Definisi
Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi
mengsekresi produk-produk limbah metabolisme. Biasanya karena
hiperfusi ginjal sindrom ini biasa berakibat azotemia (uremia), yaitu
akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah dan aliguria dimana
haluaran urine kurang dari 400 ml / 24 jam (Tambayong, 2000).
Gagal ginjal akut adalah suatu sindrom yang ditandai oleh penurunan yang
cepat pada laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate [GFR]).
Gagal ginjal akut terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah
metabolik tubuh atau melakukan fungsi regulernya (Smeltzer & Brare,
2010).
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah
metabolic tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang
biasanya dieliminasi di urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat
gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan
metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa. Gagal ginjal merupakan
penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai
penyakit traktus urinarius dan ginjal (Mutaqin, 2011).
B. Etiologi
Sampai saat ini para praktisi klinik masih membagi etiologi gagal ginjal
akut dengan tiga kategori meliputi :
a. Prarenal
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperpusi ginjal
dan turunnya laju filtrasi glomeruls. Gagal ginjal akut Prerenal
merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau
morfologik pada nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidak segera
diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya nekrosis tubulat akut (NTA).
Kondisi ini meliputi hal-hal sebagai berikut (Corwin, 2009). :
1. Hipovolemik (perdarahan postpartum, luka bakar, kehilangan cairan
dari gastrointestinal pankreatitis, pemakaian diuretik yang berlebih).
2. Fasodilatasi (sepsis atau anafilaksis).
Peningkatan
Kadar Serum Cr
Penurunan Laju
Filtrasi
Glomerulus
Kriteria Urine
Output
<0,5 mL/kg/jam,
Risk
Injury
<0,5 mL/kg/jam,
>12 jam
Failure
<0,3 mL/kg/jam,
>24 jam
D. Patofisiologi
Menurut Price, (2005) ada beberapa kondisi yang menjadi faktor
predisposisi yang dapat menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan
gangguan fungsi ginjal, yaitu sebagai berikut :
a Obstruksi tubulus
Teori obstruksi glumerolus menyatakan bahwa NTA (necrosis tubular
akut) menggakibatkan deskuamasi sel-sel tubulus yang nekrotik dan
materi protein lainnya, yang kemudian membentuk silinder-silinder dan
menyumbat lumen tubulus. Pembengkakan selular akibat iskemia awal,
juga ikut menyokong terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia.
Tekanan tubulus meningkat, sehingga tekanan filtrasi glumerolus
menurun. Teori ini sesuai untuk kondisi iskemia berkepanjangan,
keracunan logam berat dan etilen glikol.
b
tempat
dimana
terjadi
iskemia
paling
berat
selama
berlangsunggnya GGA.
c
Disfungsi vasomotor
Menurut teori Disfungsi
Vasomotor,
prostaglandin
dianggap
dapat
menghambat
ginjal
untuk
mensintesis
Pathway
obstruksi tubulus
desklamasi sel-sel tubulus
menyumbat lumen tubulus
vaskular
arterosklerosis
Tertimbun di ginjal
iskemia
Suplai darah ke ginjal menurun
Iritasi/cidera
jaringan
Zat toksik
Retensi urin
permeabilitas ginjal
menurun
Batu besar
kasar
Hematuria
oliguria
Nyeri pinggang
anuria
Anemia
tekanan tubulus
GGA
Sekresi
eritropoitis
GFR
Retensi Na
Hb berkurang
Payah jantung kiri
Aliran darah
ke ginjal
Suplai
darah ke
otak turun
COP turun
RAA turun
Beban jantung
meningkat
Retensi Na dan
H2O naik
Hipertropi ventrikel
kiri
kelebihan
volume cairan
Suplai
Suplai O
O22
ke
jaringan
ke jaringan
Syncope
Suplai O2 turun
ureum dan kreatinin
mual, muntah,
kurang nafsu makan
Metabolisme anaerob
asidosis
Perubahan Nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Asam laktat
fatigue
intoleransi aktivitas
E. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2010) terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut, yaitu
periode awal, periode oliguria, periode diuresis, dan periode perbaikan.
1. Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
2. Stadium oliguria
Periode oliguria (volume urine kurang dari 400 ml/24 jam) disertai dengan
peningkatan konsentrasi serum dan substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal
(urea, kreatinin, asam urat, serta kation intraseluler-kalium dan magnesium). Jumlah
urine minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh
adalah 400 ml. Oliguria timbul dalam waktu 24-48 jam sesudah trauma dan disertai
azotemia. Pada bayi, anak-anak berlangsung selama 35 hari. Terdapat gejala-gejala
uremia (pusing, muntah, apatis, rasa haus, pernapasan kusmaul, anemia, kejang),
hiperkalemi, hiperfosfatemi, hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik.
3. Stadium diuresis
Periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap,
disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Meskipun urine output mencapai kadar
normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Pasien harus dipantau
dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini, jika terjadi dehidrasi, tanda
uremik biasanya meningkat.
a. Stadium GGA dimulai bila keluaran urine lebih dari 400 ml/hari, berlangsung 2-3
minggu.
b. Pengeluaran urine harian jarang melebihi 4 liter, asalkan pasien tidak mengalami
hidrasi yang berlebih
c. Tingginya kadar urea darah
d. Kemungkinan menderita kekurangan kalium, natrium dan air
e. Selama stadium dini dieresis, kadar BUN mungkin meningkat terus
4. Stadium penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama itu anemia
dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik. Nilai laboratorium
akan kembali normal. Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu:
a. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat
(anemia), dan hipertensi.
b. Nokturia (buang air kecil di malam hari).
c. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang
menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).
d. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.
e. Tremor tangan.
f. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
g. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai
adanya pneumonia uremik.
h. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
i. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat
jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
j. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah
(LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan
protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
k. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih
menonjol yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru,
perdarahan
3. Pemberian manitol atau furosemid jika dalam keadaan hidrasi yang adekuat terjadi
oliguria.
4. Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi saluran
napas dan nosokomial. Demam harus segera harus dideteksi dan diterapi. Kateter
harus segera dilepas bila diagnosis obstruksi kandung kemih dapat disingkirkan.
5. Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses diperiksa untuk
adanya perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula dideteksi dari
kenaikan rasio ureum/kreatinin, disertai penurunan hemoglobin. Biasanya antagonis
histamin H (misalnya ranitidin) diberikan pada pasien sebagai profilaksis.
6. Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum tinggi,
hiperkalemia, atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh melebihi 30-40
mmol/L. Secara umum continous haemofiltration dan dialisis peritoneal paling baik
dipakai di ruang intensif, sedangkan hemodialisis intermitten dengan kateter
subklavia ditujukan untuk pasien lain dan sebagai tambahan untuk pasien katabolik
yang tidak adekuat dengan dialisis peritoneal/hemofiltrasi.
7. Monitoring keseimbangan cairan, pemasukan dan pengeluaran cairan atau
makanan, menimbang berat badan, monitoring nilai elektrolit darah, nilai BUN dan
nilai kreatinin.
8. Penanganan Hiperkalemia. Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah
utama pada gagal ginjal akut; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling
mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya
hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium
>5.5 mEq/L; SI: 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah
atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningkatan kadar kalium dapat
dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren sulfonat),
secara oral atau melalui retensi enema (Corwin, 2009).
G. Komplikasi
1. Jantung: edema paru, aritmia, efusi pericardium.
2. Gangguan elektrolit: hyperkalemia, hiponatremia, asidosis.
3. Neurologi: iritabilitas neuromuskuler, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran, kejang.
4. Gastrointestinal: nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahaan
gastrointestinal.
5. Hematologi: anemia, diathesis hemoragik.
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering
didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu
tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi
meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah
terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat.
B3 (Brain).
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran
(azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang,
efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram
otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri yang berlanjut
pada sindrom uremia.
d. B4 (Bladder).
Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi
dan penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada periode diuresis
terjadi peningkatan yang menunjukkan peningkatan jumlah urine secara
bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan
didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap.
e. B5 (Bowel).
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
f. B6 (Bone).
Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia
dan penurunan perfusi perifer dari hipetensi.
I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya
darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal, pH
urine >7.00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang dari 350
mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering 1 : 1.
Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin. Terdapat peningkatan yang tetap dalakm
BUN dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan
protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kratinin meningkat pada
kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan
fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
Pemeriksaan elektrolit. Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi
glomerulus
tidak
mampu
mengeksresikan
kalium.
Katabolisme
protein
K. Analisa Data
No
1
Data
DS: Klien mengatakan nyeri
dada, dan lelah
DO: edema, oliguria, aritmia,
kegelisahan
Etiologi
GFR
Retensi Na
Total CES naik
Tek.kapiler naik
Masalah Keperawatan
Penurunan Curah Jantung
Preload naik
GFR
Sekresi
eritropoitis
Hb berkurang
Suplai O2 turun
ureum dan kreatinin
Intoleransi aktivitas
COP turun
mual, muntah,
kurang nafsu makan
Suplai O2
ke jaringan
Metabolisme anaerob
asidosis
Asam laktat
fatigue
L. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kelebihan cairan
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan katabolisme
protein
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue
8.2. Tujuan
8.6. Tupan :
8.7. Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
selama
3x24
jam,
diharapkan penurunan
curah jantung tidak
terjadi.
8.8.
8.9. Tupen :
8.10.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama
2x24 jam, diharapkan
penurunan
curah
jantung tidak terjadi,
dengan
8.11.
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan curah
jantung,TD, dan denyut
jantung normal.
- Nadi perifer kuat: sama
dengan waktu pengisisn
kapiler
8.3. Intervensi
8.12. Mandiri:
1. Awasi TD dan
frekuensi jantung
8.13.
2. Observasi EKG
8.14.
8.15.
3. Auskultasi bunyi
jantung.
4. Kaji warna kulit,
membran mukosa dan
dasar kuku.
8.16.
5. Selidiki kram otot,
kesemutan pada jari
dan kejang otot.
8.17.
6. Pertahankan tirah
baring/dan dorong
istirahat adekuat
8.18.
8.19.
Kolaborasi
pemeriksaan :
Lab.K,Na, Ca.
8.20.
Berikan
tambahan oksigen
8.21.
Berikan obat
s/d
indikasi:Inotropik(d
igoksin)
8.4. Rasional
8.26.
Mandiri:
1. Deteksi dini terhadap kelebihan
cairan
8.27.
2. Respon terhadap berlanjutnya
gagal ginjal
8.28.
3. Deteksi dini untuk persiapan
dialysis
4. Deteksi dini terhadap
vasokontriksi atau anemia,
sianosis yang mungkin
berhubungan dgn. Gagal ginjal
5. Indikator hipokalemia yang dpt.
mempengaruhi
kontraktilitas
dan fungsi jantung.
8.29.
6. Menurunkan konsumsi
oksigen/kerja jantung
8.30.
8.31.
8.32.
Deteksi dini
perubahan elektrolit darah
8.33.
Memaksimalkan
sediaan oksigen.
8.34.
Memperbaiki curah
jantung
8.35.
Mengatasi
Hipokalemia dan
memperbaiki iritabilitas
8.37.
2. Kelebihan
volume
cairan
berhubungan dengan
retensi natrium
8.38.
Tupan :
8.39.
Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
3x24 jam
diharapkan
perubahan
kelebihan cairan
tidak terjadi.
8.40.
Tupen :
8.41.
Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
2x24 jam
diharapkan
perubahan
kelebihan cairan
tidak terjadi dengan
8.42.
:
Kriteria Hasil
1. Menunjukan haluaran
urine tepat
2. Berat jenis urine normal
8.22.
8.23.
8.24.
8.25.
,
8.43.
Mandiri:
1. Catat pemasukan dan
pengeluaran akurat.
2. Awasi bj. Urine
8.44.
3. Timbang BB. Tiap hari
dengan alat yang sama.
4. Awasi TD, suara paru.
8.45.
8.46.
8.47.
5. Kaji kulit, wajah area
edema evaluasi derajat
edema
8.48.
6. Auskulstasi paru dan
bunyi jantung
8.49.
8.50.
7. Kolaborasi ;
- Perbaiki
penyebab:contohnya
memperbaiki perfusi
ginjal.
8.51.
- Awasi pemeriksaan
Lab: Bun,Kreatinin,
Na.K,Hb/Ht,Foto
jantung.
8.36.
Memperbaiki asidosis
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.61.
Mandiri:
Menentukan fungsi ginjal dan
kebutuhan penggantian cairan.
Mengukur kemampuan ginjal
mengkonsentrasikan urin.
Pengawasan status cairan tubuh
8.62.
8.63.
Mengetahui tachicardi,hipertensi
dan edema paru dan bunyi nafas
tambahan.
8.64.
Mudah terjadinya edema dan
mengetahui akumulasi cairan
8.65.
8.66.
Deteksi dini terjadinya oedema paru
8.67.
Mengembalikan ke fungsi normal.
- Mengkaji
berlanjutnya
disfungsi gagal
8.68.
8.69.
8.70.
8.71.
8.72.
8.73.
8.74.
8.75.
3. BB stabil
4. Tanda vital normal
5. Edema tidak ada
thorax
8.52.
8.53.
8.54.
-
Batasi cairan
Indikasi
8.55.
8.56.
8.57.
8.58.
8.59.
8.60.
-
8.81.
3. Perubahan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
katabolisme protein.
8.82.
Tupan :
8.83.
Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
7x24 jam
diharapkan
kebutuhan nutrisi
terpenuhi
8.84.
8.85.
Tupen :
8.86.
Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama
5x24 jam
diharapkan
kebutuhan nutrisi
1.
2.
3.
4.
s/d
8.76.
8.77.
Manajemen cairan diukur
untuk
menggantikan
pengeluaran dari semua
sumber ditambah prakiraan
kehilangan yang tak tampak
8.78.
8.79.
8.80.
Untuk melebarkan lumen
tubulerdari
debris,
meningkatkan vol. Urine
adekuat,antihipertensi untuk
mengatasi
hipertensi
sehingga menurunkan aliran
darah ginjal
8.98.
Mandiri:
1. Membantu dalam mengidentifikasi
defisiensi dfan kebutuhan diet.
2. Meminimalkan anoreksia dan mual
3. Menghindari membran mukosa
mulut kering dan pecah
8.99.
8.100.
8.101.
4. Deteksi dini perpindajan
keseimbangan cairan
8.102.
8.103.
8.104.
8.105.
1. Menentukan kalori individu, dan
terpenuhi dengan
8.87.
8.88.
Kriteria Hasil
:
8.107.
4. Kelelahan
berhubungan dengan
fatigue
kebutuhan nutrisi
2. Kalori diperlukan untuk memenuhi
kebut. Energi, rendah protein
disesuaikan dengan fungsi ginjal
yang menurun.
8.106.
3. Mengatasi anemia, memperbaiki
kadar normal serum , memudahkan
absorbsi kalsium, diperlukan
koenzim,pada pertumbuhan sel..
8.117.
Mandiri:
1. Menentukan derajat dan efek
ketidakmampuan.
2. Membantu memilihkan intervensi
8.118.
8.119.
8.120.
3. Mengatasi penyebab
8.121.
4. Mencegah kelelahan berlebihan
8.122.
5. Memberikan keamanan pada pasien
6. Membatasi frustasi..
8.123.
8.124.
8.125.
8.126.
Ketidakseimbangan
mengganggu fungsi
neuromuskuler
diberikan
8.127.
8.128.
Daftar Pustaka
8.129.
8.130.
8.131. Corwin, J. E. (2009). Buku saku patofisiologi (rev.ed). Jakarta: EGC.
8.132.
8.133. Doenges, M., Moorhouse, M., Geissler, A. (2000). Rencana asuhan
keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. Jakarta: EGC.
8.134.
8.135.
Muttaqin, Arif, Kumala Sari. 2011. Askep Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
8.136.
8.137. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2001). Buku ajar keperawatan medikalbedah brunner and suddarth (8th Ed., vols. 2). Jakarta: EGC.
8.138.
Price, S. A & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC
8.139.