Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh dan berfungsi untuk membuang
sampah metabolisme dan racun tubuh dalam bentuk urin, yang kemudian
dikeluarkan dari tubuh. Tetapi  pada  kondisi tertentu karena adanya gangguan
pada ginjal, fungsi tersebut akan berubah. 

Gagal ginjal akut (GGA) adalah sindrom yang ditandai oleh penurunan laju
filtrasi glomerulus secara mendadak dan cepat (hitungan jam-minggu) yang
mengakibatkan terjadinya retensi produk sisa nitrogen seperti ureum dan
kreatinin. Sedangkan Gagal ginjal kronik biasanya terjadi secara perlahan-lahan
sehingga biasanya diketahui setelah jatuh dalam kondisi parah.  Gagal ginjal
kronik tidak dapat disembuhkan.  Gagal ginjal kronik dapat terjadi pada semua
umur dan semua tingkat sosial ekonomi.  Pada penderita gagal ginjal kronik,
kemungkinan terjadinya kematian sebesar 85%.

Melihat kondisi seperti tersebut di atas,  maka perawat harus dapat mendeteksi
secara dini tanda dan gejala klien dengan gagal ginjal kronik.  Sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensip pada klien anak dengan
gagal ginjal kronik.

B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Untuk mendapat gambaran umum tentang asuhan keperawatan pada anak
dengan gagal ginjal.

2.      Tujuan Khusus.
Dengan pembuatan makalah mahasiswa mampu :
a. Mengerti dan memahami konsep dasar gagal ginjal.
b. Melakukan pengkajian pada pasien dengan gagal ginjal.
c. Menentukan diagnosa keperawatan dan merumuskan diagnosa prioritas
gagal ginjal.
d. Menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Definisi
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic
tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi
di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan
menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta
asam basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir
yang umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal.

B.     Jenis Gagal Ginjal


1)      Gagal Ginjal Akut (GGA) = ARF (Acute Renal Failure)
a) Sering berkaitan dengan penyakit kritis
b) Berjalan cepat dalam hitungan hari – minggu
c) Biasanya reversibel bila penderita dapat bertahan dengan penyakit kritisnya
2)      Gagal Ginjal Kronik (GGK) = CRF (Cronic Renal Failure)
a) Dimulai dengan kerusakan yang progresif pada nefron dalam waktu lama
dan ireversibel

GAGAL GINJAL AKUT


1. Pengertian GGA
Gagal ginjal akut : suatu penyakit dimana ginjal secara tiba – tiba kehilangan
kemampuan untuk mengekskresikan sisa–sisa metabolisme. Gagal ginjal akut :
suatu keadaan klinik dimana jumlah urin mendadak berkurang dibawah  300 ml /
m2 dalam sehari disertai gangguan fungsi ginjal lainnya. Sering dipergunakan
istilah lain untuk keadaan tersebut seperti nefrosis toksik akut, nakrosis tubular
akut, nefrosis nefron rendah dan lain sebagainya.

Gagal Ginjal Akut Adalah suatu keadaan klinis, terjadi penurunan fungsi ginjal
secara mendadak  dengan akibat kemampuan ginjal untuk mempertahankan
homeotasis tubuh hilang, dan disertai gejala-gejala sebagai akibat : Gangguan
keseimbangan air dan elektrolit, Ganggua keseimbangan asam-
basa dan Gangguan eliminasi limbah metabolisme misalnya ureum,
creatinin. Gagal ginjal akut biasanya disertai anuria, oliguria, produksi urin
normal maupun poliuria.

2. Etiologi GGA
1. Faktor prarenal
Semua faktor yang menyebabkan peredaran darah ke ginjal berkurang dengan
terdapatnya hipovolemia, misalnya :
a. Perdarahan karena trauma operasi.
b. Dehidrasi atau berkurangnya volume cairan ekstra seluler (dehidrasi pada
diare).
c. Berkumpulnya cairan interstisiil di suatu daerah luka (kombustio, pasc
bedah yang cairannya berkumpul di daerah operasi, peritonitis dan proses
eksudatif lainnya yang menyebabkan hipovolemia).

2. Faktor renal
Pada tipe ini Gagal Ginjal Akut timbul akibat kerusakan jaringan ginjal.
Kerusakan dapat terjadi pada glomeruli atau tubuli sehingga faal ginjal langsung
terganggu. Dapat pula terjadi karena hipoperfusi prarenal yang tak teratasi
sehingga mengakibatkan iskemia, serta nekrosis jaringan ginjal Prosesnya dapat
berlangsung cepat dan mendadak, atau dapat juga berlangsung perlahan–lahan
dan akhirnya mencapai stadium uremia. Kelainan di ginjal ini dapat merupakan
kelanjutan dari hipoperfusi prarenal dan iskemia kemudian menyebabkan
nekrosis jaringan ginjal.
Beberapa penyebab kelainan ini adalah :
a. Koagulasi intravaskuler, seperti pada sindrom hemolitik uremik,
renjatansepsis dan renjatan hemoragik.  
b. Glomerulopati (akut) seperti glomerulonefritis akut pasca sreptococcoc,
lupus nefritis, penolakan akut atau krisis donor ginjal.
c. Penyakit neoplastik akut seperti leukemia, limfoma, dan tumor lain yang
langsung menginfiltrasi ginjal dan menimbulkan kerusakan.
d. Nekrosis ginjal akut misal nekrosis tubulus akut akibat renjatan dan iskemia
lama, nefrotoksin (kloroform, sublimat, insektisida organik), hemoglobinuria
dan mioglobinuria.
e. Pielonefrits akut (jarang menyebabkan gagal ginjal akut) tapi umumnya
pielonefritis kronik berulang baik sebagai penyakit primer maupun sebagai
komplikasi kelainan struktural menyebabkan kehilangan faal ginjal secara
progresif.
f. Glomerulonefritis kronik dengan kehilangan fungsi progresif.

3. Faktor pascarenal
Pascarenal yang biasanya menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari
obstruksi di bagian distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat, akhirnya
laju filtrasi glomerulus meningkat. Meskipun patogenesis pasti dari gagal ginjal
akut dan oligoria belum diketahui, namun terdapat masalah mendasar yang
menjadi penyebab. Beberapa factor mungkin reversible jika diidentifikasi dan
ditangani secara tepat sebelum fungsi ginjal terganggu. Beberapa kondisi yang
menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal: (1)
hipovolemia; (2) hipotensi; (3) penurunan curah jantung dan gagal jantung
kongestif; (4) obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat tumor, bekuan
darah, atau batu ginjal dan (5) obstrusi vena atau arteri bilateral ginjal.
3. Manifestasi klinis GGA
Keluhan dan gejala Gagal Ginjal Akut pada anak tidak khas. Gagal Ginjal Akut
hendaknya dipertimbangkan pada anak-anak dengan gejala-gejala sebagai
berikut:
a. Gejala-gejala non-spesifik dari uremia : mual, muntah, anoreksia, drowsiness
atau kejang.
b. Oliguria atau anuria (< 300 ml/m2/hari atau <1 ml/kg BB/jam)
c. Hiperventilasi karena asidosis.
d. Sembab.
e. Hipertensi.
f. Kelainan sedimen urine, misalnya : hematuria, proteinuria.
g. Tanda-tanda obstruksi saluran kemih, misalnya : pancaran urine yang lemah,
kencing menetes atau adanya masa pada palpasi abdomen.
h. Keadaan-keadaan yang merupakan faktor predisposisi Gagal Ginjal Akut,
misalnya diare dengan dehidrasi berat, penggunaan aminoglikosida,
khemoterapi pada leukemia akut.

4. Fase GGA
Secara klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi 3 fase, yaitu :
a. Fase oliguri / anuria
Jumlah urin berkurang hingga 10–30 ml sehari. Pada bayi, anak – anak
berlangsung selama 3–5 hari. Terdapat gejala–gejala uremia (pusing, muntah,
apatis, rasa haus, pernapasan kusmaul, anemia, kejang), hiperkalemi,
hiperfosfatemi, hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik.
b. Fase diuretik
Pada fase ini urine bertambah setiap hari hingga menjadi poliuri. Hal ini
disebabkan karena kadar ureum tinggi dalam darah (diuresis osmotik), faal
tubulus belum baik, pengeluaran cairan berlebihan. Terjadi hiponatremia
karena kehilangan natrium melalui tubulus yang rusak. Lamanya fase ini
berlangsung selama 2  minggu.
c. Fase penyembuhan atau fase pasca diuretic
Pada fase ini poliuria berkurang demikian juga gejala uremia. Fungsi
glomerulus dan tubulus berangsur – angsur membaik.

5. Patofisiologi GGA
Pada gagal ginjal akut terjadi ketidakmampuan ginjal untuk memfiltrasi sisa
buangan, pengaturan cairan, dan mempertahankan keseimbangan kimia. Tipe
prerenal  merupakan hasil dari penurunan perfusi renal yang dapat disebabkan
oleh dehidrasi, asfiksia perinatal, hipotensi, septic syok, syok hemoragik atau
obstruksi pada arteri renal, diare atau muntah, syok yang disebabkan oleh
pembedahan, luka bakar, hipoperfusi berat ( pada pembedahan jantung ). Hal ini
menimbulkan penurunan aliran darah renal dan terjadi iskemik.

Tipe intrarenal merupakan hasil dari kerusakan jaringan ginjal yang mungkin
disebabkan oleh nefrotoksin seperti aminoglycosides, glomerulonefritis, dan
pyelonefritis. Tipe postrenal adanya obstruksi pada aliran urine. Obstruksi dapat
meningkatkan tekanan dalam ginjal yang mana dapat menurunkan fungsi renal.
Penyebabnya dapat obstruksiureteropelvic, obstruksi ureterovesical, neurogenik
bladder, posterior urethral valves, tumor atau edema.
6. Komplikasi GGA
a. Infeksi
b. Asidosis metabolic
c. Hiperkalemia
d. Uremia
e. Payah jantung
f. Kejang uremik
g. Perdarahan
h. Gagal ginjal kronik.

GAGAL GINJAL KRONIK


1. Definisi GGK
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah kemunduran fungsi ginjal yang
menyebabkan ketidakmampuan mempertahankan substansi tubuh dibawah
kondisi normal. Gagal Ginjal Kronik adalah kerusakan yang progresif pada
nefron yang mengarah pada timbulnya uremia yang secara perlahan-lahan
meningkat.

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3
bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti
proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal
kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60
ml/menit/1,73m², seperti pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Batasan penyakit ginjal kronik


1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
- Kelainan patologik
- Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan
atau
tanpa kerusakan ginjal
     (Sumber: Chonchol, 2013)

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh
nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebig tinggi menunjukkan
nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi
penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. Stadium 1 adalah kerusakan ginjal
dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan
penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan
penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan
penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal (Perazella,
2011). Hal ini dapat dilihat pada table 2.2 berikut :

Tabel 2.2 Laju filtrasi glomerulus (LFG) dan stadium penyakit ginjal kronik
Stadium Deskripsi LFG (mL/menit/1.73
Sddtadium m2 )
0 Resiko meningkat ≥ 90 dengan factor
resiko
1 Kerusakan ginjal disertai LFG ≥ 90
normal atau meninggi
2 Penurunan ringan LFG 60-89
3 Penurunan moderat LFG 30-59
4 Penurunan berat LFG 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
(Sumber: Clarkson, 2013)

2. Etiologi GGK
a. Glumerulonefritis kronis
b. Pielonefritis
c. Hipertensi yang tidak dapat dikontrol
d. Obstruksi saluran kemih
e. Lesi herediter (seperti : penyaklit ginjal polikistik, gangguan vaskuler,
infeksi, medikasi, atau agen toksik)
f. Nefrosklerosis
g. Sindroma Nefrotik
h. Tumor Ginjal

3. Manifestasi klinis GGK


a. Umum :  malaise, debil, letargi, tremor, mengantuk, koma.
b. Kulit :  pucat, mudah lecet, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut
tipis dan kasar, leukonikia, warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering
bersisik.
c. Mulut :  lidah kering dan berselaput, fetor uremia, ulserasi dan perdarahan
pada mulut
d. Mata : mata merah.
e. Kardiovaskuler :  hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, pericarditis,
pitting edema, edema periorbital, pembesaran vena jugularis, friction rub
perikardial.
f. Respiratori : heperventilasi, asidosis, edema paru, efusi pleura, krekels,
napas dangkal, kussmaul, sputum kental dan liat.
g. Gastrointestinal :  anorexia, nausea, gastritis, konstipasi/diare, vomitus,
perdarahan saluran GI.
h. Muskuloskeletal :  kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang, foot
drop, hiperparatiroidisme, defisiensi vit. D, gout.
i. Genitourinari : amenore, atropi testis, penurunan libido, impotensi,
infertilitas, nokturia, poliuri, oliguri, haus, proteinuria,
j. Neurologi : kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
k. Hematologi :  anemia, defisiensi imun, mudah mengalami perdarahan.
(Brunner & Suddarth, 2011)

4. Patofisiologi GGK
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium
gagal ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR(Glomerular Filtration Rate)
yang tersisa dan mencakup :
a. Penurunan cadangan ginjal; Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal
(penurunan fungsi ginjal), tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron
yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak, dan penurunan
kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri.
Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan fungsi
ginjal.
b. Insufisiensi ginjal; Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal.
Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri
karena beratnya beban yang diterima. Mulai terjadi akumulai sisa metabolic
dalam darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi.
Penurunan respon terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat
insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR,
sehingga perlu pengobatan medis.
c. Gagal ginjal; yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal.
d. Penyakit gagal ginjal stadium akhir; Terjadi bila GFR menjadi kurang dari
5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh
ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubuluS. Akumulasi sisa metabolic
dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal sudah
tidak mampu mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan
dialisa atau penggantian ginjal.

5. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat gagal ginjal kronis antara lain :
a. Hiperkalemia
b. Perikarditis
c. Hipertensi
d. Anemia
e. Penyakit tulang.

C. Pemeriksaan Penunjang Pada Gagal Ginjal


1. Tes Darah
a. Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum – meningkat. kadar
kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
b. Natrium dan Kalsium serum – menurun.
c. Kalium dan Fosfor serum – meningkat.
d. pH dan bikarbonat (HCO3) serum – menurun (asidosis metabolik).
e. Haemoglobin, hematokrit, trombosit – menurun (disertai penurunan
fungsi sel darah putih dan trombosit).
f. Glukosa serum – menurun (umum terjadi pada bayi)
g. Asam urat serum – meningkat.
h. Kultur darah – positif (disertai infeksi sistemik).
i. SDM:  menurun, defisiensi eritropoitin
j. GDA: asidosis metabolik, pH  kurang dari 7,
k. Protein (albumin) : menurun
l. Magnesium: meningkat
2. Tes Urine
a. Urinalitas – sel darah putih dan silinder.
b. Elektrolit urine osmolalitas, dan berat jenis – bervariasi berdasarkan
proses penyakit dan tahap GGA.
c. Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor,
kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
d. Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine
(anuria)
e. Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
f. Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal
tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
g. Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
3. Elektrokardiogram (EKG) – perubahan yang terjadi berhubungan dengan
ketidakseimbangan elektrolit dan gagal jantung.
4. Kajian foto toraks dan abdomen – perubahan yang terjadi berhubungan
dengan retensi cairan.
5. Osmolalitas serum:
 Lebih dari 285 mOsm/kg
6. Pelogram Retrograd:
 Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
7. Ultrasonografi Ginjal :
Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada
saluran perkemihan bagian atas
8. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi:
  Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan
tumor selektif
9. Arteriogram Ginjal:
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa

D. Penatalaksanaan Medis
1. Gagal Ginjal Akut
a. Pemberian manitol atau furosemid jika dalam keadaan hidrasi yang adekuat
terjadi oliguria.
b. Diet tinggi kalori dan lemak, rendah protein, kalium dan garam, jika anak
tidak dapat makan melalui mulut maka makanan diberikan melalui intravena
dan zat nutrisi yang diberikan mengandung asam amino esensial.
c. Monitoring keseimbangan cairan, pemasukan dan pengeluaran cairan atau
makanan, menimbang berat badan, monitoring nilai elektrolit darah, nilai
BUN dan nilai kreatinin.
d. Mengatasi hiperkalemia, pemberian kalsium glukonas 0,5 ml/kgbb,
diberikan intravena selama 2–4  menit disertai dengan monitoring EKG,
pemberian sodium bicarbonat, 2–3 mEq / kgbb, diberikan intravena selama
30–60 menit untuk meningkatkan pH darah.
e. Pemberian glukosa 50 % dan insulin, 1 U/kg, diberikan secara intravena,
mempercepat pembentukan glikogen menyebabkan glukosa dan kalium
masuk dalam sel.
f. Pemberian resin ion perubah seperti polystyrene sodium sulfonate
(kayexalate), 1/kgbb diberikan secara oral atau rektal yang bertujuan untuk
mengikat kalium dan mengeluarkannya dari tubuh.
g. Dialisis dilakukan jika disertai dengan tanda – tanda asidosis berat yang
sudah berlangsung lama, cara – cara lain sudah ditempuh untuk mengurangi
kalium, terlihat gejala – gejala uremik, overload sirkulasi, hipertensi, gejala
gagal jantung.

2. Gagal Ginjal Kronis


A. Konservatif:
a. Penentuan dan pengobatan penyebab
b. Pengoptimalan dan maintanance keseimbangan garam dan air
c. Koreksi obstruksi saluran kemih
d. Deteksi awal dan pengobatan infeksi
e. Pengendalian hipertensi
f. Diet rendah protein, tinggi kalori
g. Deteksi dan pengobatan komplikasi

B. Terapi penggantian Ginjal


a. Hemodialisis (membran semipermiabel ada pada mesin)
b. Dialisis peritoneal (membran semipermiabel menggunakan peritoneum)
c. Transplantasi ginjal

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
2013. EGC, Jakarta.
Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi
8, Vol. 1, EGC, Jakarta.
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-
2, Edisi 4, EGC, Jakarta.
Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2012). Buku Saku Keperawatan
Pediatri. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai