Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

IMUNO SEROLOGI

“PEMERIKSAAN RF”

Nama : DEDE SATRIA WIJAYA


NIM : 1911050041
Prodi/kelompok : TLM 3B/ 5

TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PURWOKERTO

TAHUN 2019/2020
PEMERIKSAAN RF

Tanggal Praktikum : 22 Desember 2020


Nama Probandus : Nn. Janatin
Usia Probandus : 21 tahun

I. TUJUAN
1) Mengetahui apa itu Rheumatodi factor
2) Mengetahui adanya RF (Rheumatoid Factor)
3) Mengetahui Rheumatoid Factor dalam serum secara kualitatif

II. DASAR TEORI


Rheumatoid Factor adalah imunoglobulin yang bereaksi dengan
molekul IgG. Pemeriksaan rheumatoid factor dipakai untuk mendiagnosa
ataupun memantau Rheumatoid Arthritis. Semua penderita Rheumatoid
Arthritis (RA) menunjukkan antibodi terhadap IgG yang disebut factor
rheumatoid atau antiglobulin. (Agnes Sri Harti, Dyah Yuliana, 2017).
Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan salah satu penyakit autoimun
yang paling umum di masyarakat, berupa inflamasi arthritis pada pasien
dewasa (Singh et al., 2015).
Pada umumnya penyakit RA awalnya yang terserang adalah sendi
tangan dan kaki disertai rasa nyeri. Menurut buku Asuhan Keperawatan pada
Klien Lanjut Usia, Kusharyadi (2010) Rheumatoid Artritis merupakan
penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya. Kadar
RF yang sangat tinggi menandakan prognosis buruk dengan kelainan sendi
yang berat dan kemungkinan komplikasi sistemik. (Agnes Sri Harti, Dyah
Yuliana, 2017).
Kejadian penyakit ini di Indonesia lebih rendah dibandingkan
dengan negara maju seperti Amerika. Menurut Arthritis Foundation (2015),
sebanyak 22% orang dewasa di Amerika Serikat berusia 18 tahun atau lebih

2
didiagnosa arthritis. Berdasarkandata tersebut, sekitar 3% mengalami RA
(Arthritis Foundation, 2015).
Pada tahun 2009 menurut hasil penelitianyang dilakukan oleh
Nainggolan (2010), prevalensi RA di Indonesia mencapai 23,6% sampai
31,3%. RF merupakan antibodi terhadap regio Fc di Immunoglobulin G.
Namun, sebagian besar RF adalah berupa IgM (Ernesto, K., 2017). RF
ditemukan lebih dari 70% penderita RA. Meskipun demikian, RF juga
ditemukan dalam persentase kecil pada subjek sehat dan hingga 20% pada
subjek yang berusia lebih dari 65 tahun. Adanya RF menunjukkan RA tetapi
bukanlah penegak diagnosis. Peran autoantibodi dalam pathogenesis RA
masih diperdebatkan; namun temuan umum pada RA adalah adanya antibodi
IgM yang bereaksi dengan bagian Fc IgG, yang menyebabkan terbentuknya
kompleks imun. Antibodi anti-IgG ini dinamakansebagai RF.
Pengendapan kompleks imun ini pada sendi akan mengaktifkan jalur
komplemen klasik, yang menginisiasi kaskade peristiwa yang pada
komplemen menyebabkan pembentukan kemoatraktan yang dapat merekrut
makrofag dan neutrophil di tempat tersebut. Sel-sel ini dapat menyebabkan
destruksi jaringan dan juga menyebabkan penyebaran respons inflamatorik
(Ernesto, K., 2017).
Kebanyakan penyakit RA berlangsung kronis yaitu sembuh dan
kambuh kembali secara berulang-ulang sehingga menyebabkan kerusakan
sendi secara menetap. RA dapat mengancam jiwa pasien atau hanya
menimbulkan gangguan kenyamanan. Masalah yang disebabkan oleh
penyakit RA tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak jelas pada
mobilitas dan aktivitas hidup sehari-hari tetapi juga efek sistemik yang tidak
jelas yang dapat menimbulkan kegagalan organ. RA dapat mengakibatkan
masalah seperti rasa nyeri, keadaan mudah lelah, perubahan citra diri serta
gangguan tidur. Dengan demikian hal yang paling buruk pada penderita RA
adalah pengaruh negatifnya terhadap kualitas hidup. Oleh karena itu,
diperlukan kepastian seberapa besar frekuensi RF pada lansia, yang
merupakan kemungkinan besar mengalami autoimun.

3
III. METODE
Direct Latex Agglutination Assay

IV. PRINSIP
Partikel latex yang dilapisi gamma globulin manusia yang telah
dimurnikan, ketika suspensi latex dicampur dengan serum yang kadar RF nya
meningkat, aglutinasi jelas terlihat dalam waktu 2 menit.

V. ALAT dan BAHAN


Alat
1) Mikropipet
2) Pipet tetes
3) Pipet pengaduk
4) Plat test hitam/ kartu tes
5) Tabung reaksi
6) Rak tabung
Bahan:
1) Reagen lateks suspensi berisi purified human gamma globulins (gamma
globulins manusia yang sudah dimurnikan) dengan natrium azida 0,1%
sebagai pengawet.

VI. CARA KERJA


1) Reagen dan serum diinkubasi dalam suhu kamar
2) Meneteskan 50 µl serum pasien ke dalam lubang slide.
3) Kocok reagen latex, kemudian teteskan ke dalam lubang dengan penetes
yang disediakan.
4) Mencampur tetesan menggunakan pengaduk untuk memastikan seluruh
lubang test tercampur.
5) memutar test slide, selama 2 menit lihat aglutinasi yang terjadi.

VII. HARGA NORMAL


-

4
VIII. HASIL PEMERIKSAAN

Nama Gambar Sampel Kontrol Kolom


sampel Positif negatif Sampel
Sampel + - -
Nn. Janatin

Keterangan:
(+) terdapat aglutinasi
(-) tidak terdapat aglutinasi

IX. PEMBAHASAN
Serum Nn. Janatin diteteskan ke lubang slide, kemudian reagen latex
dikocok dan diteteskan ke dalam lubang dengan penetes yang disediakan.
Campur tetesan menggunakan pengaduk untuk memastikan seluruh lubang
test tercampur, kemudian memutar test slide tunggu selama 2 menit dan
terlihat bahwa pemeriksaan RF pada probandus Nn. Janatin menunjukkan
reaksi negatif karena tidak terjadi aglutinasi pada sampel sehingga tidak
dilanjutkan kepemeriksaan semi kuantitatif.

X. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum pemeriksaan RF Nn janatin 21 tahun
hasilnya negative karens tidak tejadi aglutinasi pada sampel sehingga tidak
dilanjutkan ke pemeriksaan semi kuantitatif.

DAFTAR PUSTAKA

5
Agnes Sri Harti, Dyah Yuliana. 2017. Pemeriksaan Rheumatoid Faktor
Pada Penderita Tersangka Rheumatoid Arthritis. Jurnal STIKes Kusuma Husada
Surakarta.

Arthritis Foundation. 2015. Arthritis Foundation Scientific Strategy


2015-2020. Diakses pada tanggal 27 Desember 2020

Kate dan Ernesto. 2017. Imunologi dan Serologi Klinis Modern. EGC:
Jakarta

Nainggolan, O,. 2010. Prevalensi dan Determinan Penyakit Rematik di


Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia.

Mahasiswa,

DEDE SATRIA WIJAYA


1911050041

LAMPIRAN

6
7

Anda mungkin juga menyukai