Disusun oleh
1
TINJAUAN TEORI
1. Definisi
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial yang mempunyai ciri-
ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada
percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulasi seperti
oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi otonomik, dan psikologi (Somantri, 2007).
Asma adalah penyakit imflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh reaksi
hipperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan T-lymphocytes
terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, dan batuk
akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara episodik
berulang (Brunner & Suddarth, 2015).
Penyakit asma merupakan proses imflamasi kronik saluran pernafasan yang
melibatkan banyak sel dan elemennya (GINA, 2017). Asma merupakan suatu
penyakit dengan adanya penyempitan saluran pernapasan yang berhubungan dengan
tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus berupa hiperaktivitas otot
polos dan inflamasi, hipersekresi mukus, edema dinding saluran pernapasan dan
inflamasi yang disebabkan berbagai macam rangsangan (Alsagaff, 2017).
2
a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal adalah saluran udara yang pertama kali memiliki
dua ubang atau kavum nasi yang dipisahkan oleh sekat di hidung (septum nasi).
Dimana didalamnya memiliki bulu-bulu yang memiliki fungsi sebagai penyaring
udara, debu hingga kotoran yang masuk dalam lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak dalam pernafasan adalah area persimpangan yang terjadi
diantara jalan pernafasan dan jalan makanan, hal ini terdapat pada bawah dasar
tengkorak. Pada belakang rongga hidung dan muluh bertepatan pada depan ruas
tulang leher. Relasi faring antara organ-organ lain juga berkesinambungan dengan
rongga hidung, pada depan berhubungan dengan rongga mulut, dan dibawahnya
terdapat dua lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang sebagai lubang
esophagus).
c. Laring
Pangkal pada tenggorokan atau disebut dengan laring adalah saluran udara
yang befungsi sebagai pembentuk suara, hal ini berada tepat didepan faring hingga
ketinggian vertebra servikal hingga masuk dalam trakea di bawahnya. Laring ini
sendiri dapat ditutup oleh empang tenggorokan yang disebut epiglotis terdiri atas
tulang-tulang rawan yang memiliki fungsi sebagaimana waktu kita menelan
makanan dengan menutupi laring.
d. Trakea
Lubang yang berada di tenggorokan atau biasa disebut dengan trakea adalah
lanjuatan dari saluran laring yang terbentuk atas 16 hingga 20 cincin yang terdiri dari
tulang-tulang rawan dengan memiliki bentuk seperti huruf C, pada dalam trakea
diliputi oleh selaput lender yang memiliki bulu getar dengan sebutan sel bersilia, sel
ini hanya bergerak kea rah luar. Trakea ini memiliki panjang dari Sembilan hingga
sebelas sentimeter dan pada belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh
otot-otot polos.
e. Bronkus
Lanjutan dari trakea adalah bronkus yang merupakan cabang dari
tenggorokan. Memiliki dua buah yang didapati pada ketinggian vertebra trokalis IV
dan V. pada bronkus juga memiliki jalan kea rah bawah dan kesamping arah tampuk
paru-paru. Bronkus pada sisi kanan biasanya lebih pendek dan memiliki ukuran lebih
besar dari bronkus kiri, memiliki enam hingga delapan cincin dan memiliki 3
3
cabang. Bronkus kiri ini lebih panjang dan memiliki sisi leih ramping dari bronkus
kanan. Bronkus kiri sendiri memiliki Sembilan hingga dua belas cicin dan memiliki
dua cabang, cabang yang kecil biasa disebut dengan bronkiolus.
f. Paru-paru
Alat tubuh yang terdiri atas gelombang yaitu gelembung hawa atau alveoli ini
memiliki peran penting dalam tubuh manusia, alat tubuh ini biasa disebut dengan
paru-paru. Gelombang alveoli ini memiliki susunan atas sel-sel epitel dan endotel.
Pada lapisan ini juga terdapat pertukaran udara O2 yang masuk dalam darah dan
CO2 yang diluarkan dari drah manusia. Paru-paru memiliki dua bagian yaitu kanan
dan kiri. Pada paru-paru kanan memiliki tiga lobus yaitu lobus pulmo dekstra
superior, lobus media, dan lobus inferior. Sedangkan pada paru-paru kiri memiliki
sinistra lobus superior dan lobus inferior. Posisi paru-paru ini terdapat pada rongga
dada atau kavum mediastinum. Dimana letaknya persis di depan jantung. Paru-paru
ini memiliki bungkus berupa selaput yang disebut pluera. Pluera sendiri dapat dibagi
menjadi dua yaitu pluera visveral atau selaput paru yang langsung membungkus
paru-paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah
luar. Keadaan normal paru-paru dapat berkembang kempis dan terdapat sedikit
cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukannya (pleura),
menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan
bernapas,
3. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2016), Ada beberapa yang merupakan faktor presdiposisi
dan presipitasi timbulnya serangan asma yaitu :
a. Faktor Presdisposisi
Berupa Genetik dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya,
meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
yang menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat penyakit ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit asma jika terpapar dengan faktor pencetus.
Selain itu hipersensitifitas saluran pernapasan juga bisa
diturunkan.
4
b. Faktor Presipitasi
Fakor Pertama Alergen dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis
yaitu:
a) Inhalan yaitu yang masuk melalui saluran pernapasan misalnya debu,
bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi.
b) Ingesti yaitu yang masuk melalui mulut misalnya makanan-minuman
dan obat-obatan,
c) Kontaktan yaitu yang masuk melalui kontak dengan kulit misalnya
perhiasan, logam dan jam tangan (Mansjoer, 2014).
Faktor Kedua Perubahan Cuaca, cuaca lembab dan hawa pegunungan
yang dingin sering mempengaruhi asam. Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan
debu (Rachmawati, 2013).
Faktor Ketiga Stress, stress atau gangguan emosi menjadi pencetus
serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah
ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma
yang alami stres perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya, jika stresnya belum diatasi maka gejala asma belum bisa diobati
(Smeltzer & Bare, 2016)
Faktor Keempat Lingkungan, lingkungan sekitar misalnya rumah,
apakah rumahnya dekat dengan pabrik, jalan raya, atau dekat dengan
pembuangan limbah itu juga dapat menimbulkan polusi, sehingga lingkungan
juga merupakan pencetus penyebab penyakit asma dapat kambuh.
Lingkungan yang bersih, tidak kumuh, pencahayaan yang cukup, ventilasi
yang memadahi dapat memperlancar untuk pertukaran oksigen sehingga
penderita asma dapat menghirup udara yang bersih (Mansjoer, 2014).
Faktor Kelima Olah raga atau aktivitas yang berat, sebagian besar
penderita asma akan mendapat serangan asma jika melakukanaktifitas
jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.
5
4. Klasifikasi
Menurut GINA, tahun 2017 Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahannya
dibagi menjadi empat yaitu :
a. Step 1 (Intermitten)
Gejala perhari ≤ 2X dalam seminggu. Nilai PEF normal dalam kondisi
serangan asma. Exacerbasi: Bisa berjalan ketika bernapas, bisa mengucapkan
kalimat penuh. Respiratory Rate (RR) meningkat. Biasanya tidak ada gejala
retraksi dinding dada ketika bernapas. Gejala malam ≤ 2X dalam sebulan. Fungsi
paru PEF atau PEV 1 Variabel PEF ≥ 80% atau < 20%
b. Step 2 (Mild Intermitten)
Gejala perhari ≥ 2X dalam seminggu, tapi tidak 1X sehari. Serangan asma
diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi: membaik ketika duduk, bisa
mengucapkan kalimat frase, RR meningkat, kadang-kadang menggunakan
retraksi dinding dada ketika bernapas. Gejala malam ≥ 2X dalam sebulan. Fungsi
paru PEF tau PEV1 Variabel PEF ≥ 80% ATAU 20%-30%
c. Steep 3 (Moderate Persistent)
Gejala perhari bisa setiap hari, serangan asma diakibatkan oleh aktivitas
Exaserbasi: Duduk tegak ketika bernapas, hanya dapat mengucapkan kata per
kata, RR 30x/menit, biasanya menggunakan retraksi dinding dada ketika
bernapas. Gejala malam ≥ 1X seminggu. Fungsi paru PEF atau PEV1 Variabel
PEF 60%-80% atau > 30%
d. Step 4 (Severe Persistent)
Gejala perhari, sering dan aktivitas fisik terbatas. Eksacerbasi: Abnormal
pergerakan thoracoabdominal. Gejala malam sering muncul. Fungsi paru PEF
atau PEV1 Variabel PEF ≤60% atau >30% Menurut Francis (2008), asma aku
dapat diklarifikasikan kedalam tiga kelompok sebagai berikut:
1) Ringan sampai sedang: mengi atau batuk tanpa distress berat, dapat berbicara
atau mengobrol secara normal, nilai aliran pendek lebih dari 50% nilai terbaik.
2) Sedang sampai berat: mengi atau batuk dengan distress, berbicara dalam
kalimat atau frasa pendek, nilai aliran puncak kurang dari 50% dan beberapa
derajat saturasi oksigen jika diukur dengan oksimetri nadi. Didapatkan nilai
saturasi 90% - 95% jika diukur dengan oksimetri nadi perifer.
6
3) Berat, mengancam nyawa: Distress pernapasan berat, kesulitan berbicara,
sianosis, lelah dan bingung, usaha respirasi buruk, sedikit mengi (silent chest)
dan suara napas lemah, takipnea, bradikardi, hipotensi, aliran puncak kurang dari
30% angka prediksi atau angka terbaik, saturasi oksigen kurang dari 90%. Jika
diukur dengan oksimetri perifer.
5. Patofisiologi
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain
alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut. Asma dapat
terjadi dalam 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom. Jalur imunologis
didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi hipersensitivitas tipe 1 (tipe alergi),
terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah
besar, golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat
pada permukaan sel mast pada intestitial paru, yang berhubungan erat dengan
bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup allergen, terjadi fase
sensitisasi, antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini
berdegenerasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang
dikeluarkan adalah histamin, leukotrein, faktor kemotaktik eosinofil dan bradikinin.
Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil,
sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, sehingga menyebabkan
inflamasi saluran napas. Pada alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera
yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan
respon terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja merupakan respon
terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos
bronkus. Pada fase lambat, reaksi
terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen dan bertahan selama 16-24 jam, bahkan
kadang-kadang sampai beberapa minggu.
Sel-sel eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC)
merupakan sel-sel kunci dalam patogenesis asma. Pada jalur saraf otonom, inhalasi
alergen akan mengaktifkan sel mast dan makrofag alveolar, nervus vagus dan
mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan reflek bronkus,
sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan
membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke
7
dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi asma dapat terjadi tanpa
melibatkan sel mast misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut
dan
SO2.
Pada keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui reflek saraf. Ujung saraf
eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik
senyawa P, neuropeptida A dan Calcito-min Gene-Related Peptide (CGRP).
Neuropeptida itulah yang dapat menyebabkan terjadinya bronkokontriksi, edema
bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivitas sel-sel inflamasi.
Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hiperaktivitas bronkus
tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter objektif
beratnya hiperaktivitas bronkus. Berbagai cara digunakan untuk mengukur
hiperaktivitas bronkus tersebut, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi
udara dingin, maupun inhalasi zat non spesifik (Rengganis, 2008).
8
6. Pathway
8. Prognosis
Prognosis asma dipengaruhi oleh respon terapi, kepatuhan terapi, teknik
penggunaan inhaler, derajat keparahan asma, dan frekuensi eksaserbasi. Asma telah dikaitkan
dengan berbagai komplikasi, termasuk peningkatan angka mortalitas.
9. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas
hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari (Nurarif dan Kusuma, 2015). Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) membagi
penanganan serangan asma menjadi dua, tatalaksana di rumah dan di rumah sakit. Pada panduan
pengobatan di rumah, disebutkan terapi awal berupa inhalasi -agonis kerja pendek hingga 3x
dalam satu jam. Kemudian pasien atau keluarganya diminta melakukan penilaian respons untuk
penentuan derajat serangan yang kemudian ditindaklanjuti sesuai derajatnya. Pada awal serangan
dapat diberikan bronkodilator saja. Apabila belum membantu, dapat ditambahkan steroid oral.
Bila hal ini juga tidak berhasil, bawa segera ke klinik atau rumah sakit. Bila 36 serangannya
sedang, langsung berikan bronkodilator dan steroid. Sedangkan jika serangannya berat, langsung
bawa ke rumah sakit.
10
Terapi asma secara optimal meliputi 4 komponen yaitu terdiri dari: (Widagdo, 2014)
1. Terapi medikamentosa dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan derajat keparahan
penyakit dengan parameter:
a. Frekuensi keluhan pada siang hari
b. Frekuensi keluhan pada malam hari
c. Derajat obstruksi aliran udara menurut pengukuran dengan spirometri, dan
d. PEF (Peak Expiratory Flow) atau FEV1 (Forced Expiratory Volume in 1 sec) dalam
% dari normal, yaitu terdiri dari derajat ringan intermiten (step1), ringan persisten
(step2), sedang persisten (step3), dan asma berat persisten (step4).
Pada anak < 5 tahun karena pengukuran masih sulit dilakukan maka parameter
klasifikasi hanya berdasar atas keluhan saja. Tujuan utama dari terapi ialah
identifikasi dan mengobati semua asma persisten dengan obat pengendali anti-
inflamasi “antiinflamation controller medication”. Obat yang dipakai ialah
kortikosteroid inhalasi (ICS), kortikosteroid oral (OSC), leukotriene pathway
modifier (LPM) atau sustained-release theophylline (SRT), long-acting-ß-agonist
(LABA), dan shortacting-ß-agonist (SABA). Adapun penggunaannya adalah ICS 37
untuk asma semua tingkatan kecuali ringan intermiten. LPM atau SRT (untuk anak
>5 tahun) adalah untuk alternatif pengendalian asma ringan persisten. Asma sedang
persisten pada anak besar dan dewasa dapat diberikan ICS dosis sedang, atau
digabung dengan LABA atau LPM atau SRT. Asma berat persisten harus mendapat
ICS dosis tinggi, LABA, dan OCS bila perlu diberikan secara rutin. Asma ringan
intermiten tidak perlu diberikan terapi pengendali setiap hari. SABA dapat
dianjurkan sebagai obat penghilang cepat (quick-reliever) dan pretreatment exercise
untuk asma semua derajat. Asma kambuhan biasanya langsung akut/ subakut dengan
gejala memburuk secara progresif disertai obstruksi saluran napas yang dapat bersifat
ekstensif dan mengancam keselamatan hidup.
Penanganan awal adalah dengan pemberian inhalasi SABA 3 kali dalam 1 jam
sebagai “rescue” program dari NAEPP, obat lini pertama untuk gejala asma dan
asma kambuhan, dengan dosis dan frekuensi pemberian yang meningkat dapat
11
meningkatkan aliran darah paru melalui daerah yang mengalami obstruksi dan
kurang oksigenasi. Bila pemberian SABA tidak direspon (disebut sebagai status
asmatikus) maka asma kambuhan bersifat progresif dan berat tersebut harus segera
diberi oksigen dan dilakukan dengan monitoring secara ketat untuk mengantisipasi
komplikasinya yaitu atelektasis dan kebocoran udara dalam toraks seperti
pneumomediastinum dan pneumotoraks. Pada umumnya pasien 38 tersebut
mengalami perbaikan dengan terapi berupa pemberian bronkodilator dan
kortikosteroid sistemik yang dilakukan secara frekuen.
2. Pengendalian faktor yang memengaruhi beratnya asma, yaitu dengan menghilangkan atau
mengurangi faktor lingkungan yang bermasalah, dan mengobati penyakit penyerta berupa
rinitis, sinusitis, dan refluks gastroesofagus.
3. Melakukan asesmen dan memonitor secara teratur, yaitu check up teratur setiap 2-4 minggu
sampai kondisi optimal tercapai, dan mempertahankan kondisi optimal tersebut dalam waktu
sampai 2-4 tahun, dan sementara itu dilakukan monitoring terhadap fungsi paru.
4. Edukasi pasien Peran edukasi pasien/ keluarga adalah penting untuk keberhasilan
penatalaksanaan asma. Edukasi adalah ditujukan agar pasien/ keluarga mempunyai
kemampuan:
a. Memahami penyebab dari asma
b. Memahami mekanisme terjadinya penyakit
c. Mengenali gejala penyakit asma
d. Memahami akibat lanjut dari gejala penyakit asma
e. Memahami faktor pemicu terjadinya asma
f. Memahami cara menghindari atau meniadakan faktor pencetus asma 39
g. Memahami penatalaksanaan asma
h. Memberikan obat bila terjadi kekambuhan asma sesuai petunjuk
i. Mematuhi petunjuk termasuk pemberian obat dan tindak lanjut
j. Memahami hal-hal terkait dengan perkembangan penyakit
12
10. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada asma bronkial menurut Muttaqin (2012), yaitu sebagai
berikut :
a. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri) Pengukuran ini dilakukan sebelum dab sesudah
pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FEC
sebanyak lebih dari 20% menunjukan diagnosis asma.
b. Tes Provokasi Bronkus Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV
sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari 23
maksimum dianggap bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
c. Pemeriksaan Kulit Untuk menunjukan adanya antibodi lgE hipersensitif yang
spesifik dalam tubuh.
d. Pemeriksaan Laboratorium
1. Analisa Gas Darah (AGD)
2. Sputum
3. Sel eosinofil
4. Pemeriksaan darah rutin dan kimia
5. Pemeriksaan Radiologi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Kresnayan, M.M. Karakteristik Asma pada Anak di Puskesmas I Denpasar Timur. 2019-
2021.
Manese, M. Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Riwayat Serangan pada Penderita
Asma. Kabupaten Minahasa Selatan. Vol. 9. No 2. 2021.
Afgani, A. Q. Diagnosis dan Manajemen Terapi Asma. Vol. 18. No. 2. 2020.
14
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.S DENGAN
DIAGNOSA ASMA BRONKHIAL
15
RDK RUANG ANAK
MEI 2023
16
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Hari/Tanggal/Jam Pengkajian : 1 April 2023, jam 22.00
1. Identitas Pasien
Nama : An S
Usia/tangga lahir : 10th 8 bln
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jl Nusa Rancamanyar Baleendah
Suku/bangsa : Sunda
Status perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Diagnosa medis : Asma
No. Medical Record : 274511
Tanggal masuk RS : 1 April 2023
2. Penanggung Jawab
Nama : Ny D
Usia : 36th
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Hub. dengan Pasien : Ibu Kandung
Alamat : Jl Nusa Rancamanyar Baleendah
17
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ibu klien mengatakan anaknya sesak nafas sejak ± 1 jam SMRS, keluhan dirasakan secara
tiba – tiba saat klien berbuka puasa. Sesak tidak membaik dengan istirahat, Ibu klien
mengatakan 2 hari sebelum SMRS klien mengeluh batuk berdahak dan pilek. Kemarin
sore ibu klien memberikaan obat bodrexine tetapi saat malam hari bangun tidur wajah
dan kedua mata bengkak.
Ttv saat datang ke igd S : 36,7 Hr: 88x/m Rr : 28x/m Sp0²: 87% tanpa oksigen. Setelah
dilakukan tindakan pemasangan oksigen 3 liter dan nebulizer extra velutin selama 15
menit. Setelah dilakukan tindakan hasil observasi ttv sbb S 36,5 Hr : 92x/m Rr:28x/m
sp0² : 96% on NC 3lpm.
Pada pukul 22.00 wib klien tiba diruang anak. Pada saat klien tiba diruangan perawat
melakukan timbang terima, pengkajian, dan melakukan pemeriksaan tanda – tanda vital
dengan hasil S: 36,4 Hr 100x/m Rr: 30X/m Td 90/60 MmHg Sp02 94% on air setelah
dipasangkan oksigen 2 lpm saturasi klien menjadi 96%.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Ibu klien mengatakan anaknya memiliki riwayat asma sejak usia 8 tahun. Sesak dirasakan
terakhir ± 6 bulan yang lalu, keluhan muncul terutama saat cuaca dingin.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu klien mengatakan di keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan.
e. Riwayat Alergi
Ibu klien mengatakan anaknya mempunyai riwayat alergi cuaca dingin.
f. Riwayat Imunisasi
Pada saat dikaji ibu klien mengatakan bahwa anaknya telah mendapatkan riwayat
imunisasi lengkap.
Jenis Usia
BCG 0 bln
DPT-1 2 bln
DPT-2 3 bln
18
DPT-3 4 bln
POLIO-1 0 bln
POLIO-2 2 bln
POLIO-3 3 bln
POLIO-4 4 bln
HEPATITIS-1 0 bln
HEPATITIS-2 1 bln
HEPATITIS-3 6 bln
CAMPAK 9 bln
19
c) Support System dan Dukungan
klien mengatakan selalu dapat dukungan dan support dari keluarganya dan kerabat
yang selalu ada dan keluarga yang menjenguk secara bergantian. Dukungan
keluarga menjadi motivasi pada pasien untuk segera sembuh dan segera pulang agar
bisa berkumpul dengan keluargnya. Pasien merasa cukup memperoleh dukungan
spiritual dari RS dengan jelasnya adzan bila waktunya sholat dan dapat langsung
menjadi makmum walaupun dalam kondisi di tempat tidur sehingga tidak perlu
menghadirkan rohaniawan.
Minum
Frekuensi 8 gelas/hari 8 gelas / sesuai pasien
Jenis Air putih Air putih
Jumlah + 900cc + 800cc/hari
Keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
2. Eliminasi
BAB
Frekuensi 1 kali sehari 1 kali
Konsistensi lembek lembek
Bau Khas Khas
Warna Kuning Kuning
Keluhan Tidak ada masalah Tidak ada masalah
20
BAK
Frekuensi 2-3 kali/hari 780 cc/24 jam
Warna kuning jernih kuning jernih
Bau khas khas
Keluhan tidak ada masalah tidak ada masalah
3. Istirahat Tidur
Siang 1-2 jam 1-2 jam
Malam 6-8 jam Tidak 6-8 jam
Keluhan ada
Sering terbangun
4. Personal Hygiene
Mandi Mandi 2x sehari Mandi 2x sehari
Keramas Keramas 1 x sehari Keramas 1 x sehari
Gosok gigi Gigi pasien tidak tampak Gigi pasien tidak
Keluhan kotor, pasien tampak kotor, pasien
tidak bau badan, rambut tidak bau badan, rambut
pasien lengket dan kusam. pasien lengket dan kusam.
Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
5 Aktifitas Pasien mengatakan Istirahat, aktivitas
Melakukan aktifitas sehari- dibantu perawat dan
hari secara mandiri keluarga.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum Pasien
Penampilan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis GCS 15 ( E4 M6 V5)
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Respirasi : 30 x/menit
21
Suhu : 36,5°C
SPO2 :94%
Status Antropometri
BB : 33,5 kg
TB : 142 cm
BMI : 16.4
e. Sistem Pencernaan
22
Warna bibir kemerahan, mukosa bibir lembab, gigi tampak bersih, jumlah gigi lengkap,
reflek menelan (+), tidak ada pembesaran tonsil, lidah berwarna merah muda, abdomen
datar, bising usus 7x/menit, tidak teraba adanya pembesaran hati dan limfa.
f. Sistem Integumen
Rambut bersih berwarna hitam dan tidak rontok, tidak ada lesi, saat dipalpasi tidak ada
nyeri tekan dan tidak ada massa, turgor kulit kembali >2 detik, kuku bersih.
g. Sistem Persyarafan
Kesadaran composmentis, sadar penuh, orientasi terhadap orang dan waktu baik, terlihat
pada saat anak diberikan pertanyaan anak menjawab dengan benar dan tepat. Nilai GCS
15, E =4 ( klien dapat membuka mata secara spontan, M=6 (klien mampu menggerakan
tangannya sesuai perintah), V=5 (klien dapat berbicara dan menjawab pertanyaan dengan
baik), test fungsi nervus cranial ( Nervus I (olfactorius) : Klien dapat membedakan bau
kopi dan minyak kayu putih dengan mata tertutup. Nervus II (optikus) : Klien dapat
membaca papan nama perawat dengan jarak ±30 cm. Nervus III,IV,VI
(okulomotorius,trochlearis,abdusen) : Klien dapat mengikuti bola mata ke segala arah,
ukuran pupil isokor, reflek pupil miosis terkena cahaya, serta dapat membuka dan
menutup mata denagan baik tanpa bantuan. Nervus V (trigeminus) : Klien dapat
mengunyah makanan dengan baik. Nervus VII (facialis) : Klien dapat membedakan rasa
manis dan asin. Nervus VIII (auditorius) : Klien dapat mendengarkan bunyi garputala.
Nervus IX (glasofaringeus) : Klien mempunyai reflek muntah yang baik. Nervus X
(vagus) : Reflek menelan Klien baik dan uvula bergetar saat Klien bilang “ahh”. Nervus
XI (assesoris) : Klien mampu menahan tahanan saat menoleh ke samping kanan dan kiri.
Nervus XI (hypoglassus) : Klien mampu menggerakkan lidahnya ke kanan/kiri dan ke
atas/bawah ).
h. Sistem Reproduksi
Pada saaat dikaji tidak ada kelaina bawaan.
i. Sistem Muskuloskeletal
- Ekstremitas Atas
Bentuk kedua tangan simetris, pergerakan tidak terbatas, tidak ada oedema, tidak ada
nyeri tekan, tidak ada lesi, klien terpasang infus D 4:1 12 tts/menit micro di tangan
sebelah kanan, kekuataan otot 5/5 reflek bisep(+) trisep(+).
23
-Ektremitas Bawah
Bentuk kedua kaki simetris, pergerakan tidak terbatas, tidak ada oedema, tidak ada nyeri
pada tulang dan persendian, kekuatan otot 5/5, reflek pattela (+).
C. Aktivitas/mobilitas fisik
Rekreasi
D. Tes diagnostic
Laboratorium : terlampir
24
Swab Rapid Negative
Antigen
RO foto :
Terapi obat
2 Cinam IV 4x1gr
3 MP IV 2x125mg
25
5 Ambroxol PO 3x1 tab
6 Cetirizine PO 1x1tab
26
Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola nafas tidak efektif
ANALISA DATA
edema mukosa,sekresi
produktif,kontraksi otot
polos meningkat
penyempitan/
27
obstruksinroksimal dari
bronkus pada tahap Bersihan jalan
ekspirasi dan inspirasi nafas tidak
efektif
mucus
berlebihan,batuk,wheez
ing,sesak nafas
factor pencetus
Pola nafas tidak
DS: ibu pasien mengatakan anaknya mengeluh ( bodrexine dan cuaca efektif
batuk. dingin )
DO :
antigen yang terikat
KU: Sakit Sedang kes : cm, batuk
immunoglobin E pada
berdahak(+), terdapat secret, kedua lubang
permukaan sel mast
simetris, tidak tampak pernapasan cuping
atau basophil
hidung.
TTV
TD : 90/60 mmHg mengeluarkan
S : 36.5 mediator:
N : 105 x/menit histamine,platelet,bradi
RR : 25 x/menit kinin,DLL
SpO2 : 96%
Terpasang O2 2 Lpm /NC
28
permiabilitas kapiler
meningkat
edema mukosa,sekresi
produktif,kontraksi otot
polos meningkat
penyempitan/
obstruksinroksimal dari
bronkus pada tahap
ekspirasi dan inspirasi
mucus
berlebihan,batuk,wheez
ing,sesak nafas
penyempitan jalan
pernafasan
frekuensi nafas
29
30
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
N DIAGNOSA Tujuan dan Kriteria Intervensi
O KEPERAWATAN Hasil (SIKI)
(SLKI)
1 Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen jalan napas
efektif selama 3x24jam diharapkan bersihan jalan Observasi
napas meningkat dengan kriteria hasil : Identifikasi kemampuan batuk
Batuk efektif meningkat Monitor adanya retensi sputum
Produksi sputum menurun Monitor tanda dan gejala infeksi saluran
Mengi menurun napas
Wheezing menurun Monitor input dan output cairan (missal
Meconium (pada neonatus) menurun jumlah dan karakteristik
Dispneu menurun Terapeutik
Sulit bicara menurun head, tilt, dan chin lift (jaw thrust jika
curiga trauma servikal)
Sianosis menurun
Posisi semi fowler atau fowler
Gelisah menurun
Berikan minum air hangat
Frekuensi napas membaik
Lakukan fisioterapi, jika perlu
Pola napas membaik
Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
31
Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotraceal
Kelurkan sumbatan benda pada dengan
porsep Mc Gill
Berikan oksigen, bila perlu
Edukasi:
Anjurkan asupan cairan …. ml/hari, jika
tidak ada kontraindikasi
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
32
□ Deformitas tulang dada □ Tanda-tanda vital dalam rentang normal □ Monitor status neurologi
□ Tidak ada sianosis □ Monitor perubahan warna kulit
□ Gangguan neuromuskuler
□ Tidak menunjukkan penggunaan otot□ Monitor penggunaan otot pernapasan
□ Gangguan neurologis pernapasan □ Lakukan pemeriksaan AGD sesuai
□ Imaturitas neurologis □ Pasien tenang kebutuhan
Jalan napas paten □ Monitor cairan
□ Penurunan energi
□ Posisikan pasien dan kepala sesuai
□ Obesitas dengan kebutuhan (30◦-90◦) untuk mendapatkan
ventilasi yang adekuat
□ Posisi tubuh yang
menghambat ekspansi paru □ Berikan oksigen sesuai kebutuhan
□ Ciptakan lingkungan yang aman dan
□ Sindrom hipoventilasi
nyaman
□ Kerusakan inervasi diafragma □ Pertahankan kepatenan jalan napas
□ Evaluasi ketiadaan responpasien untuk
□ Cedera pada medulla spinalis
menentukan Tindakan yang tepat
□ Efek agen farmakologis kolaborasi :
33
□ Penggunaan otot bantu napas mengenai Tindakan yang telah disarankan
□ Ortopnea
□ Tekanan ekspirasi
34
HARI / JAM IMPLEMENTASI EVALUASI PJ
TGL
1 April 22.00- Diagnosa: Bersihan jalan napas tidak Diagnosa: Bersihan jalan napas tidak efektif
2023 07.00 efektif 22.00
Pkl 22.00 22.00 WIB WIB
Orientasi terhadap pasien S : ibu klien mengatakan anaknya batuk(+)
Memperkenalkan nama O : klien tampak bedrest, lemas.
Bina trust
A : Bersihan jalan nafas tidak efektif
Mengukur tanda-tanda vital
P : lanjutkan intervensi
Mengkaji kenyamanan pasien
Obs ttv
Memberikan terapi nebulizer
anjurkan untuk minum air hangat
anjurkan untuk diberikan penghangat pada dada dan punggung
24.00 WIB
berikan terapi nebulizer
Memberikan Obat Cinam 1 gr
ajarkan batuk efektif
I : - mengobservasi ttv
06.00 WIB
menganjurkan untuk minum air hangat
Memberikan nebu ventolin/8jam
menganjurkan untuk memberikan (minyak telon) di dada
Mengkaji tanda tanda vital :
dan di punggung secara merata
TD : 90/60 mmHg
memberikan terapi nebulizer sesuai jadwal
N : 100x/menit
mengajarkan batuk efektif
RR : 30X/menit
E : batuk (+) dahak masih sulit dikeluarkan
S : 36,4
35
TTV :
TD : 90/60 mmHg
N : 100x/menit
RR : 30X/menit
S : 36,4
R : lanjutkan intervensi
-Anjurkan untuk minum air hangat
-Ajarkan untuk melakukan batuk efektif
Diagnosa: Pola nafas tidak efektif
22.00 Diagnosa: Pola nafas tidak efektif
Orientasi terhadap pasien 22.00
Memperkenalkan nama WIB S :
Bina trust S : ibu klien mengatakan anaknya sesak (+)
Mengkaji Sesak
O : klien tampak sesak spo2 94%
Mengukur tanda-tanda vital
A : Pola nafas tidak efektif
Mengkaji kenyamanan pasien
P : lanjutkan intervensi
Memberikan terapi oksigen 1
Obs ttv
lpm NC
Atur posisi pasien semi-fowler atau fowler
I : - mengobservasi ttv
mengatur posisi pasien semi-fowler atau fowler
E : sesak (+)
36
TTV :
TD : 90/60 mmHg
N : 100x/menit
RR : 30X/menit
S : 36,4
R : lanjutkan intervensi
2 April 2023 07.00- Diagnosa: Bersihan jalan napas tidak Berikan terapi O2 NC (2 Lpm)
14.00 efektif
07.00 WIB Diagnosa: Bersihan jalan napas tidak efektif
Mengkaji Sesak 07.00
Memantau keadaan pasien WIB S :
Memberikan Cinam dan MP S : ibu px mengatakan anaknya batuk(+)
125mg pkl 12.00
Memberikan nebulisasi ventolin
O : klien tampak bedrest, lemas.
pkl 14.00
Edukasi minum air hangat dan
A : Bersihan jalan nafas tidak efektif
batuk efektif
P : lanjutkan intervensi
Edukasi cuci tangan
Obs ttv
anjurkan untuk minum air hangat
anjurkan untuk diberikan penghangat pada dada dan punggung
berikan terapi nebulizer
37
ajarkan batuk efektif
I : - mengobservasi ttv
menganjurkan untuk minum air hangat
menganjurkan untuk memberikan (minyak telon) di dada
dan di punggung secara merata
memberikan terapi nebulizer sesuai jadwal
mengajarkan batuk efektif
R : lanjutkan intervensi
-Anjurkan untuk minum air hangat
2 April 2023 07.00- -Ajarkan untuk melakukan batuk efektif
Diagnosa: Pola nafas tidak efektif
14.00 07.00 - posisikan semi-fowler atau fowler
38
Mengkaji kenyamanan pasien WIB S :
Memberikan terapi oksigen 1 lpm S : ibu px mengatakan anaknya sesak (+)
NC O : klien tampak sesak spo2 96%
A : Pola nafas tidak efektif
P : lanjutkan intervensi
Obs ttv
Atur posisi pasien semi-fowler atau fowler
I : - mengobservasi ttv
mengatur posisi pasien semi-fowler atau fowler
E : sesak (+)
TTV :
TD : 90/60 mmHg
N : 100x/menit
RR : 28X/menit
S : 36,4
R : lanjutkan intervensi
Berikan terapi O2 NC (2 Lpm)
39
Mengkaji kenyamanan pasien O : klien tampak bedrest, lemas.
Meberikan edukasi posisi A : Bersihan jalan nafas tidak efektif
duduk semi fowler P : lanjutkan intervensi
Memberikan nebulisasi ventolin Obs ttv
S : 36,3
R : lanjutkan intervensi
40
-Anjurkan untuk minum air hangat
-Ajarkan untuk melakukan batuk efektif
2-04-2023 14.00- Diagnosa: Pola nafas tidak efektif - posisikan semi-fowler atau fowler
21.00 14.00
Mengkaji Sesak Diagnosa: Pola nafas tidak efektif
Mengukur tanda-tanda vital 14.00
Mengkaji kenyamanan pasien WIB :
Memberikan terapi oksigen 1 lpm S : ibu px mengatakan anaknya sesak (+)
NC
O : klien tampak sesak spo2 96%
A : Pola nafas tidak efektif
P : lanjutkan intervensi
Obs ttv
Atur posisi pasien semi-fowler atau fowler
I : - mengobservasi ttv
mengatur posisi pasien semi-fowler atau fowler
E : sesak (+)
TTV :
TD : 90/60 mmHg
N : 102x/menit
RR : 26X/menit
S : 36,3
R : lanjutkan intervensi
41
2-04-2023 21.00– Diagnosa: Bersihan jalan napas tidak Berikan terapi O2 NC (2 Lpm)
07.00 efektif
21.00 WIB Diagnosa: Bersihan jalan napas tidak efektif
Mengkaji Sesak
Memantau keadaan pasien 21.00
Memantau TTV pasien WIB S :
22.00 WIB S : ibu px mengatakan anaknya batuk(+)
Memberikan nebulisasi O : klien tampak bedrest, lemas.
ventolin
A : Bersihan jalan nafas tidak efektif
24.00 WIB
P : lanjutkan intervensi
Memberikan Obat Cinam 1 gr
Obs ttv
dan MP 125mg
anjurkan untuk minum air hangat
anjurkan untuk diberikan penghangat pada dada dan punggung
06.00
berikan terapi nebulizer
Memberikan Obat Cinam 1 gr
ajarkan batuk efektif
Memberikan edukasi minum air
mengobservasi ttv
hangat
menganjurkan untuk minum air hangat
menganjurkan untuk memberikan (minyak telon) di dada
dan di punggung secara merata
memberikan terapi nebulizer sesuai jadwal
mengajarkan batuk efektif
E : batuk (+) dahak(+)
42
TTV :
TD : 90/60 mmHg
N : 98x/menit
RR : 22X/menit
S : 36,5
Spo²: 98%
R : lanjutkan intervensi
Anjurkan untuk minum air hangat
2-04-2023 21.00– Diagnosa: Pola nafas tidak efektif Ajarkan untuk melakukan batuk efektif
07.00 21.00 wib posisikan semi-fowler atau fowler
Orientasi terhadap pasien
Memperkenalkan nama Diagnosa: Pola nafas tidak efektif
Bina trust 21.00wib
Mengkaji Sesak S : ibu px mengatakan anaknya sesak sudah berkurang
Mengukur tanda-tanda vital
O : klien sesaknya sudah berkurang spo2 98%
Mengkaji kenyamanan pasien
A : Pola nafas tidak efektif
Memberikan terapi oksigen 1 lpm
P : lanjutkan intervensi
NC
Obs ttv
Atur posisi pasien semi-fowler atau fowler
I : - mengobservasi ttv
mengatur posisi pasien semi-fowler atau fowler
43
E : sesak berkurang
TTV :
TD : 90/60 mmHg
N : 98x/menit
RR : 22X/menit
3-04-2023 07-00- Diagnosa: Bersihan jalan napas tidak S : 36,5
14.00 efektif Spo²: 98%
07.00 WIB R : lanjutkan intervensi
Melakukan pengkajian sesak Diagnosa: Bersihan jalan napas tidak efektif
secara komprehensif S : ibu px mengatakan anaknya batuk berkurang
(PQRST) O : klien tampak bedrest
Observasi reaksi nonverbal dari A : Bersihan jalan nafas tidak efektif
Ketidaknyamanan P : lanjutkan intervensi
mengajarkan teknik batuk Obs ttv
efektif anjurkan untuk minum air hangat
Tingkatkan istirahat anjurkan untuk diberikan penghangat pada dada dan punggung
Monitor vital sign dan nebulisasi berikan terapi nebulizer
Edukasi pemberian obat ajarkan batuk efektif
I : - mengobservasi ttv
menganjurkan untuk minum air hangat
menganjurkan untuk memberikan (minyak telon) di dada
dan di punggung secara merata
44
3-04-2023 07.00- Diagnosa: Pola nafas tidak efektif memberikan terapi nebulizer sesuai jadwal
14.00 07.00 mengajarkan batuk efektif
Orientasi terhadap pasien E : masalah teratasi
Mengkaji Sesak Diagnosa: Pola nafas tidak efektif
Mengukur tanda-tanda vital 07.00
Mengkaji kenyamanan pasien WIB :
S : ibu px mengatakan anaknya sesak (-)
O : klien tampak tidak sesak, spo2 98%
TTV: RR 22x/m, N: 98x/m, S:36,3°c, td:90/60mmhg,
Spo²: 98%
A : Pola nafas tidak efektif
P : Masalah teratasi
45