RSUD WONOSARI
OLEH :
YOGYAKART
A 2023-2024
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan berjudul “Laporan Pendahuluan Dengan Gagal Ginjal Kronik (CKD) Stadium 5
Dengan Hemodialisa Di RSUD Wonosari” dibaca dan disahkan. Pada
tanggal......................oleh :
11. KOMPLIKASI
a. Hipotensi
Angka terjadinya komplikasi ini sekitar 15–30% dari pasien yang menjalankan
hemodialisa. Keadaan yang biasa menyebabkan hipotensi menurut Clarkson et
al (2010) antara lain kecepatan ultrafiltrasi yang tinggi, diabetes mellitus,
amyloidosis, medikasi (beta bloker, alpha bloker, nitrat, calcium channel
blocker), proses pencernaan makanan selama dialisis.
b. Emboli udara : dapat terjadi bila udara memasuki sitem vaskuler pasien
c. Nyeri dada : dapat terjadi bila tekanan CO2 menurun bersama dengan
terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh
d. Kram otot
Kram otot terjadi sekitar 20% dalam terapi dialisis. Keram otot ini
berhubungan dengan kecepatan ultrafiltrasi yang tinggi dan rendahnya
konsentrasi sodium diasilat yang dapat mengindikasi terkadinya keram yang
menjadikan penyebab terjadinya kontraksi akut volume ekstraseluler (Clarkson
et al., 2010). Selain itu kram mungkin adalah reflek dari perubahan elektrolit
yang berpindah ke otot membran (O’Callaghan, 2006)
e. Dialysis Disequilibrium Syndrome
Terjadi pada saat hemodialisis pertama kali atau pada awal dimulainya terapi
hemodialisis. Sindrom ini merupakan akibat dari perubahan osmotik pada
otak, khususnya pada dinding urea plasma. (O’Callaghan, 2006). Sindrom ini
berhubungan dengan sekumpulan gejala yang mencakup mual dan muntah,
kegelisahan, sakit kepala, dan kelelahan selama dilakukannya hemodialisa atau
setelah dilakukannya hemodialisa. Dialysis Disequilibrium biasanya dilihat
pada situasi dimana pada awal konsentrasi larutan sangat tinggi dan alirannya
menalami kemunduran kecepatan (Clarkson et al., 2010).
f. Hipoglikemia
Disebabkan oleh pengurangan level potassium yang terlalu sering.
g. Perdarahan
Terjadi karena kerusakan fungsi platelet di daerah uremik dan adanya
perubahan permeabilitas kapiler serta anemia. Dari beberapa hal tersebut dapat
meningkatkan hilangnya di saluran pencernaan karena gastritis atau
angiodysplasia, lesi yang berhubungan dengan gagal ginjal. Pada awal
dilakukannya hemodialis, dilaporkan bahwa adanya sebagian kerusakan yang
disebabkan disfungsi platelet dan permeabilitas kapiler. Pasien yang menjalani
hemodialisis mempunyai resiko tinggi untuk terkena perdarahan karena
terpapar heparin secara berulang ulang (Clarkson et al., 2010).
h. Hipoksemia
Merupakan reflek dari hipoventilasi yang menyebabkan perpindahan dari
bikarbonat atau penutupan pulmo sehingga mengakibatkan perubahan
vasomotor dan terjadi aktifasi subtansi pada membran dialisis (O’Callaghan,
2006).
i. Gatal gatal
Terjadi setelah proses hemodialisis dilakukan mungkin terjadi karena adanya
reflek gatal pada gagal ginjal kronik, eksaserbasi dari pelepasan histamin
menyebabkan adanya reaksi alergi ringan pada membran dialisis. Jarang
terjadi dengan terpaparnya darah pada membran dialisis dapat meyebabkakan
respon alergi yang general.
Penanganan komplikasi HD
1. Hipotensi : meningkatkan BB pasien sebelum HD kemudian
membandingkan antara BB pre HD dengan post HD terakhir untuk
menentukan jumlah cairan yang akan dikeluarkan
2. Emboli udara : penanganan dengan mengeluarkan udara dari dalam
otot – otot HD tidak boleh ada udara yang masuk dalam alat HD dan
sebelum alat dipasang pada pasien maka alat dibilas dulu dengan NaCl
0,9% sekaligus untuk mendorong udara keluar, udara harus dikeluarkan
dari alat dan tidak boleh masuk ke dalam vaskuler pasien karena dapat
menimbulkan emboli.
3. Kram otot : bagian tubuh yang mengalami kram dipijat agar menjadi
lemas, pasien dianjurkan untuk relaks agar otot-otot yang kram bisa lemas
dengan cepat setelah dipijat.
4. Nyeri dada : nyeri disebabkan QB, tapi darah yang masuk dalam
tubuh lambat penanganannya dengan menurunkan QB.
5. Mual muntah : pasien diajarkan teknik relaksasi nafas dalam yang
dapat membantu merilekskan diri dan mengurangi rasa mual pasien.
Intra Hemodialisa
Data Subjektif
- Pasien mengeluh lemas
- Pasien mengeluh mual, muntah
- Pasien mengatakan cemas dengan keadaannnya
Data objektif
- Kelemahan otot, kehilangan tonus
- Pendarahan
- Pasien tampak lemas
- Pasien tampak cemas dan gelisah
Post Hemodialisa
Data Subjektif
- Pasien mengeluh lemas, kepala pusing, gatal- gatal, pada tubuhnya
Data Objektif
- Pendarahan
- Terjadi atau terdapat tanda- tanda infeksi (kolor, dolor, rubor, tumor dan
fungsiolasia)
2. DIAGNOSA
a. Pre Hemodialisa
1) Pola nafas tidak efektif b/d penumpukan secret, edema sekunder pada
paru akibat GGK
2) Perubahan pefusi jaringan perifer b/d transportasi oksigen dan nutrisi
ke jaringan menurun
3) Kelebihan volume cairan b/d retensi cairan dan natrium, penurunan
haluaran urine
4) Resiko penurunan curah jantung b/d ketidakseimbangancairan yang
mempengaruhi volume sirkulasi
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia, mual, muntah
6) Kerusakan integritas kulit b/d penumpukan ureum
7) Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang penyakitnya
b. Intra Hemodialisa
1) Resiko tinggi syok hipovolemik b/d proses ultrasi yang berlebihan
2) Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan, kehilangan darah
actual
3) Nyeri akut b/d proses patologis penyakit
4) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, terapi pembatasan
5) Ansietas b/d kurang pengetahuan terhadap penyakitnya, program
pengobatan
c. Post Hemodialisa
1) Resiko pendarahan b/d pemberian heparin yang berlebihan
2) Resiko tinggi infeksi b/d tindakan invasive
3. PERENCANAAN
1. Prioritas masalah
a. Pre Hemodialisa
1) Pola nafas tidak efektif
2) Perubahan perfusi jaringan perifer
3) Kelebihan volume cairan
4) Resiko penurunan curah jantung
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
6) Kerusakan integritas kulit
7) Ansietas
b. Intra Hemodialisa
1) Kekurangan volume cairan
2) Resiko syok hipovolemik
3) Nyeri akut
4) Intolerabsi aktivitas
5) Ansietas
c. Post Hemodialisa
1) Resiko terjadinya pendarahan
2) Resiko tinggi infeksi
2. Rencana Tindakan
a. Pre Hemodialisa
1) Diagnose : Pola nafas tidak efektif b/d penumpukan secret, edema,
sekunder pada paru akibat GGK
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pola nafas
pasien efektif
Kriteria Hasil :
a) Frekuensi nafas efektif
b) RR = 16-20 x/menit
c) Pasien tidak mengeluh sesak
d) Pasien tidak mengeluh nyeri dada
Intervensi
:
a) Beri posisi semifowler / posisi yang nyaman
R : meningkatkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan
b) Kaji pola nafas, auskultasi kedalaman pernafasan
R : untuk mengetahui kebutuhan
c) Kolaborasi dalam pemberian oksigen
R : untuk mengetahui kebutuhan oksigen pasien secara
adekuat
d) Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan sesuai
kebutuhan
R : meningkatkan sediaan oksigen pasien untuk
kebutuhan miocard untuk memperbaiki kontraktilitas,
menurunkan iskemia dan kadar asam laktat
2) Diagnose : Perubahan perfusi jaringan perifer b/d transportasi oksigen
dan nutrisi ke jaringan menurun
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan perfusi
jaringan perifer kembali efektif
Kriteria Hasil :
a) Tidak ada sianosis
b) Kulit pasien teraba hangat
c) Tidak merasa kesemutan lagi
d) CRT < 3 detik
Intervensi
:
a) Observasi warna dan suhu kulit/membrane mukosa
R : kulit pucat atau sianosis, kuku, membrane bibir/lidah,
atau dingin, kulit burik menunjukkan vasokontriksi perifer
(syok) atau gangguan aliran darah sistemik
b) Tingkatkan tirah baring selama fase akut
R : pembatasan aktivitas menurunkan aktivitas oksigen
c) Tinggikan kaki bila ditempat tidur atau duduk, sesuai
indikasi
R : menurunkan pembengkakan jaringan dan pengosongan
cepat vena superficial dan tibial, mencegah distensi
berlebihan dan sehingga meningkatkan aliran balik vena
d) Peringatkan pasien untuk menghindari menyilang kaki atau
hiperfleksi lutut.
R : pembatasan fisik terhadap sirkulasi mengganggu aliran
darah dan meningkatkan statis vena pada pelvis, popliteal,
dan pembuluh kaki, jadi meningkatkan pembengkakan
embolisasi dan meningkatkan risiko komplikasi
e) Anjurkan pasien untuk menghindari pijatan pada
ekstremitas yang sakit
R : aktivitas ini potensial memecah/menyebar thrombus,
menyebabkan embolisasi dan meningkatkan risiko
komplikasi
f) Dorong latihan nafas dalam
R : meningkatkan tekanan negative pada thoraks, yang
membantu pengosongan vena besar.
3) Diagnose : Resiko penurunan curah jantung b/d ketidakseimbangan
cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi
Tujuan
:
a) Pasien dapat mempertahankan curah jantung
b) Irama jantung dan frekuensi dalam batas normal
c) Nadi perifer kuat
Kriteria Hasil :
a) Observasi TD dan frekuensi jantung
R : kelebihan volume cairan disertai hipertensi dapat
menimbulkan gagal jantung
b) Auskultasi bunyi jantung
R : apabila terbentuk suara jantung S3 dan S4
menunjukkan gagal jantung
c) Kaji warna kulit, membrane mukosa, dan dasar kuku.
Perhatikan waktu pengisian kapiler
R : pucat dapat menunjukan vasokontriksi. Sianosis
mungkin berhubungan dengan kongesti paru atau gagal
ginjal.
d) Pertahankan tirah baring
R : menurunkan konsumsi oksigen
e) Kolaborasi dalam berikan tambahan oksigen sesuai indikasi
R : memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
miokardial untuk menurunkan kerja jantung dan hipoksia
seluler.
4) Diagnose : Kelebihan volume cairan b/d retensi cairan dan natrium,
penurunan haluaran urine.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan volume
cairan pasien seimbang
Kriteria Hasil :
a) BB pasien stabil (BB Post HD = BB Kering)
b) Tidak terdapat edema
c) Kadar Na + dan air didalam darah pada batas normal
d) TTV dalam batas normal ( TD : 110-120/70-80 mmHg, N:
60-100 x/menit, RR: 16-20 x/menit)
Intervensi
:
a) Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk edema. Evaluasi
derajad edema (+1 sampai +4)
R : edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung
pada tubuh, contoh tangan, kaki, area lumbosacral. BB
pasien dapat meningkat sampai 4,5 kg cairan sebelum
piting edema terdeteksi
b) Ukur semua sumber pemasukan dan pengeluaran. Timbang
dengan rutin
R : membantu mengevaluasi status cairan khususnya bila
dibandingkan dengan berat badan. Peningkatan berat badan
antara pengobatan harus tidak lebih dari 0,5 kg/hari.
c) Timbang BB pre HD
R : BB pre HD diperlukan untu menentukan HD yang
dilakukan
tubuh
d) Ukur Tanda-Tanda Vital Pre-HD
R : TTV Pre-HD dapat menentukan program HD dapat
dilakukan atau tidak
e) Lakukan persiapan pelaksanaan HD sesuai program dan
SOP
R : pelaksanaan HD dapat membantu mengeluarkan sisa-
sisa metabolisme dan cairan berlebih yang tidak mampu
dilakukan oleh ginjal
f) Lakukan HD sesuai kebutuhan
R : program HD sesuai kelebihan cairan dalam
g) Berikan KIE pada pasien dan keluarga untuk membatasi
asupan cairan sesuai indikasi
R : Pembatasan konsumsi cairan dapat membantu
mencegah terjadinya kelebihan volume cairan dalam tubuh
h) Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi: Diuretik,
contoh furosemide (Lasix), Mannitol (Osmitrol)
R : diberikan dini pada fase oliguria pada GGa pada upaya
mengubah ke fase nonoliguria, untuk melebarkan lumen
tubular dari debris, menurunkan hyperkalemia, dan
meningkatkan volume urine yang adekuat.
5) Diagnose : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia, mual,
muntah
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharpkan nutrisi pasien
adekuat
Kriteria Hasil :
a) BB pasien stabil
b) Terjadi peningkatan nafsu makan
Intervensi
:
a) Beri makan sedikit tapi sering
R/ : meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan
dengan status uremik/menurunnya peristaltic dan
memberikan sedikit energy
b) Batasi kalium, natrium, dan pemasukan fosfat sesuai
indikasi
R/ : pembatasan elektrolit ini diperlukan untuk mencegah
kerusakan ginjal lebih lanjut, khususnya bila dialysis tidak
menjadi bagian pengobatan,dan/atau selama fase
penyembuhan GGA
c) Timbang BB tiap dilakukan HD
R/ : untuk mengetahui siklus nutrisi
b. Intra Hemodialisa
c. Post Hemodialisa
1) Diagnosa : Resiko pendarahan b/d pemberian heparin yang berlebih
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
pendarahan tindak lanjut
Kriteria Hasil :
Anggraini, S., & Fadila, Z. (2023). Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan
Dialisis Di Asia Tenggara. 11(1), 77–84.
Crisanto, E. Y., Djamaludin, D., Yulendasari, R., & Sari, R. P. (2022). Penyuluhan kesehatan
tentang perilaku sehat pasien gagal ginjal kronik ( GGK ). 2(2), 65–69.
Hutagaol, E. V. (2019). Peningkatan Kualitas Hidup Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik
Yang Menjalani Terapi Hemodialisa Melalui Psychological Intervention Di Unit
Hemodialisa. 2.
Simanullang. (2021). Kepatuhan Pembatasan Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
Yang Menjalani Hemodialisa.
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Long, B C. (2010). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid
3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Prabowo, Eko P. Dan Pranata, Eka A.. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Pperkemihan.
Yogyakarta : Nuha Medika
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Rendy, M. Clevo dan Margareth, TH.. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit
Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2003). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI