Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

Acute Kidney Injury (AKI)


Definisi
Penurunan mendadak dari fungsi ginjal yang menyebabkan ketidakmampuan untuk
mempertahankan cairan hemostatik dan keseimbangan elektrolit dan kemampuan untuk
membuang sisa metabolisme nitrogen (urea-kreatinin) dan non nitrogen
Klasifikasi
Acute Kidney Injury di klasifikasikan berdasarkan RIFLE, yaitu :
GFR/Creatinine criteria

Urine Output criteria

Risk

Increase in creatinine x1.5 UO < .5ml/kg/hr for 6hrs


Or GFR decrease >25%

Injury

Increase in creatinine x 2
Or GFR decrease >50%

Failure Increase in creatinine x 3


Or GFR decrease >75%

UO < .5ml/kg/hr for 12hrs


UO < .3ml/kg/hr for 24 hrs or Anuria for 12hrs

Loss

Persistent ARF = complete loss of renal function > 4 weeks

ESRD

End Stage Renal Disease > 3 months

Etiologi
Etiologi acute kidney injury dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu:

Pre-renal failure

Intrinsic renal failure

Post-renal failure

a. Gagal ginjal prerenal (Prerenal azotemia)


Gagal ginjal prerenal adalah bentuk yang paling sering dari gagal ginjal akut dan
merupakan respon fisiologik terhadap hipoperfusi ginjal. Gagal ginjal prerenal dapat
dengan cepat direversibel dengan mengembalikan laju darah ke ginjal dan tekanan
ultrafiltrasi glomerulus. Jaringan parenkim ginjal tidak mengalami kerusakan, akan tetapi
hipoperfusi yang berat dapat menyebabkan iskemia pada jaringan parenkim ginjal dan
menjadi gagal ginjal intrinsik. Oleh karena itu, gagal ginjal prerenal dan gagal ginjal
intrinsik yang disebabkan oleh iskemia adalah bagian dari manifestasi yang luas pada

hipoperfusi ginjal. Gagal ginjal prerenal dapat disebabkan oleh hipovolemia, penurunan
curah jantung, vasodilatasi sistemik dan vasokonstriksi ginjal yang selektif. (Harrison,
2003)
Hipovolemia dapat disebabkan oleh perdarahan, kehilangan cairan melalui
gastrointestinal, dehidrasi, diuresis yang berlebihan, pankreatitis, luka bakar, trauma, dan
peritonitis. (Current, 2001)
Penurunan dari curah jantung dapat disebabkan oleh syok kardiogenik, gagal jantung,
emboli paru, dan perikardial tamponade. Aritmia dan kelainan katup dapat juga
mengurangi curah jantung. Di ruangan ICU ventilasi dengan tekanan positif akan
menurunkan aliran balik vena yang akhirnya akan menyebabkan penurunan curah
jantung. (Current, 2001)
Perubahan pada resistensi vaskuler dapat terjadi secara sistemik dengan terjadinya
sepsis, anafilaktik, anestesi, dan obat-obatan yang menurunkan afterload. ACE inhibitor
akan mencegah vasokonstriksi dari arterioral efferen ginjal sehingga menurunkan laju
filtrasi ginjal. NSAIDs akan mencegah vasodilatasi dari pembuluh arteriol afferen dengan
cara menginhibisi sinyal yang di mediasi oleh prostaglandin. Sehingga pada sirosis dan
gagal jantung dimana prostaglandin digunakan untuk meningkatkan aliran darah ginjal,
NSAIDs memiliki efek yang berlawanan. Epinefrin, norepinerfrin, obat-obat anestesi dan
siklosporin dapat menyebabkan vasokonstriksi ginjal, stenosis dari arteri ginjal(arteri
renal) akan meningkatkan resistensi dan menurunkan perfusi. (Current, 2001)
Pengelolaan dari gagal ginjal prerenal sangat bergantung pada penyebabnya, akan
tetapi mempertahankan euvolemia dan memperhatikan kadar potasium serum dan
meghindari obat-obatan yang bersifat nefrotoksik merupakan gold standard dari
pengobatan. Hal ini berhubungan dengan penilaian status volume penggunaan obatobatan dan fungsi jantung.
b. Gagal Ginjal Intrinsik
Gagal ginjal intrinsik dapat merupakan komplikasi pada penyakit-penyakit di jaringan
parenkim ginjal. Dari segi patologi klinik, gagal ginjal intrinsik dibagi menjadi:
1. Penyakit pembuluh besar renal
2. Penyakit mikrosirkulasi renal dan glomeruli
3. Iskemik dan nefrotoksik
4. Tubulointerstitial

Sebagian besar dari gagal ginjal intrinsik dipicu oleh iskemik dan nefrotoksin yang
dapat menyebabkan kerusakan sehingga memicu terjadinya nekrosis tubuler akut.
(Harrison, 2003)
c. Gagal Ginjal Postrenal
Gagal ginjal postrenal jarang ditemukan. Diperkirakan hanya terdapat 5 % dari
seluruh kasus gagal ginjal akut. Hal ini terjadi apabila aliran urin dari kedua ginjal
terobstruksi. Masing-masing nefron memiliki tekanan intraluminal yang meningkat
sehingga laju filtrasi glomerular menurun.(Current,2001)
Gagal ginjal postrenal dapat disebabkan oleh obstruksi uretra, disfungsi atau obstruksi
dari kandung kemih dan obstruksi dari kedua ureter dan pelvis renal. Pada laki-laki,
Benign Prostat Hiperplasia (BPH) merupakan penyebab tersering. Pasien yang
mengkonsumsi obat-obatan kolinergik memiliki faktor resiko. Penyebab yang jarang
ditemukan adalah batu uretra bilateral, batu uretra atau striktur uretra dan nekrosis
papillary bilateral. Pada pasien yang memiliki hanya satu ginjal, obstruksi tunggal pada
ureter dapat menyebabkan gagal ginjal postrenal. (Current,2001)
Pasien yang anuria ataupun poliuria dan mengeluh nyeri pada perut bawah patut untuk
dicurigai. Obstruksi dapat bersifat menetap ataupun hilang timbul. Pada pemeriksaan,
dapat ditemukan prostat yang membesar, kandung kemih yang mengembang atau
ditemukannya massa pada daerah pelvis. Pada pemeriksaan laboratorium, pada awalnya
akan menunjukkan osmolalitas urin yang meninggi, penurunan sodium urin, dan
peningkatan rasio BUN: kreatinin. Setelah beberapa hari sodium urin akan meningkat
sejalan

dengan

gagalnya

ginjal

untuk

berfungsi

dan

tidak

mampu

untuk

mengkonsentrasikan urin sehingga isotenuria tampak. Sedimen urin biasanya ringan.


Pasien dengan gagal ginjal akut dan dicurigai gagal ginjal postrenal harus melakukan
ultrasonografi dan kateterisasi kandung kemih apabila hidroureter dan hidronefrosis
tampak bersamaan dengan pembesaran kandung kemih. Pasien-pasien ini harus melalui
diuresis post obstruktif dan harus diperhatikan pencegahan terhadap dehidrasi.
Pengobatan yang tepat untuk obstruksi ini dengan menggunakan kateter dapat
memberikan hasil reversibel yang komplit pada proses akut. (Current, 2001)

III. Patofisiologi
Ada tiga patofisiologi utama dari penyebab acute kidney injury (AKI) :
1. Penurunan perfusi ginjal (pre-renal)
2. Penyakit intrinsik ginjal (renal)
3. Obstruksi renal akut (post renal)
- Bladder outlet obstruction (post renal)
- Batu, trombus atau tumor di ureter
1.Gagal Ginjal Akut Pre Renal (Azotemia Pre Renal)
Gagal Ginjal akut prerenal merupakan kelainan fungsional,tanpa adanya kelainan
histologik/morfologik pada nefron yang paling sering menyebabkan gagal ginjal akut
(GGA) karena adanya ketidakseimbangan aliran darah ginjal (renal blood flow) yang
mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) karena penurunan tekanan
filtrasi. Aliran darah ginjal walaupuin berkurang masih dapat memberikan oksigen dan
substrat metabolik yang cukup kepada sel-sel tubulus. Sebetulnya menggambarkan respon
fisiologis terhadap hipoperfusi ginjal ringan hingga sedang.
Hipoperfusi disebabkan adanya vasokonstriksi renal, hipotensi, hipovolemia,
perdarahan, atau ketidakmampuan curah jantung (gagal jantung).
Gagal ginjal akut prerenal dapat menjadi gagal ginjal kronik karena keadaan stress
yang tiba-tiba pada fungsi ginjal yang sudah mulai menurun. Kegagalan untuk
mengemablikan volume darah atau tekanan darah dapat mengakibatkan nekrosis tubular
akut atau nekrosis kortikal akut.
2.Gagal Ginjal Akut Intra Renal (azotemia Intrinsik Renal)
Gagal ginjal akut intra renal merupakan komplikasi dari beberapa penyakit parenkim
ginjal. Berdasarkan lokasi primer kerusakan tubulus penyebab gagal ginjal akut inta renal,
yaitu :
1. Pembuluh darah besar ginjal
2. Glomerulus ginjal
3. Tubulus ginjal : nekrosi tubular akut
4. Interstitial ginjal
Gagal ginjal akut intra renal yang sering terjadi adalah nekrosi tubular akut disebakan
oleh keadaan iskemia dan nefrotoksin.

3.Gagal Ginjal Akut Post Renal


Keadaan ini jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan obstruksi saluran kemih yang
mengenai kedua ginjal (Bladder outlet obstruction). Obstruksi menyebabkan peningkatan
tekanan intra luminla disertai laju filtrasi glomerulus yang menurun secara bertahap.
Manifestasi klinis yang terjadi adalah sakit pinggang dengan anuria yang berlangsung
beberapa jam kemudian disertai poliuria. Penyebab gagal ginjal akut postrenal dapat
disebabkan oleh tindakan pemasangan kateter yang dapat memnyebabkan edema pada
lumen tubular
IV. Patogenesis
Pada keadaan hipoksia atau iskemia, cadangan ATP dan aktifitas ATP-ase akan diikuti
penurunan cadangan energi dari sel-sel. Perubahan-perubahan ini akan menyebabkan
gangguan transport ion keluar dan masuk ke dalam sel terutama Na, K, dan Ca. (Enday
Sukandar,2006)
Perubahan transport ion-ion menyebabkan kenaikan konsentrasi ion Na intrasel dan K
ekstrasel, diikuti depolarisasi membran sel. Di dalam sel mitokondria akan menangkap
Ca, tetapi jumlah Ca yang berlebih akan merusak dan menimbulkan pembengkakan serta
lisis membran mitokondria, klasifikasi, dan pembentukan matriks yang amorf dan
menimbulkan kerusakan mitokondria. (Enday Sukandar,2006)
Pada keadaan normal asam amino intrasel lebih tinggi daripada ekstrasel untuk
mempertahankan berbagai macam jejas, tetapi pergeseran asam amino ke ruang
ekstraseluler dapat menyebabkan penurunan konsentrasi glisin yang dianggap sebagai
pelindung sel sehingga sel akan lebih rentan terhadap berbagai jejas. Kerusakan sel-sel
(nekrosis atau disfungsi) berhubungan dengan beberapa keadaan patologi berikut:
a). Kenaikan asupan kalsium (Ca) seluler akibat kerusakan membran sel
b). Penurunan keluaran Ca akibat gangguan sintesis mitokondria
c). Gangguan peranan mitokondria yang bertindak sebagai buffer Ca.
Semua keadaan patologi tersebut menyebabkan kenaikan sistolik Ca, diikuti
perubahan hemodinamik ginjal dan kerusakan sel-sel epitel tubulus ginjal. (Enday
Sukandar,2006)
V. Gambaran Klinik
Pada pasien dengan azotemia harus diperiksa untuk menentukan apakah gagal
ginjalnya akut atau kronik. Suatu proses akut disimpulkan bila hasil pemeriksaan lab yang

baru dikerjakan memperlihatkan peningkatan BUN dan kreatinin serum tetapi


pemeriksaan sebelumnya biasanya tidak ada kelainan. Jika diagnostik GGA telah
ditegakkan, ada beberapa hal yang perlu segera dilakukan, yakni:
1). Identifikasi penyebab GGA,
2). Eliminasi faktor pencetus
3). Pencegahan dan pengelolaan komplikasi uremia.(Harrison 2003)
Oligouria (urin < 400 mL/hari) mulai terjadi sehari setelah hipotensi dan berlangsung
hingga 1-3 minggu, namun regresi dapat terjadi dalam beberapa jam atau berlanjut hingga
beberapa minggu tergantung dari durasi iskemia atau beratnya luka karena toksin. Anuria
(output urin < 100 mL/hari) jarang terjadi pada nekrosis tubuler akut dan 10-20 % kasus
tidak mengalami oligouria. Anuria menggambarkan oklusi arteri renalis bilateral, uropati
obstruktif, atau nekrosis kortikal akut. Keadaan non oligouria biasanya menunjukkan luka
yang kurang berat. Output urin dapat bervariasi, namun peningkatan kadar ureum maupun
kreatinin dapat terjadi.(www.aafp./org.com,2005)
Manifestasi awal lain tergantung pada penyebab dari gagal ginjalnya. Individu post
trauma atau pembedahan dalam kondisi katabolic mungkin akan meningkat lebih cepat
ureumnya. Mereka rentan terhadap hiperkalemia atau hiperfosfatemia karena pemecahan
sel. Aritmia dapat terjadi karena hiperkalemia. Retensi cairan dapat menyebabkan edema.
Gejala gagal jantung kongestif dapat berkembang pada penderita penyakit jantung. Mual,
muntah dan rasa letih dapat menyertai gangguan keseimbangan elektrolit dan uremia.
Efusi pericardial juga dapat terjadi dan ditemukan pericardial friction rub. Efusi dapat
menyebabkan tamponade. Penyembuhan luka terhambat, dan resiko terjadi infeksi
terutama pneumonia menjadi lebih besar. .(www.aafp./org.com,2005)
VI. Pemeriksaan Klinik
1. Gambaran klinik Pre renal ARF:
- Rasa haus
- Hipotensi ortostatik
- Takikardi
- Penurunan tekanan vena jugularis
- Penurunan turgor kulit
- Selaput lendir kering
- Berkurangnya keringat aksila

- Data penurunan secara progresif output urin dan baru saja mendapat
pengobatan NSAIDs, ACE Inhibitors, Angiotensin II receptor blocker.
Diagnosis azotemia pre renal hanya dapat dibuat bila perbaikan perfusi ginjal
mengakibatkan resolusi ginjal.( Harrison,2003)
2. Gambaran klinis Renal ARF
Disebabkan oleh iskemia yang mungkin dijumpai pada GGA dengan hipoperfusi
ginjal yang lama dan berat sebagai komplikasi hipovolemia atau syok septic atau operasi
mayor. Diagnosis GGA nefrotoksik perlu riwayat data klinis, catatan farmasi, perawatan
dan radiologik terapi nefrotoksik atau penggunaan zat radiokontras.
Walaupun GGA iskemia dan nefrotoksik terjadi lebih dari 90 % pada intrinsic renal
ARF, penyakit parenkim ginjal lainnya perlu dipertimbangkan. Nyeri tumpul tampak
dominan pada penyumbatan arteri dan vena renalis akut, pada pielonefritis akut, dan
glomerulonefritis nekrosis akut. Nodul subkutan kemih, collecting system dan capsule.
Nyeri kolik tumpul yang menjalar ke paha,plak arteriola retina berwarna orange dan
iskemia digital meski teraba nadi di kaki, memberi kesan ateroembolisme. GGA yang
dengan oliguri, edema, hipertensi dan sediment urin yang aktif ( sindroma nefritis)
memberi kesan glomerulonefritis perlu dicari tahu pemyebab sekunder ( SLE,
endokarditis bakterialis, krioglobulinemi). Demam, artralgia, dan ruam eritomatosa
pruritus memberi kesan nefritis interstitial alergik, meskipun gambaran hipersensitivitas
sistemik sering tampak.(Harrison,2003)
3. Gambaran Klinis post-renal ARF
Dapat asimptomatik bila obstruksi berjalan lambat, nyeri pinggang atau suprapubik
dijumpai bila ada distemsi akut pada kandung mberi kesan obstruksi ureter akut.
Diagnosa definitif azotemia pasca renal biasanya bergantung pada adanya penggunaan
pemeriksaan radiologik dan perbaikan fungsi ginjal yang cepat bila obstruksinya
dihilangkan.(Harrison,2003)
VII. Urinalisis
Anuria komplit menunjukkan obstruksi total saluran kemih, tetapi dapat menimbulkan
komplikasi GGA pre renal atau intrinsic yang berat. Fluktuasi yang besar dalam jumlah
urin yang diproduksi memberi kesan obstruksi intermitten danpasien dengan obstruksi

saluran kemih parsial dapat menderita poliuri akibat gangguan mekanisme konsentrasi
urin sekunder.(Harrison,2003)
GGA pre renal, sediment urin khas aseluler, dapat mengandung silinder hialin.
Hyaline casts dibentuk dalam urin yang terkonsentrasi dan unsur urin yang normal,
terutama protein Tamm-Horsfall yang normalnya disekresikan oleh sel epitel Ansa Henle.
GGA post renal memiliki sediment inaktif, meski hematuri dan piuria lazim dengan
penyakit prostate dan obstruksi intra lumen. Silinder granular pigmen (muddy brown) dan
silinder yang mengandung sel epitel tubulus adalah ciri khas nekrosis tubulus dan
memberi kesan GGA iskemik atau nefrotoksik. Silinder eritrosit menunjukkan cidera
glomerulus akut. Silinder leukosit dan silinder granuler tidak berpigmen memberi kesan
nefritis interstitial dan sillinder granuler yang lebar dari penyakit ginjal kronik mungkin
disebabkan oleh fibrosis interstitial dan dilatasi tubulus. Eosinofiluria (lebih dari 5 %
leukosit urin) umumnya ditemukan pada nefritis interstitial alergik yang diinduksi
antibiotic. Eosinofiluria dapat terjadi pada GGA ateroembolisasi. Krisstal asam urat
terdapat pada pasien azotemia prerenal, tapi bila jumlahnya banyak kesan nefropati urat
akut. (Harrison,2003)
VIII. Pemeriksaan Penunjang Diagnosa
1. Pemeriksaan laboratorium
Analisa urin rutin: proteinuria positif 1-3, silinder titik kasar, macam-macam sel
( debris, leukosit,eritrosit), berat jenis.
Analisa urin khusus : natrium, ureum, kreatinin, osmolaritas, fibrin degradation
product (FDP)
Biakan rutin
2. Pemeriksaan Darah
Darah rutin : Hb, Leukosit, laju endap darah, Ht, morfologi darah tepi.
Darah Khusus : FDP serum, trombosit, fibrinogen, waktu protrombin.
Faal Ginjal : Laju Filtrasi Glomerulus( ureum dan kreatinin serum), Penjernihan
kratinin ( creatinin clearance), faal tubulus.
3. Pemeriksaan EKG rutin pada pasien gagal ginjal akut.
Pemeriksaan ini penting untuk menentukan diagnosis dan tindak lanjut hiperkalemia.
4. Prosedur Pencitraan ginjal

Beberapa prosedur pemeriksaan ginjal seperti foto polos perut, USG ginjal dan
saluran kemih. CT scan dan renografi hippuran, sangat penting untuk menentukan
diagnosis banding :
a. Nekrosis akut tubular (nefropati vasomotor)
b. Nefrosis akut tubular nefrotoksik
c. Gagal ginjal akut glomerulopati
d. Nefropati obstruktif akut (GGA post renal). (Enday Sukandar,2006)
IX. Pemeriksaan Laboratorium (Enday Sukandar,2006)
Analisa pengukuran kreatinin serum secara berkala mungkin bermanfaat untuk
diagnosis banding terhadap penyebab GGA. Pada GGA prerenal dicirikan dengan
fluktuasi nilainya yang parallel dengan fungsi hemodinamik. Kraetini serum meningkat
dengan cepat ( nyata dalam 24 sampai 48 jam) pada GGA yang disebabkan oleh iskemia
ginjal, arteroembolisasi dan pemajanan dengan bahan radiokontras.
Puncak kadar kreatinin pada nefropati kontras biasanya diamati setelah 3-5 hari dan
kembali normal dalam 5-7 hari. Berbeda dengan puncak kadar kreatinin khususnya yang
lambat (7-10 hari) pada GGA iskemik dan penyakit arteroembolik. Pada banyak terapi
dengan zat yang toksik terhadap sel tubulus, cirri peningkatan awal kadar kreatinin
serumnya melambat sampai minggu kedua terapi dan kemungkinan menunjukkan adanya
penumpukan

zat

tersebut

didalam

sel

sebelum

GFR

jatuh.

Hiperkalemi,

hidrofosfatemia,hipokalsemia dan peningkatan asam urat dalam serum dan kinase kreatini
memberi kesan rhabdomyolisis. Hiperuesemia > 900 umol/L (>15 mg/dL) berhubungan
dengan hiperkalemia, hiperfosfatemia dengan meningkat kadar laktat dehidrogenase
(LDH) dalam sirkulasi dapat menunjukan nefropati urat akut dan tumor lysis syndrome
yang mengikuti proses kemoterapi kanker. Menebalnya anion serum dan osmolal gap
mengindikasikan adanya keracunan etilen glikol dan methanol. Anemia berat tanpa
perdarahan meningkatkan kemungkinanan adanya hemolisis, multiple myeloma atau
mikroangiopati trombotik. Eosinofillia sistemik menyimpulkan adanya nefritis intersisial
alergi tetapi dapat juga merupakan penyakit arteroembolik dan poliangitis nodosa.
X. Komplikasi
GGA menganggu eksresi dari garam, kalium dan air dan menggangu hemeostatis dan
mekanisme asidifikasi urinary. Sebagai akibatnya, GGA sering dikomplikasikan dengan
volume

overload

intravaskualr,

hiponatremia,

hiperkalemia,

hiperfosfatemia,

hipermagnesemia dan metabolic asidosis. Pasien juga tidak mampu mengeluarkan


buangan nitrogen dan rentan mengalami sindroma uremia. Kecepatan berkembangannya
dan beratnya komplikasi ini mencerminkan tingkat kerusakan ginjal dan keadaan
kataboliknya. (Harrison,2003)
XI. Terapi
a. Terapi konservatif
Yang dimaksud terapi konservatif adalah penggunaan obat-obatan atau cairan serta
nutrisi dengan tujuan untuk mencegah atau mengurangi progresifitas dan mortalitas
penyakit. Bilamana terapi ini tidak dapat memperbaiki kondisi klinis penderita, maka
dapat diteruskan dengan Terapi Pengganti Ginjal (TPG). Prinsip-prinsip terapi konservatif
adalah sebagai berikut: (Harrison, 2003)
Prinsip terapi konservatif:

Hati-hati pemberian obat yang bersifat nefrotoksik

Hindari keadaan yang menyebabkan deplesi volume cairan ekstraseluler dan hipotensi

Hindari gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis metabolic.

Hindari instrumentasi (kateterisasi dan sistoskopi) tanpa indikasi medis yang kuat.

Hindari pemeriksaan radiology dengan media kontras tanpa indikasi medis yang kuat

Kendalikan hipertensi sistemik dan glomerular. Kendalikan hiperglikemi dan ISK

Diet protein yang proporsional

Tujuan terapi konservatif adalah:

Mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif

Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia

Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal

Memlihara keseimbangan cairan dan elektrolit


Pada dasarnya terapi konservatif (suportif) adalah untuk menjaga homeostasis tubuh

dengan mengurangi efek buruk akibat komplikasi gagal ginjal akut. Di bawah ini
beberapa terapi konservatif beserta dosis obat yang dianjurkan.
Terapi konservatif/suportif pada gagal ginjal akut.
Komplikasi

Pengobatan

Volume intravaskuler overload

Restriksi garam (1-2 gr/hari) dan (biasanya


< 1L/hari) Diuretik (biasanya loop diuretic

Hiponatremia

+/- thiazid) Ultrafiltrasi atau dialysis


Restriksi intake air (<1 L/hari), hindari

Hiperkalemia

cairan intravena hipotonik (dekstrose)


Restriksi intake K+ (, 40 mmol/hari)
kurangi suplemen kalium dan diuretic yang
mengandung K+. pemberian glukosa 50 ml
atau 50% dekstrose dan insulin 10 unit
Natrium bikarbonat 50-100 mmol
2 agonis perinhalasi (albuterol/salbutamol

Asidosis metabolic

10-20 mg inhalasi atau 0,5-1 mg IV)


Diet rendah protein 0.8-1 gr/kg/hari
Natrium bikarbonat (serum bikarbonat > 15

Hiperfosfatemia

mmol/L dan pH arteri >7,2)


Diet rendah fosfat <800mg/hari obat
pengikat fosfat (kalsium asetat, kalsium

Hipokalsemia

karbonat, aluminium hidroksids)


Kalsium karbonat (bila terdapat gejala)

Hipermagnesemia
Hiperurisemia

kalsium glukonat
Hentikan penggunaan antacid
Pengobatan belum perlu jika kadar asam

urat , 15 mg/dL atau <890 mol


Nutrisi
Diet rendah protein 0,6 gr/kg/hari
From: Kierann N, Brady Hr : Clinical Evaluation, Management and outcome of Acute Renal
Failure
b. Terapi Pengganti Ginjal
Yang dimaksud Terapi Pengganti Ginjal (TPG) adalah usaha untuk menggantikan
fungsi ginjal penderita yang telah menurun dengan menggunakan ginjal buatan
(dialisis/hemofiltrasi). Pada TPG seperti dialysis atau hemofiltrasi yang dapat diganti
hanya fungsi eksokrin dan fungsi pengaturan cairan dan elektrolit, serta ekskresi sisa-sisa
metabolisme protein. Sedangkan fungsi endokrin seperti fungsi pengaturan tekanan darah,
pembentukan eritrosit, fungsi hormonal maupun integritas tulang tidak dapat digantikan
oleh jenis terapi ini. Indikasi TPG pada penderita gagal ginjal akut sangat berbeda bila
dibandingkan dengan indikasinya pada gagal ginjal terminal. Indikasi TPG pada gagal

ginjal akut adalah untuk mempertahankan homeostasis tubuh (live or organ saving)
dengan melakukan perbaikan terhadap gangguan-gangguan homeostasis yang terjadi,
disamping dapat menghindari terjadinya overhidrasi akibat pengobatan. Sedangkan pada
gagal ginjal terminal adalah untuk menggantikan fungsi ginjal secara permanent.
Dibawah ini daftar indikasi TPG untuk penderita gagal ginjal akut:
Criteria awal untuk pasien kritis dewasa yang memerlukan terapi pengganti ginjal:

Oliguria (output urin 200ml/12 jam)

Anuria (output urin <50 ml/12 jam)

Hiperkalemia (K+ >6,5 mmol/L)

Asidemia berat (pH <7,1)

Azotemia (urea >30 mmol/L)

Organ signifikan (edema paru)

Ensefalopati uremia

Perikarditis uremia

Neuropati/miopati uremia

Disnatremia berat (Na >160 atau <15 mmol/L)

Hipertermi

Overdosis obat dengan toksin dialysis.

( Bellomo R, Ronco C : Indications and criteria for Initialing RenalReplacement


Theraphy In Intensive Care Unit. Kidbey Int 1998)
Adanya salah satu gejala pada tabel diatas sudah dapat menjadi indikasi untuk
melakukan TPG. Adanya dua atau lebih gejala menjadi indikasi kuat untuk segera
melakukan TPG.
Ada berbagai jenis TPG yang dapat digunakan untuk penderita gagal ginjal akut
kritis. Dewasa ini CRRT (Continous Renal Replacement Therapy) dan SLED (Sustained
Low Efficiency Dialysis) adalah teknik TPG yang paling sering digunakan. Masingmasing TPG mempunyai indikasi yang spesifik, derajat kesulitan dalam teknik,
monitoring yang berbeda, serta perbedaan dalam biaya pengobatan yang dibutuhkan.
Berdasarkan prinsip translokasi ion ada 2 jenis TPG, yaitu:

Dialisis (Hemodialisis, dialysis peritoneal), prinsip dasarnya adalah osmosis/ dialysis,


dibutuhkan cairan dialisat.

Filtrasi (CRRT,dll) prinsip dasarnya adalah filtrasi/konveksi, dibutuhkan cairan


substitusi.

DAFTAR PUSTAKA
Brady HR, Brenner BM. 2003. Acute Renal Failure. Harrisons Principal of Medicine 15 th
edition. Volume II. Chapter 269. Halaman 1541-1550. USA. The Mcgraw-Hill
Companies.
Gray Mikel, Huether E Sue, Forshae. 2006. Alterations of renal and urinary trast function.
Pathophysiology The Biologic Basis for Disease in Adult and Children 5 th edition.
Chapther 36. Halaman 1322-1325. USA : Alsevier Mosby
Needham, Eddie. 2005. t of acute renal failure. American Family Physician Volume 72.
Nomor 9. diakses dari : www.aafp.org/afp
Sukandar, Enday. 1997. Gagal Ginjal Akut. Nefrologi Klinik. Bab VI. Halaman 284-320.
Bandung : Penerbit ITB
Mcphee SJ, Papadakis MA, Tierney LM 2001. Current Medical Diagnosis and Threatment.
14 th. Chapter 22. Hal 899-904. USA, The Mcbraw-Hiil Companies.
Lang F, Silbernag L.S. 2000. Colour Atlas of Pathophsiology. Chapter 5. 108-110. USA.
Thieme
NANDA-I, Nursing diagnosis, Definitions and Classification 2015-2017. Tenth Edition, 2015

Anda mungkin juga menyukai