Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan status
perekonomian yang masih terbilang belum seimbang sehingga
mengakibatkan masyarakat sulit mencari mata pencaharian yang akhirnya
membawa masyarakat berusaha keras bekerja memenuhi kebutuhan hingga
mereka terkadang melupakan arti kesehatan.
Pada masa sekarang ini asma merupakan penyakit pernapasan yang lazim
terjadi di masyarakat, dengan perkembangan teknologi dalam dunia
kedokteran dan dari hasil penelitian maka dapat diketahui epidemiologi yang
dapat menilai efficacy, efektivenes dan efisiensi suatu cara pengobatan dan
pencegahan penyakit yang berguna dan dapat dimanfaatkan seluruh umat
manusia yang hidup dalam lingkungan yang berbeda-beda.
Asma merupakan penyakit kroni yang ditandai dengan peningkatan
kepekaan bronkus terhadapa berbagai rangsangan sehingga mengakibatkan
penyempitan saluran pernapasan yang luas, reversible dan spontan. Asma
terjadi karena adanya gangguan disaluran tenggorokan tempat keluar
masuknya udara. Saat sesuatu pemicu terjadinya asma maka dinding saluran
mafas akan mengetat sehingga saluran nafas akan menyempit dan
menyebabkan penderita mengalami sesak nafas.
Asma adalah penyakit yang berhubungan dengan faktor genetik. Bahkan
menurut penelitian, sebanyak 30% penderita asma, memiliki keluarga dekat
yang juga menderita asma. Apabila seorang ibu menderita asma, maka
kemungkinan besar anaknya dapat menderita asma. Tetapi, apabila seorang
ayah yang menderita asma, maka kemungkinan anaknya menderita asma akan
lebih kecil. Asma dapat menular, penyakit dapat menular ke orang lain
apabila penyakit tersebut disebabkan oleh kuman, seperti parasit, bakteri,
virus dan bakteri.
Asma bronchial terjadi akibat penyempitan jalan nafas yang reversible
dalam waktu singkat oleh karena mucus kental, spasme, dan edema mukosa

1
serta deskuamasi epitel bronkus / bronkeolus, akibat inflamasi eosinofilik
dengan kepekaan yang berlebihan. Kasus asma bronchial di provinsi Jawa
Tengah tahun 2006 sebesar 41,99 per 1.000 penduduk, mengalami
peningkatan disbanding tahun 2005 dimana kasus asma bronchial pada saat
itu sebesar 39,62 per 1.000 penduduk.
World Health Organization (WHO) mencatat, saat ini ada 300 juta
penderita asma di seluruh dunia. Indonesia sendiri memiliki 12,5 juta
penderita asma. Sebanyak 95 persen diantaranya adalah penderita asma tak
terkontrol.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep medis dari Asma Bronchial?
2. Bagaimana konsep keperawatan pada Asma Bronchial?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep medis dari Asma Bronchial
2. Untuk mengetahui konsep keperawatan pada Asma Bronchial

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP MEDIS KEPERAWATAN ASMA


A. Definisi Asma
Asma adalah suatu keadaan diaman saluran napas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap reaksi ransangan tertentu yag
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat berulang tapi
reversible. Dan diantar episode penyempitan bronchus tersebut terhadap
keadaan ventilasi yang lebih normal (Sylvia A.Pricedalan dalam Nurarif
2015).
Asma adalah penyakit kronik (jangka panjang), suatu kondisi ketika
saluran udara tersumbat atau menyempit. Hal ini biasanya sementara
tetapi dapat menyebabkan sesak napas, kesulitan bernapas, dan gejala
lainnya. Jika asma menjadi parah, penderita mungkin memerlukan
pengobatan darurat untuk memulihkan pernapasan normal (Dayu, 2011).
Asma bronchial adalah penyakit obstruksi saluran pernafasan akibat
penyempitan saluran nafas yang sifatnya reversibel (penyempitan dapat
hilang dengan sendirinya) yang ditandai oleh episode obstruksi
pernafasan diantara dua interval asimtomatik (Djojodibroto, 2009).
Asma bronchial adalah penyakit radang/inflamasi kronik pada paru,
karena adanya penyumbatan saluran nafas (obstruksi) yang bersifat
reversible, peradangan pada jalan nafas, dan peningkatan respon jalan
nafas terhadap berbagai rangsangan hiperresponsivitas, obstruksi pada
saluran nafas bisa disebabkan oleh spasme/ kontraksi otot polos bronkus,
oedema mukosa bronkus dan sekresi kelenjar bronkus meningkat (Putri
& Sumarno, 2014).

B. Etiologi
Menurut The Lung Association ada 2 faktor yang menjadi pencetus
asma (klinik citama, 2011):
1. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan terganggunya aliran

3
pernafasan dan mengakibatkan mengencang atau menyempitnya
saluran pernafasan (bronkokonstriksi) tetapi tidak menyebabkan
peradangan seperti:
a. Perubahan cuaca atau suhu udara.
b. Rangsangan sesuatu yang bersifat alergen, misal : asap rokok,
serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, uap dingin dan olahraga,
insektisida, polusi udara dan hewan peliharaan.
c. Infeksi saluranpernafasan.
d. Gangguan emosi.
e. Kerja fisik atau olahraga yang berlebihan.
2. Penyebab (inducer) yaitu sel mast disepanjang bronchi melepaskan
bahan seperti histamin dan leukotrien sebagai respon terhadap benda
asing (allergen) seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat didalam
rumah atau bulu binatang yang menyebabkan terjadinya:
a. Kontraksi otot polos.
b. Peningkatan pembentukan lender.
c. Perpindahan sel darah putih tertentu ke bronchi yang
mengakibatkan peradangan pada saluran pernafasan dimana hal
ini akan memperkecil diameter dari saluran udara
(bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita
harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas.

C. Klasifikasi
Menurut Dayu (2011) jenis asma berdasarkan karakteristiknya
diantaranya, yaitu:
1. Asma alergi (Allergic Asthma)
Jenis ini adalah yang paling sering terjadi. Alergen seperti debu,
serbuk sari, dan tungau debu adalah penyebab paling umum asma
alergi. Berolahraga di udara dingin atau menghirup asap, parfum,
atau cologne dapat membuat kondisi menjadi semakin buruk. Oleh
karena alergen dapat ditemukan dimana-mana, penderita asma alergi

4
harus hati-hati dengan selalu menjaga kebersihan lingkungan dan
menghindari tempat- tempat berdebu.
Asma alergi ini mempunyai kecenderungan alergi sejak lahir,
yang diturunkan dari keluarga-keluarga sebelumnya. Dalam
tubuhnya akan didapati kadar tinggi dari antibodi alergi yaitu
Immunoglobulin E (IgE). Antibodi IgE ini akan mengenali alergen
dalam jumlah kecil seperti debu tungau dan bereaksi seperti
melepaskan histamin yang membuat penderita menjadi bersin-bersin,
pilek, mata berair, dan lain sebagainya. Sebenarnya ini merupakan
usaha tubuh untuk melawan alergen yang masuk, hanya reaksinya
lebih hebat dari orang pada umumnya. Histamine yang dilepaskan
dapat pula menjadi pemicu seranganasma.
2. Asma Non-alergi
Jenis asma non alergi tidak dipicu oleh faktor alergi. Asma jenis
ini biasanya muncul setelah usia paruh baya dan sering disebabkan
oleh infeksi pada saluran pernafasan bawah dan atas. Asma non-
alergi ditandai oleh penyumbatan saluran pernafasan akibat
peradangan. Asma jenis ini bisa dikontrol dengan pengobatan yang
tepat. Gejala asma non- alergi meliputi : mengi, batuk, sesak nafas,
nafas menjadi cepat, dan dada terasa sesak.
Asma non-alergi dapat dipicu oleh berbagai faktor seperti : stres,
kecemasan, kurang atau kelebihan olahraga, udara dingin,
hiperventilasi, udara kering, virus, asap,dan iritasi lainnya.
3. Asma Nocturnal
Asma jenis ini mengganggu tidur karena penderitanya dapat
terbangun ditengah malam akibat batuk kering. Dada sesak adalah
salah satu gejala pertama dari asma nocturnal yang diikuti oleh batuk
kering.
Asma nocturnal dapat memicu penderitanya lesu di pagi hari
akibat tidur malam yang terganggu.

5
4. Asma Akibat Pekerjaan
Asma jenis ini diperoleh akibat lingkungan kerja yang tidak
sehat. Salah satu pekerjaan yang bisa memicu asma adalah mengajar
(guru), akibat paparan debu kapur papan tulis. Jenis pekerjaan lain
meliputi : pekerja pabrik (paparan debu dan bahan kimia lainnya),
seperti : pabrik wig, pabrik bulu mata, pabrik kayu lapis, pelukis dan
pekerja konstruksi (terkena uap cat dan asap), seperti : pekerja
matrial. Gejala asma jenis ini tidak berbeda dari gejala asma secara
umum seperti : mengi, batuk kering, sesak nafas, serta nafas pendek
dancepat.
5. Asma Musiman
Asma musiman hanya terjadi pada musim-musim tertentu ketika
serbuk sari atau alergen hadir dalam jumlah melimpah. Sebagai
contoh, seseorang mungkin cukup sehat sepanjang tahun kecuali saat
musim tanaman berbunga. Musim bunga akan lebih banyak serbuk
sari berterbangan di udara yang dapat memicu asma.
6. Asma Campuran
Asma ini adalah campuran dari asma ekstrinsik dan intrinsik.
Asma jenis ini umumnya lebih serius karena penderita harus
waspada terhadap kedua faktor ekstrinsik dan intrinsik yang dapat
memicu serangan asma. Ada juga yang mengkategorikan asma
hanya menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Asma Ekstrinsik
Sebagian besar penderita asma didunia menderita jenis
asma ekstrinsik. Anak-anak sangat rentan terkena beberapa jenis
alergi sehingga akan lebih mudah terserang asma ekstrinsik.
Anak-anak yang mempunyai riwayat alergi, eksim, dan alergi
rhinitis sangat rentan terhadap asma ekstrinsik. Namun, saat
mereka beranjak dewasa, serangan alergi dan asma akan
menghilang. Ada saatnya ketika alergi tersebut timbul kembali
karena beberapa faktor pemicu, namun ini jarang terjadi saat

6
anak-anak sudah mencapai usia dewasa.
b. Asma Intrinsik
Asma intrinsik sering juga disebut dengan asma non-alergi.
Asma jenis ini dipicu oleh faktor-faktor non-alergik, seperti
infeksi oleh virus, iritan, emosi dan olahraga. Ini merupakan
jenis asma yang paling sering diderita oleh anak-anak berusia di
bawah 3 tahun dan dewasa berusia di atas 30 tahun. Infeksi
pernafasan karena virus merupakan pemicu utama pernafasan
karena virus merupakan pemicu utama dan mempengaruhi, baik
saraf dan atau saluran pernafasan (bronchi). Hal ini
menyebabkan bronkospasme atau lepasnya mediatorkimia yang
menghasilkan serangan asma. Pemicu lainnya meliputi iritan,
olahraga, udara dingin, serta perubahan emosi yang juga
menyebabkanbronkospasme.
c. AsmaCampuran
Asma jenis ini merupakan kombinasi antara asma ekstrinsik
dan intrinsik.

D. Manifestasi Klinis
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak
ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak
bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan,
serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik
dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi (whezing), batuk, dan
pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala
tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih
berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silentchest,
sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan
pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam
hari.
Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea, dan mengi. Pada

7
beberapa keadaan, batuk mungkin merupakan satu-satunya gejala.
Serangan asma sering kali terjadi pada malam hari. Penyebabnya tidak
dimengerti dengan jelas, tetapi mungkin berhubungan dengan variasi
sirkadian, yang mempengaruhi ambang reseptor jalan napas.
Serangan asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa
sesak dalam dada, disertai dengan pernafasan lambat, mengi dan
laborius. Eksplorasi selalu lebih susah dan panjang dibanding inspirasi,
mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot-otot
aksesori pernafasan. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan dispnea.
Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi segera menjadi lebih kuat.
Sputum, yang terdiri dari sedikit mukus mengandung rasa gelatinosa
bulat, kecil yang dibatalkan dengan susah payah. Tanda selanjutnya
termasuk sianodis sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gejala
retensi karbondioksida, termasuk berkeringat, takikardi, dan pelebaran
tekanan nadi.
Serangan asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa
jam dan dapat hilang secara spontan. Meski serangan asma jarang yang
fatal, kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut status
asmtikus. Kondisi ini merupakan kondisi yang mengancam hidup.
Kemungkinan reaksi alergik lainnya yang dapat menyertai asma
termasuk ekzema, ruam dan edema temporer. Serangan asmatik dapat
terjadi secara periodik setelah pemajanan terhadap alergen spesifik, obat-
obat tertentu, latihan fisik dan kegairahan emosional.

E. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difusrefersibel. Obstruksi
disebabkan oleh satu atau lebih dari kontraksi otot-otot yang mengelilingi
bronkhi, yang menyempitkan jalan nafas, atau pembengkakan membran
yang melapisi bronkhi, atau pengisian bronkhi dengan mukus yang
kental. Selain itu, otot-otot bronkhi dan kelenjar mukosa membengkak,
sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi,

8
dengan udara terperangkap didalam jaringan paru. Mekanisme yamg
pasti dari perubahan ini belum diketahui, tetapi ada yang paling diketahui
adalah keterlibatan sistem imonologis dan sistem otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk
terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian
menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen
mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan
produk sel-sel mask (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, dan
prostagladinsetta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-
A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos
dan kelenjar jalan nafas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan
membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempengaruhi paru. Tonus otot bronkhial
diatur oleh impuls saraf pagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma
idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang
oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, dan polutan,
jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini
secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang
pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan
asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor alfa dan beta adrenergi dari sistem saraf simpatik
terletak dalam bronkhi. Ketika reseptor alfaadrenergidirangsang, terjadi
bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor beta adrenergi
yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor alfa dan beta adrenergi
dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cHMP).
Stimulasi reseptor alfa mengakibatkan penurunan cHMP, yang mengarah
pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan sel
maskbronkokonstriksi. Stimulasi reseptor beta adrenergi mengakibatkan
peningkatan tingkat cHMP, yang menghambat pelepasan mediator
kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori tang diajukan adalah
bahwa pendekatan beta adrenergi terjadi pada individu dengan asma.

9
Akibatnya asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator
kimiawi dan konstruksi otot polos.

F. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan
serangan asma.
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya
mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang
perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan
penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau
perawat yang merawatnnya.

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:


1. Pengobatan non farmakologik:
a. Memberikan penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pemberian cairan
d. Fisiotherapy
e. Beri O2 bila perlu.
2. Pengobatan farmakologis :
a. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi
dalam 2 golongan :
1) Simpatomimetik / andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat:
a) Orsiprenalin (Alupent),
b) Fenoterol (berotec),
c) Terbutalin (bricasma).
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam
bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa
semprotan: MDI (Metereddoseinhaler). Ada juga yang

10
berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler
dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan bronchodilator
(Alupent, Berotee, Brivasma serta Ventolin) yang oleh alat
khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang
sangat halus) untuk selanjutnya dihirup.
2) Santin (teofilin)
Nama obat :
a) Aminofilin (Amicam supp)
b) Aminofilin (Euphilin Retasrd)
c) Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan
simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga
bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling
memperkuat. Cara pemakaian: bentuk suntikan teofilin /
aminofilin dipakai pada serangan asmaakut, dan suntikan
perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering
merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya
diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang
mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila
minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria
yang cara pemakaiannya dimasukan kedalam anus.
Supositoria ini digunakan jika penderita tidak dapat
meminum obat teofilin (mislanya muntah atau lambungnya
kering).
3) Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat
pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk
penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin
biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain,
dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.

11
4) Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti
kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1 mg /
hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara
oral.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada
waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru
yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate
pada-paru dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
d. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru.
2. Pemeriksaan fungsi paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada
paru-paru.
Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara
yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat
respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer

12
dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1
atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan
diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukkan obstruksi.

H. Komplikasi
1. Pneumothorak
2. Pneumomediastinum dan emfisema sub kutis
3. Atelektasis
4. Aspirasis
5. Kegagalan jantung / gangguan irama jantung
6. Sumbatan saluran nafas yang meluas / gagal nafas
7. Asidosis

I. Prognosis
Prognosis asma umumnya baik apabila terkontrol. Apabila asma
tidak terkontrol, maka dapat timbul komplikasi seperti penyakit paru
obstruksi kronis (PPOK).

13
DAFTAR PUSTAKA

Dayu, A. 2011. Asma Pada Balita. Jogjakarta : Javalitera

Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta : EGC

Nurarif. A. H. Dan Kusuma. H. 2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jogjakarta :
MediAction

Klinik Citama. 2011. Standar Kompetensi Dan Pelayanan Medic Klinik Citama.
Jakarta : Klinik dan RB Citama

Putri, H dan Soemarno. S. 2013. Perbedaan PosturalDrainage dan Latihan Batuk


Efektif pada Intervensi Nebulizer Terhadap Penurunan Frekuensi Batuk
pada Asma Bronchial Anak Usia 3-5 tahun. Jurnal Fisioterapi. Volume 13.
Nomor 1, April 2013. Hal : 7

Wijaya, Andra Saferi dan Yessie Mariza Putri. 2017. KMB 1 Keperawatan
Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa). Jogjakarta : Nuha Medika

14
C. Intervensi

No SDKI SLKI SIKI Rasional


1. Bersihan Jalan Nafas Bersihan Jalan Nafas Latihan Batuk Efektif Latihan Batuk Efektif
Tidak Efektif (D.0001) Setelah dilakukan tindakan Observasi : Observasi :
Kategori : Fisiologi keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi kemampuan 1. Untuk mengetahui
Subkategori : Respirasi maka bersihan jalan nafas batuk kemampuan batuk pasien
meningkat. Dengan kriteria 2. Monitor adanya retensi 2. Untuk mengetahui adanya
Definisi : hasil : sputum retensi sputum
Ketidakmampuan 1. Batuk efektif cukup 3. Monitor tanda dan gejala 3. Untuk mengetahui tanda
membersihkan secret atau meningkat (4) infeksi saluran napas dan gejala infeksi saluran
obstruksi jalan nafas untuk 2. Produksi sputum cukup napas
mempertahankan jalan nafas menurun (4)
tetap paten. 3. Mengi cukup menurun Terapeutik : Terapeutik :
(4) 1. Atur posisi semi-Fowler 1. Posisi semi-fowler akan
Penyebab : 4. Dispnea cukup menurun atau Fowler mempermudah pasien
Fisiologis: (4) 2. Buang sekret pada untuk bernapas
1. Spasme jalan napas 5. Ortopnea cukup tempat sputum 2. Untuk mengetahui
2. Hipersekresi jalan menurun (4) bagaimana cara

15
napas 6. Sulit bicara cukup pembuangan sputum pada
3. Benda asing dalam menurun (4) tempatnya
jalan napas 7. Sianosis cukup menurun
4. Sekresi yang tertahan (4) Edukasi : Edukasi :
5. Proses infeksi 8. Gelisah cukup menurun 1. Jelaskan tujuan dan 1. Batuk yang efektif yaitu
6. Respon alergi (4) prosedur batuk efektif pada posisi duduk tinggi
7. Efek agen farmakologis 9. Frekuensi nafas cukup 2. Anjurkan tarik napas atau kepala di bawah
(mis. anastesi) membaik (4) dalam melalui hidung setelah perkusi dada
Situasional : 10. Pola nafas cukup selama 4 detik, ditahan 2. Memberikan pasien
1. Merokok aktif membaik (4) selama 2 detik, beberapa cara untuk
2. Merokok pasif kemudian keluarkan dari mengatasi dan mengontrol
3. Terpajan polutan mulut dengan bibir dispnea dan menurunkan
mencucu (dibulatkan) jebakan udara
Gejala dan Tanda Mayor selama 8 detik 3. Menarik napas dalam-
Subjektif : - 3. Anjurkan mengulangi dalam secara teratur dapat
Objektif : tarik napas dalam hingga meningkatkan dan
1. Batuk tidak efektif atau 3 kali memperbaiki pengiriman
tidak mampu batuk 4. Anjurkan batuk dengan oksigen keseluruh tubuh
2. Sputum berlebih / kuat langsung setelah 4. Mempermudah untuk

16
obstruksi di jalan napas tarik napas dalam yang pasien batuk efektif
(pada neonates) ketiga.
3. Mengi, wheezing dan /
atau ronkhi kering

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif :
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
Objektif :
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas
berubah
5. Pola napas berubah

17
Kondisi Klinis Terkait
1. Asma

2. Gangguan Pertukaran Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi Pemantauan Respirasi


Gas (D.0003) Setelah dilakukan tindakan Observasi : Observasi :
Ketegori : Fisiologis keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor frekuensi, irama 1. Untuk mengetahui
Subkategori : Respirasi maka gangguan pertukaran kedalaman dan upaya frekuensi, irama kedalaman
gas meningkat. Dengan napas dan upaya napas
Definisi : kriteria hasil : 2. Monitor pola napas 2. Untuk mengetahui pola
Kelebihan atau kekuranan 1. Dispnea cukup menurun (seperti bradipnea, napas (seperti bradipnea,
oksigenasi dan / atau (4) takipnea, hiperfentilasi, takipnea, hiperfentilasi,
eliminasi karbondioksida 2. Bunyi nafas tambahan kussmaul, cheyne- kussmaul, cheyne-stokes,
pada alveolus – kapiler. cukup menurun (4) stokes, biot, ataksik) biot, ataksik)
3. Takikardi cukup 3. Monitor kemampuan 3. Untuk mengetahui
Penyebab : menurun (4) batuk efektif kemampuan batuk efektif
1. Ketidakseimbangan 4. Penglihatan kabur cukup 4. Monitor adanya produksi pasien
ventilasi kurang menurun (4) sputum 4. Untuk mengetahui adanya
perfusi. 5. Diaphoresis cukup 5. Monitor adanya produksi sputum pasien
2. Perubahan membran menurun (4) sumbatan jalan napas 5. Untuk mengetahui adanya

18
alveolus - kapiler. 6. Gelisah cukup menurun 6. Auskultasi bunyi napas sumbatan jalan napas pada
(4) 7. Monitor saturasi oksigen pasien
Gejala dan Tanda Mayor 7. Nafas cuping hidung 8. Monitor nilai AGD 6. Gangguan pertukaran gas
Subjektif : cukup menurun (4) tidak efektif dapat
1. Dispnea 8. PCO2 cukup membaik dimanifestasi dengan
Objektif : (4) adanya bunyi napas
1. PCO2 meningkat / 9. PO2 cukup membaik (4) tambahan
menurun 10. pH arteri cukup 7. Untuk mengetahui saturasi
2. PO2 menurun membaik (4) oksigen pasien
3. Takikardi 11. Sianosis cukup membaik 8. PaCO2 biasanya meningkat
4. Bunyi nafas tambahan (4) dan PO2 secara umum
12. Pola nafas cukup menurun, sehingga
Gejala dan Tanda Minor membaik (4) hipoksia terjadi dengan
Subjektif : 13. Warna kulit cukup derajat lebih kecil atau
1. Pusing membaik (4) lebih besar
Objektif :
1. Diagnosis Terapeutik : Terapeutik :
2. Gelisah 1. Atur interval 1. Untuk mengetahui interval
3. Pola nafas abnormal pemantauan respirasi pemantauan respirasi

19
(cepat / lambat, regular sesuai kondisi pasien sesuai kondisi klien
/ irregular, dalam / 2. Dokumentasikan hasil 2. Dokumentasi sangat
dangkal) pemantauan diperlukan setelah
4. Warna kulit abnormal melakukan tindakan
(mis. pucat, kebiruan)
5. Kesadaran menurun Edukasi : Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan 1. Agar pasien mengetahui
Kondisi Klinis Terkait prosedur pemantauan tujuan dan prosedur
1. Asma 2. Informasikan hasil pemantauan yang
pemantauan, jika perlu dilakukan perawat
2. Agar pasien mengetahui
informasi hasil pemantauan
yang telah dilakukan
pasien

3. Pola Nafas Tidak Efektif Pola Napas Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
(D.0005) Setelah dilakukan tindakan Observasi : Observasi :
Kategori : Fisiologi keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor pola napas 1. Berguna dalam evaluasi
Subkategori : Respirasi maka pola nafas tidak efektif (frekuensi, kedalaman, derajat diststres pernapasan

20
Definisi : membaik. Dengan kriteria usaha napas) dan / kronisnya proses
Inspirasi dan / atau ekspirasi hasil : 2. Monitor bunyi napas penyakit
yang tidak memberikan 1. Dispnea cukup menurun tambahan (mis. gurgling, 2. Berapa derajat spasme
ventilasi adekuat. (4) mengi, wheezing, ronkhi bronkus terjadi dengan
Penyebab : 2. Penggunaan otot bantu kering) obstruksi jalan napas dan
1. Hambatan upaya napas napas cukup menurun 3. Monitor sputum (jumlah, dapat/tidak
(mis. nyeri saat (4) warna, aroma) dimanifestasikan adanya
bernapas, kelemahan 3. Pemanjangan fase bunyi napas tambahan.
otot pernapasan) ekspirasi cukup menurun 3. Untuk mengetahui jumlah,
2. Penurunan energi (4) warna, dan aroma sputum
3. Obesitas 4. Ortopnea cukup
4. Kecemasan menurun (4) Terapeutik : Terapeutik :
5. Pernapasan cuping 1. Lakukan penghisapan 1. Untuk mempertahankan
Gejala dan Tanda Mayor hidung cukup menurun lendir kurang dari 15 jalan napas
Subjektif : (4) detik 2. Agar kadar oksigen pasien
1. Dispnea 6. Frekuensi napas cukup 2. Berikan oksigen, jika terpenuhi
Objektif : membaik (4) perlu
1. Penggunaan otot bantu 7. Ventilasi semenit cukup
pernapasan membaik (4)

21
2. Fase ekspirasi 8. Tekanan ekspirasi cukup Edukasi : Edukasi :
memanjang membaik (4) 1. Ajarkan teknik batuk 1. Agar pasien bisa
3. Pola napas abnormal 9. Tekanan inspirasi cukup efektif mengetahui bagaimana
membaik (4) teknik batuk efektif
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Ortopnea 1. Kolaborasi pemberian 1. Merilekskan otot halus dan
Objektif : bronkodilator, menurunkan kongesti
1. Pernapasan cuping ekspektoran, mukolitik, lokal, menurunkan spasme
hidung jika perlu jalan napas, mengi dan
2. Ventilasi semenit produksi mukosa
menurun
3. Tekanan ekspirasi
menurun
4. Tekanan inspirasi
menurun
Kondisi Klinis Terkait
1. Trauma thoraks

22
4. Defisit Nutrisi (D.0019) Status Nutrisi Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi
Kategori : Fisiologi Setelah dilakukan tindakan Observasi : Observasi :
Subkategori : Nutrisi dan keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi status nutrisi 1. Untuk mengetahui status
Cairan maka defisit nutrisi membaik. 2. Identifikasi alergi dan nutrisi pasien
Dengan kriteria hasil : intoleran makanan 2. Untuk mengetahui alergi
Definisi : 1. Porsi makanan yang 3. Identifikasi makanan dan intoleran makanan
Asupan nutrisi tidak cukup dihabiskan cukup yang disukai pasien
untuk memenuhi kebutuhan meningkat (4) 4. Identifikasi kebutukan 3. Untuk mengetahui
metabolisme. 2. Kekuatan otot kalori dan jenis nutrien makanan yang disukai
pengunyak cukup 5. Monitor asupan makanan pasien
Penyebab : meningkat (4) 6. Monitor hasil 4. Untuk mengetahui
1. Kurangnya asupan 3. Kekuatan otot menelan pemeriksaan kebutuhan kalori dan jenis
makanan cukup meningkat (4) laboratorium nutrien pasien
2. Ketidakmampuan 4. Nafsu makan cukup 5. Untuk mengetahui asupan
menelan makanan membaik (4) makanan pasien
3. Ketidakmampuan 6. Untuk mengetahui hasil
mencerna makanan pemeriksaan laboratorium
4. Faktor psikologis (mis. pasien
stress, keengganan

23
untuk makan) Terapeutik: Terapeutik :
1. Berikan makanan tinggi 1. Makanan yang tinggi serat
Gejala dan Tanda Mayor serat untuk mencegah dapat mencegah konstipasi
Subjektif : - konstipasi 2. Makanan berprotein
Objektif : 2. Berikan makanan tinggi berfungsi untuk
1. Berat badan menurun kalori dan tinggi protein memperbaiki sel yang
minimal 10% di bawah rusak dan memproduksi sel
rentang ideal yang baru

Gejala dan Tanda Minor Edukasi : Edukasi :


Subjektif : 1. Anjurkan posisi duduk, 1. Dengan posisi duduk dapat
1. Nafsu makan menurun jika mampu membantu mengatasi
Objektif : kesulitan napas pasien
1. Otot pengunyah lemah
2. Otot menelan lemah Kolaborasi : Kolaborasi :
3. Membran mukosa pucat 1. Kolaborasi dengan ahli 1. Metode makan dan
gizi untuk menentukan kebutuhan kalori
jumlah kalori dan jenis didasarkan pada situasi /
nutrien yang dibutuhkan, kebutuhan individu untuk

24
Kondisi Klinis Terkait : jika perlu memberikan nutrisi
1. Infeksi maksimal dengan upaya
2. Fibrosis kistik minimal pasien

5. Risiko Alergi (D.0134) Respon Alergi Sistemik Edukasi Alergi Edukasi Alergi
Kategori : Lingkungan Setelah dilakukan tindakan Observasi : Observasi :
Subkategori : Keamanan keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi kemampuan 1. Untuk mengetahui sejauh
dan Proteksi maka risiko alergi menurun. pasien dan keluarga mana kemampuan pasien
Dengan kriteria hasil : menerima informasi dan keluarga dalam
Definisi : 1. Dispnea cukup 2. Monitor pemahaman menerima informasi
Berisiko mengalami menurun (4) pasien dan keluarga 2. Untuk mengetahui sejauh
stimulasi respon imunitas 2. Wheezing cukup tentang alergi mana pemahaman pasien
yang berlebihan akibat menurun (4) dan keluarga tentang alergi
terpapar alergen. 3. Bunyi napas
tambahan cukup Terapeutik : Terapeutik :
Faktor Risiko : menurun (4) 1. Fasilitasi mengenali 1. Agar pasien dapat
1. Makanan (mis. alpukat, 4. Takikardi cukup penyebab alergi mengenali penyebab alergi
pisang, kiwi, kacang, menurun (4)
makanan olahan laut, 5. Edema paru cukup

25
buah tropis, jamur) menurun (4) Edukasi : Edukasi :
2. Terpapar zat alergen 1. Jelaskan definisi, 1. Untuk mengetahui definisi,
(mis. zat kimia, agen penyebab, gejala, dan penyebab, gejala, dan tanda
farmakologis) tanda alergi alergi
3. Terpapar alergen 2. Jelaskan cara 2. Agar pasien dapat
lingkungan (mis. debu, menghindari alergen mengetahui bagaimana cara
serbuk sari) (mis. tidak menggunkan menghindari alergen
karpet, menggunakan 3. Untuk mengantisipasi
Kondisi Klinis masker) timbulnya alergi setelah
1. Asma 3. Anjurkan pasien dan dilakukan perawatan
keluarga menyediakan
obat alergi

6. Ansietas (D.0080) Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas Reduksi Ansietas


Kategori : Psikologis Setelah dilakukan tindakan Observasi : Observasi :
Subkategori : Integritas Ego keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi saat tingkat 1. Untuk mengetahui pemicu
maka ansietas menurun. ansietas beruah (mis. ansietas itu sendiri
Definisi : Dengan kriteria hasil : kondisi, waktu, stressor) 2. Untuk mengetahui sejauh
Kondisi emosi dan 1. Verbalisasi khawatir 2. Identifikasi kemampuan mana kemampuan pasien

26
pengalaman subjektif akibat kondisi yang mengambil keputusan untuk dapat mengambil
individu terhadap objek dihadapi cukup menurun 3. Monitor tanda-tanda keputusan
yang tidak jelas dan spesifik (4) ansietas (verbal dan 3. Untuk dapat mengetahui
akibat antisipasi bahaya 2. Perilaku gelisah cukup nonverbal) tanda-tanda ansietas
yang memungkinkan menurun (4)
individu melakukan 3. Perilaku tegang cukup Terapeutik : Terapeutik :
tindakan untuk menghadapi menurun (4) 1. Temani pasien untuk 1. Agar kecemasan pasien
ancaman. 4. Keluhan pusing cukup mengurangi kecemasan, tidak bertambah
menurun (4) jika memungkinkan 2. Situasi yang dapat
Penyebab : 5. Pucat cukup menurun (4) 2. Pahami situasi yang membuat ansietas seperti
1. Kebutuhan tidak 6. Konsentrasi cukup membuat ansietas pasien sering memikirkan
terpenuhi membaik (4) 3. Gunakan pendekatan tentang penyakitnya
2. Ancaman terhadap 7. Pola tidur cukup yang tenang dan 3.
kematian membaik (4) meyakinkan
8. Frekuensi pernapasan 4. Mengidentifikasi situasi
Gejala dan Tanda Mayor cukup membaik (4) yang memicu kecemasan
Subjektif : 9. Frekuensi nadi cukup Edukasi :
1. Merasa khawatir membaik (4) 1. Jelaskan prosedur
dengan akibat dari 10. Tekanan darah cukup termasuk sensasi yang

27
kondisi yang dihadapi membaik (4) mungkin dialami
2. Sulit berkonsentrasi 11. Kontak mata cukup 2. Informasikan secara
Objektif : membaik (4) faktual mengenai
1. Tampak gelisah diagnosis, pengobatan
2. Tampak tegang dan prognosis
3. Sulit tidur 3. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien,
Gejala dan Tanda Minor : jika perlu
Subjektif : 4. Latih kegiatan
1. Mengeluh pusing pengalihan untuk
2. Merasa tidak berdaya mengurangi ketegangan
Objektif : 5. Latih teknik relaksasi
1. Frekuensi nafas Kolaborasi :
meningkat 1. Kolaborasi pemberian
2. Frekuensi nadi obat ansietas, jika perlu
meningkat
3. Tekanan darah
meningkat
4. Muka tampak pucat

28
5. Kontak mata buruk

Kondisi Klinis Terkait :


1. Penyakit kronis
progresif (mis. kanker,
penyakit auto imun)

D. Implementasi dan Evaluasi

29
Hari /
No. NDx Jam Implementasi Evaluasi
Tanggal

30

Anda mungkin juga menyukai