Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN DENGAN DIAGNOSA ASMA DI IGD

RSUD BAYU ASIH PURWAKARTA

OLEH:
Putri Nur Fadilah (122080155)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN (UMS)
TAHUN 2023
1. Konsep Dasar Asma
A. Pengertian Asma
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,
penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat
timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di
bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan.

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan


banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari.
Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi
dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang
sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh.
Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara
menyeluruh.

B. Etiologi asma
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal
yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus.
Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non
imunologi.

1) Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma


adalah :
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau
alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti
common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan
lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan : Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
2) Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus
asma :
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran
pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan.
Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum
berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan
sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan.
Inducer dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis
ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya
berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab
asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk 
ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui
hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit.
3) Sedangkan Lewis et al. tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut
mereka, secara umum pemicu asma adalah:
a. Faktor predisposisi
1) Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma
Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas
saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
 Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
 Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-
buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-
obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
 Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan.
2) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh
adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced
Asthma (EIA) yang biasanya terjadi  beberapa saat setelah latihan.misalnya:
jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan 
oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita
asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi
pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo
bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi
peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
4) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan
motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan Asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti
musim hujan, musim kemarau.
C. Patofisiologi Asma
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah
spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi
mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan
pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan
kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya
kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan
udara bersifat difus, obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian
lain, ini berakibat perfusi bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan
menyebabkan kelainan gas-gas darah terutama penurunan pCO2  akibat hiperventilasi.

Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen
menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan.
Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin
berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang
pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan
terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru.

Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif
berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami
degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil
akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran
udara.

D. Pathway Asma

E. Manifestasi klinis asma
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan
mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-
batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa
sesak dan berat didada. Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat
digolongkan menjadi :

1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal  tanpa tanda dan gejala
asma  atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru.
Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan
tes provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik
tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi
saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi.
Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma
akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah
sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberapa serangan asma yang  berat bersifat refrakter sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat
reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan
nafas ke kondisi normal.

F. KOMPLIKASI ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa  dan gagal nafas

2. Chronic persisten bronhitis

3. Bronchitis

4. Pneumonia

5. Emphysema

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA
1. Pemeriksaan sputum

2. Pemeriksaan darah

3. Foto rontgen

4. Pemeriksaan faal paru

5. Elektrokardiografi

H. PENATALAKSANAAN MEDIS ASMA
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.

1. Pengobatan non farmakologik

a. Penyuluhan.

b. Menghindari faktor pencetus

c. Fisioterapi

2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta

b. Metil Xantin

c. Kortikosteroid

d. Kromolin

e. Ketotifen

f. Iprutropioum bromide (Atroven)

3.      Pengobatan selama serangan status asthmatikus    

a. Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam

b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul

c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit


dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg
bb/24 jam.

d.Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.

e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.

f. Antibiotik spektrum luas.

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Asma


A. Pengkajian

1) Biodata klien
Nama, umur, pekerjaan, pendidikan dan lain sebagainya.

2) Keluhan utama
Pada umumnya klien mengatakan sesak nafas

3) Riwayat penyakit masa lalu


Apa klien pernah mengalami penyakit asma sebelumnya atau mempunyai
riwayat alergi
4) Riwayat penyakit keluarga
Adakah keluarga klien yang memiliki penyakit asma sebelumnya

5) Aktivitas istirahat
 Gejala : Ketidakmampuan melakukan aktivitas, ketidakmampuan untuk
tidur, keletihan, kelemahan, malaise.
 Tanda : Keletihan, gelisah, insomnia, kehilangan-kelemahan masa otot.
6) Sirkulasi
 Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
 Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi paru, distensi
vena leher, warna kulit-membran mukosa : normal-abu-abusianosis, pucat
dapat menunjukkan anemia.
7) Integritas ego
 Gejala : Mual, muntah, perubahan pola tidur.
 Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsangan.
8) Makanan cairan
 Gejala : Mual, muntah, nafsu makan buruk anoreksia, ketidakmampuan
untuk makan karena disstres pernafasan.
 Tanda :Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, penurunan
berat badan
9) Hygiene
 Gejala : Penurunan kemampuan, penurunan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas
 Tanda : Kebersihan tubuh kurang, bau badan
10) Pernafasan
 Gejala : Nafas pendek, dispnea usus saat beraktivitas, rasa dada
tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas, batuk menetap dengan
produksi sputum setiap hari selama 3 bulan berturut-turut, episode batuk
hilang timbul, iritan pernafasan dalam jangka panjang, misalnya:
merokok, debu, asap, bulu-bulu, serbuk gergaji.
 Tanda : Pernafasan biasa cepat dan lambat, penggunaan otot bantu
pernafasan, kesulitan berbicara, pucat, sianosis pada bibir dan dasar
kuku.
11) Keamanan
 Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif teerhadap zat faktor
lingkungan, adanya berulangnya infeksi.
 Tanda : Keringat, kemerahan.
12) Seksualitas
 Gejala : Penurunan libido
B. Diagnosa Keperawatan

1) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan suplai


oksigen (bronkospasme), penumpukan sekret, sekret kental.
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru selama
serangan akut.
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengar sesak dan batuk
C. Intervensi
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen (bronkospasme), penumpukan sekret, sekret kental.
Tujuan : Suara nafas vesikuler, bunyi nafas bersih, tidak ada suara tambahan.
Intervensi:
a) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, ronchi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan
nafas dan dapat/tidak di manifestasikan adanya bunyi nafas adventisius,
misalnya : penyebaran, bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema)
atau tidak adanya bunyi nafas (nafas berat).
b) Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat radio inspirasi/ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan
pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut.
c) Kaji pasien untuk posisi nyaman misalnya peninggian kepala tempat tidur,
duduk pada sandaran tempat tidur.
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur dapatt mempermudah fungsi
pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
d) Pertahankan polusi lingkungan minimum misalnya: debu, asap, dan bulu
bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat, mentriger
episode akut.
e) Dorong dan bantu klien dalam melakukan laihan nafas abdomen atau bibir
Rasional : Memberikan pasien-pasien beberapa cara untuk mengatasi dan
mengontrol dyspnea dan menurunkan jebakan udara
f) Tingkatkan masukan cairan antara sebagai pengganti makanan
Rasional : Hidrasi dapat menurunkan kekentalan sekret. Mempermudah
pengeluaran. Penggunakaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada
diagfragma.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru selama
serangan akut.
Tujuan :
1) Klien dapat mempertahankan frekuensi irama dan kedalaman pernafasan
2) Tidak terdapat dipsnea
Intervensi :
a) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada serta catat upaya
pernafasan termasuk penggunaan otot bantu atau pelebaran nasal
Rasional : Kecepatan biasanya meningkatkan dyspnea dan terjadi
peningkatan kerja nafas, kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat
gagal nafas.
b) Beri posisi semi fowler
Rasional : Membantu ekspansi paru
c) Bantu pasien dalam nafas dalam dan latihan batuk efektif
Rasional : Membantu mengeluarkan sputum dimana dapat menggangu
ventilasi dan ketidaknyamanan upaya bernafas
d) Beri obat sesuai anjuran dokter
Rasional : Mempercepat penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. 2017. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma


Berat. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Carpenito, L.J. 2020. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis,
edisi 6. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
GINA (Global Initiative for Asthma) 2011.; Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children. www. Dimuat dalam
www.Ginaasthma.org
Johnson, M., et all. 2011. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 .
Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Purnomo. 2018. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
Ruhyanudin, F. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen
Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM
Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I.  Jakarta: Sagung
Seto

Anda mungkin juga menyukai