Anda di halaman 1dari 21

A.

Definisi
Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi
mengsekresi produk-produk limbah metabolisme. Biasanya karena
hiperfusi ginjal sindrom ini biasa berakibat azotemia (uremia), yaitu
akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah dan aliguria dimana
haluaran urine kurang dari 400 ml / 24 jam (Tambayong, 2000).
Gagal ginjal akut adalah suatu sindrom yang ditandai oleh penurunan yang
cepat pada laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate [GFR]).
Gagal ginjal akut terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah
metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya (Smeltzer & Brare,
2010).
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah
metabolic tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang
biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat
gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan
metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal merupakan
penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai
penyakit traktus urinarius dan ginjal (Mutaqin, 2011).
B. Etiologi
Sampai saat ini para praktisi klinik masih membagi etiologi gagal ginjal
akut dengan tiga kategori meliputi :
a. Prarenal
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperpusi ginjal
dan turunnya laju filtrasi glomeruls. Gagal ginjal akut Prerenal
merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau
morfologik pada nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidak segera
diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya nekrosis tubulat akut (NTA).
Kondisi ini meliputi hal-hal sebagai berikut (Corwin, 2009). :
1. Hipovolemik (perdarahan postpartum, luka bakar, kehilangan cairan
dari gastrointestinal pankreatitis, pemakaian diuretik yang berlebih).
2. Fasodilatasi (sepsis atau anafilaksis).

3. Penurunan curah jantung (disaritmia, infark miokard, gagal jantung,


syok kardioenik dn emboli paru).
4. Obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral (emboli, trombosis).
b. Renal
Pada tipe ini gagal ginjal akut timbul akibat kerusakan jaringan ginjal.
Kerusakan dapat terjadi pada glomeruli atau tubuli sehingga faal ginjal
langsung terganggu. Dapat pula terjadi karena hipoperfusi prarenal
yang tak teratasi sehingga mengakibatkan iskemia, serta nekrosis
jaringan ginjal. Prosesnya dapat berlangsung cepat dan mendadak, atau
dapat juga berlangsung perlahanlahan dan akhirnya mencapai stadium
uremia. Kelainan di ginjal ini dapat merupakan kelanjutan dari
hipoperfusi prarenal dan iskemia kemudian menyebabkan nekrosis
jaringan ginjal.
c. Pascarenal
Menurut Corwin (2009) pascarenal adalah jenis gagal ginjal akut yang
terjadi akibat kondisi yang mempengaruhi aliran urin keluar ginjal, dan
mencangkup cidera atau penyakit ureter, kandung kemih, atau uretra.
Penyebab kegagalan pascarenal yang sering dijumpai adalah obstruksi.
Obstruksi dapat terjadi sebagai respon terhadapbanyak faktor, termasuk
batu yang tidak diobati, tumor, infeksi berulang, hyperplasia prostat,
atau kandung kemih neurogenik.
C. Klasifikasi
Tabel Klasifikasi GGA menurut The Acute Dialysis Quality Initiations
Group (Roesli R, 2007).
Kategori

Peningkatan
Kadar Serum Cr

Penurunan Laju
Filtrasi
Glomerulus

Kriteria Urine
Output
<0,5 mL/kg/jam,

Risk

>1,5 kali nilai dasar

>25% nilai dasar


>6 jam

Injury

>2,0 kali nilai dasar

>50% nilai dasar

<0,5 mL/kg/jam,

>12 jam
Failure

>3,0 kali nilai dasar

>75% nilai dasar

<0,3 mL/kg/jam,
>24 jam

Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4


Loss
Minggu
Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3
End stage
Bulan

D. Patofisiologi
Menurut Price, (2005) ada beberapa kondisi yang menjadi faktor
predisposisi yang dapat menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan
gangguan fungsi ginjal, yaitu sebagai berikut :
a Obstruksi tubulus
Teori obstruksi glumerolus menyatakan bahwa NTA (necrosis tubular
akut) menggakibatkan deskuamasi sel-sel tubulus yang nekrotik dan
materi protein lainnya, yang kemudian membentuk silinder-silinder dan
menyumbat lumen tubulus. Pembengkakan selular akibat iskemia awal,
juga ikut menyokong terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia.
Tekanan tubulus meningkat, sehingga tekanan filtrasi glumerolus
menurun. Teori ini sesuai untuk kondisi iskemia berkepanjangan,
keracunan logam berat dan etilen glikol.
b

Kebocoran cairan tubulus


Hipotesis kebocoran tubulus menyatakan bahwa filtrasi glumerolus
terus berlangsung normal tetapi cairan tubulus bocor keluar melalui selsel tubulus yang rusak dan masuk dalam sirkulasi peritubular.
Kerusakan membran basalis dapat terlihat pada NTA yang berat. Pada
ginjal normal, 90 % alian darah didistribusi ke korteks (tempat dimana
terdapat glumerolus) dan 10 % pada medula. Denggan demikian, ginjal
dapat memekatkan kemih dan menjalankan funggsinya. Sebaliknya

pada GGA, perbandingan antara distribusi korteks dan medulla menjadi


terbalik, sehingga terjadi iskemia pada korteks ginjal. Kontriksi dari
arteriol aferen merupakan dasar faskular penurunan laju filtrasi
glumerolus (GFR). Iskemia ginjal akan mengaktivasi sistem renin
angiotensin

dan memperrberat iskemia corteks luar ginjal setelah

hilangnya rangsangan awal. Kadar renin tertinggi pada korteks luar


ginjal,

tempat

dimana

terjadi

iskemia

paling

berat

selama

berlangsunggnya GGA.
c

Penurunan permeabilitas glomerulus


Teori glumerolus menganggap bahwa kerusakan primer terjadi pada
tubulus proksimal. Tubulus proksimal yang menjadi rusak akibat
nefrotoksin atau iskemia gagal untuk menyerap jumlah normal natrium
yang terfiltrasi dan air. Akibatnya makula densa mendeteksi adanya
peningkatan natrium pada cairan tubulus distal dan merangsang
peninggkatan produksi renin dari sel jukstaglumerolus. Terjadi aktivasi
angiotensin II yang menyebabkan vasokontriksi ateriol aferen,
mengakibatkan penurunan aliran darah ginjal dan laju aliran
glumerolus.

Disfungsi vasomotor
Menurut teori Disfungsi

Vasomotor,

prostaglandin

dianggap

bertanggungjawab terjadinya GGA, dimana dalam keadan normal,


hipoksia merangsang ginjal mensintesis PGE dan PGA (vasodilator
kuat) sehingga aliran darah ginjal diredistribusi ke korteks yang
mengakibatkan diuresis. Agaknya iskemia akut yang berat atau
berkepanjangan

dapat

menghambat

ginjal

untuk

mensintesis

prostaglandin. Penghambatan prostaglandin seperti aspirin diketahui


dapat menurunkan aliran darah renal pada orang normal dan
menyebabkan NTA.

Pathway
obstruksi tubulus
desklamasi sel-sel tubulus
menyumbat lumen tubulus

vaskular
arterosklerosis

Tertimbun di ginjal

iskemia
Suplai darah ke ginjal menurun

Iritasi/cidera
jaringan

Obstruksi saluran kemih

Zat toksik

Retensi urin

permeabilitas ginjal
menurun

Batu besar
kasar

Hematuria

oliguria
Nyeri pinggang

anuria

Anemia

tekanan tubulus
GGA
Sekresi
eritropoitis

GFR
Retensi Na

Hb berkurang
Payah jantung kiri

Total CES naik


Tek.kapiler naik

Aliran darah
ke ginjal

Edema (kelebihan cairan)


Preload naik
penurunan curah
jantung

Suplai
darah ke
otak turun

COP turun

RAA turun

Beban jantung
meningkat

Retensi Na dan
H2O naik

Hipertropi ventrikel
kiri

kelebihan
volume cairan

Suplai
Suplai O
O22
ke
jaringan
ke jaringan

Syncope

Suplai O2 turun
ureum dan kreatinin
mual, muntah,
kurang nafsu makan

Metabolisme anaerob
asidosis

Perubahan Nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

Asam laktat
fatigue

intoleransi aktivitas

E. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2010) terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut, yaitu
periode awal, periode oliguria, periode diuresis, dan periode perbaikan.
1. Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
2. Stadium oliguria
Periode oliguria (volume urine kurang dari 400 ml/24 jam) disertai dengan
peningkatan konsentrasi serum dan substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal
(urea, kreatinin, asam urat, serta kation intraseluler-kalium dan magnesium). Jumlah
urine minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh
adalah 400 ml. Oliguria timbul dalam waktu 24-48 jam sesudah trauma dan disertai
azotemia. Pada bayi, anak-anak berlangsung selama 35 hari. Terdapat gejala-gejala
uremia (pusing, muntah, apatis, rasa haus, pernapasan kusmaul, anemia, kejang),
hiperkalemi, hiperfosfatemi, hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik.
3. Stadium diuresis
Periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap,
disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Meskipun urine output mencapai kadar
normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Pasien harus dipantau
dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini, jika terjadi dehidrasi, tanda
uremik biasanya meningkat.
a. Stadium GGA dimulai bila keluaran urine lebih dari 400 ml/hari, berlangsung 2-3
minggu.
b. Pengeluaran urine harian jarang melebihi 4 liter, asalkan pasien tidak mengalami
hidrasi yang berlebih
c. Tingginya kadar urea darah
d. Kemungkinan menderita kekurangan kalium, natrium dan air
e. Selama stadium dini dieresis, kadar BUN mungkin meningkat terus
4. Stadium penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama itu anemia
dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik. Nilai laboratorium
akan kembali normal. Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu:
a. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat
(anemia), dan hipertensi.
b. Nokturia (buang air kecil di malam hari).
c. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang
menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).
d. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.

e. Tremor tangan.
f. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
g. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai
adanya pneumonia uremik.
h. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
i. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat
jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
j. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah
(LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan
protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
k. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih
menonjol yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru,
perdarahan

gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran

menurun sampai koma.


F. Penatalakasanaan
Penatalaksanaan secara umum adalah :
a. Kelainan dan tatalaksana penyebab.
1. Kelainan praginjal. Dilakukan klinis meliputi faktor pencetus keseimbangan cairan,
dan status dehidrasi. Kemudian diperiksa konsentrasi natrium urin, volume darah
dikoreksi, diberikan diuretik, dipertimbngkan pemberian inotropik dan dopamin.
2. Kelainan pasca ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah kandung kemih
penuh, ada pembesaran prostat, gangguan miksi atau nyeri pinggang. Dicoba
memasang kateter urin, selain untuk mengetahui adanya obstruksi juga untuk
pengawasan akurat dari urin dan mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu
dilakukan USG ginjal.
3. Kelainan ginjal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalinasi, mikroskopik urin, dan
pertimbangkan kemungkinan biopsi ginjal, arteriografi, atau tes lainnya.
b. Penatalaksanaan gagal ginjal
1. Mencapai dan mempertahankan keseimbangan natrium dan air. Masukan natrium
dibatasi hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup 500 ml/hari di luar kekurangan hari
sebelumnya atau 30 mmol/jam di luar jumlah urin yang dikeluarkan jam
sebelumnya. Namun keseimbangan harus tetap diawasi.
2. Memberikan nutrisi yang cukup. Bisa melalui suplemen tinggi kalori atau
hiperalimentaasi intravena. Glukosa dan insulin intravena, penambahan kalium,
pemberian kalsium intravena pada kedaruratan jantung dan dialisis.

3. Pemberian manitol atau furosemid jika dalam keadaan hidrasi yang adekuat terjadi
oliguria.
4. Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi saluran
napas dan nosokomial. Demam harus segera harus dideteksi dan diterapi. Kateter
harus segera dilepas bila diagnosis obstruksi kandung kemih dapat disingkirkan.
5. Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses diperiksa untuk
adanya perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula dideteksi dari
kenaikan rasio ureum/kreatinin, disertai penurunan hemoglobin. Biasanya antagonis
histamin H (misalnya ranitidin) diberikan pada pasien sebagai profilaksis.
6. Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum tinggi,
hiperkalemia, atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh melebihi 30-40
mmol/L. Secara umum continous haemofiltration dan dialisis peritoneal paling baik
dipakai di ruang intensif, sedangkan hemodialisis intermitten dengan kateter
subklavia ditujukan untuk pasien lain dan sebagai tambahan untuk pasien katabolik
yang tidak adekuat dengan dialisis peritoneal/hemofiltrasi.
7. Monitoring keseimbangan cairan, pemasukan dan pengeluaran cairan atau
makanan, menimbang berat badan, monitoring nilai elektrolit darah, nilai BUN dan
nilai kreatinin.
8. Penanganan Hiperkalemia. Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah
utama pada gagal ginjal akut; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling
mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya
hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium
>5.5 mEq/L; SI: 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah
atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningkatan kadar kalium dapat
dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren sulfonat),
secara oral atau melalui retensi enema (Corwin, 2009).

G. Komplikasi
1. Jantung: edema paru, aritmia, efusi pericardium.
2. Gangguan elektrolit: hyperkalemia, hiponatremia, asidosis.
3. Neurologi: iritabilitas neuromuskuler, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran, kejang.
4. Gastrointestinal: nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahaan
gastrointestinal.
5. Hematologi: anemia, diathesis hemoragik.

6. Infeksi: pneumonia, septikemis, infeksi nosocomial.


H. Kemungkinan Data Fokus
a. Pengkajian Anamnesis
Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan identitas
penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan,
serta diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun
wanita dari rentang usia manapun, khususnya bagi orang yang sedang menderita
penyakit serius, terluka serta usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia. Untuk
pengkajian identitas penanggung jawab data yang didapatkan yakni meliputi nama,
umur, pekerjaan, hubungan dengan si penderita.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah terjadi penurunan produksi miksi.
2. RiwayatPenyakit Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada
prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan
penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output
tersebut ada hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan
setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas, cedera luka bakar,
setelah mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID
atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta
adanya riwayat trauma langsung pada ginjal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji
tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.
c.

Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum dan TTV

Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering
didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu
tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi
meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah
terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat.

2. Pemeriksaan Pola Fungsi


a. B1 (Breathing).
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan
napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia.
Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase
ini. Pada beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis
metabolik sehingga didapatkan pernapasan kussmaul.
b. B2 (Blood).
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial
sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan
adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi
yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin,
lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan
darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah jantung sekunder
dari gangguan fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan
tekanan darah sering didapatkan adanya peningkatan.
c.

B3 (Brain).
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran
(azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang,
efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram
otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri yang berlanjut
pada sindrom uremia.

d. B4 (Bladder).

Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi
dan penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada periode diuresis
terjadi peningkatan yang menunjukkan peningkatan jumlah urine secara
bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan
didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap.
e. B5 (Bowel).
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
f. B6 (Bone).
Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia
dan penurunan perfusi perifer dari hipetensi.
I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya
darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal, pH
urine >7.00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang dari 350
mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering 1 : 1.
Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin. Terdapat peningkatan yang tetap dalakm
BUN dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan
protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kratinin meningkat pada
kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan
fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
Pemeriksaan elektrolit. Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi
glomerulus

tidak

mampu

mengeksresikan

kalium.

Katabolisme

protein

mengahasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan


hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
Pemeriksan pH. Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan metabolik
seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain
itu, mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah sehingga asidosis
metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
J. Penatalaksanaan Medis

Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah komplikasi, yang


meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Dialisis.
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas
biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas;
menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.
b. Koreksi hiperkalemi. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion
pengganti resin (natrium polistriren sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema.
Natrium polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion kalium menjadi natrium di
saluran intenstinal.
c. Terapi cairan
d. Diet rendah protein, tinggi karbohidrat
e. Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis

K. Analisa Data
No
1

Data
DS: Klien mengatakan nyeri
dada, dan lelah
DO: edema, oliguria, aritmia,
kegelisahan

Etiologi
GFR
Retensi Na
Total CES naik
Tek.kapiler naik

Masalah Keperawatan
Penurunan Curah Jantung

Edema (kelebihan cairan)


Preload naik
Beban jantung
meningkat

DS: Klien mengatakan sesak


napas
DO: klien tampak cemas,

Edema (kelebihan cairan)

Kelebihan volume cairan

Preload naik

terdapat edema, gelisah,


oliguria, distensi vena,

Beban jantung meningkat


Hipertropi ventrikel kiri
Payah jantung kiri
COP turun
Aliran darah ke ginjal
RAA turun
Retensi Na dan H2O naik

DS: Klien mengatakan tidak


ada nafsu makan
DO: mual, muntah, tidak nafsu
makan, lemah

GFR
Sekresi
eritropoitis

Perubahan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh

Hb berkurang
Suplai O2 turun
ureum dan kreatinin

DS: klien mengatakan sakit


kepala dan merasa lelah
DO: klien tampak lelah, tidak
ada nafsu makan, gelisah,
ansietas.

Intoleransi aktivitas
COP turun
mual, muntah,
kurang nafsu makan
Suplai O2
ke jaringan
Metabolisme anaerob
asidosis
Asam laktat
fatigue

L. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kelebihan cairan
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan katabolisme
protein
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue

M. Rencana Asuhan Keperawatan


8.1. Diagnosa Kep.
8.5. 1. Penurunan curah
jantung berhubungan
dengan kelebihan
cairan

8.2. Tujuan
8.6. Tupan :
8.7. Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
selama
3x24
jam,
diharapkan penurunan
curah jantung tidak
terjadi.
8.8.
8.9. Tupen :
8.10.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama
2x24 jam, diharapkan
penurunan
curah
jantung tidak terjadi,
dengan
8.11.
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan curah
jantung,TD, dan denyut
jantung normal.
- Nadi perifer kuat: sama
dengan waktu pengisisn
kapiler

8.3. Intervensi
8.12. Mandiri:
1. Awasi TD dan
frekuensi jantung
8.13.
2. Observasi EKG
8.14.
8.15.
3. Auskultasi bunyi
jantung.
4. Kaji warna kulit,
membran mukosa dan
dasar kuku.
8.16.
5. Selidiki kram otot,
kesemutan pada jari
dan kejang otot.
8.17.
6. Pertahankan tirah
baring/dan dorong
istirahat adekuat
8.18.
8.19.
Kolaborasi
pemeriksaan :
Lab.K,Na, Ca.
8.20.
Berikan
tambahan oksigen
8.21.
Berikan obat
s/d
indikasi:Inotropik(d
igoksin)

8.4. Rasional
8.26.
Mandiri:
1. Deteksi dini terhadap kelebihan
cairan
8.27.
2. Respon terhadap berlanjutnya
gagal ginjal
8.28.
3. Deteksi dini untuk persiapan
dialysis
4. Deteksi dini terhadap
vasokontriksi atau anemia,
sianosis yang mungkin
berhubungan dgn. Gagal ginjal
5. Indikator hipokalemia yang dpt.
mempengaruhi
kontraktilitas
dan fungsi jantung.
8.29.
6. Menurunkan konsumsi
oksigen/kerja jantung
8.30.
8.31.
8.32.
Deteksi dini
perubahan elektrolit darah
8.33.
Memaksimalkan
sediaan oksigen.
8.34.
Memperbaiki curah
jantung
8.35.
Mengatasi
Hipokalemia dan
memperbaiki iritabilitas

8.37.
2. Kelebihan
volume
cairan
berhubungan dengan
retensi natrium

8.38.

Tupan :

8.39.
Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
3x24 jam
diharapkan
perubahan
kelebihan cairan
tidak terjadi.
8.40.

Tupen :

8.41.
Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
2x24 jam
diharapkan
perubahan
kelebihan cairan
tidak terjadi dengan
8.42.
:

Kriteria Hasil

1. Menunjukan haluaran
urine tepat
2. Berat jenis urine normal

8.22.
8.23.
8.24.
8.25.
,
8.43.
Mandiri:
1. Catat pemasukan dan
pengeluaran akurat.
2. Awasi bj. Urine
8.44.
3. Timbang BB. Tiap hari
dengan alat yang sama.
4. Awasi TD, suara paru.
8.45.
8.46.
8.47.
5. Kaji kulit, wajah area
edema evaluasi derajat
edema
8.48.
6. Auskulstasi paru dan
bunyi jantung
8.49.
8.50.
7. Kolaborasi ;
- Perbaiki
penyebab:contohnya
memperbaiki perfusi
ginjal.
8.51.
- Awasi pemeriksaan
Lab: Bun,Kreatinin,
Na.K,Hb/Ht,Foto

jantung.
8.36.
Memperbaiki asidosis

1.
2.
3.
4.

5.

6.
7.

8.61.
Mandiri:
Menentukan fungsi ginjal dan
kebutuhan penggantian cairan.
Mengukur kemampuan ginjal
mengkonsentrasikan urin.
Pengawasan status cairan tubuh
8.62.
8.63.
Mengetahui tachicardi,hipertensi
dan edema paru dan bunyi nafas
tambahan.
8.64.
Mudah terjadinya edema dan
mengetahui akumulasi cairan
8.65.
8.66.
Deteksi dini terjadinya oedema paru
8.67.
Mengembalikan ke fungsi normal.
- Mengkaji
berlanjutnya
disfungsi gagal
8.68.
8.69.
8.70.
8.71.
8.72.
8.73.
8.74.
8.75.

3. BB stabil
4. Tanda vital normal
5. Edema tidak ada

thorax
8.52.
8.53.
8.54.
-

Batasi cairan
Indikasi
8.55.
8.56.
8.57.
8.58.
8.59.
8.60.
-

8.81.
3. Perubahan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
katabolisme protein.

8.82.
Tupan :
8.83.
Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
7x24 jam
diharapkan
kebutuhan nutrisi
terpenuhi
8.84.
8.85.
Tupen :
8.86.
Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
5x24 jam
diharapkan
kebutuhan nutrisi

1.
2.
3.

4.

s/d

Berikan obat sesuai


dengan
indikasi:Diuretik,ant
ihipertensi.
8.89.
Mandiri:
Kaji/catat pemasukan
diet
8.90.
Berikan makanan
sedikit dan sering
Tawarkan perawatan
mulut , berikan permen
karet atau penyegar
mulut diantara waktu
makan
Timbang berat badan
setiap hari
8.91.
8.92.
8.93.
Kolaborasi:

8.76.
8.77.
Manajemen cairan diukur
untuk
menggantikan
pengeluaran dari semua
sumber ditambah prakiraan
kehilangan yang tak tampak
8.78.
8.79.
8.80.
Untuk melebarkan lumen
tubulerdari
debris,
meningkatkan vol. Urine
adekuat,antihipertensi untuk
mengatasi
hipertensi
sehingga menurunkan aliran
darah ginjal

8.98.
Mandiri:
1. Membantu dalam mengidentifikasi
defisiensi dfan kebutuhan diet.
2. Meminimalkan anoreksia dan mual
3. Menghindari membran mukosa
mulut kering dan pecah
8.99.
8.100.
8.101.
4. Deteksi dini perpindajan
keseimbangan cairan
8.102.
8.103.
8.104.
8.105.
1. Menentukan kalori individu, dan

terpenuhi dengan
8.87.
8.88.
Kriteria Hasil
:

8.107.
4. Kelelahan
berhubungan dengan
fatigue

1. konsul dengan ahli gizi.


8.94.
2. Berikan kalori tinggi,
rendah protein
8.95.
8.96.
- Mempertahankan/me
8.97.
ningkatkan Berat
3. Berikan obat s/d
badan
indikasi;Fe, Ca, Vit. D,
- Bebas oedema.
Vit Bcompleks, Anti
emetik
8.108.
Tupan :
8.114.
Mandiri
8.109.
Setelah
1. Evaluasi laporan
dilakukan tindakan
kelelahan
keperawatan selama 2. Kaji kemampuan untuk
3x24jam,
berpartisipasi dalam
diharapkan
aktivitas yang
Kelelahan bisa
diinginkan.
berkurang/hilang.
3. Identifikasi faktor stress
8.110.
yang dapat memperberat
8.111.
Tupen :
4. Rencanakan periode
8.112.
Setelah
istirtahat adekuat
dilakukan tindakan 5. Berikan bantuan dalam
keperawatan selama
aktivitas sehari-hari
2x24jam,
6. Tingkatkan partisipasi
diharapkan
sesuai dengan
Kelelahan bisa
kemampuan
berkurang/hilang,
8.115.
Kolaborasi ;
dengan
8.116.
Awasi ;
8.113.
Kriteria Hasil
pemeriksaaan
:
Elekrolit
- Berpartisipasi pada
aktivitas yang

kebutuhan nutrisi
2. Kalori diperlukan untuk memenuhi
kebut. Energi, rendah protein
disesuaikan dengan fungsi ginjal
yang menurun.
8.106.
3. Mengatasi anemia, memperbaiki
kadar normal serum , memudahkan
absorbsi kalsium, diperlukan
koenzim,pada pertumbuhan sel..
8.117.
Mandiri:
1. Menentukan derajat dan efek
ketidakmampuan.
2. Membantu memilihkan intervensi
8.118.
8.119.
8.120.
3. Mengatasi penyebab
8.121.
4. Mencegah kelelahan berlebihan
8.122.
5. Memberikan keamanan pada pasien
6. Membatasi frustasi..
8.123.
8.124.
8.125.
8.126.
Ketidakseimbangan
mengganggu fungsi
neuromuskuler

diberikan

8.127.
8.128.

Daftar Pustaka
8.129.

8.130.
8.131. Corwin, J. E. (2009). Buku saku patofisiologi (rev.ed). Jakarta: EGC.
8.132.
8.133. Doenges, M., Moorhouse, M., Geissler, A. (2000). Rencana asuhan
keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. Jakarta: EGC.
8.134.
8.135.
Muttaqin, Arif, Kumala Sari. 2011. Askep Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
8.136.

NANDA Internasional. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan


Klasifikasi. Jakarta: EGC.

8.137. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2001). Buku ajar keperawatan medikalbedah brunner and suddarth (8th Ed., vols. 2). Jakarta: EGC.
8.138.
Price, S. A & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC
8.139.

Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta:


EGC

8.140. Wilkinson, J. (2007). Buku saku diagnosis keperawatan dengan intervensi


NIC dan kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.
8.141.
8.142.
8.143.
8.144.
8.145.
8.146.
8.147.
8.148.
8.149.
8.150.
8.151.
8.152.
8.153.
8.154.
8.155.
8.156.

Anda mungkin juga menyukai