Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN ASMA

AYU GEDE INTAN ASTRI DEWI


NIM. 19J10027

PROGRAM PROFESI NERS PROGRAM B


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
(ITEKES BALI)
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN ASMA

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiper responsive sehingga apabila terangsang oleh
faktor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat
karena konstriksi bronkus, sumbatan mucus, dan meningkatnya proses radang
(Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,
penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat
timbul di segala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak – anak usia
di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahun atau lebih (Saheh,
2011).

B. Klasifikasi
1. Asma Alergik
Disebabkan oleh allergen / allergen – allergen yang dikenal missal ( serbuk sari,
binatang, makanan, dan jamur) kebanyakan allergen terdapat di udara dan musiman.
Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat medis masa lalu eczema
atau rhinitis alergik. Pemajanan terhadap allergen mencetuskan serangan asma.
Anak – anak dengan asma alergik sering mengatasi kondisi sampai masa remaja.
2. Asma Idiopatik/ non alergik
Tidak berhubungan dengan allergen spesifik. Factor – factor, seperti common cold,,
infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan. Beberapa agens farmakologi, seperti aspirin dan agens anti
inflamasi nonsteroid lain, pewarna rambut, antagonis bête adrenergic, dan agens
sulfit (pengawet makanan) juga mungkin menjadi factor. Serangan asma idiopatik/
nonalergik menjadio lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan
dapat berkembang menjadi bronchitis kronis dan emfisema.
3. Asma Gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik maupun bentuk idiopatik/ nonalergik

C. Etiologi
Penyakit asma bronchial ini disebabkan oleh beberapa factor yaitu :
1. Faktor predisposisi
a) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit bronkhial
jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a) Asma alergik
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan

b) Asma non alergik


1) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
2) Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
3) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja
di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala
ini membaik pada waktu libur atau cuti.
4) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

Penyebab pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan


respon terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal mempengaruhi saluran
pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk
sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga. Pada suatu serangan
asma , otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran
udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan dan pelepasan lendir
ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara
(disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus
berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas. Sel-sel tertentu di dalam saluran
udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya
penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin
dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya:
- kontraksi otot polos
- peningkatan pembentukan lendir
- perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki.
Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu
yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus
yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang. Tetapi asma juga bisa terjadi
pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang
tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin. Stres dan kecemasan
juga bisa memicu dilepaskannya histamine dan leukotrien. Sel lainnya (eosnofil)
yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya
(juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara. Gejala
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering
terbebas dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang
singkat dan ringan, yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu
mengalami batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah
menderita suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun
iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala. Suatu
serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai dengan nafas yang berbunyi
(wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi terutama
terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu
serangan asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin
memburuk. Pada kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang
penderita asma adalah sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa
berlangsung dalam beberapa menit atau bisa berlangsung sampai beberapa jam,
bahkan selama beberapa hari.

D. Patofisiologi
Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan
terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel Radang yang
menetap dan hipersekresi mucus yang kental. Keadaan ini pada orang-orang yang
rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan
suatu keadaan hiveraktivitas bronkus yang khas.Orang yang menderita asma memilki
ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran uadara normal selama
pernapasan (terutama pada ekspirasi). Ketidakmampuan ini tercermin dengan
rendahnya usaha ekspirasi paksa pada detik pertama, dan berdasarkan parameter yang
berhubungan aliran. Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus
yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam
jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen
spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.
Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan
sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis
yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin. Histamine yang dihasilkan menyebabkan kontraksi otot polos bronkiolus.
Apabila respon histaminnya berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena
histamine juga merangsang pembentukan mucus dan meningkatkan permeabilitas
kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang intestinum paru,
sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Selain itu olahraga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan, karena terjadi aliran
udara keluar masuk paru dalam jumlah besar dan cepat. Udara ini belum mendapat
perlembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari partikel-partikel
debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan asma. Pada asma, diameter
bronkhiolus menjadi semakin berkurang selama ekspirasi dari pada selama inspirasi.
Hal ini dikarenakan bahwa peningkatan tekanan dalam intrapulmoner selama usaha
ekspirasi tak hanya menekan udara dalam alveolus tetapi juga menekan sisi luar
bronkiolus. Oleh karena itu pendeita asma biasanya dapat menarik nafas cukup
memadai tetapi mengalami kesulitan besar dalam ekspirasi. Ini menyebabkan dispnea,
atau ”kelaparan udara”. Kapsitas sisa fungsional paru dan volume paru menjadi sangat
meningkat selama serangan asma karena kesulitan mengeluarkan udara dari paru-
paru. Setelah suatu jangka waktu yang panjang, sangkar dada menjadi membesar
secara permanent, sehingga menyebabkan suatu ”barrel chest” (dad seperti tong).
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronchial diatur oleh
impuls saraf vagal melalui system parasimpastis. Pada asma idiopatik atau nonalergi,
ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh factor seperti infeksi, latihan,
dingin, merokok, emosi, dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan maningkat.
Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga
merangsang pembentukan mediator kimiawi. Individu dengan asma dapat mempunyai
tolenransi rendah terhadap respon parasimpatis. Selain itu, reseptor α- dan β-
adrenergik dari system saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor α-
adrenergic dirangsang, terjadi bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor
β-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- adrenergic
dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor
alfa mengakibatkan penurunan cAMP,yang mengarah pada peningkatan mediator
kimiawi yang dilepaskan oleh sel – sel mast bronkokonstriksi. Sirkulasi reseptor beta
mengakibatkan peningkatan cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi
dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β-
adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap
peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.

E. Manifestasi klinis
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronchial adalah batuk, dispnea,
dan mengi. Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan
gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam,
gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan
bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi (
whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-
gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih
berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis,
gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal .
Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari, Selain gejala tersebut, ada
beberapa gejala menyertainya :
1. Takipnea
2. Gelisah
3. Diaphorosis
4. Nyeri di abdomen karena terlihat otot abdomen dalam pernafasan
5. Fatigue ( kelelahan)
6. Tidak toleran terhadap aktivitas: makan, berjalan, bahkan berbicara.
7. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada
disertai pernafasan lambat.
8. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi
9. Sianosis sekunder
10. Gerak-gerak retensi karbondioksida seperti : berkeringat, takikardia, dan
pelebaran tekanan nadi.
11. Seragan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat
hilang secara spontan.

Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :


1. Tingkat I :
Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul
bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi
bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II :
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah
sembuh serangan.
3. Tingkat III:
Tanpa keluhan, Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya,
obstruksi jalan nafas, penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan
mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV :
Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing, pemeriksaan
fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V :
Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai,
asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot
pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

F. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan
nafas. Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asam tidak
sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk
bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan mukus
yang kental. Situasi ini dapat menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya
teklanan untuk melakukan ventilasi.
2. Ateleltaksis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal.
3. Status asmatikus
Merupakan asma yang berat dan persisten yang tidak berespon terhadap terapi
konvensional, akibat dari asma yang tidak ditangai dengan serius.
4. Bronchitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam
dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronchiolis) mengalami bengkak.
Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya
penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir
yang berlebihan, atau merasa sulit bernafas karena sebagian saluran udara menjadi
sempit oleh adanya lendir
5. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh jamur dan
tersifat oleh adanya gangguan pernafasan yang berat. Penyakit ini juga dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata.
Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
Aspergilosis Bronkopulmoner Alergika (ABPA) adalah suatu reaksi alergi
terhadap jamur yang disebut aspergillus, yang menyebabkan peradangan pada
saluran pernafasan dan kantong udara.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling
cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan
FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak
saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat
obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
2. .Uji Provokasi bronkus
Menurut Heru Sundaru (2001) dilakukan jika spirometri normal, maka dilakukan
uji provokasi bronkus dengan allergen, dan hanya dilakukan pada pasien yang
alergi terhadap allergen yang di uji
3. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
a) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinophil
b) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus
c) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
4. Uji kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu:
a) Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation.
b) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB
(Right bundle branch block).
c) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
6. Pemeriksaan Ig E
Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E spesifik dalam sputum Pemeriksaan Ig E
dalam serum juga dapat membantu menegakkan diagnosis asma, tetapi ketetapan
diagnosisnya kurang karena lebih dari 30 % menderita alergi.
7. Foto dada ( scanning paru) Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari
bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
8. Analisis gas darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan
dari SGOT dan LDH.
9. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.

H. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Farmakologi
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan:
1) Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat : Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec) dan Terbutalin
(bricasma). Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk
tablet, sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI
(Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang
dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat
khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk
selanjutnya dihirup.
2) Santin (teofilin)
Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard) dan
Teofilin (Amilex). Efek dari teofilin sama dengan obat golongan
simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat
ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk
suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan
disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering
merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum
sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung
sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk
supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus.
Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat
minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
3) Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan
asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak.
Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan
efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
4) Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.

b. Keperawatan
1) Memberikan penyuluhan
2) Menghindari faktor pencetus.
3) Pemberian cairan.
4) Fisiotherapy.
5) Beri O2 bila perlu.
6) Edukasi penderita
7) Menilai dan memonitor besarnya penyakit secara objektif dengan
mengukur fungsi paru
I. Pencegahan
Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan mengidentifikasi
substansi yang mencetuskan terjadinya serangan. Penyebab yang mungkin dapat saja
bantal, kasur, pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan ; kuda, detergen, sabun,
makanan tertentu, jamur, dan serbuk sari. Jika serangan berkaitan dengan musim,
maka serbuk sari dapat menjadi dugaan kuat. Upaya harus dibuat untuk menghindari
agen penyebab kapan saja memungkinkan. Cairan diberikan karena individu dengan
asma mengalami dehidrasi akibat diaphoresis dan kehilangan cairan tidak kasaat mata
dengan hiperventilasi.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan metode observasi, wawancara, pemeriksaan fisik dan
dokumentasi yang difokuskann pada paru – paru.
1. Riwayat Penyakit:
a) Keluhan Utama
Pasien mengeluh sesak
b) Riwayat kesehatan sekarang
Memiliki riwayat penyakit sebelumnya yang mengakibatkan klien sampai di
rawat di Rumah sakit
c) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat gangguan pernafasan yang di miliki oleh pasien seperti sesak
nafas atau alergi, yang memicu resiko asma bronkial.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Pada pengkajian klien dengan gangguan pernafasan ( asma bronkial ) kaji
riwayat keluarga apakah ada riwayat sesak nafas, kaji riwayat stress, serta
alergi.

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan metode head to toe dengan focus
pemeriksaan:
a) Dada
1) Inspeksi : adanya gerakan dada yang abnormal
2) Auskultasi : dengarkan adanya suara ronchi atau wheezing
3) Palpasi : merasakan apakan ada getaran yang abnormal
4) Perkusi : mengetahui adanya cairan, secret, dll
3. Pemeriksaan Penunjang
1) Spirometri
2) Uji Provokasi bronkus
3) Pemeriksaan sputum
4) Uji kulit
5) Elektrokardiografi
6) Pemeriksaan Ig E
7) Foto dada
8) Analisis gas darah

B. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan bronkospasme
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan spasme jalan nafas,
mucus dalam jumlah yang berelebihan, materi asing dalam jalan nafas
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen yang tidak
adekuat (spasme bronkus)
4. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber
informasi, salah interpretasi informasi, kurang pajanan informasi, keterbatasan
kognitif.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional


.
1 Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan asuhan Mandiri :
nafas b/d keperawatan selama …. X 24 1. Kaji/pantau frekuensi 1. Tachipnea biasanya ada pada
 Bronkospasme jam, diharapkan masalah pernafasan, catat rasio beberapa derajat dan dapat
Ditandai dengan : ketidakefektifan pola nafas inspirasi / ekspirasi. ditemukan pada penerimaan
DS : pasien dapat teratasi dengan atau selama stress/ adanya

 Pasien mengatakan criteria hasil : proses infeksi akut

dirinya merasa 1. Pasien mengatakan 2. Catat adanya derajat dispnea, 2. Disfungsi pernafasan adalah

sesak sesaknya sudah hilang ansietas, distress pernafasan, variable yang tergantung pada

DO : 2. Pasien tampak tidak penggunaan obat bantu tahap proses akut yang

 Pasien tampak menggunakan otot bantu menimbulkan perawatan di

kesulitan dalam dalam bernafas rumah sakit


3. Auskultasi bunyi nafas, catat 3. Beberapa derajat spasme
bernafas 3. Pasien tampak tidak
adanya bunyi nafas, ex: mengi bronkus terjadi dengan
 Pasien tampak kesulitan dalam bernafas

menggunaka otot 4. Pasien dapat bernafas obstruksi jalan nafas dan

bantu pernafasan dengan pola teratur dapat / tidak dimanifestasikan


adanya nafas advertisius
 Pola Nafas pasien 4. Tempatkan posisi yang nyaman
4. Peninggian kepala tempat tidur
tidak teratur pada pasien, contoh :
memudahkan fungsi
meninggikan kepala tempat pernafasan dengan
tidur, duduk pada sandara menggunakan gravitasi
tempat tidur
5. Pertahankan polusi lingkungan 5. Pencetus tipe alergi pernafasan
minimum, contoh: debu, asap dapat mentriger episode akut
dll
6. Tingkatkan masukan cairan 6. Hidrasi membranous

sampai dengan 3000 ml/ hari menurunkan kekentalan sekret,

sesuai toleransi jantung penggunaan cairan hangat

memberikan air hangat. dapat menurunkan kekentalan


sekret, penggunaan cairan
hangat dapat menurunkan
spasme bronkus.
7. Berikan HE pada pasien untuk 7. Untuk mencegah pasien
menghindari alergen alergen mengalami serangan asma
yang menjadi pencetus serangan yang berulang - ulang
asma
Kolaborasi 8. Merelaksasikan otot halus dan
8. Berikan obat sesuai dengan menurunkan spasme jalan
indikasi bronkodilator nafas, mengi, dan produksi
mukosa
No. Diagnosa Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional

2 Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan asuhan Mandiri


jalan napas b/d keperawatan selama …. X 1. Kaji/pantau frekuensi 1. Tachipnea biasanya ada pada
24 jam, diharapkan masalah pernafasan, catat rasio beberapa derajat dan dapat
 Spasme jalan
ketidakefektifan bersihan inspirasi / ekspirasi ditemukan pada penerimaan
nafas
jalan nafas pasien dapat 2. Catat adanya derajat dispnea, atau selama stress/ adanya
 Mucus dalam
teratasi dengan criteria ansietas, distress pernafasan, proses infeksi akut
jumlah yang
hasil : penggunaan obat bantu 2. Disfungsi pernafasan adalah
berelebihan
1. Pasien mengatakan tidak variable yang tergantung pada
 Materi asing
ada dahak di tahap proses akut yang
dalam jalan nafas
tenggorokannya menimbulkan perawatan di
Ditandai dengan : 2. Pasien mengatakan tidak rumah sakit
3. Auskultasi bunyi nafas, catat 3. Beberapa derajat spasme
DS : ada kesulitan dalam
adanya bunyi nafas, ex: bronkus terjadi dengan
bicara
 Pasien mengi
3. Pasien terlihat bisa obstruksi jalan nafas dan
mengatakan
melakukan batuk efektif dapat / tidak dimanifestasikan
kesulitan dalam
4. Pasien tampak tenang adanya nafas advertisius
berbicara
5. Frekuensi dan irama
 Pasien 4. Tempatkan posisi yang
nafas pasien teratur 4. Peninggian kepala tempat tidur
mengatakan ada nyaman pada pasien, contoh :
6. Tidak terdengar suara memudahkan fungsi pernafasan
dahak di meninggikan kepala tempat
tenggorokannya nafas tambahan tidur, duduk pada sandara dengan menggunakan gravitasi
tempat tidur
DO :
5. Pertahankan polusi
 Pasien terlihat lingkungan minimum, 5. Pencetus tipe alergi pernafasan
tidak bisa contoh: debu, asap dll dapat mentriger episode akut
melakukan batuk 6. Tingkatkan masukan cairan
efektif sampai dengan 3000 ml/ hari 6. Hidrasi membranous
 Pasien tampak sesuai toleransi jantung menurunkan kekentalan sekret,
gelisah memberikan air hangat. penggunaan cairan hangat
 Frekuensi dan dapat menurunkan kekentalan
irama nafas pasien sekret, penggunaan cairan
berubah hangat dapat menurunkan
 Terdengar suara 7. Berikan HE pada pasien spasme bronkus.
nafas tambahan untuk menghindari alergen 7. Untuk mencegah pasien
alergen yang menjadi mengalami serangan asma yang
pencetus serangan asma berulang - ulang
Kolaborasi
8. Berikan obat sesuai dengan
indikasi bronkodilator 8. Merelaksasikan otot halus dan

9. Dapatkan specimen sputum menurunkan spasme jalan

dengan batuk atau pengisapan nafas, mengi, dan produksi

untukpewarnaangram,kultur/s mukosa

ensitifitas 9. untuk mengidentifikasi


organisme penyebab dan
kerentanan terhadap berbagai
anti microbial

No. Diagnosa Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional


3 Kerusakan pertukaran gas Setelah dilakukan asuhan Mandiri 1. Sianosis mungkin perifer atau
b/d keperawatan selama …. X 1. Kaji/awasi secara rutin kulit dan sentral keabu-abuan dan
 suplai oksigen yang 24 jam, diharapkan masalah membrane mukosa. sianosis sentral meng-
tidak adekuat kerusakan pertukaran gas indikasikan beratnya
(spasme bronkus) pasien dapat teratasi dengan hipoksemia
Ditandai dengan ; 2. Awasi tanda vital dan irama 2. Tachicardi, disritmia, dan
criteria hasil :
DS : jantung perubahan tekanan darah dapat
1. Pasien mengatakan
 pasien mengatakan menunjukan efek hipoksemia
dirinya tidak sesak lagi
dirinya merasa sesak sistemik pada fungsi jantung
2. Hasil pemeriksaan AGD 3. Palpasi fremitus
DO : 3. Penurunan getaran vibrasi
pasien dalam batas
 AGD pasien diduga adanya pengumplan
normal Kolaborasi
abnormal cairan/udara.
3. Warna kulit pasien 4. Berikan oksigen tambahan sesuai
 Warna kulit 4. Dapat memperbaiki atau
normal dengan indikasi hasil AGD dan
abnormal ( pucat, mencegah memburuknya
4. Pasien tidak terlihat toleransi pasien.
kehitaman) hipoksia
melakukan nafas cuping
 Diaphoresis hidung
 Pasien tampak 5. Pernafasan pasien
melakukan nafas kembali normal
cuping hidung
 Pernafasan abnormal
(kecepatan, irama)
No. Diagnosa Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional

4 Defisiensi pengetahuan Setelah dilakukan asuhan Mandiri


berhubungan dengan 1. Menjadi data dasar untuk
keperawatan selama …. X 1. Kaji tingkat pengetahuan dan
 Kurang familier 24 jam, diharapkan masalah sumber informasi yang telah memberikan pendidikan
dengan sumber deficit pengetahuan pasien diterima kesehatan dan mengklarifikasi
sumber yang tidak jelas.
informasi dapat teratasi dengan 2. Diskusikan obat pernafasan, efek
 Salah interpretasi criteria hasil : samping dan reaksi yang tidak 2. Penting bagi pasien memahami
informasi. diinginkan. perbedaan antara efek samping

 Kurang pajanan 3. Tunjukkan tehnik penggunaan mengganggu dan merugikan


1. Pasien mengerti tentang 3. Pemberian obat yang tepat
informasi Inhakler
penyakitnya (penyakit meningkatkan keefektifanya
 Keterbatasan kognitif 4. Jelaskan tentang penyakit
Asma) 4. Menurunkan ansietas dan
ditandai dengan individu
2. Pasien tidak cemas lagi dapat menimbulkan perbaikan
DS :
3. Pasien tampak tidak partisipasi pada rencana
 Pasien mengatakan
gelisah pengobatan
tidak mengetahui
Kolaborasi
tentang penyakitnya
5. Rujuk klien ke ahli konseling 5. Informasi yang lengkap
 Pasien mengatakan
sesuai kebutuhan klien mengenai penyakit klien serta
tidak mengerti dengan
rencana terapi atau pengobatan
kondisinya
penting untuk membantu
 …………..
menghilangkan kecemasan
DO :
 Pasien tampak klien terhadap penyakitnya.
bertanya-tanya tentang
penyakitnya
 Pasien tampak
bingung
 Pasien tampak gelisah

…………
D. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan


dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal, diantaranya
bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam
prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien tingkat perkembangan pasien.
Dalam tahap pelaksanaan terdapat dua tindakan yaitu tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi.

E. EVALUASI
1. Ketidakefektifas pola nafas pasien dapat teratasi
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas pasien dapat teratasi
3. Kerusakan pertukaran gas pada pasien dapat teratasi
4. Deficit pengetahuan pasien dapat teratasi

Anda mungkin juga menyukai