Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

“GAGAL GINJAL”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

SABRINA SALSABILA (221447233)


SELLA AYU LESTARI (221447234)
SULASTRI (221447235)
TARA TANESIA (221447236)
TRY WULANDARI (221447237)
TWJ YUMERU (221447238)
VEZALIA MAGHFIRA (221447239)
WILDAN AL AZHAR HARIMAN (221447140)

Dosen Pengampu : Cristi Monica, MMRS

POLTEKKES KEMENKES PANGKAL PINANG

PRODI D III KEPERAWATAN BELITUNG

MEI 2023
KONSEP DASAR GAGAL GINJAL

1. DEFINISI
Gagal ginjal adalah ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh
atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya di eliminasi di urin
menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan
gangguan fungsi endrokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal
ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari
berbagai penyakit traktur urinarius dan ginjal.

A. Gagal Ginjal Akut (GGA)


Gagal ginjal akut adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat
hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostatis tubuh. Akibat
penurunan fungsi ginjal terjadi peningkatan metabolit persenyawaan nitrogen
seperti ureum dan kreatinin, serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal. Kriteria diagnosis GGA yaitu terjadinya
peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5 mg/dl per hari. Peningkatan
kadar ureum darah sekitar 10-20 mg/dl per hari, kecuali bila terjadi keadaan
hiperkatabolisme dapat mencapai 100 mg/dl per hari.
B. Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
ireversibel yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala
urineria (retensi urea dan sampah netrogen lain dalam darah). Penyakit gagal ginjal
kronik merupakan sebuah penurunan fungsi ginjal dalam jangka waktu menahun
yang menyebabkan kerusakan jaringan yang progresif. Tahap terakhir dari gagal
ginjal kronik yaitu gagal ginjal terminal yang merupakan keadaan fungsi ginjal
sudah sangat buruk. Tes klirens kreatinin dapat digunakan untuk menunjukkan
perbedaan dari gagal ginjal kronik dengan gagal ginjal terminal (Divanda, Idi, Rini,
& Astuti, 2019)

1
2. ETIOLOGI
A. Gagal Ginjal Akut (GGA)
Tiga kategori utama kondisi penyebab Gagal ginjal akut adalah:
1) Kondisi Prerenal (Hipoperfusi Ginjal)
Kondisi Preperal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan
turunnya glomeluruss atau tubulus ginjal. Kondisi klinis yang umum adalah
status penipisan volume (hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran
gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), dan gangguan fungsi
jantung (infark miokardium,gagal jantung kongestif,atau syok kardiogenik).
2) Penyebab intrareral (kerusakan actual jaringan ginjal)
Penyebab intrarenal gagal ginjal akut adalah akibat dari kerusakan struktur
glomelurus atau tubukus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat
benturan, dan infeksi serta agen nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis
tubulus akut (ATN) dan berhentinya fungsi renal. Cedera akibat terbakar dan
benturan menyebabkan pembebasan hemoglobin dan mioglobin (protein yang
dilepaskan dari otot ketika cedera), sehingga terjadi toksik renal, iskemik atau
keduanya. Reaksi tranfusi yang parah juga menyebabkan gagal
intarenal,homoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolisis melewati
membran glomelurus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal menjadi faktor
pencetus terbentuknya hemoglobin.
Penyebab lain adalah pemakaian obat-obat antinflamasi nonsteroid
(NSAID), terutama pada pasien lansia. Medikasi ini mengganggu prostagladin
yang secara normal melindungi aliran darah renal, menyebabkan iskemia ginjal.
3) Pasca Renal
Pascarenal yang biasanya menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat
dari obstruksi di bagian distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat,
akhirnya laju filtrasi glomelurus meningkat.
Meskipun patogenesis pasti dari gagal ginjal akut dan oligoria belum
diketahui, namun terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab. Beberapa

2
faktor mungkin reseversible jika diidentifikasi dan ditangani secara tepat
sebelum fungsi ginjal terganggu. Beberapa kondisi yang menyebabkan
pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal:
a. Hipovolemia
b. Hipotensi
c. Penurunan curah jantung dan gagal jantung kongestif
d. Obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan darah,
atau batu ginjal
e. Obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal.

B. Gagal Ginjal Kronik (GGK)


Gagal ginjal kronik banyak disebabkan oleh nefropati DM, penyakit ginjal
herediter, nefritis interstitial, uropati obstruksi, glomerulus nefritis, dan hipertensi.
Sedangkan kejadian gagal ginjal kronik di Indonesia banyak disebabkan karena
infeksi yang terdapat pada saluran kencing, nefropati diabetic, nefroskeloris
hipertensi, dan lain sebagainya (Divanda et al., 2019). Penyakit gagal ginjal kronik
terbesar disebabkan oleh faktor penyakit ginjal hipertensi dengan jumlah presentase
37%. Gagal ginjal kronik dengan etiologic hipertensi disebabkan karena kerusakan
pada pembuluh darah yang terdapat pada ginjal sehingga menghambat ginjal dalam
memfiltrasi darah dengan baik.
Sedangkan factor utama penyebab anemia terhadap pasien yang sedang
menjalani terapi hemodialis yaitu defisiensi dari eritropoetin. Kehilangan darah
yang cukup banyak yang digunakan untuk pemeriksaan laboratorium beserta darah
merupakan bagian dari penyebab dari terjadinya anemia pada pasien dengan gagal
ginjal kronik. Anemia pada pasien dengan penyakit juga dapat disebabkan akibat
dari kurangnya jumlah zat besi juga pada asupan makanan. Untuk itu terapi
pemberian sumplemen zat besi juga perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya
kekurangan zat besi.

3
3. MANIFESTASI KLINIS
A. Gagal Ginjal Akut (GGA)
Hampir semua sistem tubuh dipengaruhi ketika terjadi kegagalan mekanisme
pengaturan ginjal normal. Pasien tampak sangat menderita dan latergi disertai mual
persisten, muntah,dan diare. Kulit dan membrane mukosa kering akibat dehidrasi
dan napas mungkin berbau urin (fetor uremik). Manifestasi system saraf pusat
mencakup rasa lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang.
1) Perubahan haluran urin
Haluran urin sedikit dapat mengandung darah, dan gravitas spesifiknya rendah
(0,010 sedangkan nilai normalnya 0,015-0,025)
2) Peningkatan BUN dan kadar kreatinin
Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju peningkatannya
tergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan
masukan protein. Serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomelurus.
3) Hiperkalemia
Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu
mengekskresikan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan
hiperkalemia berat (kadar serum K+ tinggi). Hiperkalemia menyebabkan
disritmia dan henti jantung.
4) Asidosis metabolik
5) Abnoemalitas Ca++ dan PO4+
Peningkatan konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi, serum kalsium mungkin
menurun sebagai respon terhadap penurunan absorsi kalsium di usus dan
sebagai mekanisme komperensi terhadap peningkatan kadar serum fosfat.
6) Anemia
Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat
dielakkan sebagai dari akibat dari penurunan produksi eripotein, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah dan kehilanggan darah,
biasanya dari saluran GI.

4
B. Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik menurut Rao (2012) adalah sebagai berikut :
1) System kardiovaskuler : Manifestasi klinis pada system kardiovaskuler antara
lain hipertensi, gagal jantung kongestif, dan pembesaran pada vena jugularis
akibat dari cairan yang berlebihan.
2) Pulmoner ditandai dengan adanya krekels, sputum kental, serta nafas dangkal.
3) Gejala dermatologi seperti gatal-gatal pada kulit yang disebabkan adanya
penyumbatan Kristal ureum diarea kulit bawah, rambut tipis dan mudah rapuh.
4) Gejala gastointensial seperti anoreksia, mual, muntah, cegukan, indra
penciuman menurun, konstipasi serta diare.
5) Gejala neurologi seperti kelemahan, tingkat kesadaran menurun, kejang, susah
untuk berkonsentrasi.
6) Salah satu gejala dari musculoskeletal seperti keram pada otot, otot mengalalmi
penurunan kekuatan, patah tulang serta tekanan pada kaki.
7) Gejala reproduksi seperti amenor serta atrofi testikuler.
Sedangkan factor utama penyebab anemia terhadap pasien yang sedang
menjalani terapi hemodialisis yaitu defisiensi dari eritropoetin. Kehilangan
darah yang cukup banyak yang digunakan untuk pemeriksaan laboratorium
anemia pada pasien dengan gagal ginjal kronik.

4. PATOFISIOLOGI
A. Gagal Ginjal Akut (GGA)
Ginjal berperan penting dalam regulasi tekanan darah berkat efeknya pada
keseimbangan natrium, suatu penentu utama tekanan darah. Konsentrasi natrium
didalam tubuh dalam menilai tekanan darah. Melalui kerja dua sensor, baik kadar
natrium yang rendah atau tekanan perfusi yang rendah berfungsi sebagai stimulasi
untuk pelepasan renin. Renin yaitu suatu protease yang meningkatkan tekanan darah
dengan memicu vasokonstriksi secara langsung dan dengan merangsang sekresi
aldosterone sehingga terjadi retensi natrium dan air. Semua efek ini menambah
cairan ekstrasel utuh kehilangan fungsi ginjal normal akibat dari penurunan jumlah

5
nefroen yang berfungsi dengan tepat. Bila jumlah nefron berkurang sampai jumlah
yang tidak adekuat untuk mempertahankan keseimbangan homeostatis, terjadi
akibat gangguan fisiologis. Gagal ginjal melakukan fungsi metaboliknya dan untuk
membersihkan toksin dari darah selain itu gagal ginjal akut disebabkan dengan
berbagai macam keadaan seperti gangguan pada pulmoneal yaitu nafas dangkal,
kussmaul, dan batuk dengan sputum. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan
asam dan basa. Gangguan pada kardiovaskuler seperti hipertensi, nyeri dada,
gangguan irama jantung dan edema. Edema merujuk kepada penimbunan cairan
dijaringan subkutis dan menandakan ketidakseimbangan gaya-gaya starling
(kenaikan tekanan intravaskuler atau penurunan tekanan intravaskuler) yang
menyebabkan cairan merembes kedalam ruang interstisial. Edema akan terjadi pada
keadaan hipoproteinemia dan gagal ginjal yang parah.

B. Gagal ginjal kronik


Patofisiologi awal dari penyakit ginjal gagal kronik sesuai dengan penyakit
yang mendasarinya namun proses selanjutnya mayoritas sama. Dari berbagai
macam penyebabnya seperti nefropati DM, penyakit ginjal turunan, darah tinggi
maupun infeksi yang terjadi pada saluran kemih yang kemudian menimbulkan
rusaknya glomerulus diterusnya dengan terjadinya kerusakan pada nefron yang
terdapat pada glomerulus sehingga nilai Glomerulus Filtration Rate mengalami
penurunan, hal ini akan memicu terjadinya penyakit ginjal kronik dimana fungsi
ginjal akan terjadi ketidakstabilan pada proses ekskresi maupun sekresi. Hilangnya
kadar protein yang mengandung albumin serta antibody yang disebabkan karena
kerusakan pada glomerulus akan menyebabkan tubuh mudah terinfeksi dan aliran
darah akan mengalami penurunan (Divanda, Idi, Rini, & Astuti, 2019)
Rahayu (2018) mengemukakan perubahan pada fungsi ginjal semakin lama
jangka waktu yang dibutuhkan memungkinkan terjadinya kerusakan yang jauh lebih
parah pada suatu nefron. Luka scerotik akan menyebabkan glomelurus mengurangi
fungsi ginjal yang kemudian tindak lanjut pada pasien dengan darah tinggi pada
gagal ginjal dapat dikondisikan. Jika penyakit ini tidak segera ditangani

6
kemungkinan terjadinya gagal ginjal akan meningkat. Kelainan pada fungsi ginjal
biasanya sering dialami oleh orang yang sudah dewasa. Kelainan ginjal berdasarkan
waktunya menjadi dua yaitu, gagal ginjal kronik serta gagal ginjal akut.
Perjalanan umum GGK melalui 3 stadium :
Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
a. Kreatinin serum dan kadar BUN normal
b. Asimptomatik
c. Tes beban kerja pada ginjal
Stadium II : Insufisiensi ginjal
a. Kadar BUN meningkat
b. Kadar kreatinin serum meningkat
c. Nokturia dan poliuri ( kegagalan pemekatan )
Ada 3 derajat insufisiensi ginajl :
a. Ringan
40 %- 80 % fungsi ginjal dalam keadaan normal
b. Sedang
15%-40% fungsi ginjal normal
c. Kondisi berat
2%-20% fungsi ginjal normal
Stadium III : gagal ginjal stadium akhir atau uremia
a. Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
b. Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostatis cairan dan
elektrolit
c. Air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010

5. KOMPLIKASI
A. Gagal Ginjal Akut (GGA)
Komplikasi yang dapat terjadi dari ginjal akut di antaranya gagal ginjal
kronik, infeksi, dan sindrom uremia. Komplikasi infeksi sering merupakan
penyebab kematian pada GGA. dan haus segera diberantas dengan antibiotika yang

7
adekuat. Bila LFG menurun 5%-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol
maka pasien akan menderita sindrom uremik yaitu suatu komplikasi gejala yang
terjadi akibat atau berkaitan dengan retensi metabolit nitrogen karena gagal ginjal.

B. Gagal Ginjal Kronik (GGK)


1) Hipertensi
2) Hiperkalemia
3) Anemia
4) Asidosis Metabolik
5) Osteodistropi Ginjal
6) Sepsis
7) Neuropati Perifer
8) Hiperuremia

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.
b) Urin : ureum, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
c) Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatin dan asam urat.
d) Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
e) Gangguan kesimbangan elektrolit : hyperkalemia, hypernatremia, atau
hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
f) Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam yang terjadi dalam 24 jam
setelah ginjal rusak.
g) Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb,
Mioglobin, porfirin.
h) Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal.
i) Ph urine : >7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal kronik.
j) Osmolaritas urine : <350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal, dan rasio
urin/serum sering 1:1

8
k) Klierens keratin urine : menurun sebelum BUN dan kratinin serum menunjukkan
peningkatan bermakna.
l) Natrium urine : biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 MEq/L bila ginjal tidak
mampu mengabsorbsi natrium.
m) Biokarbonat urine: meningkat bila ada asidosis metabolik.
n) SDM urine : adanya infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF.
o) Protein : protein derajat tinggi (3-4+) menunjukkan kerusakan glomerulus dan
protein derajat rendah ( 1-2+) menunjukkan infeksi atau nefritis interstisial.
p) Warna tambahan : warna tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah
sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga
nefritis glomular.

Darah :
a) Hb : menurun pada adanya anemia.
b) Sel darah merah : sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan atau penurunan
hidup.
c) PH : asidosis metabolik (<7,2) dapat terjadi penurunan kemampuan ginjal untuk
mengekresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme.
d) BUN/kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi rasio 10 : 1
e) Osmolaritas serum : lebih dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urine.
f) Kalium : meningkat dengan sehubungan retensi seiring dengan perpindahan selular
(asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolysis sel darah merah).
g) Natrium : biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.
h) Ph : kalium dan bikarbonat menurun.
i) Klorida, fosfat dan magnesium meningkat
j) Protein : dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan,
penurun pemasukan, dan penurunan sintesis, karena asam amino esensial.
k) CT. Scan
l) MRI
m) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.

9
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Sangat dipengaruhi oleh penyebab/penyakit primer. Penyebab prerenal perlu sekali
dievaluasi, misalnya dehidrasi, penurunan tekanan darah.
1) Tindakan awal
a. Terhadap factor prerenal : koreksi factor prerenal dan koreksi cairan dengan
darah, plasma atau NaCl fisiologik atau ringer, jika 30-60 menit produksi urin
tak naik berikan Manitol selama 30 menit dalam laruan 25% ( sampai 25 gram),
furosemid 2 mg/kg BB IV 2 jam tidak berhasil (urin tetap 200-500 cc/m2/hr),
furosemid tidak berhasil maka masuk ke tindakan Oliguria.

b. Fase Oliguria
a) Pemantauan ketat
- Timbangan BB tiap hari
- Perhitungan ketat tiap cairan
- Tanda-tanda vital
- Lab : Hct, Ns+, Ca+, fosfat, asam urat, kreatinin, Pa CO2, BUN (tiap
hari )
b) Tanggulangi komplikasi
c) Diet
- Kalau dapat oral : kaya KH dan lemak
- Batasi protein 0,5-1 gr/kg bb/hari
d) Cairan
Jumlah cairan 2/3 kebutuhan sensible maupun insensible ( sisanya akan
terpenuhi dari air hasil metabolisme) pada udara kering kurang dari 400
mL/m2/hari.
e) Hiperkalemia
f) Monitor EKG

c. Fase nonoliguria

10
Fase ini biasanya ringan dan berlangsung beberapa hari : volume urine sedikit
meningkat, BJ urine rendah. Awasi ketat Na+ dan K+

d. Dialisis Akut
Indikasi pada asidosis yang berkepanjangan, hipermagnesemia, hiperkalemia,
keadaan klinik makin mundur, uremia. Peritonel dialysis dapat diterima dengan
baik bila hanya beberapa kali saja dialisis diperlukan.

11
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa,
nama orang tua, pekerjaan orang tua.
2. Keluhan utama
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,
takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
3. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa saja,
bagaimana cara minum obatnya, apakah teratur atau tidak, apa saja yang
dilakukan pasien untuk menanggulangi penyakitnya.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit ginjal pada keluarga atau penyakit turunan seperti
penyakit infeksi saliran kemih, hipertensi, sindrom alports dan penyakit
keluarga lainnya.
5. Aktivitas/istirahat
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau
samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
6. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina), nadi
kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan, nadi lemah,
hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap
akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan pendarahan.
7. Integritas ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan, menolak,
ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
8. Eliminasi

12
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh kuning
pekat, merah, coklat, oliguria.
9. Makanan/cairan
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi),
anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernafasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi abdomen/asietes,
pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor kulit/kelembaban, ulserasi gusi,
pendarahan gusi/lidah.
10. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki gelisah”,
rasa terbakar pada telapak kaki, kesmutan dan kelemahan, khususnya pada
ekstremitas bawah, gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat
kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
11. Nyeri/kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku berhati-
hati/distraksi, gelisah.
12. Pernafasan
Nafas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak,
takipnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk dengan sputum encer
(edema paru).
13. Keamanan
Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),
normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalai
suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur
tulang, keterbatasan gerak sendi.
14. Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
15. Interaksi sosial

13
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan
fungsi peran biasanya dalam keluarga.
16. Penyuluhan/pembelajaran
Riwayat Diabetes Mellitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik,
nefritis herediter, kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat terpejan pada toksin,
contoh obat, racun lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik saat
ini/berulang.

B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menurut Alam dan Hadibroto (2008), yaitu :
a. Keluhan utama : lemas, nyeri pinggang
b. Tingkat kesadaran : compos mentis sampai koma
c. Pengukuran antropometri : berat badan menurun, lingkar lengan atas (LILA)
menurun
d. Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, distritmia,
pernafasan kusmaul, tidak teratur.
e. Kepala
• Mata : konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur, edema
periorbital.
• Rambut : rambut mudah rontok, tipis dan kasar
• Hidung : pernafasan cuping hidung
• Mulut : ulserasi dan pendarahan, nafas berbau ammonia, mual, muntah, serta
cegukan, peradangan gusi
• Leher : pembesaran vena leher
f. Dada : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan kusmaul serta
krekels, pneumonitis, edema pulmoner
g. Abdomen : nyeri area pinggang, asites
h. Genital : atrofi testikuler, amenore
i. Ekstemitas : kuku rapuh dan kusam serta tipis, kelemahan pada tungkai, rasa
panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatan otot.

14
j. Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warna kulit abu-abu, mengkilat atau
hiperpigmentasi, gatal (pruritus), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Hipervolemia
2. Defisit nutrisi
3. Nausea
4. Gangguan integritas kulit/jaringan
5. Gangguan pertukaran gas
6. Intoleransi aktivitas
7. Risiko penurunan curah jantung
8. Perfusi perifer tidak efektif
9. Nyeri akut

D. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Hypervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajeman
keperawatan selama 3x8 jam Hipervolemia
maka hypervolemia meningkat Observasi :
dengan kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan
1. Asupan cairan meningkat gejala hypervolemia
2. Keluaran urin meningkat (edema, dyspnea,
3. Edema menurun suara nafas
4. Tekanan darah membaik tambahan)
5. Turgor kulit membaik 2. Monitor intake dan
output cairan
3. Monitor jumlah dan
warna urin

15
Terapeutik :
1. Batasi asupan cairan
dan garam
2. Tinggikan kepala
tempat tidur
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian diuretic
2. Kolaborasi
penggantian
kehilangan kalium
akibat diuretic
3. Kolaborasi
pemberian
continuous renal
replacement therapy
(CRRT) jika perlu.
2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajeman Nutrisi
keperawatan selama 3x8 jam Observasi :
diharapkan pemenuhan 1. Identifikasi status
kebutuhan nutrisi pasien nutrisi
tercukupi dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi makanan
1. Intake nutrisi tercukupi yang disukai
2. Asupan makanan dan cairan 3. Monitor asupan
tercukupi makanan

16
4. Monitor berat badan
Terapeutik :
1. Lakukan oral
hygiene sebelum
makan, jika perlu
2. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
3. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrisi yang
dibutuhkan, jika
perlu
2. Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan
3. Nausea Setelah dilakukan tindakan Manajemen Mual
keperawatan selama 3x8 jam Observasi :
maka nausea membaik dengan 1. Identifikasi
kriteria hasil : pengalaman mual
1. Nafsu makan membaik 2. Monitor mual (mis.
2. Keluhan mual menurun Frekuensi, durasi,
3. Pucat membaik dan tingkat

17
4. Takikardia membaik (60-100 keparahan)
kali/menit) Terapeutik :
1. Kendalikan faktor
lingkungan penyebab
(mis. Bau tak sedap,
suara, dan
rangsangan visual
yang tidak
menyenangkan)
2. Kurangi atau
hilangkan keadaan
penyebab mual (mis.
Kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
Edukasi :
1. Anjurkan istirahat
dan tidur yang cukup
2. Anjurkan sering
membersihkan
mulut, kecuali jika
merangsang mual
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengatasi
mual (mis. Relaksasi,
terapi music,
akupresur)
Kolaborasi :
1. Kolaborasi

18
pemberian
antiemetik, jika perlu
4. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas
integritas keperawatan selama 3x8 jam Kulit
kulit/jaringan diharapkan integritas kulit dapat Observasi :
terjaga dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab
1. Integritas kulit yang baik gangguan integritas
bisa dipertahankan kulit (mis. Perubahan
2. Perfusi jaringan baik sirkulasi, perubahan
3. Mampu melindungi kulit dan status nutrisi)
mempertahankan Terapeutik :
kelembaban kulit. 1. Ubah posisi tiap 2
jam jika tirah baring
2. Lakukan pemijatan
pada area tulang, jika
perlu
3. Hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada kulit
kering
4. Bersihkan perineal
dengan air hangat
Edukasi :
1. Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis.
Lotion atau serum)
2. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun

19
secukupnya
3. Anjurkan minum air
yang cukup
4. Anjurkan
menghindari terpapar
suhu yang ekstrem
5. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
pertukaran gas keperawatan selama 3x8 jam Observasi :
diharapkan pertukaran gas tidak 1. Monitor frekuensi,
terganggu dengan kriteria hasil : irama, kedalaman
1. Tanda-tanda vital dalam dan upaya nafas
rentang normal 2. Monitor pola nafas
2. Tidak terdapat otot bantu 3. Monitor saturasi
nafas oksigen
3. Memelihara kebersihan paru 4. Auskultasi bunyi
dan bebas dari tanda-tanda nafas
distress pernafasan Terapeutik :
1. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Bersihkan sekret
pada mulut dan
hidung, jika perlu
3. Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
4. Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan

20
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
6. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
aktivitas keperawatan selama 3x8 jam Observasi :
toleransi aktivitas meningkat 1. Monitor kelelahan
dengan kriteria hasil : fisik
1. Keluhan lelah menurun 2. Monitor pola dan jam
2. Saturasi oksigen dalam tidur
rentang normal (95%-100%) Terapeutik :
3. Frekuensi nadi dalam 1. Lakukan latihan
rentang normal (60-100 rentang gerak
kali/menit) pasif/aktif
4. Dyspnea saat beraktivitas 2. Libatkan keluarga
dan setelah beraktivitas dalam melakukan
menurun (16-20 kali/menit) aktivitas, jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
2. Anjurkan keluarga
untuk memberikan
penguatan positif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan

21
ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
7. Risiko Setelah dilakukan tindakan Perawatan Jantung
penurunan curah keperawatan selama 3x8 jam Observasi :
jantung diharapkan penurunan curah 1. Identifikasi tanda dan
jantung meningkat dengan gejala primer
kriteria hasil : penurunan curah
1. Kekuatan nadi perifer jantung (mis.
meningkat Dispnea, kelelahan)
2. Tekanan darah membaik 2. Monitor tekanan
(100-130/60-90 mmHg) darah
3. Lelah menurun 3. Monitor saturasi
4. Dispnea menurun dengan oksigen
frekuensi 16-24 kali/menit Terapeutik :
1. Posisikan semifowler
atau fowler
2. Berikan terapi
oksigen
Edukasi :
1. Ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam
2. Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
antiaritmia, jika perlu
8. Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi

22
tidak efektif perawatan selama 3x8 jam maka Observasi :
perfusi perifer meningkat 1. Periksa sirkulasi
dengan kriteria hasil : perifer (mis. Nadi
1. Denyut nadi perifer perifer, edema,
meningkat pengisian kapiler,
2. Warna kulit pucat menurun warna, suhu)
3. Kelemahan otot menurun 2. Monitor perubahan
4. Pengisian kapiler membaik kulit
5. Akral membaik 3. Monitor panas,
6. Turgor kulit membaik kemerahan nyeri atau
bengkak
4. Identifikasi faktor
risiko gangguan
sirkulasi
Terapeutik :
1. Hindari pemasangan
infus atau
pengambilan darah di
area keterbatasan
perfusi
2. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Lakukan pencegahan
infeksi
4. Lakukan perawatan
kaki dan kuku
Edukasi :

23
1. Anjurkan berhenti
merokok
2. Anjurkan
berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek
air mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
4. Anjurkan meminum
obat pengontrol
tekanan darah secara
teratur
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
kortikosteroid, jika
perlu
9. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3x8 jam Observasi :
maka tautan nyeri meningkat 1. Identifikasi faktor
dengan kriteria hasil : pencetus dan pereda
1. Melaporkan nyeri terkontrol nyeri
meningkat 2. Monitor kualitas
2. Kemapuan mengenali onset nyeri
nyeri meningkat 3. Monitor lokasi dan
3. Kemapuan menggunakan penyebaran nyeri
teknik nonfarmakologis 4. Monitor intensitas
meningkat nyeri dengan
4. Keluhan nyeri penggunaan menggunakan skala

24
analgesik menurun 5. Monitor durasi dan
5. Meringis menurun frekuensi nyeri
6. Frekuensi nadi membaik Terapeutik :
7. Pola nafas mambaik 1. Ajarkan teknik
8. Tekanan darah membaik nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
2. Fasilitasi istirahat
dan tidur
Edukasi :
1. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
2. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian obat
analgetik

25
DAFTAR PUSTAKA

Diahastuti, K. F. (2021). Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronis Di Rumah Sakit


Sultan Agung Semarang.

Divanda, Idi, D. R., Rini, S., & Astuti, W. (2019). ASUHAN GIZI PADA PASIEN
GAGAL GINJAL KRONIK DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL. Sleman.

Proses-proses Penyakit Jilid 2. (n.d.).

26

Anda mungkin juga menyukai