Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT ASMA BRONKIAL

Oleh

MELISA SYANE TUALENA

2017610062

SEMESTER VIII

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI

MALANG

2020
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian

Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami
radang kronik bersifat hiper responsive sehingga apabila terangsang oleh faktor risiko
tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus,
sumbatan mucus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).

Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini
bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul di segala usia, tetapi
umumnya asma lebih sering terjadi pada anak – anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa
pada usia sekitar 30 tahun atau lebih (Saheh, 2011).

2. Klasifikasi
a. Asma Alergik

Disebabkan oleh allergen / allergen – allergen yang dikenal missal ( serbuk sari, binatang,
makanan, dan jamur) kebanyakan allergen terdapat di udara dan musiman. Pasien dengan
asma alergik biasanya mempunyai riwayat medis masa lalu eczema atau rhinitis alergik.
Pemajanan terhadap allergen mencetuskan serangan asma. Anak – anak dengan asma alergik
sering mengatasi kondisi sampai masa remaja.

b. Asma Idiopatik/ non alergik

Tidak berhubungan dengan allergen spesifik. Factor – factor, seperti common cold,,
infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan
serangan. Beberapa agens farmakologi, seperti aspirin dan agens anti inflamasi nonsteroid
lain, pewarna rambut, antagonis bête adrenergic, dan agens sulfit (pengawet makanan) juga
mungkin menjadi factor. Serangan asma idiopatik/ nonalergik menjadio lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronis dan
emfisema.

c. Asma Gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
maupun bentuk idiopatik/ nonalergik

3. Etiologi
Penyakit asma bronkial ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

1) Faktor predisposisi
a. Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana
cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai
keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

2) Faktor presipitasi
a. Asma alergik

Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

 Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan


Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
 Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
 Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan

b. Asma non alergik


 Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir
yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga.
Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

 Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
 Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan,
industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

 Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani
atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

Penyebab pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon


terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal mempengaruhi saluran pernafasan.
Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu
binatang, asap, udara dingin dan olahraga. Pada suatu serangan asma , otot polos dari bronki
mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan
karena adanya peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan
memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini
menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas. Sel-sel tertentu
di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab terhadap awal mula
terjadinya penyempitan ini. Sel mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin
dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya:

- kontraksi otot polos


- peningkatan pembentukan lendir
- perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki.

Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal
sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah
atau bulu binatang. Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu.
Reaksi yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca
dingin. Stres dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamine dan leukotrien. Sel
lainnya (eosnofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan
lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara. Gejala
Frekuensi dan beratnya serangan asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering terbebas
dari gejala dan hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang singkat dan ringan,
yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami batuk dan mengi
(bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita suatu infeksi virus, olah raga atau
setelah terpapar oleh alergen maupun iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa
menyebabkan timbulnya gejala. Suatu serangan asma dapat terjadi secara tiba-tiba ditandai
dengan nafas yang berbunyi (wheezing, mengi, bengek), batuk dan sesak nafas. Bunyi mengi
terutama terdengar ketika penderita menghembuskan nafasnya. Di lain waktu, suatu serangan
asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap semakin memburuk. Pada
kedua keadaan tersebut, yang pertama kali dirasakan oleh seorang penderita asma adalah
sesak nafas, batuk atau rasa sesak di dada. Serangan bisa berlangsung dalam beberapa menit
atau bisa berlangsung sampai beberapa jam, bahkan selama beberapa hari.

4. Patofisiologi

Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan terdiri dari
spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel Radang yang menetap dan
hipersekresi mucus yang kental. Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terkena asma
mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan hiveraktivitas
bronkus yang khas.Orang yang menderita asma memilki ketidakmampuan mendasar dalam
mencapai angka aliran uadara normal selama pernapasan (terutama pada ekspirasi).
Ketidakmampuan ini tercermin dengan rendahnya usaha ekspirasi paksa pada detik pertama,
dan berdasarkan parameter yang berhubungan aliran. Asma ditandai dengan kontraksi spastik
dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai
kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan
antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma,
antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang
berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen
maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah
terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Histamine yang dihasilkan menyebabkan
kontraksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histaminnya berlebihan, maka dapat timbul
spasme asmatik. Karena histamine juga merangsang pembentukan mucus dan meningkatkan
permeabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang intestinum
paru, sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Selain itu olahraga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan, karena terjadi aliran udara keluar
masuk paru dalam jumlah besar dan cepat. Udara ini belum mendapat perlembaban
(humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari partikel-partikel debu secara adekuat
sehingga dapat mencetuskan asma. Pada asma, diameter bronkhiolus menjadi semakin
berkurang selama ekspirasi dari pada selama inspirasi. Hal ini dikarenakan bahwa
peningkatan tekanan dalam intrapulmoner selama usaha ekspirasi tak hanya menekan udara
dalam alveolus tetapi juga menekan sisi luar bronkiolus. Oleh karena itu pendeita asma
biasanya dapat menarik nafas cukup memadai tetapi mengalami kesulitan besar dalam
ekspirasi. Ini menyebabkan dispnea, atau ”kelaparan udara”. Kapsitas sisa fungsional paru
dan volume paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma karena kesulitan
mengeluarkan udara dari paru-paru. Setelah suatu jangka waktu yang panjang, sangkar dada
menjadi membesar secara permanent, sehingga menyebabkan suatu ”barrel chest” (dad
seperti tong).

Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronchial diatur oleh impuls saraf
vagal melalui system parasimpastis. Pada asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf
pada jalan nafas dirangsang oleh factor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, dan
polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan maningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara
langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi.
Individu dengan asma dapat mempunyai tolenransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor α- dan β-adrenergik dari system saraf simpatis terletak dalam bronki.
Ketika reseptor α- adrenergic dirangsang, terjadi bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi
ketika reseptor β-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- adrenergic
dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor alfa
mengakibatkan penurunan cAMP,yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang
dilepaskan oleh sel – sel mast bronkokonstriksi. Sirkulasi reseptor beta mengakibatkan
peningkatan cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan
bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β-adrenergik terjadi pada
individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator
kimiawi dan konstriksi otot polos.

5. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronchial adalah batuk, dispnea, dan mengi.
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada
saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga
ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari
asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita
ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada
serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent
chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat
dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari, Selain gejala tersebut, ada
beberapa gejala menyertainya :

- Takipnea
- Gelisah
- Diaphorosis
- Nyeri di abdomen karena terlihat otot abdomen dalam pernafasan
- Fatigue ( kelelahan)
- Tidak toleran terhadap aktivitas: makan, berjalan, bahkan berbicara.
- Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada disertai
pernafasan lambat.
- Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi
- Sianosis sekunder
- Gerak-gerak retensi karbondioksida seperti : berkeringat, takikardia, dan pelebaran
tekanan nadi.
- Seragan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang
secara spontan.

Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :

a. Tingkat I :

Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul bila ada faktor
pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.

b. Tingkat II :

Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-
tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
c. Tingkat III:

Tanpa keluhan, Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya, obstruksi jalan
nafas, penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.

d. Tingkat IV :

Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing, pemeriksaan fisik dan
fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.

e. Tingkat V :

Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat
bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai, asma pada dasarnya
merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul
gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita
tampak letih, takikardi.

6. Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah

a. Pneumothoraks

Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai bila
terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih
lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan nafas. Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2
meningkat. Orang asam tidak sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang
dibutuhkan untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan
mukus yang kental. Situasi ini dapat menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya teklanan
untuk melakukan ventilasi.

b. Ateleltaksis

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran
udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.

c. Status asmatikus

Merupakan asma yang berat dan persisten yang tidak berespon terhadap terapi konvensional,
akibat dari asma yang tidak ditangai dengan serius.
d. Bronchitis

Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari saluran
pernapasan di paru-paru yang kecil (bronchiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga
terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk
berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernafas
karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir

e. Aspergilosis

Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat
oleh adanya gangguan pernafasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada
berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk
menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp. Aspergilosis Bronkopulmoner Alergika (ABPA)
adalah suatu reaksi alergi terhadap jamur yang disebut aspergillus, yang menyebabkan
peradangan pada saluran pernafasan dan kantong udara.

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih
dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih
dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan
tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

b. Uji Provokasi bronkus

Menurut Heru Sundaru (2001) dilakukan jika spirometri normal, maka dilakukan uji
provokasi bronkus dengan allergen, dan hanya dilakukan pada pasien yang alergi terhadap
allergen yang di uji

c. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

- Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinophil


- Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus
- Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
- Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
d. Uji kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.

e. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian,
dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu:

- Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock
wise rotation.
- Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right
bundle branch block).
- Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.

f. Pemeriksaan Ig E

Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E spesifik dalam sputum Pemeriksaan Ig E dalam serum
juga dapat membantu menegakkan diagnosis asma, tetapi ketetapan diagnosisnya kurang
karena lebih dari 30 % menderita alergi.

g. Foto dada ( scanning paru)

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

h. Analisis gas darah

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan


terdapatnya suatu infeksi.
8. Penatalaksanaan
1) Medis
a. Farmakologi

Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan:

b. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)

Nama obat : Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec) dan Terbutalin (bricasma). Obat-
obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,suntikan dan semprotan.
Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus
yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator
(Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol
(partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.

c. Santin (teofilin)

Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard) dan Teofilin
(Amilex). Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya
berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara
pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan
disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung
bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita
yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga
dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini
digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah
atau lambungnya kering).

d. Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.


Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya
diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian satu bulan.

e. Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan
dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah
dapat diberika secara oral.

2) Keperawatan
a. Memberikan penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus.
c. Pemberian cairan.
d. Fisiotherapy.
e. Beri O2 bila perlu.
f. Edukasi penderita
g. Menilai dan memonitor besarnya penyakit secara objektif dengan mengukur fungsi paru

9. Pencegahan

Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan mengidentifikasi substansi


yang mencetuskan terjadinya serangan. Penyebab yang mungkin dapat saja bantal, kasur,
pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan ; kuda, detergen, sabun, makanan tertentu, jamur,
dan serbuk sari. Jika serangan berkaitan dengan musim, maka serbuk sari dapat menjadi
dugaan kuat. Upaya harus dibuat untuk menghindari agen penyebab kapan saja
memungkinkan. Cairan diberikan karena individu dengan asma mengalami dehidrasi akibat
diaphoresis dan kehilangan cairan tidak kasaat mata dengan hiperventilasi.
DAFTAR PUSTAKA

Dongoes, M.E, 2008, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian. EGC . Jakarta

Francis Caia. 2011 . Respiratory Care. Diterjemahkan oleh Tini Stella.

Jakarta : Erlangga

Ringel Edward . 2012 . Kedokteran Paru . Jakarta : Indeks

Riyadi Sujono . 2011 . Keperawatan Medikal Bedah . Yogyakarta : Pustaka

Pelajar

Saputra Lyndon . 2010 . Intisari Ilmu Penyakit Dalam. Tangerang :

Binarupa Aksara

Smeltzer C. Suzane . 2002. Keperawatan Medikal Bedah . Jakarta : EGC

Soemantri Irman . 2008 . Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan

Gangguan Sistem Pernafasan . Jakarta : Salemba Medika

Wilkinson M dan Ahern A N. 2012 .Buku Saku Diagnosa Keperawatan

Nanda Nic Noc. Dialih Bahasakan Oleh Wahyuningsih E dan

Widiarti D. Jakarta : EGC

Patricia A, Potter, Anne Griffin Perry ; Alih bahasa, Yasmin Asih. 2005.

Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai