ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN ASMA
B. Klasifikasi
1. Asma Alergik
Disebabkan oleh allergen / allergen – allergen yang dikenal missal ( serbuk sari,
binatang, makanan, dan jamur) kebanyakan allergen terdapat di udara dan musiman.
Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat medis masa lalu eczema
atau rhinitis alergik. Pemajanan terhadap allergen mencetuskan serangan asma.
Anak – anak dengan asma alergik sering mengatasi kondisi sampai masa remaja.
2. Asma Idiopatik/ non alergik
Tidak berhubungan dengan allergen spesifik. Factor – factor, seperti common cold,,
infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan. Beberapa agens farmakologi, seperti aspirin dan agens anti
inflamasi nonsteroid lain, pewarna rambut, antagonis bête adrenergic, dan agens
sulfit (pengawet makanan) juga mungkin menjadi factor. Serangan asma idiopatik/
nonalergik menjadio lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan
dapat berkembang menjadi bronchitis kronis dan emfisema.
3. Asma Gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik maupun bentuk idiopatik/ nonalergik
C. Etiologi
Penyakit asma bronchial ini disebabkan oleh beberapa factor yaitu :
1. Faktor predisposisi
a) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit bronkhial
jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a) Asma alergik
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
D. Patofisiologi
Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan
terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel Radang yang
menetap dan hipersekresi mucus yang kental. Keadaan ini pada orang-orang yang
rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan
suatu keadaan hiveraktivitas bronkus yang khas.Orang yang menderita asma memilki
ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran uadara normal selama
pernapasan (terutama pada ekspirasi). Ketidakmampuan ini tercermin dengan
rendahnya usaha ekspirasi paksa pada detik pertama, dan berdasarkan parameter yang
berhubungan aliran. Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus
yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam
jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan
sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis
yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin. Histamine yang dihasilkan menyebabkan kontraksi otot polos bronkiolus.
Apabila respon histaminnya berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena
histamine juga merangsang pembentukan mucus dan meningkatkan permeabilitas
kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang intestinum paru,
sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Selain itu olahraga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan, karena terjadi aliran
udara keluar masuk paru dalam jumlah besar dan cepat. Udara ini belum mendapat
perlembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari partikel-partikel
debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan asma. Pada asma, diameter
bronkhiolus menjadi semakin berkurang selama ekspirasi dari pada selama inspirasi.
Hal ini dikarenakan bahwa peningkatan tekanan dalam intrapulmoner selama usaha
ekspirasi tak hanya menekan udara dalam alveolus tetapi juga menekan sisi luar
bronkiolus. Oleh karena itu pendeita asma biasanya dapat menarik nafas cukup
memadai tetapi mengalami kesulitan besar dalam ekspirasi. Ini menyebabkan dispnea,
atau ”kelaparan udara”. Kapsitas sisa fungsional paru dan volume paru menjadi sangat
meningkat selama serangan asma karena kesulitan mengeluarkan udara dari paru-
paru. Setelah suatu jangka waktu yang panjang, sangkar dada menjadi membesar
secara permanent, sehingga menyebabkan suatu ”barrel chest” (dad seperti tong).
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronchial diatur oleh
impuls saraf vagal melalui system parasimpastis. Pada asma idiopatik atau nonalergi,
ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh factor seperti infeksi, latihan,
dingin, merokok, emosi, dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan maningkat.
Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga
merangsang pembentukan mediator kimiawi. Individu dengan asma dapat mempunyai
tolenransi rendah terhadap respon parasimpatis. Selain itu, reseptor α- dan β-
adrenergik dari system saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor α-
adrenergic dirangsang, terjadi bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor
β-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- adrenergic
dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor
alfa mengakibatkan penurunan cAMP,yang mengarah pada peningkatan mediator
kimiawi yang dilepaskan oleh sel – sel mast bronkokonstriksi. Sirkulasi reseptor beta
mengakibatkan peningkatan cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi
dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β-
adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap
peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.
E. Manifestasi klinis
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronchial adalah batuk, dispnea,
dan mengi. Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan
gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam,
gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan
bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi (
whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-
gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih
berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis,
gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal .
Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari, Selain gejala tersebut, ada
beberapa gejala menyertainya :
1. Takipnea
2. Gelisah
3. Diaphorosis
4. Nyeri di abdomen karena terlihat otot abdomen dalam pernafasan
5. Fatigue ( kelelahan)
6. Tidak toleran terhadap aktivitas: makan, berjalan, bahkan berbicara.
7. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada
disertai pernafasan lambat.
8. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi
9. Sianosis sekunder
10. Gerak-gerak retensi karbondioksida seperti : berkeringat, takikardia, dan
pelebaran tekanan nadi.
11. Seragan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat
hilang secara spontan.
F. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan
nafas. Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asam tidak
sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk
bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan mukus
yang kental. Situasi ini dapat menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya
teklanan untuk melakukan ventilasi.
2. Ateleltaksis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal.
3. Status asmatikus
Merupakan asma yang berat dan persisten yang tidak berespon terhadap terapi
konvensional, akibat dari asma yang tidak ditangai dengan serius.
4. Bronchitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam
dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronchiolis) mengalami bengkak.
Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya
penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir
yang berlebihan, atau merasa sulit bernafas karena sebagian saluran udara menjadi
sempit oleh adanya lendir
5. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh jamur dan
tersifat oleh adanya gangguan pernafasan yang berat. Penyakit ini juga dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata.
Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
Aspergilosis Bronkopulmoner Alergika (ABPA) adalah suatu reaksi alergi
terhadap jamur yang disebut aspergillus, yang menyebabkan peradangan pada
saluran pernafasan dan kantong udara.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan
FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak
saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
2. .Uji Provokasi bronkus
Menurut Heru Sundaru (2001) dilakukan jika spirometri normal, maka dilakukan
uji provokasi bronkus dengan allergen, dan hanya dilakukan pada pasien yang
alergi terhadap allergen yang di uji
3. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
a) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinophil
b) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus
c) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
4. Uji kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu:
a) Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation.
b) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right bundle branch block).
c) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
6. Pemeriksaan Ig E
Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E spesifik dalam sputum Pemeriksaan Ig E
dalam serum juga dapat membantu menegakkan diagnosis asma, tetapi ketetapan
diagnosisnya kurang karena lebih dari 30 % menderita alergi.
7. Foto dada ( scanning paru) Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari
bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
8. Analisis gas darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan
dari SGOT dan LDH.
9. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
H. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Farmakologi
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan:
1) Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat : Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec) dan Terbutalin
(bricasma). Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk
tablet, sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI
(Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang
dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat
khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk
selanjutnya dihirup.
2) Santin (teofilin)
Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard) dan
Teofilin (Amilex). Efek dari teofilin sama dengan obat golongan
simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat
ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk
suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan
disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering
merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum
sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung
sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk
supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus.
Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat
minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
3) Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan
asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak.
Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan
efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
4) Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.
b. Keperawatan
1) Memberikan penyuluhan
2) Menghindari faktor pencetus.
3) Pemberian cairan.
4) Fisiotherapy.
5) Beri O2 bila perlu.
6) Edukasi penderita
7) Menilai dan memonitor besarnya penyakit secara objektif dengan
mengukur fungsi paru
I. Pencegahan
Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan mengidentifikasi
substansi yang mencetuskan terjadinya serangan. Penyebab yang mungkin dapat saja
bantal, kasur, pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan ; kuda, detergen, sabun,
makanan tertentu, jamur, dan serbuk sari. Jika serangan berkaitan dengan musim,
maka serbuk sari dapat menjadi dugaan kuat. Upaya harus dibuat untuk menghindari
agen penyebab kapan saja memungkinkan. Cairan diberikan karena individu dengan
asma mengalami dehidrasi akibat diaphoresis dan kehilangan cairan tidak kasaat mata
dengan hiperventilasi.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan metode head to toe dengan focus
pemeriksaan:
a) Dada
1) Inspeksi : adanya gerakan dada yang abnormal
2) Auskultasi : dengarkan adanya suara ronchi atau wheezing
3) Palpasi : merasakan apakan ada getaran yang abnormal
4) Perkusi : mengetahui adanya cairan, secret, dll
3. Pemeriksaan Penunjang
1) Spirometri
2) Uji Provokasi bronkus
3) Pemeriksaan sputum
4) Uji kulit
5) Elektrokardiografi
6) Pemeriksaan Ig E
7) Foto dada
8) Analisis gas darah
B. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan bronkospasme
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan spasme jalan nafas,
mucus dalam jumlah yang berelebihan, materi asing dalam jalan nafas
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen yang tidak
adekuat (spasme bronkus)
4. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber
informasi, salah interpretasi informasi, kurang pajanan informasi, keterbatasan
kognitif.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
dirinya merasa 1. Pasien mengatakan 2. Catat adanya derajat dispnea, 2. Disfungsi pernafasan adalah
sesak sesaknya sudah hilang ansietas, distress pernafasan, variable yang tergantung pada
DO : 2. Pasien tampak tidak penggunaan obat bantu tahap proses akut yang
untukpewarnaangram,kultur/s mukosa
…………
D. IMPLEMENTASI
E. EVALUASI
1. Ketidakefektifas pola nafas pasien dapat teratasi
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas pasien dapat teratasi
3. Kerusakan pertukaran gas pada pasien dapat teratasi
4. Deficit pengetahuan pasien dapat teratasi