KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN 1
KERACUNAN OBAT (Amfetamin) & ALKOHOL
Disusun Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Ari Revi Y
Cintya Pradila
Hesty Tri H
Lely Actiany A
Lucy Amelia
Mufhida Q
Rurin Khoirun Nisa
Vivi Feranita
Yudi Handoko
(131.0013)
(131.0023)
(131.0045)
(131.0055)
(131.0057)
(131.0121)
(131.0087)
(131.0119)
(131.0105)
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan izin dan ridhonya makalah
ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam semoga tetap dilimpahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kedamaian dan rahmat bagi semesta alam.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah . Dalam penyusunan makalah ini
tidak terlepas dari berbagai kendala namun berkat dan dorongan dari berbagai pihak, baik moral
maupun material sehingga sedikit demi sedikit kendala tersebut dapat diatasi dengan baik.
Penulis menyadari masih banyak ketidak sempurnaan dalam penyusunan makalah ini,
oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi hasil yang lebih baik.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi pembacanya.
.
Surabaya, 24 Oktober 2016
Tim penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER i
KATA PENGANTAR ii
2
iii
BAB 1
PENDAHULAN
1.1
Latar Belakang
Racun disebut juga toksin adalah zat yang mengganggu kesehatan atau menyebabkan
kematian karena kerja kimiawinya ketika zat ini masuk ke dalam tubuh atau kontak dengan kulit,
racun yang tertelan terjadi bila korban menelan zat toksik. Untungnya, sebagian besar racun
memiliki sedikit efek toksik atau tertelan dalam jumlah sedikit sehingga keracunan yang berat
3
jarang terjadi. Namun demikian, selalu ada potensi terjadinya keracunan yang berat atau fatal.
Definisi keracunan atau intoksikasi menurut WHO adalah kondisi yang mengikuti masuknya
suatu zat psikoaktif yang menyebabkan gangguan kesadaran, kognisi, persepsi, afek, perlaku,
fungsi, dan repon psikofisiologis.
Sekitar 80% keracunan terjadi akibat menelan zat toksik. Keracunan yang disebabkan
oleh overdosis atau penyalahgunaan obat dan zat-zat lain, termasuk alcohol sering terjadi. Obat
yang paling sering disalah gunakan di Amerika Serikat adalah alcohol. Keracunan dan
penyalahgunaan obat merupakan bagian yang panting dari kedaruratan medis yang dihadapi oleh
dokter. Sekitar 75% kasus di Amerika Serikat terjadi pada anak-anak dibawah 5 tahun, tetapi 95%
kematian terjadi pada orang dewasa. Keracunan juga sering terjadi pada anak-anak besar yang
mentalnya terbelakang. Bunuh diri dan percobaan pembunuhan juga menyebabkan banyak
keracunan. Kadang kala menelan secara tidak sengaja terjadi pada orang dewasa. Di Swis dan
Inggris seseorang dilarang mengendarai mobil di jalan raya bila mempunyai KAD 80 mg/100ml
atau lebih dan kadar alkohol urin (KAU) 107 mg/100ml (Sutter, 2002; Shepherd, 2003). Berbagai
pemberitaan di surat kabar dalam 5 tahun terakhir menunjukkan penggunaan alkohol dalam taraf
membahayakan masih banyak terjadi di Indonesia dan jumlahnya pun ditenggarai terus
meningkat. Di Indonesia, tingkat konsumsi alkohol terus meningkat dari tahun ke tahun, namun
belum ditetapkan batas KAD dan KAU yang diperbolehkan bagi seseorang untuk mengendarai
mobil di jalan raya (Sebayang, 2007).
Keracunan alkohol dapat mengakibatkan gangguan sistim saraf pusat yang berat,
gangguan abdomen dan ginjal bahkan kematian. Alkohol adalah sekelompok senyawa yang
terdiri atas ethyl alcohol, methyl alcohol, ethylene glycol, isopropyl alcohol. alkohol
menghasilkan aceton dan etil alkohol bisa mengakibatkan ketoasidosis. Etilen glikol dan methyl
alkohol disebut Toxic Alcohol, meskipun tidak berarti bahwa ethanol tidak toksis. Semua jenis
senyawa alkohol dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat dan kejang. Pada keracunan
etanol onset sekitar 30 menit, napas berbau etanol dan dapat terjadi asidosis respiratorik atau
ketoasidosis, sedang pada keracunan isopropanol onset cepat, napas berbau aseton dan asidosis
metabolik yang terjadi ringan.
Dalam memberi pertolongan pertama dan pengobatan pada peristiwa keracunan atau
kecelakaan yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia beracun atau bahan-bahan racun/toksis
lainnya, yang mula-mula harus dilakukan ialah mengenali (mengidentifikasi) bahan-bahan yang
4
diduga menjadi penyebab keracunan. Mengenai bahan-bahan racun/toksis merupakan hal yang
sangat penting artinya dalam menentukan diagnosis keracunan. Setiap peristiwa keracunan oleh
bahan-bahan racun yang jenis dan sifatnya berlainan (berbeda), mempunyai cara-cara
pertolongan dan pengobatan yang berbeda pula. Dalam karya tulis ilmiah ini penulis akan
menjelaskan bagaimana penatalaksanaan pada korban keracunan alcohol dan obat-obat lain.
1.2
Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang muncul dalam makalah keracunan obat-obatan dan alcohol adalah
:
1.2.1 Bagaimana konsep dasar keracunan?
1.2.2 Bagaimana konsep keracunan obat dan penatalaksanaanya?
1.2.3 Bagaimana konsep keracunan alcohol dan penatalaksanaannya?
1.2.4 Bagaimana penanganan gejala keracunan berdasarkan algoritma?
1.3
Tujuan
1.3.1 Menjelaskan konsep dasar keracunan
1.3.2 Menjelaskan konsep keracunan obat dan penatalaksanaannya
1.3.3 Menjelaskan konsep dasar keracunan alcohol dan penatalaksanaanya
1.3.4 Menggambarkan penanganan gejala keracunan berdasarkan algoritma
1.4 manfaat
Mahasiswa agar bisa melakukan penilaian kegawatdaruratan terhadap keracunan dan
penanganan segera kepada pasien kegawatdaruratan berdasarkan keracunan obat atau alcohol.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
berbagai bahan zat kimia yang dengan jelas berbahaya bagi badan. Kata racun toxic
adalah bersaral dari bahasa Yunani, yaitu dari akar kata tox, dimana dalam bahasa Yunani
berarti panah. Dimana panah pada saat itu digunakan sebagai senjata dalam peperangan,
yang selalu pada anak panahnya terdapat racun. Di dalam Papyrus Ebers (1552 B.C.)
5
Produk rumah tangga, seperti pemutih, cairan pengilap, dan pestisida banyak
menyebabkan keracunan pada anak-anak. Lemari obat dan kabinet dapur sering menjadi
sumber racun. Penelitian pusat-pusat pengendalian racun di seluruh Amerika Serikat
memperlihatkan bahwa lebih dari 1000 produk rumah tangga dapat menimbulkan
keracunan. Pada banyak kasus, diagnosis keracunan atau overdosis jelas diketahui, dan
riwayat menelan mudah didapatkan. Pada kasus lain, sulit didapatkan riwayat menelan
racun atau pika. Pada beberapa kasus, riwayat menelan racun tidak pernah didapatkan
sekalipun ada bukti klinis dan laboratorium keracunan. Pada masalah klinis yang
memusingkan dan tidak jelas sebab-sebab gejalanya, kemungkinan keracunan atau
overdosis hams selalu dipikirkan. Konsultasi per telepon dengan pusat pengendalian racun
regional dapat membantu dalam menangani kedaruratan toksikologik.
2.1.2 TANDA DAN GEJALA
Banyak gejala dapat timbul sebagai akibat dari keracunan, termasuk muntah, pucat,
kejang, koma, somnolen, luka bakar di mulut, demam, hipereksitabilitas, dan diare. Temuan
fisik yang mengarah ke keracunan antara lain adalah status kesadaran terganggu, pupil
konstriksi, dilatasi pupil, sianosis, bau jaringan yang abnormal, dan keringat meningkat.
Urine mungkin berubah warna dan kulit terwarnai lain. Gejala-gejala dan temuan fisik
spesifik sering menunjukkan jenis racun yang ditelan.
Berbagai sindrom klinis dapat membantu mengindentifikasi obat atau racun
penyebabnya.
1. Pasien koma dengan kulit kering, dilatasi pupil, takikardia atau disritmia lain,
hiperrefleksi,
hipotensi,
dan
kejang
mengesankan
keracunan
obat
pasti agen penyebab amat diperlukan. Pemeriksaan wadah asli produk tersebut sering
membantu. Wadah kebanyakan bahan kimia rumah tangga yang berbahaya diberi label
daftar kandungannya. Sering kali zat racun tersebut tidak berada di wadah aslinya.
Pemeriksaan sisa tablet atau pil dari wadah sering akan menghasilkan identifikasi senyawa
racunnya. Riwayat mengelupas cat atau plaster timbal atau zat berbahaya lingkungan
lainnya dirumah, pembangunan industri, atau tempat hiburan harus didapatkan.
Laboratorium toksikologi :
1.
Fasilitas untuk pemerlksaan toksilogi klinis yang menyediakan hasil-hasil
segera untuk zat-zat tertentu hendaknya tersedia di setiap rumah sakit yang
2.
3.
4.
Teofilin
Pada kasus-kasus keracunan, uji darah, urine, isi lambung, atau muntah yang sesuai
akan bermanfaat. Komunikasi langsung dengan laboratorium toksikologi akan membantu
dalam hal uji yang diperlukan dan perlunya kecepatan perneriksaannya. Jika suatu
Spesimen tidak dapat dikirim ke laboratorium segera, bahan tersebut perlu dimasukkan ke
lemari pendingin. Pengawet tidak perlu ditambahkan.
Foto sinar-X abdomen dapat memperlihatkan massa oblong (heroin atau kokain di
dalam kondom), pil radioopak, endapan-endapan, atau cairan. Jembatan keledai yang
bermanfaat untuk temuan ini adalah CHIPES. Sinar-x negatif tidak menyingkirkan ingesti
zat-zat inig
C = Chloral hydrate, carbon tetrachloride
H = Heavy metals (logarn berat)
I = Iron, Iodides (besi yodium)
P = Psychotropics (phenothiazines)
E = Enteric coated (salisilat, KCl)
S = Solvents (CHCl3, CCI4)
Pemeriksaan. seperti uji hemoblogin dan hematokrit untuk anemia, penetapan
methemoglobinemia, dan urine untuk mioglobin dan koproporfirin mungkin bernilai dalam
menilal kasus-kasus keracunan tertentu.
PRINSIP PENATALAKSANAAN
Dalam penatalaksanaan keracunan, ada tiga prinsip utama:
1. Racun boleh di evakuasi dan absorpsinya dihambat jika tindakan ini dapat
2.1.4
Dosis awal sirup ipekak adalah 30 ml pada orang dewasa, 15 ml pada anak-anak, dan
10 ml pada bayi 6 bulan sampai 1 tahun. Pengobatan ini harus diikuti minur air putih
sekitar 200 ml. Biasanya muntah terjadi dalam 20 menit.
2)
Bilas lambung dapat digunakan pada pasien tidak sadar, stupor atau tidak terindikasi.
Bilas lambung dapat dilakukan pada pasien setengah sadar jika ada reflek muntah
pasien harus digulingkan terlentang miring.
A. Arang aktif
1)
Arang aktif bermanfaat pada kebanyakan jenis keracunan. Bahan ini menyerap
banyak senyawa racun dan mengurangi banyak absropsi. Arang aktif tidak boleh
diberikan bersamaan dengan sirup ipekak karena arang akan menyerap sirup.
2)
Arang aktif tidak bermanfaat untuk mengikat etil alkohol, metil alkohol, alkalt
kaustik, asam mineral, fosfat organik, besi, atau litium.
3)
Katartik sering dianjurkan, seperti magnesium sulfat 250 mg/kg oral atau dengan
selang gastrik. Dosis berulang katartik dapat menyebabkan dehidrasi berat, terutama pada
anak kecil.
9
Keluaran urine adalah indikator yang baik untuk fungsi ginjal, tetapi mungkin tidak
berkolerasi dengan ekskresi obat. Pada umumnya, eliminasi obat dengan ekskresi ginjal
tidak tergantung pada kecepatan aliran urine. Efektivitas dialisis bergantung pada sejumlah
faktor, antara lain volume distribusi, pengikatan protein, besar molekul, dan metabolisme.
Dialisis diindikasikan untuk obat-obatan tertentu.
2.2
saraf pusat dan menekan nafsu makan. Amfetamin sebagai obat yang memiliki efek
stimulansia, memiliki cara kerja dengan meningkatkan kadar dopamine di dalam otak.
Dopamine adalah zat kimia (atau neurotransmiter) yang berhubungan dengan kesenangan,
pergerakkan, dan perhatian. Penggunaan Amfetamin dilegalkan untuk beberapa indikasi
medis seperti Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), narkolepsi, dan obesitas
(Brenner, 2010).
Nama generik amfetamin adalah D-pseudo epinefrin berhasil disintesa tahun 1887,
dan dipasarkan tahun 1932 sebagai obat. Bentuknya ada yang berbentuk bubuk warna putih
dan keabuan, digunakan dengan cara dihirup. Sedangkan yang berbentuk tablet biasanya
diminum dengan air.
Amfetamin banyak disalahgunakan untuk meningkatkan performa dan untuk tujuan
rekreasional. Pada tahun 2009, 2,8 juta masyarakat Amerika yang berumur 12 tahun
menyalahgunakan Amfetamin sekurang-kurangnya sekali dalam setahun (Substance Abuse
and Mental Health Services Administration, 2012).
10
MDMA merupakan obat sintetik, psikoaktif yang struktur kimiawinya sama seperti
Metamfetamin. MDMA atau yang lebih dikenal dengan nama ekstasi, menghasilkan efek
psikostimulan dan psikomimetik dengan cara meningkatkan kadar dopamin dan serotonin
di dalam otak. MDMA dikonsumsi secara oral, biasanya dalam bentuk tablet. MDMA
bersifat neurotoksik pada neuron serotonergik, terlihat degenerasi jalur serotonergik dengan
jelas pada hewan percobaan. Penggunaan MDMA pada manusia akan menghancurkan
neuron serotonergik di dalam otak yang berkontribusi pada beberapa komplikasi psikiatri
seperti reaksi panik, psikosis, depresi dan bunuh diri (Ricaurte, 2001).
11
Tanda dan gejala intoksikasi anfetamin biasanya ditunjukkan dengan adanya dua atau
lebih gejala-gejala seperti : takikardi atau bradikardi, dilatasi pupil, peningkatan atau
penurunan tekanan darah, banyak keringat atau kedinginan, mual atau muntah, penurunan
BB, agitasi atau retardasi psikomotor, kelelahan otot, depresi sistem pernapasan, nyeri dada
atau aritmia jantung, kebingungan, kejang-kejang, diskinesia atau koma.
1.
2.
Efek Sistemik
Efek sistemik yang ditimbulkan oleh Amfetamin yaitu (Japardi, 2012):
a. Gangguan kardiovaskular
Amfetamin dapat menyebabkan :
12
Hipertensi
Sinus takikardi
Iskemik miokard
b. Kerusakan ginjal
Amfetamin
mengakibatkan
Myoglobinuric
Tubular
Necrosis,
sedangkan
1.
ADHD adalah suatu kelainan neurobehaviour yang terjadi sekitar 5% pada anakanak. Tiga bentuk dasar ADHD menurut Diagnostic and Statistical Manual IV (DSM-IV)
of the American Psychiatric Association (APA) adalah mereka yang :
a. Tidak memberikan perhatian
b. Hiperaktif atau impulsive
c. Kombinasi dari (1) dan (2), yang dimana paling banyak ditemukan.
Pengobatan yang paling umum untuk mengobati ADHD adalah dengan menggunakan
obat stimulan. Meskipun penggunaan obat stimulan untuk mengobati ADHD terlihat tidak
biasa, tetapi sebenarnya obat stimulan juga memiliki efek penenang pada anak yang
menderita ADHD (Brenner, 2010).
Beberapa opsi pengobatan pada ADHD antara lain adalah campuran Amfetamin,
Metamfetamin, Dextroamfetamin, Metilfedinat, Lisdexamfetamin, atau Atomoxetin (The
MTA Coorperative Group, 1999).
2.
Narkolepsi
Narkolepsi adalah gangguan pola tidur yang ditandai dengan kebanyakan tidur pada
siang hari (excessive daytime sleepiness) bahkan setelah tidur malam yang cukup.
Penyebab pasti terjadinya narkolepsi belum sepenuhnya diketahuinya, namun beberapa
studi menyatakan bahwa kelainan genetik memegang peranan penting (National Health
Service, 2010).
Katapleksi, kebanyakan tidur pada siang hari, serangan tidur, halusinasi, paralisis otot
sementara dan automatic behavior merupakan gejala dari narkolepsi. Pada saat ini, masih
belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan narkolepsi, namun ada beberapa cara
yang dapat digunakan untuk mengurangi defek dari narkolepsi yaitu dengan melatih
kebiasaan tidur, mengubah gaya hidup, dan menggunakan obat stimulan yang bekerja
dengan cara merangsang sistem saraf pusat sehingga menjaga penderita narkolepsi tetap
terbangun pada saat melakukan aktivitasnya (National Health Service, 2010). Campuran
Amfetamin, Dextroamfetamin, Metilfenidat, Modafinil, dan Armodanifil adalah obat
stimulan yang diindikasikan untuk pengobatan narkolepsi (Brenner, 2010).
3.
Obesitas
14
Dibandingkan
dengan
Amfetamin,
Fenteramin
dan
Sibutramin
menghasilkan lebih sedikit rangsangan pada sistem saraf pusat dan potensi terjadinya
ketergantungan zat lebih rendah (Brenner, 2010)
2.2.2 ASETAMINOFEN
Over dosis dengan obat asetaminofen lebih sering terjadi. Obat ini dapat
menyebabkan kerusakan hati berat karena menguras suplai glutation. Obat ini jarang
menyebabkan gejala yang signifikan kurang dari 24jam setelah dikonsumsi.
1.
Perjalanan klinis.
a. Bukti hepatoksisitas menjadi jelas setelah 2 sampai 3hari, antara lain nyeri
perut kuadran kanan atas hepatomegali dan perdarahan.
b. Dapat terjadi penyembuhan tidak rata atau gagal hati progresif yang disertai
2.
mulai
pemberian
N-asetilsistein
sampai
kadar
serum
15
koma, dengan respirasi yang dangkal sampai tidak ada sampai sianosis.
Mungkin ditemukan tanda-tanda bekas suntikan IV.
b. Edema paru dengan jantung berukuran normal pada foto thoraks dapat
2.
terjadi.
Terapi
a. Lakukan penatalaksanaan jalan napas yang diperlukan.
b. Berikan 0,8 sampai 2 mg nalokson IV. Pemberian boleh diulang jika ada
indikasi klinis.
c. Jika akses IV tidak ada, nalokson dapat diberikan IM atau SC
d. Edema paru dapat diterapi dengan oksigen dan ventilasi tekanan positif.
Digitalis, diuretic dan flebotomi biasanya tidak terindikasi
e. Observasi cermat untuk relaps klinis diperlukan karena durasi kerja nalokson
adalah sekitar 45menit dan toksisitas opiate dapat muncul kembali. Infuse IV
nalokson kontinu mungkin diperlukan. Jika tidak, berikan nalmefen, suatu
antagonis narkotik jangka panjang. 0,5 mg/70kg IV. Jika perlu dosis kedua
16
b. Pada kasus yang cukup berat, cairan IV harus dipasang. Meninggikan pH urine
sampai di atas 7.5 amat penting karena reabsropsi salisilat dari urine jelas
menurun dan salisilat amat meningkat pada pH alkali.
a) Natrium bikarbonat IV, 20 sampai 50 mEq, diberikan dalam waktu 5 menit.
Jika setelah 10 menit urine tidak alkali, diberikan 15 mEq lagi dan diulang
setiap 10 menit sampai urine menjadi alkali.
b) Setelah urine menjadi alkali, diberikan natrium bikarbonat 10 mEq per 100
ml dextrose 500 dalam saline setengah normal sebagai drip dengan
kecepatan 1,5 sampai 3,0 ml/menit. Setelah aliran urine balk, kadar kalium
serum harus dimonitor dan ditambahkan 3O mEq kalau perlu pada setiap
liter cairan.
c) Alkalinisasi urine mungkin sulit dicapai atau dipertahankan jika kekurangan
kalium tubulus renalis menyebabkan reabsorpsl ion hidrogen lebih besar dari
pada kalium.
d) PH urine harus diperiksa setiap 30 menit. dan jika kurang dari 7.5,
hendaknya diberikan natrium bikarbonat 15 sampai 25 mEq lagi dalam
waktu 5 menit. Kateter menetap akan bermanfaat.
e) Setelah 2 sampai 5 jam terapi, cairan rumutan harus dimulai. Pada kasus
yang jarang menimbulkan gagal ginjal, hemodialisis, atau dialisis peritoneal
boleh dipertimbangkan.
2.2.5 OBAT PSIKOTROPIK
A. Antidepresan siklik (CA)
1. Trisiklik (TCA): Amitriptilin (Elavil), desipramin (Norpramin), imipramin (Tofranil),
nortriptilin(Pamelor).
2. Tertasiklik: maprotilin(Ludiomil).
3. Overdosis dengan CA dapat tampak sebagai sindrrom anti-kolinergik.
4. Setelah absorpsi oral yang berlangsung cepat, TCA didistribusikan luas ke jaringanjaringan tubuh dan sangat terkait pada protein; kurang dari 1% di dalam plasma sekalipun
telah terjadi overdosis. Toksisitas disebabkan oleh blockade ambilan kembali
norepinefrin, efek anti-kolinergik mirip atropine, dan efek depresan langsung pada
miokardium.
5. Gejala klinis.
17
kematian dan menimbulkan depresi miokardium, pemanjangan hantaran HisPurkinje, dan disritmia karena aktivitas antikolonergik.
2) Hal-hal berikut dapat terjadi: depresi pernapasan kejang grand mal, hipotensi,
Arang dan katarik harus diberikan setiap 4 jam selama 24 jam pada kasu ringan
dan setiap 2 jam via slang nasogastrik pada kasus yang lebih berat.
4. Pengawasan yang ketat diperlukan untuk mencari tanda-tanda kardiotoksisitas,
depresi pernapasan, dan toksisitas SSP. Dengan merawat pasien di rumah sakit jika
perlu.
5. Alkalinisasi plasma adalah terapi utama untuk toksisitas CA dan biasanya efektif
terhadap alkalinisasi. Gunakan bolus 1 mg/kg IV, dan infuse konstan dengan
kecepatan 3-4 mg/ menit.
7. Fenitoin mungkin efektif bila lidokain tidak efektif. Dosis dewasa adalah 1g IV
pada 50 mg/kg, dan untuk anak-anak 10mg/kg.
8. Propranolol terindikasi untuk disritmia ventricular yang refrakter. Dosis dewasa
adalah 1mg/menit sampai maksimum 5mg. dosis pediatrik adalah 0,001mg/kg IV.
Kadang kala, pemberian propranolol memperberat gangguan konduksi dan
menekan kontraktilitas miokardium.
9. Pemacu jantung mungkin diperlukan.
18
4mg/menit.
11. Dialisis atau hemoperfusi tidak bermanfaat.
B. PCP
1. PCP adalah yang mudah dibuat di laboratorium rumahan, adalah salah satu obat jalanan
yang amat berbahaya. Obat ini di jual dengan banyak nama dan banyak bentuk, serta
sering di kombinasi dengan obat-obat lain. PCP adalah halusinogenik. Onset kerjanya
cepat, resirkulasi enterik, dan afinitasnya untuk jaringan adipose membuat terapinya sulit.
Observasi ketat dan tersedianya fasilitas pemeriksaan toksikologis amat penting.
2. Gejala klinis
1) Intoksikasi dosis rendah sering berupa status yang tidak teramalkan dan
menyerupai keadaan mabuk. Disorientasi, agitasi, dan cepat marah seringg terjadi.
Mutisme ataksia, respon rendah terhadap stimuli nyeri, dan nistagmus intermiten
horizontal , vertical, atau rotasi adalah gejala yang khas. Rigiditas katatonik atau
mioklonus dengan rigiditas otong pada perangsangan dapat terjadi, demikian juga
flushing, diaphoresis, wajah menyeringai, hipersalivasi, dan muntah. Kematian
pada kasus ini biasanya disebabkan oleh kecelakaan , khususnya tenggelam,
terbakar, kecelakaan mobil, dan polisi menemukannya sebagai orang kasar yang
mengalami anestesi terhadap nyeri.
2) Intoksikasi berat sering menimbulkan koma yang berlangsung berjam-jam sampai
berhari-hari. Orangnya tidak responsive terhadap nyeri. Depresi pernapasan,
hipertensi dan takikardi terjadi, ensefalopati hipertensi, atau perdarahan
intreserebral. Regiditas otot yang kuat, opistotonus, dan regiditas deserebrasi dapat
ditemukan dengan disertai mioklonus dan kejang tonik-klonik umum. Hipertermia
dan rabdomiolisis juga mungkin terjadi. Ketika kadar dalam plasma turun, gejala
toksisitas dosis rendah muncul.
3. Terapi
1) Intoksiskasi dosis rendah
1. Lingkungan rendah stimulasi adalah ideal, sambil pasien di observasi.
2. Lambung pasien hanya boleh dikosongkan bila di curigai pasien menelan
19
3mg/kg/mnt.
8. Pada overdosis masif, ammonium klorida (2,75meq/kilo di dalam larutan
b. Keracunan akut berat menyebabkan bertambah beratnya gejala gejala ini menjadi
berikut ( A MUDPIE):
Aspirin
Metanol
Uremia
Ketoasidosis Diabetik
Paraldehid atau Phenformin
Asidosis laktat idiopatik, iron (besi) atau isoniazid
Etanol atau etilen glikol
2.3.2 TERAPI
a. Segera laksanakan prinsip prinsip penatalaksanaan yang di uraikan pada bagian V, dan
di induksi etanol jauh lebih sering terjadi dari pada orang dewasa.
e. Hemodialisis hendaknya dipikirkan jika kadar methanol dalam darah lebih dari 50 mg/100
ml.
BAB 3
PENATALAKSANAAN
3.1 ALGORITME KEJANG AKUT
KEJANG AKUT
ABC
Monitor tanda vital
Pulse oxymetri & monitor ECG
Periksa KGD dgn glucostick
Anamnesa dan Pemfis
Laboratorium
Epilepsi ?
Darah lengkap
Trauma ?
Elektrolit dan Ca
Tanda neurologi fokal ?
AGDA
PASANG
IV
LINE
Infeksi, peny hati / ginjal, narkoba
Fungsi hepar dan ginjal
Toksikologi
Etiologi
Kadar serum OAE
Terapi
TERAPI
ANTIKONVULSAN
22
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Hiperventilasi, manitol 0,5 -1,0 gram/kgBB, bila tekanan
intrakranial meningkat atau herniasi, Tiamin (100 mg IV)
diikuti dengan 25 gram glukosa bila serum glukosa < 60 mg/dl
Nalokson bila overdosis narkotika, diberikan infus intravena
0,8 mg/kgBB/jam. Bilas lambung dengan activeted charcoal bila
dicurigai keracunan obat
23
Penatalaksanaan awal pasien koma, kejang, atau perubahan keadaan mental lainnya
hams mengikuti cara pendekatan yang sama tanpa memandang jenis racun penyebab.
Usaha untuk membuat diagnosis toksikologi khusus hanya memperlambat penggunaan
tindakan suporitif yang merupakan bentuk dasar (ABCD) pada pengobatan keracunan.
Pertama, saluran napas (A) harus dibersihkan dan muntah atau beberapa gangguan
lain dan, bila diperlukan, suatu alat yang mengalirkan napas melalui oral atau dengan
memasukkan pipa endotrakea. Pada kebanyakan pasien, penempatan pada posisi sederhana
dalam posisi dekubitus lateral cukup untuk menggerakkan lidah yang kaku (flaccid) keluar
dan saluran napas. Pernapasan (B) yang adekuat harus diuji dengan mengobservasi dan
mengukur gas darah arteri. Pada, pasien dengan insufisiensi pernapasan harus dilakukan
intubasi dan ventilasi mekanik. Sirkulasi (C) yang cukup harus diuji dengan mengukur
denyut nadi, tekanan darah, urin yang keluar, dan evaluasi perfusi perifer. Alat untuk
intravena harus dipasang dan darah diambil untuk penentuan serum glukosa dan untuk
pemeriksaan rutin lainnya.
24
Pada waktu ini, setiap pasien dengan keadaan mental yang berubah harus diberi
larutan dekstrosa pekat (D). Orang dewasa diberikan larutan dekstrosa sebanyak 25 g (50
mL larutan dekstrosa 50% secara intravena. Dekstrosa ini harus diberikan secara rutin,
karena pasien koma akibat hipoglikemia ynag dengan cepat dan ireversibel akan kehilangan
sel-sel otak. Pasien hipoglikemia mungkin tampak sebagai pasien keracunan, dan tidak ada
metode yang cepat dan dapat dipercaya untuk membedakannya dan pasien keracunan. Pada
umumnya pemberian glukosa tidak berbahaya sementara menunggu hasil pemeriksaan gula
darah. Pada waktu ini, pasien alkoholik atau malnutrisi juga harus diberi 100 mg tiamin
intramuskular untuk mencegah timbulnya sindrom Wernicke.
Antagoais narkotik nalokson (Narcan) dapat diberikan dengan dosis 0,4-2 mg
intravena. Nalokson akan memulihkan pemapasan dan depresi sistem saraf pusat akibat
semua jems obat narkotika. Ada manfaatnya untuk mengingat bahwa obat-obat ini
menimbulkan kematian terutama akibat depresi pernapasan; karena itu, bila bantuan
pernapasan dan pembebasan saluran pernapasan telah diberikan, nalokson mungkin tidak
diperlukan lagi. Antagonis benzodiazepin flumazenil bermanfaat pada pasien dengan
kecungaan takar lajak benzodiazepin, tetapi tidak boleh digunakan bila terdapat riwayat
kejang atau takar lajak antidepresan trisiklik, dan obat ini tidak boleh digunakan sebagai
pengganti penatalaksanaan saluran napas secara hati-hati.
Penatalaksanaan keracunan memerlukan satu pengetahuan tentang bagaimana
mengobati hipoventilasi, koma, syok, kejang, dan psikosis. Pertimbangan toksikokinetik
yang mendetil titik banyak artinya bila fungsi-fungsi vital tidak dipertahankan.
Hipoventilasi dan koma memerlukan perhatian khusus pada penatalaksanaan saluran napas.
Gas darah arteri harus sering diperiksa, dan aspirasi isi lambung harus dicegah.
Penatalaksanaan cairan dan elektrolit mungkin kompleks. Monitoring berat badan, tekanan
vena sentral, tekanan yang mendesak kapiler paru, dan gas darah arteri diperlukan untuk
memastikan pemberian cairan mencukupi tetapi tidak berlebihan. Dengan tindakan suportif
yang tepat untuk koma, syok, kejang, dan agitasi, umumnya memberikan harapan hidup
bagi pasien keracunan.
3.4
RIWAYAT DAN PEMERIKSAAN FISIK
3.4.1 Riwayat: Pemyataan dengan mulut tentang jumlah dan jenis obat yang ditelan
dalam kedaruratan toksik mungkin tidak dapat dipercayai. Bahkan anggota keluarga,
25
polisi, dan pemadam kebakaran atau personil paramedis harus ditanyai tintuk
menggambarkan lingkungan di mana kedaruratan toksik ditemukan dan semua alat
suntik, botol-botol kosong, produk rumah tangga, atau obat-obat bebas di sekitar
pasien yang kemungkinan dapat meracuni pasien harus dibawa ke ruang gawat
darurat.
3.4.2 Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan yang cepat harus dilakukan dengan penekanan
pada daerah yang paling mungkin memberikan petunjuk ke arah diagnosis
toksikologi. Hal ml tertnasuk tanda-tanda vital, mata dan mutut, kulit, abdomen, dan
sistem saraf.
1. Tanda-tanda vital- Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut
nadi, pernapasan, dan suhu tubuh) merupakan hal yang esensial dalam kedaruratan
toksikologi. Hipertensi dan takikardia adalah khas pada obat-obat amfetamin,
kokain, fensiklidin, nikotin, dan antimuskarinik. Hipotensi dan bradikardia,
merupakan gambaran karakteristik dan tkar lajak narkotika, kionidin, sedatifhipnotik dan beta bloker. Takikardia dan hipotensi sering terjadi dengan
antidepresan trisiklik, fenotiazin, dan teofihin. Pernapasan yang cepat adalah khas
pada amfetamin dan simpatomimetik lainnya, salisilat, karbon monoksida dan
toksin lain yang menghasilkan asidosis metabolik. Hipertermia dapat disebabkan
karena obat-obat simpatomimetik, antimuskarinik. salisilat dan obat-obat yang
menimbulkan kejang atau kekakuan otot. Hipotermia dapat disebabkan oleh takar
lajak yang berat dengan obat narkotik, fenotiazin, dan obat sedatif, terutama jika
disertai dengan pemaparan pada lingkungan yang dingin atau infus intravena pada
suhu kamar.
2. Mata. Mata merupakan sumber informasi toksikologi yang berharga. Konstriksi
pupil (miosis) adalah khas utituk keracunan narkotika, klonidin, fenotiazin,
insektisida organofosfat dan penghambat kolinesterase lainnya, serta korna yang
dalatn akibat obat sedatif. Dilatasi pupil (midriasis) umumnya terdapat pada
amfetamin, kokain, LSD, atropin, dan obat antirnuskarinik lain. Nistagmus
riorizontal dicirikan pada keracunan dengan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan obat
seclatit lain. Adanya nistagmus horizontal dan vertikal memberi kesan yang kuat
26
27
3.5.1
(hiperkapnia). PO2 dapat rendah dengan aspirasi pneumonia atau obat-obat yang
menginduksi edema paru. Oksigenisasi jaringan . yang kurang akibat hipoksia, hipotensi.
atau keracunan sianida akan menghasilkan asidosis metabolik. PO2 hanya mengukur
oksigen yang larut dalam plasma dan bukan merupakan total oksigen dalam darah. karena
itu pada keracunan karbon monoksida mungkin PO2 tampak normal meskipun ada
defisiensi oksihemoelobin yang nyata dalam darah.
3.5.2
0,1 detik adalah khas untuk takar lajak antidepresan trisiktik dan kuinidin.
3.5.5
beberapa tablet, khususnya besi dan kalium, dapat berbentuk radiopaque. Foto toraks dapat
menunjukkan pneumonia aspirasi, pneumonia hidrokarbon, atau edema paru. Bila dicurigai
adanya trauma kapitis, dianjurkan untuk pemeriksaan CT-scan.
28
BAB 4
PENUTUP
4.1
SIMPULAN
Kata racun merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan dan mengambarkan
berbagai bahan zat kimia yang dengan jelas berbahaya bagi badan. Kata racun toxic
adalah bersaral dari bahasa Yunani, yaitu dari akar kata tox, dimana dalam bahasa Yunani
berarti panah. Dimana panah pada saat itu digunakan sebagai senjata dalam peperangan,
yang selalu pada anak panahnya terdapat racun.
Banyak gejala dapat timbul sebagai akibat dari keracunan, termasuk muntah, pucat,
kejang, koma, somnolen, luka bakar di mulut, demam, hipereksitabilitas, dan diare. Temuan
fisik yang mengarah ke keracunan antara lain adalah status kesadaran terganggu, pupil
29
konstriksi, dilatasi pupil, sianosis, bau jaringan yang abnormal, dan keringat meningkat.
Urine mungkin berubah warna dan kulit terwarnai lain.
DAFTAR PUSTAKA
Bresier, M. J. (2007). Manual Kedokteran Darurat Edisi 6. Jakarta: Egc.
Yazid, Dimyati. 2006. Algoritme Tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada
Anak.file:///C:/Users/User
Pc/Downloads/mk_pen_slide_algoritme_tatalaksana_kejang_akut_dan_status_epileptikus_pada_
anak.pdf rabu, 28 oktober 2016 13.52)
http://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunsalahmeta.pdf (sabtu, 1 oktober 2016 16.30)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39311/4/Chapter%20ll.pdf (rabu, 19 oktober 2016
07.30)
jurnal Indonesia (jumat, 21 oktober 2016 8.30) : http://perdici.org/wp-content/uploads/mkti/2012-0202/mkti2012-0202-109115.pdf
http://fk.ui.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Buku-PKB-61.pdf (jumat, 21 oktober 2016 7.25)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38703/4/Chapter%20II.pdf (sabtu, 22 oktober 2016
4.25)
30