Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN DASAR

HEMODIALISIS PADA PASIEN GAGAL GINJAL DI RUANG HD RSUD-BANGIL

NOVIA MBITA

2022611032

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI

MALANG

2022
1. CHRONIC KIDNEY DISEASE

1.1 Pengertian Chronic Kidney Disease

(CKD) merupakan penurunan fungsi ginjal progresif yang ireversibel ketika ginjal tidak
mampu mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang menyebabkan
terjadinyauremia dan azotemia (Bayhakki, 2013). Chronic Kidney Disease adalah kemunduran
fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk
mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit yang mengakibatkan uremia
atau azotemia (Wijaya dan Putri, 2017).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Chronic Kidney
Disease adalah suatu keadaan klinis yang terjadi penurunan fungsi ginjal dengan ditandai
terjadinya penurunan GFR selama>3 bulan yg bersifat progresif dan irreversibel, ginjal tidak
dapat mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang menyebabkan
terjadinya uremia dan azotemia.

1.2 Etiologi

a. Gangguan pembuluh darah ginjal : Berbagai jenis lesi vaskular dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling sering adalah aterosklerosis
pada arteri renalis yang besar, dengan kontriksiskleratik progresif pada pembuluh darah
hiperplasia fibromuskular padasatu atau lebih arteri besar yang juga menimbulkan
sumbatan pembuluh darah nefrosklerosis yaitu saatu kondisi yang disebabkan oleh
hipertensi lama yang tidak diobati, dikarakteristikan oleh penebalan, hilangnya elastisitas
sistem, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal
ginjal.
b. Gangguan imunologis: Seperti glomerulonefritis & SLE
c. Infeksi : Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli yang berasal dari
kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal melalui aliran
darah atau yang lebih sering secara asceden dari traktus urinarius bagian bawah lewat
ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversibel ginjal yang disebut
plenlonefritis.
d. Gangguan metabolik : seperti DM (Diabetes Melitus) yang menyebabkan mobilisasi
lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membran kapiler dan di ginjal dan
berkelanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadinefripati amiliodosis yang
disebabkan oleh endapan zat-zat protein emia abnormal pada dinding pembuluh darah
secara serius merusak membran glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer : terjadi nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat.
f. Obstruksi taktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dankontriksi uretra.
g. Kelainan kongenetal dan herediter: penyakit polikistik = kondisi keturunan yang
dikarakteristik oleh terjadinya kista/kantong berisi cairan di dalam ginjal dan organ lain,
serta tidak adanya jar. Ginjal yang bersifat kongenetal (hipoplasia renalis) serta adanya
asidosis.

1.3 Patofisiologi

Fungsi renal menurun, produksi akhir metabolisme protein (yang normalnya diekresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremiadan mempengarui setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan produk sampah maka grjala akan semakin berat. Dan banyak gejala
uremia membaik setelah dialisis (Wijaya dan putri, 2017).

Penyebab yang mendasari CKD bermacam-macam seperti penyakit glomerulus baik


primer maupun sekunder, penyakit vaskular, infeksi, nefritis interstisial, obstruksi saluran kemih.
Patofisiologi penyakit ginjal kronik melibatkan 2 mekanisme kerusakan : (1) mekanisme
pencetus spesifik yang mendasari kerusakan selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator
inflamasi pada glomerulo nefritis, atau pajanan zat toksin pada penyakittubulus ginjal dan
interstitium; (2) mekanisme kerusakan progresif yang ditandai dengan adanya hiperfiltrasi dan
hipertrofi nefron yang tersisa.

Ginjal kita memiliki 1 juta nefron, dan masing – masing memiliki kontribusi terhadap
total GFR. Pada saat terjadi renal injury karena etiologi seperti yang telah dijelaskan di atas, pada
awalnya ginjal masih memiliki kemampuan untuk mempertahankan GFR. Namun pada akhirnya
nefron sehat yang tersisa ini akan mengalami kegagalan dalam mengatur autoregulasi tekanan
glomerular, dan akan menyebabkan hipertensi sistemik dalam glomerulus. Peningkatan tekanan
glomerulus ini akan menyebabkan hipertrofi nefron yang sehat sebagai mekanisme kompensasi.
Pada tahap ini akan terjadi poliuria, yang bisa menyebabkan dehidrasi dan hiponatremia akibat
ekskresi Na melalui urin meningkat. Peningkatan tekanan glomerulus ini akan menyebabkan
proteinuria. Derajat proteinuria sebanding dengan tingkat progresi dari gagal ginjal. Reabsorpsi
protein pada sel tubuloepitelial dapat menyebabkan kerusakan langsung terhadap jalur lisosomal
intraselular, meningkatkan stres oksidatif, meningkatkan ekspresi lokal growth faktor, dan
melepaskan faktor kemotaktik yang pada akhirnya akan menyebabkan inflamasi dan fibrosis
tubulointerstitiel melalui pengambilan dan aktivasi makrofag.

Inflamasi kronik pada glomerulus dan tubuli akan meningkatkan sintesis matriks
ektraseluler dan mengurangi degradasinya, dengan akumulasi kolagen tubulointerstitiel yang
berlebihan. Glomerular sklerosis, fibrosis tubulo interstitiel, dan atropi tubuler akan
menyebabkan massa ginjal yang sehat menjadi berkurang dan akan menghentikan siklus progresi
penyakit oleh hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron.

Kerusakan struktur ginjal tersebut akan menyebabkan kerusakan fungsi ekskretorik


maupun non-ekskretorik ginjal. Kerusakan fungsi ekskretorik ginjal antara lain penurunan
ekskresi sisa nitrogen, penurunan reabsorbsi Na pada tubuli, penurunan ekskresi kalium,
penurunan ekskresifosfat, penurunan ekskresi hidrogen. Kerusakan fungsi non-ekskretorik ginjal
antara lain kegagalan mengubah bentuk inaktif Ca, menyebabkan penurunan produksi
eritropoetin (EPO), menurunkan fungsi insulin, meningkatkan produksi lipid, gangguan sistem
imun, dan sistem reproduksi. Angiotensin II memiliki peran penting dalam pengaturan tekanan
intraglomerular. Angiotensin II diproduksi secara sistemik dan secara lokal di ginjal dan
merupakan vasokonstriktor kuat yangakan mengatur tekanan intraglomerular dengan cara
meningkatkan irama arteriole efferent. Angiotensin II akan memicu stres oksidatif yang pada
akhirnya akan meningkatkan ekspresi sitokin, molekul adesi, dan kemoaktraktan, sehingga
angiotensin II memiliki peran penting dalam patofisiologi CKD.

Gangguan tulang pada CKD terutama stadium akhir disebabkankarena banyak sebab,
salah satunya adalah penurunan sintesis 1,25 – dihydroxy vitamin D atau kalsitriol, yang akan
menyebabkan kegagalan mengubah bentuk inaktif Ca sehingga terjadi penurunan absorbsi Ca.
Penurunan absorbsi Ca ini akan menyebabkan hipokalsemia dan osteodistrofi. Pada CKD akan
terjadi hiperparatiroidisme sekunder yang terjadi karena hipokalsemia, hiperfosfatemia, resistensi
skeletal terhadap PTH. Kalsium dan kalsitriol merupakan feedback negatif inhibitor, sedangkan
hiperfosfatemia akan menstimulasi sintesis dan sekresi PTH.

Karena penurunan laju filtrasi glomerulus, maka ginjal tidak mampu untuk
mengekskresikan zat – zat tertentu seperti fosfat sehingga timbul hiperfosfatemia.
Hiperfosfatemia akan menstimulasi FGF-23, growth faktor ini akan menyebabkan inhibisi 1- α
hydroxylase. Enzim ini digunakan dalam sintesis kalsitriol. Karena inhibisi oleh FGF-23 maka
sintesis kalsitriol punakan menurun. Akan terjadi resistensi terhadap vitamin D. Sehingga
feedback negatif terhadap PTH tidak berjalan. Terjadi peningkatan hormon parathormon.
Akhirnya akan timbul hiperparatiroidisme sekunder. Hiperparatiroidisme sekunder akan
menyebabkan depresi pada sumsum tulang sehingga akan menurunkan pembentukan eritropoetin
yang pada akhirnya akan menyebabkan anemia.

Selain itu hiperparatiroidisme sekunder juga akan menyebkan osteodistrofi yang


diklasifikasikan menjadi osteitis fibrosa cystic, osteomalasia, adinamik bone disorder, dan mixed
osteodistrofi. Penurunan ekskresi Na akan menyebabkan retensi air sehingga pada akhirnya dapat
menyebabkan oedem, hipertensi. Penurunan ekskresi kalium juga terjadi terutama bila GFR < 25
ml/mnt, terlebih pada CKD stadium 5. Penuruan ekskresi ini akan menyebabkan hiperkalemia
sehingga meningkatkan resiko terjadinya kardiak arrest pada pasien.

Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya merupakan kombinasi adanya anion gap
yang normal maupun peningkatan anion gap. Pada CKD, ginjal tidak mampu membuat ammonia
yang cukup pada tubulus proksimal untuk mengekskresikan asam endogen ke dalam urin dalam
bentuk ammonium. Peningkatan anion gap biasanya terjadi pada CKD stadium 5. Anion gap
terjadi karena akumulasi dari fosfat, sulfat, dan anion – anion lain yang tidak terekskresi dengan
baik. Asidosis metabolik pada CKD dapat menyebabkan gangguan metabolisme protein. Selain
itu asidosis metabolic juga merupakan salah satu faktor dalam perkembangan osteodistrofi ginjal.

Pada CKD terutama stadium 5, juga dijumpai penurunan ekskresisisa nitrogen dalam
tubuh. Sehingga akan terjadi uremia. Pada uremia, basalurea nitrogen akan meningkat, begitu
juga dengan ureum, kreatinin, serta asam urat. Uremia yang bersifat toksik dapat menyebar ke
seluruh tubuh dandapat mengenai sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat. Selain itu
sindromuremia ini akan menyebabkan trombositopati dan memperpendek usia seldarah merah.
Trombositopati akan meningkatkan resiko perdarahan spontan terutama pada GIT, dan dapat
berkembang menjadi anemia bila penanganannya tidak adekuat. Uremia bila sampai di kulit akan
menyebabkan pasien merasa gatal – gatal.

Pada CKD akan terjadi penurunan fungsi insulin, peningkatan produksi lipid, gangguan
sistem imun, dan gangguan reproduksi. Karenafungsi insulin menurun, maka gula darah akan
meningkat. Peningkatan produksi lipid akan memicu timbulnya aterosklerosis, yang pada
akhirnya dapat menyebabkan gagal jantung. Anemia pada CKD terjadi karena depresi sumsum
tulang pada hiper paratiroidisme sekunder yang akan menurunkan sintesis EPO. Selain ituanemia
dapat terjadi juga karena masa hidup eritrosit yang memendek akibat pengaruh dari sindrom
uremia, anemia dapat juga terjadi karena malnutrisi (Kirana, 2015)

1.4 Pathway
1.5 Klasifikasi Berdasarkan Derajat Penyakitnya

Dibawah ini 5 stadium penyakit Chronic Kidney Disease sebagai berikut :

a. Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)


b. Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)
c. Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat (30 s/d 59 ml/min)
d. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min)
e. Stadium 5, gagal ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance CreatininTest) dapat
digunakan dengan rumus :Clearance creatinin ( ml/menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg)

72 x creatini serum

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

1.6 Manifestasi Klinik

a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal
jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema. Pada gagal ginjal
kronik hampir selalu disertai hipertensi, mekanisme terjadinya hipertensi pada CKD oleh
karena penimbunan garam dan air, atau sistem renin angiostensin aldosteron (RAA).
Sesak nafas merupakan gejala yang sering dijumpai akibat kelebihan cairan tubuh, dapat
pula terjadi perikarditis yang disertai efusi perikardial. Gangguan irama jantung sering
dijmpai akibat gangguan elektrolit.
b. Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kusmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suarakrekles.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, fomitus yang berhubungan denganmetabolisme protein dalam usus,
perdarahan pada saluran gastrointestinal,ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau
ammonia. akibat metabolisme protein yang terganggu oleh bakteri usus sering pula faktor
uremikumakibat bau amoniak dari mulut. Disamping itu sering timbul stomatitis,cegukan
juga sering yang belum jelas penyebabnya. Gastritis erosif hampir dijumpai pada 90 %
kasus CKD, bahkan kemungkinan terjadi ulkus peptikum dan kolitis uremik.
d. Gangguan muskuluskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selaludigerakkan), burning feet
syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutamaditelapak kaki), tremor, miopati
(kelemahan dan hipertropi otot-ototekstremitas. Penderita sering mengeluh tungkai
bawah selalu bergerak-gerak ( restlesslessleg syndrome), kadang tersa terbakar pada
kaki,gangguan syaraf dapat pula berupa kelemahan, gangguan tidur,
gangguankonsentrasi, tremor, kejang sampai penurunan kesadaran atau koma
e. Gangguan integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom.
Gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. Kulit berwarna pucat, mudah lecet, rapuh,
kering, timbul bintik-bintik hitam dangatal akibat uremik atau pengendapan kalsium pada
kulit.
f. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metaboliclemak dan vitamin D.
g. Sistem hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopetin, sehingga rangsangan
eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang, hemodialisi akibat berkurangnya masa hidup
eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosit dan
trombositopeni. selain anemi pada CKD sering disertai pendarahan akibat gangguan
fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni. Fungsileukosit maupun limposit
dapat pula terganggu sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita
CKD mudah terinfeksi, oleh karenaimunitas yang menurun.
h. Gangguan lain
Akibat hipertiroid sering terjadi osteoporosis, osteitis, fibrasi, gangguan elektrolit dan
asam basa hampir selalu dijumpai, seperti asidosismetabolik, hiperkalemia,
hiperforfatemi, hipokalsemia. (Wijaya dan Putri,2017)

Pasien dengan stadium I atau II tidak memiliki gejala atau gangguan metabolik seperti
asidosis, anemia, dan penyakit tulang. Selain itu, pengukuran yang paling umum dari gangguan
fungsi ginjal yaitu serum kreatinin mungkin hanya sedikit meningkat pada tahap awal CKD .
akibatnya, estimasi GFR sangat penting bagi pengenalan tahap awal CKD. Karena tahapawal
CKD sering tidak terdeteksi, dibutuhkan diagnosis pada pasien dengan tingkat kecurigaan yang
tinggi yaitu yang mengalami kondisi kronis seperti hipertensi dan diabetes militus.

Tanda dan gejala terkait dengan CKD menjadi lebih umum padastage III, IV, V. Anemia,
kelainan metabolisme kalsium dan fosfor (hiperparatiroidisme sekunder), malnutrisi,
abnormalitas cairan dan elektrolit menjadi lebih umum seiring fungsi ginjal memburuk.
Umumnya pada pasien CKD stadium V juga mengalami gagal-gagal, intoleransi dingin, berat
badan menurun, neuropati perifer (Joy et al, 2008).

1.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Urine
1) Volume : < 400 ml/24 jam(oliguria)/anuria
2) Warna : urin keruh
3) Berat jenis < 1, 015
4) Osmolalitas< 350 m osm/ kg
5) Klirens kreatinin : turun
6) Na++ > 40 mEq/lt
7) Protein : proteinuria (3-4+)

b. Darah
1) BUN/Kreatinin : >0,6-1,2 mg/dL(untuk laki-laki), >0,5-1,1 mg/dL(wanita)
2) Ureum : 5-25 mg/dL
3) Hitung darah lengkap : Ht turun, Hb < 7-8 gr%
4) Eritrosit : waktu hidup menurun
5) GDA, Ph menurun : asidosis metabolik 6)Na ++ serum : menurun
6) K+ : meningkat
7) Mg +/ fosfat : meningkat
8) Protein (khusus albumin) : menurun
c. Osmolalitas serum > 285 m osm/kg
d. KUB foto : ukuran ginjal / ureter/KK dan obstruksi ( batas)
e. Pielogram retrograd : identifikasi ekstravaskuler, massa.
f. Sistouretrogram berkemih : ukuran KK, refluks kedalaman ureter, retensi.
g. Ultrasono ginjal : sel. Jaringan untuk diagnosis histologist.
h. Endoskopi ginjal, nefroskopi : batu, hematuria, tumor
i. EKG : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
j. Foto kaki, tengkorak, kulomna spinal (Wijaya dan Putri, 2017)

1.8 Penatalaksanaan

a. Pengaturan minum : pemberian cairan


b. Pengendalian hipertensi=<intake garam
c. Pengendalian K+ darah
d. Penanggualan anemia: transfusi
e. Penanggualan asidosis
f. Pengobatan dan pencegahan infeksi
g. Pengaturan protein dalam makan
h. Pengobatan neuropati
i. Dialisis
j. Tlansplatasi ginjal (Wijaya dan Putri, 2017

2. Konsep Hemodialisa

Hemodialisa di indonesia dimulai pada tahun 1970, dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan, umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompertemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermeabel (hallow fibre kidney).
Kualitas hidup yang diperolehcukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14
tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Sudoyo et al. 2009)

2.1 Definisi

Hemodialisis adalah proses pembuangan zat zat sisa metabolisme, zat toksik lainnya
melalui membran 2semi permeabel sebagai pemisah antara darah dan cairan diaksat yang sengaja
dibuat dalam dializer (Wijaya dan Putri, 2017) Hemodialisis merupakan suatu proses yang
digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek
(beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau
end stage renal disease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen
(Suharyanto dan Madjid, 2009).

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hemodialisa adalah suatu tindakan
yang digunakan pada klien gagal ginjal untuk proses pembuangan zat-zat sisa metabolisme, zat
toksik dan untuk memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit lainnya melalui membran 2semi
permeabel sebagai pemisah antara darah dan cairan diaksat yang sengaja dibuat dalam dializer.

2.2 Tujuan

Hemodialisa bertujuan Membuang sisa produk metabolisme protein :urea kreatinin dan
asam urat, Membuang kelebihan cairan dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan
bagian cairan, Mempertahankan atau mengembanlikan sistem buffer tubuh, Mempertahankan
atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh. (Wijaya danPutri, 2017)Hemodialisa menggantikan
fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi(membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti
ureum, kreatinin, dansisa metabolisme yang lain), menggantikan fungsi ginjal dalam
mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat,
meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal serta menggantikan
fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2009).

2.3 Indikasi

a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien gagal ginjal kronik dan gagal ginjal
akut untuk sementara samapai fungsi ginjal pulih (laju filtrasiglomerulus <5 ml).
b. Pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:
Hiperkalemia (K+ darah>6 meq/l), Asidosis, Kegagalan terapi konservatif, Kadar
ureum /kreatinin tinggi dalam darah (ureum>200mg%, kreatinin serum> 6mEq/l,
Kelebihan cairan, Mual dan muntah yang hebat
c. Intoksikasi obat dan zat kimia
d. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat
e. Sindrom hepatorenal dengan kriteria : K+pH darah <7,10 asidosis, Oliguria/an uria >5
hari, GFR <5ml/i pada CKD, ureum darah >200mg/dl (Wijaya dan Putri, 2017)
Pada umumnya indikasi dialisis pada CKD adalah bila laju filtrasi glomerulus (LFG
sudah kurang dari 5 mL/menit, yang di dalam praktek dianggap demikian bila (TKK) <5
Ml/menit. Keadaan pasien yang hanya mempunyai TKK <5 mL/menit tidak selalu sama,
sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah:

a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata


b. K serum >6 mEq/L
c. Ureum darah 200mg/dl
d. pH darah <7,1
e. Anuria berkepanjangan (>5 hari)
f. Fluid overloaded (Sudoyo et al. (2010)

2.4 Kontra indikasi

a. Hipertensi berat (TD >200/100mmHg)


b. Hipotensi (TD <100mmHg)
c. Adanya perdarahan hebat
d. Demam tinggi (Wijaya dan Putri, 2017)

2.5 Prinsip Hemodialisa

Prinsip hemodialisa dengan cara difusi dihubungkan dengan pergeseran partikel-partikel


dari daerah konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah oleh tenaga yang ditimbulkan oleh
perbedahan konsentrasi zat-zat terlarut di kedua sisi membran dialisis, difusi menyebabkan
pergeseran urea kreatinin dan asam urat dari darah ke larutan dialisat.

Osmosa adalah Mengangkut pergeseran cairan lewat membran semi permiabel dari
daerah yang kadar partikel partikel rendah ke daerah partikel lebih tinggi, osmosa bertanggung
jawab atas pergeseran cairan dari klien terutama pada pada. Ultrafiltrasi Terdiri dari pergeseran
cairan lewat membran semi periabel dampak dari bertambahnya tekanan yang dideviasikan
secara buatan, Hemo:darah, dialisis memisahkan dari yang lain (Sudoyo et al, 2009)
2.6 Akses Sirkulasi Darah
a. Kateter dialisis perkutan yaitu pada vena pulmoralis atau vena sub klavikula
b. Cimino : dengan membuat fistula interna arteriovenosa~ operasi (LA. Radialis dan V.
Sefalika pergelangan tangan) pada tangan non dominan. Darah dipirau dari A ke V
sehingga vena membesar hubungan kesistim dialisi dengan 1 jarum di distal (garis arteri)
dan diproksimal (garisvena), lama pemakaian -+ 4 tahun, masalah yang mungkin timbul:
Nyeri pada punksi vena, trombosis, Aneurisme, kesulitan hemostatik post dialisa, Iskemia
tangan. Kontra indikasi : Penyakit perdarahan, Kerusakan prosedur sebelumnya, Ukuran
pembuluh darah klien/halus.
c. AV Graft : tabung plastik dilingkarkan yang menghubungkan arteri kevena.. operasi graf
seperti operasi fastula AV, digunakan 2-3 minggu setelah operasi (Wijaya dan Putri,
2017)

2.7 Prosedur Pelaksanaan HD

Hemodialisa dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan
(dialiser) yang terdiri dari dua kompertemen yangterpisah. Darah pasien dipompa dan dialirkan
ke kompartemen yang dibatasi oleh selaput semipermeabel buatan (artifisial) dengan komposisi
elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan dialisis
dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah
dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yangrendah, sampai konsentrasi zat terlarut sama di
kedua kompartemen (difusi). Pada proses dialisis, air juga dapat berpindah dari kompartemen
darah kekonpartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negatif pada
kompartemen cairan dialisat. Perpindahan air ini disebut ultrafiltrasi.

Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat pelarut yang berpindah.
Molekul dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih lambat dibanding molekul lebih
rendah. Kecepatan perpindahan zat pelarut tersebut makin tinggi bila konsentrasi di kedua
kompartemen makin besar, diberikan tekanan hidrolik dikompartemen darah, dan bila tekanan
osmotik di kompartemen cairan dialisis lebih tinggi. Cairan dialisis inimengalir berlawaan arah
dengan darah untuk meningkatkan efisiensi. Perpindahan zat terlarut pada awalnya berlangsung
cepat tetapi kemudian melambat sampai konsentrasinya sama dikedua kompartemen. (Pudji et
al,2009)
2.8 Penatalakasanaan Pasien yang Menjalani Hemodialisis

Pasien hemodialisis harus mendapat asupan makanan yang cukupagar tetap dalam gizi
yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk terjadinya kematian pada pasien
hemodialisis. Status cairan menentukan kecukupan cairan dan terapi cairanselanjutnya. Status
cairan pada pasien CKD dapat dimanifestasikan dengan pemeriksaan edema, tekanan darah,
kekuatan otot, lingkar lengan atas, nilai IDWG dan biochemical marker yang meliputi natrium,
kalium, kalsium, magnesium, florida, bikarbonat dan fosfat.

Asupan protein diharapkan 1-1,2 gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiriatas asupan protein


dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan 40-70 meq/hari. Pembatasan kalium
sangat diperlukan, karena itu makanantinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak
dianjurkan untuk dikonsumsi. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah urin yangada
ditambah insensible water loss Asupan natrium dibatasi 40-120 mEq.hariguna mengendalikan
tekanan darah dan edema. Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya
mendorong pasien untuk minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama periode di antara
dialisis akan terjadi kenaikan berat badan yang besar (wijaya dan putri, 2017)

Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau atau sebagian melalui ginjal. Pasien
yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia, antihipertensi)
harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obatan ini dalam darah dan
jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik. Resiko timbulnya efek
toksik akibat obat harus dipertimbangkan (Hudak & Gallo, 2010).

2.9 Komplikasi

Wijaya dan Putri (2017) menjabarkan komplikasi hemodialisa sebagai berikut

a. Hipotensi
Merupakan komplikasi akut yang sering terjadi, dimana insiden 15-30%.Dapat disebabkan
oleh karena penurunan volume plasma, disfungsiotonom, vasodilatasi karena energy panas
dan obat anti hipertensi.
b. Kram otot
Terjadi 20 % pasien yang menjalankan hemodialisa, dimana penyebab idiopatik, namun
diduga karena kontraksi akut yang dipacu oleh peningkatan volume ekstrasluler.

3. Konsep Asuhan Keperawatan

3.1 Pengkajian

a. Data Biografi :identitas pasien, nama, umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan,
pendidikan, suku/bangsa, pekerjaan, alamat, ruang,identitas penaggung jawab, hubungan
dengan pasien, no telepon,asuransi kesehatan (jika ada).
b. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama/alasan masuk Rumah sakit
b) Riwayat kesehatan sekarang : dimulai dri akhir masa sehat, ditulis dengan kronologis
sesuai urutan waktu, dicatat perkembangan dan perjalanan penyakitnya seperti :
faktor pencetus, sifat keluhan (mendadak/berlahan-lahan/terus menerus/hilang timbul
atau berhubungan dengan waktu, lokalisasi dan sifarnya ( menjalar
/menyebar/berpindah/menetap), bearat ringannya keluhan(menetap/cenderung
bertambah atau berkurang), lamanya keluhan,upaya yang dilakukan untuk mengatasi,
keluhan saat pengkajian, diagnosa medik
c) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk mengatasi,
riwayat masuk RS), Alergi, Obat-obatan yang pernah digunakan.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit menular/tidak menular/keturunan dalam keluarga, disertaigenogram.
e) Pengkajian lingkungan
Pengkajian lingkungan rumah, lingkungan klien bekerja, fokus padaupaya keamanan
klien, informasi tentang lingkungan rumah dantempat bekerja meliputi:tata ruang,
kebersihan, resiko cidera, paparan polusi, pencahayaan, susasana rumah,
c. Pola fungsional gordon
1. Pola management kesehatan/persepsi kesehatanPersepsi terhadap penyakit yang
dialaminya, Riwayat penggunaan tembakau, alkohol, alergi (obat-obatan, makanan
reaksi alergi), mengatur dan menjaga kesehatannya, pengetahuandan praktik
pencegahan penyakit.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Kebiasaan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisisebelum dan sesudah sakit
meliputi : jenis makanan dan minumanyang dikonsumsi, frekuensi makan dan
minum, porsi makan,makanan yang disukai, nafsu makan (normal,meningkat,
menurun), pantangan atau alergi, penurunan sensasi kecap, mual-muntah,stomatitis,
kesulitan menelan (disfagia). riwayat masalahkulit/penyembuhan (ruam, kering,
keringat berlebihan, penyembuhan abnormal, jumlah minum/24 jam dan jenis
(kehausanyang sangat), mengkaji ABCD yaitu :A (Antropometri): BB, TB,sebelum
dan sesudah sakit fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun), B (Biocemicle):
Hemoglobin, Leukosit, Trombosit,Hematoktit (cairan), Albumin edema, C (Clinicel) :
turgor kulit,konjungtiva, CRT, D (Diet) : diet/suplment khusus, Instruksi
dietsebelumnya.
3. Pola eliminasi
Buang air besar (BAB) : Frekuensi, waktu, Warna, konsistensi,Kesulitan (diare,
konstipasi, inkontinensia), Buang Air Kecil (BAK): Frekuensi, Kesulitan/keluhan
(disuria, noktiria, hematuria,retensia, inkontinensia).
4. Pola aktivitas dan kebersihan diri kemampuan perawatan diri
0 : Mandiri
1: dengan alat bantu
2: dibantu orang lain
3: dibantu orang lain dan peralatan
4: ketergantian / ketidakmampuan
5. Pola istirahat dan tidur Lama tidur : (jam/malam, tidur siang , tidur sore), waktu
kebiasaan menjelang tidur, masalah tidur (insomnia, terbangun dini, mimpi buruk),
perasaan setelah bangun (merasa segar / tidak setelah tidur).
6. Pola kognitif dan Persepsi sensori
Status mental (sadar / tidak, orientasi baik atau tidak), bicara: normal, genap, aphasia
ekspresif, kemampuan berkomunikasi, kemampuan memahami, tingkat ansietas ,
Pendengaran: DBN, Tuli, tinitis, alat bantu dengar, Penglihatan (DBN, Buta,
katarak,kacamata, lensa kontak, dll), vertigo, ketidaknyamanan/nyeri/akut/ kronis,
penatalaksaan nyeri
7. Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan klien tentang dirinya, gambar dirinya, ideal dieinya,harga dirinya, peran
dirinya, ideal dirinya.
8. Pola hubungan peran
Pekerjaan, sistem pendukung : (pasangan, tetangga, keluarga serumah, keluarga
tinggal berjauhan, maslah keluarga berkenaan dengan perawatan RS, kegiatan sosial :
bagaimana hubungan dengan masyarakat.
9. Pola seksual dan reproduksi
Tanggal Menstruasi Terakhir (TMA), masalah-masalah dalam pola reproduksi, Pap
smear terakhir, kepuasan dan tidak puasanklien dalam pola seksualitas, kesulitan
dalam pola seksualitas,masalah seksual B. D penyakit
10. Pola koping dan toleransi stres
Perawat mengkaji kemampuan klien dalam mengelola stess, Kehilangan/perubahan
besar dimasa lalu, Hal yang dilakukan saat ada masalah, Pengguanaan obat saat
menghilangkan stres, Keadaan emosi dalam sehari-hari (santai/tegang), keefektifan
dalam mengelola stress.
11. Pola nilai dan Keyakinan
Keyakinan Agama, budaya, Pengaruh agama dalam kehidupan.

d. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum: Kesadaran, Klien tampak sehat/ sakit/sakit berat


2) Tanda –tanda vital : TD, ND, RR, S
3) Kulit : Warna kulit (sianosis, ikterus, pucat eritema), Kelembaban, Turgor kulit,
Ada/tidaknya edema
4) Kepala/rambut : Inspeksi, Palpasi
5) Mata : Fungsi penglihatan, Ukuran pupil, Konjungtiva, Lensa/iris, Odema palpebra,
Palpebra, Sklera
6) Telinga : Fungsi pendengaran, Kebersihan, Daun telinga, Fungsi keseimbangan,
Sekret, Mastoid
7) Hidung dan sinus : Inspeksi, Fungsi penciuman, Pembengkakan, Kebersihan,
Pendarahan, Sekret
8) Mulut dan tenggorokan : Membran mukosa, Keadaan gigi, Tanda radang (gigi, lidah,
gusi), Trismus, Kesulitan menelan, Kebersihan mulut
9) Leher : Trakea simetris atau tidak, Kartoid bruid, JVP, Kelenjar limfe, Kelenjar tiroid,
Kaku kuduk
10) Thorak atau paru : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
11) Jantung : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
12) Abdomen : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
13) Ekstremitas : Vaskuler perifer, Capilari refil, Clubbing, Perubahan warna
14) Neurologis : Status mental/GCS, Motorik, Sensori, Tanda rangsangan meningkat,
Saraf kranial, Reflek spikologis, Reflek patologis

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Hipervolemia berhubungan dengan mekanisme regulasi
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme
3.3 Intervensi Keperawatan

3.3.1 Hipervolemia

Hipervolemia merupakan peningkatan volume cairan intravaskular, interstisial dan


intraselular. penyebab: asupan enternal, intoleransi makanan, imobilisasi, makanan kontaminan,
malnutrisi, pembedahan, efek agen (mis. Narkotik, antibiotik, laksatif anastesi), proses penuaan,
kecemasan.

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 5 jam diharapkan masalah keperawatan dapat
teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut:

SIKI: Keseimbangan Cairan:

1. Asupan cairan meningkat


2. Haluaran urin meningkat
3. Kelembapan membrane mukosa meningkat
4. Asupan makanan meningkat
5. Edema menurun
6. Dehidrasi menurun
7. Tekanan darah membaik
8. Denyut nadi radial membaik
9. Tekanan arteri rata rata membaik
10. Membran mukosa membaik
11. Mata cekung membaik
12. Turgor kulit membaik
13. Berat badan membaik.

Intervensi SLKI : Manajemen Hipervolemia:

Observasi

1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis. Ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP
meningkat, refleks hepatojugular positif, suara napas tambahan)
2. Identifikasi penyebab hipervolemia.
3. Monitor status hemodinamik (mis. Frekuensi jantung, tekanan darah MAP, CVP, PAP,
POMP, CO, CI) jika tersedia
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. Kadar natrium, BUN, hematocrit, berat jenis urine)
6. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma (mis. Kadar protein dan albumin
meningkat)
7. Monitot kecepatan infus secara ketat
8. Monitor efek samping diuretik (mis. Hipotensi ortortstatik, hipovolemia, hipokalemia,
hiponatremia)

Terapeutik:

1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama


2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40̊

Edukasi
1. Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam sehari
3. Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian diuretik


2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik
3. Kolaborasi pemberian continuous renal replacement therapy ( CRRT), jika perlu

3.3.2 Gangguan Integritas Kulit/Jaringan Berhubungan Dengan Gangguan Metabolisme

Gangguan integritas kulit/jaringan adalah kerusakan kulit (dermis,dan/atau epidermis)


atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendo, tulang kartilago, kapsul sendi
dan/atau ligamen)

Penyebabnya :

1. Perubahan sirkulasi
2. Perubahan status nutrisi (kelebihan dan kekurangan cairan)
3. Kekuranga/kelebihan volume cairan
4. Penurunan mobilitas
5. Bahan kimia iritatif
6. Suhu lingkungan yang ekstrem
7. Faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau faktor elektris
(elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi)
8. Efek samping terapi radiasi
9. Kelembapan
10. Proses penuaan
11. Neuropati perifer
12. Perubahan pigmentasi
13. Perubahan hormonal
14. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas jaringan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 5 jam diharapkan masalah keperawatan dapat
teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut:

Intervensi SIKI: Integritas Kulit Dan Jaringan:

1. Elastisitas meningkat
2. Hidrasi meningkat
3. Perfusi jaringan meningkat
4. Kerusakan jaringan menurun
5. Kerusakan lapisan kulit menurun
6. Perdarahan menurun
7. Kemerahan menurun
8. Hematoma menurun
9. Pigmentasi abnormal menurun
10. Jaringan parut menurun

Intervensi SLKI: Perawatan Integritas Kullit

Observasi

 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan


status nutrisi, penurunan kelembapan, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)

Terapeutik

1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring


2. Lakikan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
3. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
4. Gunakan prodak berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
5. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergi pada kulit sensitif
6. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

Edukasi

1. Anjurkan menggunakan pelembap (mis. Lotion, serum)


2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayuran
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
6. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

3.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana keperawatan.


Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi (Wartonah, 2015). Implementasi
keperawatan adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan dalam
bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Asmadi, 2008).

Implementasi keperawatan terdiri dari beberapa komponen:

a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan


b. Diagnosis keperawatan
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan
d. Tanda tangan perawat pelaksana

3.5 Evaluasi

Menurut Mahyar (2010) evaluasi keperawatan terdiri dalam beberapa komponen yaitu,
tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan, diagnosa keperawatan, dan evaluasi
keperawatan. Evaluasi keperawatan ini dilakukan dalam bentuk subjektif, objektif, assessment,
dan planning (SOAP). Evaluasi yaitu penilaian hasil dari proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan, Penilaian ini merupakan
proses untuk menentukan apakah ada atau tidak kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian hingga pelaksanaan. Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses
keperawatan mulai dari tahap pengkajian hingga pelaksanaan. Menurut Dermawan D. (2012)
evaluasi adalah proses keberhasilan tindakan keperawatan yang membandingkan antara proses
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dan menilai efektif tidaknya dari proses keperawatan yang
dilaksanakan serta hasil dari penilaian keperawatan tersebut digunakan untuk bahan perencanaan
selanjutnya apabila masalah belum teratasi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Akses Pembuluh Darah, diakses tanggal 20 juni 2018, melalui <https://www.sahabat
ginjal.com/penting-bagi-anda/hemodialisis>

Bayhakki. 2013. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronik. Jakarta: EGC Heardman.
2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 EGC:Jakarta

Huddak and Gallo 2010, Fahmi 2016. Pengaruh Self Management Dietary Counseling Terhadap
Self Care Dan Status Cairan Pada Pasien Hemodialisa, Tesis, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta

Ika 2015. Laporan Pendahuluan “Chronic Kidney Disease (CKD)” dilihat 4 Mei 2018, melalui
<http://repository.lppm.unila.ac.id/1391/1/49-54-IKA-A.pdf >Joy et al (2014).
Keperawatan Medikal Bedah Yogyakarta: Rapha Publishig

Kirana 2015. Laporan pendahuluan Asuhan Keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease
diakses pada tanggal 4 mei 2018 melalui <https://www.academia.edu/31553378/
CHRONIC_KIDNEY_DEASES

McAlexcander 2016, Faruq 2017, Upaya Penurunan Volume Cairan Pada PasienGagal Ginjal
Kronis, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Oscar 2017, Situasi Penyakit Ginjal Kronik diakses pada tanggal 25 Mei 2018, melalui
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin
%20ginjal%202017.pd

Sudoyo et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: InternaPublishing

Suharyanto, T. Madjid A, 2009. Asuhan Keperewatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan . Jakarta: Penerbit Trans Info Media

Syaifudin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Keparawatan &
Kebidanan Ed 4 Jakarta: EGC

Wijaya dan Putri. 2017. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Teoridan Contoh
Askep. Yogyakarta: Nuha Medika
Wilson 2012, Fahmi 2016. Pengaruh Self Management Dietary Counseling Terhadap Self Care
Dan Status Cairan Pada Pasien Hemodialisa Tesis,Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai