Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONKIAL DAN OKSIGENASI

Disusun Oleh :

DETTY FITRIYANTI 201210461011028

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHAATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG November 2012

LP ASMA BRONKIAL A. Definisi Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society). Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus.

B. Fisiologi

Trakea Menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru Bronkus

Saluran bronkus yang masih sehat terkena alergen Sel NK mengeluarkan sitokin sebagai respon adanya alergen Saluran bronkus radang Mukus >> Obstruksi jalan nafas

Bronkus kanan Percabangan bronkilolus (3)

Bronkus kiri Percabangan bronkilolus (2)

Paru-paru Alveoli

Obstruksi jalan nafas Tekanan O2 alveoli menurun O2 dalam darah menurun Pemenuhan kebutuhan O2 terganggu

Sesak nafas

Kerja nafas meningkat Penurunan rasa nyaman Masukan oral menurun Pemenuhan kebutuhan nutrisi terganggu

C. Etiologi Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial. a. Faktor predisposisi Genetik : Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.

Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. b. Faktor presipitasi Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu 1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contohnya: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi. 2. Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contohnya: makanan dan obatobatan. 3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contohnya perhiasan, logam dan jam tangan Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Stress Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Lingkungan kerja Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat Infeksi saluran napas, terutama oleh virus seperti Respiratory syncitial, parainfluensa, dsb. Obat-obatan seperti beta blocker, salisilat, kodein, dsb. Polusi udara atau bau yang merangsang seperti asap rokok, semprot nyamuk, parfum, asap industri, dsb. D. Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:

1. Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. 2. Intrinsik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. 3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik. Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu: 1. Asma Intermiten Gejala kurang dari 1x/minggu Asimtomatik Gejala malam kurang dari 2 kali dalam sebulan Nilai APE dan VEP1 > 80% dari nilai prediksi, variabilitas < 20% Obat yang dipakai agonis beta 2 hirup, bila berat dapat ditambahkan kortikosteroid oral. 2. Asma Mild persistan Gejala lebih dari 1x/minggu tapi kurang dari 1x/hari Serangan dapat menganggu Aktivitas dan tidur Gejala malam lebih dari 2 kali dalam sebulan Nilai APE atau VEP1 >80% dari nilai prediksi, variabilitas 20-30% Obat yang dipakai setiap hari kortikosteroid hirup dan teofilin lepas lambat, agonisbeta 2 bila perlu

3. Moderate persistan Gejala setiap hari Serangan 2 kali/seminggu, bisa berahari-hari Menggunakan obat setiap hari Aktivitas & tidur terganggu Gejala malam lebih 1 kali dalam seminggu Nilai APE atau VEP1 antara 60-80% nilai prediksi, variabilitas > 30% Obat yang dipakai setiap hari kortikosteroid hirup + LABA (Long Acting Beta Agonist) 4. Severe persistan Gejala Kontinyu serta sering serangan Aktivitas terbatas Gejala malam sering serangan Nilai APE atau VEP1 < 60% nilai prediksi, variabilitas >30% Obat yang dipakai seriap hari obat pencegahan; kortikosteroid + (LABA dosis tinggi)

E. Manifestasi Klinis/ Tanda dan Gejala Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga kedepan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi (whezing), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat, gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain: silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachikardi dan pernafasan cepat dangkal. Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

F. Patofisiologi
Alergen atau Antigen yang telah terikat oleh IgE yang menancap pada permukaan sel mast atau basofil Lepasnya macam-macam mediator dari sel mast atau basofil

Spasme otot bronkus

Sumbatan mukus

Edema mukosa bronkus

Inflamasi dinding bronkus

MK: Ketidakefektifan pola nafas Peningkatan kerja pernafasan Peningkatan kebutuhan oksigen Retensi CO2 Hiperventilasi Kadar CO2 dalam darah meningkat yang memberi rangsangan pada pusat pernafasan Hiperventilasi Asidosis respiratori

Obstruksi sal. Nafas (bronchospasme) Penyempitan jalan nafas Penurunan masukan oral MK: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

Penyempitan alveoli dan bronckus Penurunan kapasitas vital

Keluarnya sekret ke dalam lumen bronkus Sesak nafas Tekanan partial oksigen di alveoli menurun Oksigen pada peredaran darah menurun

Hipoksemia

MK: Gangguan pertukaran gas

Asidosis metabolik

G. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman dalam posisi duduk. 2. Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi. 3. Paru : Inspeksi : dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke bawah. Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang. Perkusi : hipersonor Palpasi : Vokal Fremitus kanan=kiri H. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabangbronkus. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug. b. Pemeriksaan darah Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

2. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru. b. Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. c. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu : Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block). Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative. d. Scanning paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

e. Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana untuk diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi. I. Penatalaksaan Umum Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah: Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara. Mengenal dan menghindari faktro-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma. Edukasi kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya. Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu: 1. Pengobatan non farmakologik: Memberikan penyuluhan Menghindari faktor pencetus Pemberian cairan Postural drainase dan Fisiotherapy dada Beri O2

2. Pengobatan Farmakologi a. Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :

Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin) Nama obat : - Orsiprenalin (Alupent) - Fenoterol (berotec) - Terbutalin (bricasma) Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered Dose Inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup. Santin (teofilin) Nama obat : - Aminofilin (Amicam supp) - Aminofilin (Euphilin Retard) - Teofilin (Amilex) Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering). b. Kromalin Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan

asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan. c. Ketolifen Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberikan secara oral. J. Pohon masalah penyakit Pelepaasan mediator humoral Histamine SRS-A Serotonin Kinin Bronkospasme Edema mukosa Sekresi meningkat Inflamasi

Pencetus: Alergen Olahraga Cuaca Emosi

Imun respon menjadi aktif

Penghambat kortikosteroid K. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Riwayat kesehatan yang lalu: Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya. Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan. Kaji riwayat pekerjaan pasien. Aktivitas Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas. Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari. Tidur dalam posisi duduk tinggi. Pernapasan Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.

Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur. Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung. Adanya bunyi napas whezing (mengi). Adanya batuk berulang. Sirkulasi Adanya peningkatan tekanan darah. Adanya peningkatan frekuensi jantung. Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis. Kemerahan atau berkeringat. Integritas ego Ansietas Ketakutan Peka rangsangan Gelisah Asupan nutrisi Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan. Penurunan berat badan karena anoreksia. Hubungan sosal Keterbatasan mobilitas fisik. Susah bicara atau bicara terbata-bata. Adanya ketergantungan pada orang lain. Seksualitas Penurunan libido 2. Diagnosa Keperawatan 1) Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi. 2) Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar-kapiler. 3) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebuutuhan tubuh b.d faktor biologis (asma bronkial)

4) Intervensi No 1 Tgl/ Jam Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas: keperawatan status 1x24 jam 1. Auskultasi bunyi nafas, catat jalan adanya bunyi nafas tambahan. oksigenasi NOC RR dbn. dbn. 3 Jalan nafas 4 bebas sputum 4 Tidak ada 4 suara nafas tambahan dari Score 5 3. Instruksikan pasien untuk melakukan batuk efektif. 4. Posisikan pasien dengan tepat; posisi dispnea. 5. kaji derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat bantu, batuk. 6. Atur intake cairan untuk mengoptimalkan balance cairan. 7. Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll. 8. Kolaborasi: Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator. 2 Setelah dilakukan tindakan Monitor pernafasan: keperawatan adekuat No 1 2 2x24 jam kriteria Score 1. Monitor, kecepatan, irma, kedalaman dan usaha nafas. 2. Kaji secara rutin kulit dan membrane mukosa. 3. Palpasi fremitus 4. Kaji tanda vital 5. Kolaborasi: Berikan oksigen 4 tambahan sesuai dengan indikasi. status pernafasan: ventilasi dengan NOC bernafas Ekspansi hasil sebagai berikut: Kemudahan 5 untuk mengurangi pernafasan: NOC NIC TTD

nafas paten dengan kriteia 2. Monitor pernafasan dan status hasil sbb: No 1 2

Irama nafas 5

dada simetris 3 Tidak istirahat 4 Tidak aktivitas 3 ada 4 dispnea saat ada 4 dispnea saat

Setelah dilakukan tindakan Terapi nutrisi: keperawatan status makanan hasil: No 1 NOC Intake makanan oral 2 Intake cairan 5 Monitor nutrisi: 1. Monitor berat badan. 2. Monitor, lever energi, kelemahan, dan kelemahan Score 5 2x24 dan jam intake cairan 1. Kaji kebiasaaan diet. 2. Monitor intake makanan dan cairan setiap hari. 3. Lakukan perawatan mulut sebelum makan. 4. Kolaborasi: Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi. nutrisi:

terpenuhi dengan kriteria

LP OKSIGENASI A. Definisi Terapi oksigen adalah pemberian oksigen sebagai intervensi medis, yang dapat untuk berbagai tujuan di kedua perawatan pasien kronis dan akut. Oksigen sangat penting untuk metabolisme sel, dan pada gilirannya, oksigenasi jaringan sangat penting untuk semua fungsi fisiologis normal. B. Tujuan 1. Mengatasi kedaan hipoksemia. 2. Menurunkan kerja nafas dan kerja miokard C. Indikasi terapi oksigen Indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut : 1. Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah 2. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan 3. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat. D. Macam-macam terapi a. Terapi oksigenasi 1. Nasal kanula Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 secara kontinu dengan aliran 1 6 L/menit dengan konsentrasi 24% - 44%. Keuntungan Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan nyaman.

Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir. 2. Sungkup muka sederhana Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 8 L/menit dengan konsentrasi O2 40 60%. Keuntungan Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, sistem humidifikasi Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. 3. Rebreathing mask Suatu tehinik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 6590% dengan aliran 8 12 L/menit Keuntungan Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, mengeringkan selaput lendir Kerugian Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendahdapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat 4. Non Rebreathing mask Merupakan tehinik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai 99% dengan aliran 8 12 L/menit dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi Keuntungan Konsentrasi Kerugian Kantong O2 bisa terlipat. O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir. tidak dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.

b. Nafas dalam Nafas dalam yaitu bentuk latihan nafas yang terdiri atas pernafasan abdominal (diafragma) dan purs lips breathing. Tujuan pernafasan abdominal memungkinkan nafas dalam secara penuh dengan sedikit usaha. Pursed lips breathing membantu klien mengontrol pernafasan yang berlebihan. c. Batuk efektif Batuk efektif yaitu latihan batuk untuk mengeluarkan sekret. Tujuannya yaitu untuk mengeluarkan sekret pada saluran nafas. d. Postural drainage Postural drainage adalah suatu intervensi untuk melepaskan sekresi dari berbagai segmen paru-paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi. e. Fisioterapi dada Fisioterapi dada dalah suatu rangkaian tindakan keperawatan yang terdiri atas perkusi,vibrasi,dan postural drainage. Tujuannya yaitu secara mekanik dapat melepaskan sekret yang melekat pada dinding bronkus dan meningkatkan efisiensi pola pernafasan. f. Vibrasi Vibrasi adalah getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan perawat yang diletakkan datar pdaa dinding dada klien. Vibrasi digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan turbelensi udara ekspirasi dan melepaskan mukus yang kental. g. Terapi Inhalasi terapi inhalasi yaitu terapi dengan memanfaatkan uap hasil kerja mesin nebulizer. Uap air yang berasal dari campuran obat dan pelarutnya dipercaya dapat langsung mencapai saluran pernafasan, sehingga efektif untuk mengatasi masalah di daerah tersebut. Terapi inhalsi dianjurkan diberikan kepada penderita asma.

DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddart. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC. Ikhsanuddin Ahmad harahaf. (2004). Terapi Oksigen Dalam Asuhan Keperawatan. Universitas Sumatera Utara. Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume 1. Jakarta: EGC. Herdman, T. Heather. (2012). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC. Johnson, Marion, et.al. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC). United states of America: Mosby. Dochterman, Joanne McClaskey. (2004). Nursing Interventions Classification (NIC). United states of America: Mosby

Anda mungkin juga menyukai