Anda di halaman 1dari 20

A.

Anatomi dan fisiologi pernafasan


Sistem pernafasan adalah suatu sistem yang dimulai dari tempat
masuknya udara melalui hidung, hingga udara akan mengalami suatu pertukara
gas di paru-paru, dan dibentuk oleh organ-organ pernapasan.Sistem Pernafasan
meliputi saluran sebagai berikut:

1. Hidung
Merupakan saluran udara pertama yang mempunyai 2 lubang, dipisahkan
oleh sekat hidung. Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berfungsi untuk
menyaring dan menghangatkan udara (Hidayat, 2006).
2. Tekak (faring)
Merupakan persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, terdapat di
dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas
tulang leher. Terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring pada waktu
menelan makanan.
3. Laring (pangkal tenggorok)
Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak
di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke
dalam trakea di bawahnya.
4. Trakea (batang tenggorok)
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri
dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C). Sebelah
dalam diliputi oleh sel bersilia yang berfungsi untuk mengeluarkan benda-
benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan.
Percabangan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina.
5. Bronkus (cabang tenggorokan)
Merupakan lanjutan dari trakea yang terdiri dari 2 buah pada ketinggian
vertebra torakalis IV dan V.
6. Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-
gelembung hawa (alveoli). Alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika
dibentangkan luas permukaannya 90 meter persegi, pada lapisan inilah
terjadi pertukaran udara.
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara yang mengandung
oksigen dan menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa
dari oksidasi keluar dari tubuh. Adapun guna dari pernafasan yaitu mengambil O 2
yang dibawa oleh darah ke seluruh tubuh untuk pembakaran, mengeluarkan CO 2
sebagai sisa dari pembakaran yang dibawa oleh darah ke paru-paru untuk
dibuang, menghangatkan dan melembabkan udara. Pada dasarnya sistem
pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang menghangatkan udara
luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli. Terdapat beberapa
mekanisme yang berperan memasukkan udara ke dalam paru-paru sehingga
pertukaran gas dapat berlangsung. Fungsi mekanis pergerakan udara masuk dan
keluar dari paru-paru disebut sebagai ventilasi atau bernapas. Kemudian adanya
pemindahan O2 dan CO2 yang melintasi membran alveolus-kapiler yang disebut
dengan difusi sedangkan pemindahan oksigen dan karbondioksida antara kapiler-
kapiler dan sel-sel tubuh yang disebut dengan perfusi atau pernapasan internal.
Proses pernafasan :
Proses bernafas terdiri dari menarik dan mengeluarkan nafas. Satu kali
bernafas adalah satu kali inspirasi dan satu kali ekspirasi. Bernafas diatur oleh
otot-otot pernafasan yang terletak pada sumsum penyambung (medulla
oblongata). Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah dapat rangsangan dari
nervus prenikus lalu mengkerut datar. Ekspirasi terjadi pada saat otot-otot
mengendor dan rongga dada mengecil. Proses pernafasan ini terjadi karena
adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru.
Proses fisiologis pernafasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam
jaringan-jaringan dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi
menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya
campuran gas-gas ke dalam dan ke luar paru-paru. Stadium kedua adalah
transportasi yang terdiri dari beberapa aspek yaitu difusi gas-gas antara alveolus
dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dengan sel-
sel jaringan, distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannya
dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus dan reaksi kimia, fisik dari
oksigen dan karbondioksida dengan darah. Stadium akhir yaitu respirasi sel
dimana metabolit dioksida untuk mendapatkan energi dan karbon dioksida yang
terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel akan dikeluarkan oleh paru-
paru (Price, 2005).

B. Definisi
Asma adalah penyakit yang menyebabkan otot-otot di sekitar saluran
bronchial (saluran udara) dalam paru-paru mengkerut, sekaligus lapisan saluran
bronchial mengalami peradangan dan bengkak (Espeland, 2008).
Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi hipersensitif
mukosa bronkus terhadap bahan alergen (Riyadi, 2009).
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh
factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat
karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang
(Almazini, 2012)
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa
saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada
anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan
(Saheb, 2011)
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik
secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society).

C. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan Asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan
dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal
ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang
bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu
lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

D. Klasifikasi
1. Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3
tipe, yaitu :
a. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-
obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
b. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau
bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.
Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik.
2. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap
bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran
nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah
secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
b. Status asmatikus
Suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang
konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan
emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum
bronkodilator (Depkes RI, 2007). Status Asmatikus yang dialami
penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika
bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut
menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran
vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea
dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya
obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya
menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
3. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma
berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
a. Asma Intermiten (asma jarang)
1) gejala kurang dari seminggu
2) serangan singkat
3) gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
4) FEV 1 atau PEV > 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas 20% 30%
b. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
1) gejala lebih dari sekali seminggu
2) serangan mengganggu aktivitas dan tidur
3) gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
4) FEV 1 atau PEV > 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% 30%
c. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
1) gejala setiap hari
2) serangan mengganggu aktivitas dan tidur
3) gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
4) FEV 1 tau PEV 60% 80%
5) PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
d. Asma severe persistent (asma persisten berat)
1) gejala setiap hari
2) serangan terus menerus
3) gejala pada malam hari setiap hari
4) terjadi pembatasan aktivitas fisik
5) FEV 1 atau PEF = 60%
6) PEF atau FEV variabilitas > 30%
4. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan
berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu
kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada
akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal
kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang
ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk
bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi
sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah
tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.
E. Patofisiologi
Adapun faktor penyebab dari asma adalah faktor infeksi dan faktor non
infeksi. Faktor infeksi misalnya virus, jamur, parasit, dan bakteri sedangkan faktor
non infeksi seperti alergi, iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis (Mansjoer,
2000).
Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit, alergi, iritan,
cuaca, kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang reaksi hiperreaktivitas
bronkus dalam saluran pernafasan sehingga merangsang sel plasma
menghasilkan imonoglubulin E (IgE). IgE selanjutnya akan menempel pada
reseptor dinding sel mast yang disebut sel mast tersensitisasi. Sel mast
tersensitisasi akan mengalami degranulasi, sel mast yang mengalami degranulasi
akan mengeluarkan sejumlah mediator seperti histamin dan bradikinin. Mediator
ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga timbul edema
mukosa, peningkatan produksi mukus dan kontraksi otot polos bronkiolus. Hal ini
akan menyebabkan proliferasi akibatnya terjadi sumbatan dan daya konsulidasi
pada jalan nafas sehingga proses pertukaran O2 dan CO2 terhambat akibatnya
terjadi gangguan ventilasi. Rendahnya masukan O2 ke paru-paru terutama pada
alveolus menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan CO2 dalam alveolus atau
yang disebut dengan hiperventilasi, yang akan menyebabkan terjadi alkalosis
respiratorik dan penurunan CO2 dalam kapiler (hipoventilasi) yang akan
menyebabkan terjadi asidosis respiratorik. Hal ini dapat menyebabkan paru-paru
tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas yaitu membuang
karbondioksida sehingga menyebabkan konsentrasi O2 dalam alveolus menurun
dan terjadilah gangguan difusi, dan akan berlanjut menjadi gangguan perfusi
dimana oksigenisasi ke jaringan tidak memadai sehingga akan terjadi hipoksemia
dan hipoksia yang akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis. Pada penderita
asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-
kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu
fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan
asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest.
F. Manifestasi klinis
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan
gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam,
gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu
pernafasan bekerja dengan keras.
Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ),
batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala
tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan.
Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin
banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi
dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi
pada malam hari.

G. Komplikasi
Adapun komplikasi yang timbul yaitu bronkitis berat, emfisema, atelektasis,
pneumotorak, Status asmatikus, Atelektasis , Hipoksemia dan bronkopneumonia.

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto thorak
Pada foto thorak akan tampak corakan paru yang meningkat,
hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik,
atelektasis juga ditemukan pada anak-anak 6 tahun.
b. Foto sinus paranasalis
Diperlukan jika asma sulit terkontrol untuk melihat adanya sinusitis.
2. Pemeriksaan darah
Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret hidung, bila
tidak eosinofilia kemungkinan bukan asma .
3. Uji faal paru
Dilakukan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil provokasi
bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit. Alat
yang digunakan untuk uji faal paru adalah peak flow meter, caranya anak
disuruh meniup flow meter beberapa kali (sebelumnya menarik nafas dalam
melalui mulut kemudian menghebuskan dengan kuat).
4. Uji kulit alergi dan imunologi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara goresan atau tusuk. Alergen yang
digunakan adalah alergen yang banyak didapat di daerahnya.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel. Pemeriksaan
spirometri tdak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.

I. Penatalaksanaan
Penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan
penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan
bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya. Pengobatan pada
asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan non farmakologik:
a. Memberikan penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pemberian cairan
d. Fisiotherapy
e. Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologik :
a. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan :
1) Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin) Nama obat :
a) Orsiprenalin (Alupent)
b) Fenoterol (berotec)
c) Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,
suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose
inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin
Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent,
Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
2) Santin (teofilin)
Nama obat :
a) Aminofilin (Amicam supp)
b) Aminofilin (Euphilin Retard)
c) Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi
cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan
efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada
serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke
pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet
atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya
penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila
minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara
pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan
jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya
muntah atau lambungnya kering).
b. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi
terutama anakanak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat
anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu
bulan.
c. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti
kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari.
Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.

3) Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan (Gaffar, 1999).
Pada tahap ini akan dilaksanakan pengumpulan, pengelompokan dan
penganalisaan data. Pada pengumpulan data akan diperoleh data subyektif
yaitu data yang diperoleh dari keterangan pasien atau orang tua pasien. Data
obyektif diperoleh dari pemeriksaan fisik. Dari data subyektif pada pasien
asma biasanya diperoleh data anak dikeluhkan sesak nafas, batuk, pilek,
nafsu makan menurun, lemah, kelelahan dan gelisah. Dari data obyektif
diperoleh data mengi/wheezing berulang, ronchi, dada terasa tertekan atau
sesak, pernapasan cepat (takipnea), sianosis, nafas cuping hidung dan
retraksi otot dada
a. Riwayat kesehatan masa lalu
1) Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya
2) Kaji riwayat reksi alergi atau sensitivitas terhadap zat/faktor
lingkungan
b. Aktivitas
1) Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernafas
2) Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bentuan
melakukan aktivitas sehari-hari
3) Tidur dalam posisi duduk tinggi
c. Pernapasan
1) Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau
latihan
2) Napas memburuk ketika klien berbaring telentang di tempat tidur
3) Menggunakan alat bantu pernapasan, misal meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
4) Adanya bunyi napas mengi
5) Adanya batuk berulang
d. Sirkulasi
1) Adanya peningkatan tekanan darah
2) Adanya peningkatan frekuensi jantung
3) Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu/sianosis
4) Integritas ego
e. Ansietas
1) Ketakutan
2) Peka rangsangan
3) Gelisah
f. Asupan nutrisi
1) Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan
2) Penurunan berat badan karena anoreksia
g. Hubungan sosial
h. Keterbatasan mobilitas fisik
i. Susah bicara atau bicara terbata-bata
j. Adanya ketergantungan pada orang lain

2. Diagnosa keperawatan :
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
aktual/potensial terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan. Dari
pengkajian yang dilakukan maka didapatkan diagnosa keperawatan yang
muncul seperti : (Carpenito, 2000 & Doenges, 1999)
a. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum/sekret.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap anoreksia akibat
rasa dan bau sputum
c. Kerusakan pertukaran gas berubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen.
e. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk menetap
f. Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan,
kurangnya informasi.

3. Perencanaan keperawatan
Perencanaan merupakan preskripsi untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat
(Doenges, 1999).
Perencanaan diawali dengan memprioritaskan diagnosa keperawatan
berdasarkan berat ringannya masalah yang ditemukan pada pasien (Zainal,
1999). Rencana keperawatan yang dapat disusun untuk pasien asma yaitu:
(Doenges, 1999).
1) Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeabronkial
Tujuan : bersihan jalan nafas efektif
Rencana tindakan :
a) Ukur vital sign setiap 6 jam
Rasional : Mengetahui perkembangan pasien
b) Observasi keadaan umum pasien
Rasional : Mengetahui efektivitas perawatan dan perkembangan
pasien.
c) Kaji frekuensi/ kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tidak
simetris, sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dada
dan/atau cairan paru.
d) Auskultasi area paru, bunyi nafas, misal krekel, mengi dan ronchi
Rasional: Bunyi nafas bronkial (normal pada bronkus) dapat juga
terjadi pada area konsolidasi, krekel, mengi dan ronchi terdengar
pada inspirasi atau ekspirasi pada respon bertahap pengumpulan
cairan, sekret kental dan spasme jalan nafas/obstruksi.
e) Ajarkan pasien latihan nafas dalam dan batuk efektif
Rasional : Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru
atau jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan
jalan nafas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan nafas
pasien.
f) Anjurkan banyak minum air hangat
Rasional : Air hangat dapat memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
g) Beri posisi yang nyaman (semi fowler/fowler)
Rasional : Memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat
serta menurunkan ketidaknyamanan dada.
h) Delegatif dalam pemberian bronkodilator, kortikosteroid, ekspktoran
dan antibiotik
Rasional:Bronkodilator untuk menurunkan spasme
bronkus/melebarkan bronkus dengan memobilisasi sekret.
Kortikosteroid yaitu anti inflamasi mencegah reaksi alergi,
menghambat pengeluaran histamine. Ekspektoran memudahkan
pengenceran dahak, Antibiotik diindikasikan untuk mengontrol infeksi
pernafasan.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler
Tujuan : Ventilasi dan pertukaran gas efektif.
Rencana tindakan :
a) Observasi keadaan umum dan vital sign setiap 6 jam
Rasonal : Penurunan keadaan umum dan perubahan vital sign
merupakan indikasi derajat keparahan dan status kesehatan
pasien.
b) Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku
Rasional: Sianosis menunjukkan vasokonstriksi, hipoksemia
sistemik.
c) Pertahankan istirahat tidur
Rasional: Mencegah terlalu lelah dan menurunkan
kebutuhan/konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan
infeksi.
d) Tinggikan kepala dan sering mengubah posisi
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi
e) Berikan terapi oksigen sesuai indikasi
Rasional : Mempertahankan PaO2
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan suplay dan kebutuhan O2
Tujuan : Aktivitas dapat ditingkatkan
Rencana tindakan :
a) Kaji tingkat kemampuan pasien dalam aktivitas
Rasional : Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi.
b) Jelaskan pentingnya istirahat dan keseimbangan aktivitas dan
istirahat
Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi
untuk penyembuhan
c) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan
suplay dan kebutuhan oksigen.
d) Bantu pasien dalam memilih posisi yang nyaman untuk istirahat
Rasional: Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di
kursi, atau menunduk ke depan meja atau bantal
e) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
Rasional : Keluarga mampu melakukan perawatan secara mandiri
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan produksi sputum
Tujuan : pemenuhan nutrisi adekuat
a) Timbang berat badan setiap hari
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet
b) Beri penjelasan tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
Rasional : Meningkatkan pematangan kebutuhan individu dan
pentingnya nutrisi pada proses pertumbuhan
c) Anjurkan memberikan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : Meningkatkan nafsu makan, dengan porsi kecil tidak
akan cepat bosan
d) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang (batasi pengunjung)
Rasional : Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat menurunkan
stress dan lebih kondusif untuk makan
e) Anjurkan menghidangkan makan dalam keadaan hangat
Rasional : Dengan makanan yang masih hangat dapat merangsang
makan dan meningkatkan nafsu makan
5) Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk
menetap.
Tujuan : Nyeri, berkurang/terkontrol.
Rencana tindakan:
a) Kaji karakteristik nyeri
Rasional : Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa serangan
asma .
b) Observasi vital sign setiap 6 jam
Rasional : Perubahan frekuensi jantung atau tekanan darah
menunjukkan bahwa mengalami nyeri. Khususnya bila alasan lain
untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
c) Berikan tindakan nyaman seperti relaksasi dan distraksi
Rasional : Menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar
efek terapi analgetik
d) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional: Meningkatkan kenyamanan/istirahat umum
6) Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan,
kurangnya informasi
Tujuan: Kecemasan orang tua berkurang/hilang, pengetahuan
orang tua bertambah, orang tua memahami kondisi pasien.
Rencana tujuan :
a) Kaji tingkat pengetahuan orang tua dan kecemasan orang tua
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan yang
dimiliki orang tua dan kebenaran informasi yang didapat
b) Beri penjelasan pada orang tua tentang keadaan, pengertian,
penyebab, tanda gejala, pencegahan dan perawatan pasien.
Rasional : Memberi informasi untuk menambah pengetahuan orang
tua.
c) Jelaskan setiap tindakan keperawatan yang dilakukan
Rasional : Agar orang tua mengetahui setiap tindakan yang
diberikan.
d) Libatkan orang tua dalam perawatan pasien
Rasional : Orang tua lebih kooperatif dalam perawatan.
e) Beri kesempatan pada orang tua untuk bertanya tentang hal-hal
yang belum diketahui
Rasional : Orang tua bisa memperoleh informasi yang lebih jelas.
f) Anjurkan orang tua untuk selalu berdoa
Rasional : Membantu orang tua agar lebih tenang
g) Lakukan evaluasi
Rasoional: Mengetahui apakah orang tua sudah benar-benar
mengerti dengan penjelasan yang diberikan

4. Pelaksanaan keperawatan
Pelaksanaan adalah pngelolaan, perwujudan dari rencana perawatan yang
telah disusun pada tahap kedua untuk memenuhi kebutuhan pasien secara
optimal dan komprehensif. Tindakan keperawatan yang dilaksanakan
disesuaikan dengan perencanaan (Nursalam, 2001).

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada pasien. Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan rencana
tujuan yaitu :
a. Bersihan jalan nafas efektif
b. Ventilasi dan pertukaran gas efektif
c. Aktivitas dapat ditingkatkan
d. Pemenuhan nutrisi adekuat
e. Nyeri berkurang/terkontrol
f. Kecemasan orang tua berkurang/hilang, pengetauan orang tua
bertambah, keluarga memahami kondisi pasien.
Web of Caution (WOC) Asma
Etiologi

Faktor infeksi Faktor non infeksi


Virus (respiratory syntitial virus) Alergi
dan virus parainfluenza Iritan
Bakteri (pertusis dan streptoccus) Cuaca
Jamur (aspergillus) Kegiatan jasmani
Parasit (ascaris) Psikis

Reaksi hiperaktivitas bronkus



Antibody muncul (IgE)

Sel mast mengalami degranulasi

Mengeluarkan mediator (histamin dan bradikinin)

Peningkatan Edema Kontraksi otot


produksi mukus mukosa polos bronkus

Anoreksia Mempermudah proliferasi



Terjadi sumbatan dan daya konsolidasi Batuk, pilek
Perubahan nutrisi Mengi / wheezing
kurang dari Gangguan ventilasi Sesak
kebutuhan tubuh
Hipoventilasi Hiperventilasi Bersihan
jalan nafas
tak efektif
Konsentrasi O2 dalam Konsentrasi CO2 dalam
alveolus menurun alveolus meningkat

Gangguan difusi

Oksigenasi ke jaringan tidak memadai

Gangguan perfusi

Hipoksemia dan hipoksia


Kelelahan Dada terasa
Sianosis Lemah tertekan / sesak,
nyeri dada, nadi
Takipnea meningkat
Gelisah
Nafas cuping hidung Intoleransi
Retraksi otot dada aktivitas Nyeri
Keluarga bertanya tentang
penyakit anaknya
Cemas dan gelisah Kerusakan
pertukaran gas
Ansietas orang tua
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. (2009). Asma Bisa Sembuh atau Problem Seumur Hidup. Diperoleh
tanggal 29 Juni 2009, dari http://www.medicastore.com/asma/

Carpenito, L.J. (2000). Diagnosa keperawatan. (Edisi 6). Jakarta: EGC

Doenges, M.E.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi 3). Jakarta: EGC

Espeland, N. (2008). Petunjuk Lengkap Mengatasi Alergi dan Asma pada Anak.
Jakarta: Prestasi Pustakaraya

Gaffar, L.O.J. (1999). Pengantar Keperawatan Profesional, Jakarta: EGC

Hidayat, A.A.A.(2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Surabaya: Salemba


Medika

Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (Edisi 3), Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius

Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. (Edisi 2). Jakarta: EGC

Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC

Price, S.A & Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi. (Edisi 6). Jakarta: EGC

Riyadi, S. (2009). Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu

Zainal, A.H. (1999). Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta: Yayasan Bunga


Raflesia

Anda mungkin juga menyukai