Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah swt, atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul:
Hipersensitivitas Tipe 4
Penulis menyadar ibahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan bapak dosen dan tidak lepas dari bantuan teman-teman dan pihak lain, untuk itu
dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan
baik oleh karenanya, penulis dengan tangan terbuka menerima masukan, saran dan usul guna
penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1.......................................................................................................... Latar Belakang
1.2..................................................................................................... Rumusan Masalah
1.3....................................................................................................................... Tujuan
1.4...................................................................................................... Metode Penulisan
1.5............................................................................................... Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi Hipersensitivitas........................................................................................
2.2. Tipe IV : Reaksi tipe lambat....................................................................................
2.3. Patofisiologi.............................................................................................................
2.4. Inflamasi Granulomatosa.........................................................................................
2.5. Sitotoksisitas Yang Diperantarai Sel T....................................................................
2.6. Manifestasi Klinis....................................................................................................
2.7. Klasifikasi................................................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan..............................................................................................................
3.2. Saran........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
1.2.
1.3.
1.4.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan Hipersensitivitas ?
Bagaimana Hipersensitivitas Tipe 4 yang tergolong tipe lambat ?
Bagaimana Patofisiologinya ?
Bagaimana Inflamasi Granulomatosanya ?
Seperti apa Sitotoksisitas Yang Diperantarai Sel T ?
Bgaimana Manifestasi Klinisnya ?
Bagaimana Klasifikasinya ?
Tujuan
Agar mengerti apa yang di maksud dengan Hipersensitivitas.
Agar Mengerti Pembahasan Hipersensitivitas Tipe 4 ini.
Agar Mengetahui Patofisiologinya.
Agar Mengetahui Inflamasi Granulomatosanya.
Agar mengerti Sitotoksisitas Yang Diperantarai Sel T.
Agar mengetahui Manifestasi Klinisnya.
Agar mengetahui Klasifikasinya.
Metode Penulisan
Metode penulisan yang Penulis gunakan untuk menyusun Makalah ini yaitu:
1. Studi Pustaka atau metode Literatur, yaitu mempelajari buku-buku acuan
yang mendapat informasi teoritis dan relavan serta mencari dengan berbagai sumber.
2. Dunia Maya atau Internet, yaitu mencari informasi melalui Teknologi
Informasi dan Komunikasi.
1.5.Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Maksud dan Tujuan
1.3. Manfaat Penulisan
1.4. Metode Penulisan
1.5. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1. Definisi Stroke
2.2. Klasifikasi Stroke
2.3. Etiologi
2.4. Patofisiologi
2.5. Manifestasi Klinis
2.6. Faktor Resiko
2.7. Penyembuhan Stroke
2.8. Asuhan Keperawatan Stroke
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
BAB II
PEMBAHASAN
2.3. Patofisiologi
Limfosit CD4+ mengenali antigen peptida dari basil tuberkel dan juga antigen kelas II
pada permukaan monosit atau sel dendrit yang telah memproses antigen mikobakterium
tersebut. Proses ini membentuk sel CD4+ tipe TH1 tersensitisasi yang tetap berada di dalam
sirkulasi selama bertahun-tahun. Masih belum jelas mengapa antigen tersebut mempunyai
kecendurungan untuk menginduksi respons TH1, meskipun lingkungan sitokin yang
mengaktivasi sel T naf tersebut tampaknya sesuai. Saat dilakukan injeksi kutan tuberkulin
berikutnya pada orang tersebut, sel memori memberikan respons kepada antigen yang telah
diproses pada APC dan akan diaktivasi (mengalami transformasi dan proliferasi yang luar
biasa), disertai dengan sekresi sitokin TH1. Sitokin TH1 inilah yang akhirnya
bertanggungjawab untuk mengendalikan perkembangan respons DHT. Secara keseluruhan,
sitokin yang paling bersesuaian dalam proses tersebut adalah sebagai berikut:
IL-12 merupakan suatu sitokin yang dihasilkan oleh makrofag setelah interaksi
awal
dengan basil tuberkel. IL-12 sangat penting untuk induksi DTH karena merupakan
sitokin utama yang mengarahkan diferensiasi sel TH1; selanjutnya, sel TH1 merupakan
sumber sitokin lain yang tercantum di bawah. IL-12 juga merupakan penginduksi sekresi
IFN- oleh sel T dan sel NK yang poten.
IFN- mempunyai berbagai macam efek dan merupakan mediator DTH yang paling
penting. IFN- merupakan aktivator makrofag yang sangat poten, yang meningkatkan
produksi makrofag IL-12. Makrofag teraktivasi mengeluarkan lebih banyak molekul
kelas II pada permukaannya sehingga meningkatkan kemampuan penyajian antigen.
Makrofag ini juga mempunyai aktivitas fagositik dan mikrobisida yang meningkat,
demikian pula dengan kemampuannya membunuh sel tumor. Makrofag teraktivasi
menyekresi beberapa faktor pertumbuhan polipeptida, termasuk faktor pertumbuhan
yang berasal dari trombosit (PDGF) dan TGF-, yang merangsang proliferasi fibroblas
dan meningkatkan sintesis kolagen. Secara ringkas, aktivitas IFN- meningkatkan
kemampuan makrofag untuk membasmi agen penyerangan; jika aktivasi makrofag terus
berlangsung, akan terjadi fibrosis.
6
IL-2 menyebabkan proliferasi sel T yang telah terakumulasi pada tempat DTH. Yang
termasuk dalam infiltrat ini adalah kira-kira 10% sel CD4+ yang antigen-spesifik,
meskipun sebagian besar adalah sel T penonton yang tidak spesifik untuk agen
penyerang asal.
TNFdan limfotoksin adalah sitokin yang menggunakan efek pentingnya pada sel
endotel:
meningkatnya sekresi nitrit oksida dan prostasiklin, yang membantu peningkatan
aliran darah melalui vasodilatasi local
meningkatnya pengeluaran selektin-E, yaitu suatu molekul adhesi yang meningkatkan
perlekatan sel mononuclear
induksi dan sekresi faktor kemotaksis seperti IL-8. Perubahan ini secara bersama
memudahkan keluarnya limfosit dan monosit pada lokasi terjadinya respon DHT.
Selain bermanfaat karena peran protektifnya, DHT dapat pula menyebabkan suatu
penyakit. Dermatitis kontak adalah salah satu contoh jejas jaringan yang diakibatkan oleh
hipersensitivitas lambat. Penyakit ini dibangkitkan melalui kontak dengan pentadesilkatekol
(juga dikenal sebagai urushiol, komponen aktif poison ivy atao poisin oak) pada penjamu
yang tersensitisasi dan muncul sebagai suatu dermatitis vesikularis. Mekanisme dasarnya
sama dengan mekanisme pada sensitivitas tuberculin.
Pajanan ulang terhadap tanaman tersebut, sel CD4+ TH1 tersensitisasi akan
berakumulasi dalam dermis dan bermigrasi menuju antigen yag berada di dalam epidermis.
Di tempat ini sel tersebut melepaskan sitokin yang merusak keratinosit, menyebabkan
terpisahnya sel ini dan terjadi pembentukan suatu vesikel intradermal.
2.7. Klasifikasi
Ada 4 jenis reaksi hipersensitivitas tipe IV, yaitu:
1. Hipersensitivitas Jones Mole (Reaksi JM)
Reaksi JM ditandai oleh adanya infiltrasi basofil di bawah epidermis. Hal tersebut
biasanya ditimbulkan oleh antigen yang larut dan disebabkan oleh limfosit yang peka
terhadap siklofosfamid. Reaksi JM atau Cutaneous Basophil Hypersensitivity (CBH)
merupakan bentuk CMI yang tidak biasa dan telah ditemukan pada manusia sesudah suntikan
antigen intradermal yang berulang-ulang. Reaksi biasanya terjadi sesudah 24 jam tetapi hanya
berupa eritem tanpa indurasi yang merupakan ciri dari CMI. Eritem itu terdiri atas infiltrasi
sel basofil.
Mekanisme sebenarnya masih belum diketahui. Kelinci yang digigit tungau
menunjukkan reaksi CBH yang berat di tempat tungau menempel. Basofil kemudian melepas
mediator yang farmakologik aktif dari granulanya yang dapat mematikan dan melepaskan
tungau tersebut. Basofil telah ditemukan pula pada dermatitis kontak yang disebabkan
allergen seperti poison ivy penolakan ginjal dan beberapa bentuk konjungtivitis. Hal-hal
tersebut di atas menunjukkan bahwa basofil mempunyai peranan dalam penyakit
hipersensitivitas. Reaksi JM ditandai oleh adanya infiltrasi basofil di bawah epidermis. Hal
tersebut biasanya ditimbulkan oleh antigen yang larut dan disebabkan oleh limfosit yang peka
terhadap siklofosfamid.
Reaksi JM atau Cutaneous Basophil Hypersensitivity (CBH) merupakan bentuk CMI
yang tidak biasa dan telah ditemukan pada manusia sesudah suntikan antigen intradermal
yang berulang-ulang. Reaksi biasanya terjadi sesudah 24 jam tetapi hanya berupa eritem
tanpa indurasi yang merupakan ciri dari CMI. Eritem itu terdiri atas infiltrasi sel basofil.
Mekanisme sebenarnya masih belum diketahui.
10
Dalam inflamasi kronik ini, monosit dan makrofak mempunyai 3 peranan penting sebagai
berikut:
Menelan dan mencerna mikroba, debris seluler dan neutrofil yang berdegenerasi.
Modulasi respon imun dan fungsi sel-T melalui presentasi antigen dan sekresi sitokin.
Memperbaiki kerusakan jaringan dan fungsi sel inflamasi melalui sekresi sitokin.
11
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Reaksi hipersensitivitas menurut Gell dan Coombs ada 4, yaitu reaksihipersensitivitas
tipe 1 (anafilaktik), reaksi hipersensitivitas tipe 2 (sitotoksik), reaksi hipersensitivitas
tipe 3 (kompleks imun), dan reaksi hipersensitivitas tipe 4 (tipe lambat).
Untuk menentukan diagnosis suatu penyakit hipersensitivitas, perludiketahui mediator
apa yang terlibat dalam reaksi hipersensitivitasnya.
Pada kasus pertama, terjadi reaksi hipersensitivitas tipe 1 dimana mediator yang
berperan adalah IgE dan sel mast.
Pada kasus kedua didapatkan glomerulonefritis akut pasca infeksistreptokokus yang
mana bisa digolongkan kedalam reaksi hipersensitivitas 2 maupun reaksi
hipersensitivitas.
Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis danmenentukan
jenis terapi yang tepat.
3.2. Saran
Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang lengkap untuk setiap penyakit dengan
hipersensitivitas.
Dokter harus bisa memilih jenis pemeriksaan yang tepat terkait dengan penegakkan
diagnosis agar dapat menentukan tipe hipersensitivitas yangnantinya akan sangat
membantu dalam usaha pemberian terapi.
Informasi yang lengkap dan akurat sangat dibutuhkan tentang suatu penyakit mulai
dari manifestasi klinis, diferensial diagnosis hingga penatalaksanaannya untuk
menjadi dokter yang profesional.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/22281380/Hipersensitivitas-Makalah
http://www.scribd.com/doc/45935846/ASKEP-HIPERSENSITIVITAS-Bayu
http://www.scribd.com/doc/53018964/LBM-1-Hipersensitivitas-BASTIAN
http://agathariyadi.wordpress.com/tag/hipersensitivitas/
http://dc397.4shared.com/doc/eRZzmnzk/preview.html
http://www.jacinetwork.org/index.php?option=com_content&view=article&id=63:alergiobat&catid=39:allergy-a-hypersensitivity&Itemid=65
Bratawidjaja, K. Garna, Et All ; Imunologi Dasar, Edisi V, Interna Publishing, 2009, Jakarta.
Price, Sylvia. A, Et All ; Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6 , 2006.
Robbins, L. Stanley, Et All ; Buku Ajar Patologi, Edisi VII, EGC, 2007, Jakarta.
13