingga
menurunkan efektifitasnya.

• Tepat interval waktu pemberian

Cara Pemberian obat hendaknya dibuat sederhana mungkin dan praktis agar
mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya
4 kali sehari) semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus
diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan
interval setiap 8 jam.

• Tepat lama pemberian

18
Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing – masing untuk
Tuberkulosis lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan, sedangkan untuk kusta
paling singkat 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10
– 14 hari.

d. Tepat pasien yaitu pemilihan obat yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien
dengan memperhatikan kontraindikasi obat.

19

Anda mungkin juga menyukai