INTOKSIKASI ALKOHOL
Oleh:
Grecie Islamiyah Miranda
170070201011154
Pembimbing:
dr. Emi Yulianti, Sp. A
DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DR. ISKAK TULUNGAGUNG
MALANG
2019
1
Daftar Isi
Halaman Judul 1
Daftar Isi 2
BAB I PENDAHULUAN 3
BAB IV KESIMPULAN 26
Daftar Pustaka 18
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
laporan yang mengungkapkan bahwa kematian akibat alkohol telah melonjak
37% dalam 5 tahun terakhir (Clark & Moss, 2011).
Salah satu penyebab utama kematian terkait alkohol adalah toksisitas
alkohol akut. Alkohol dengan konsentrasi alkohol darah yang tinggi
menginduksi depresi pernapasan dan kematian akibat keracunan alkohol
akut adalah bentuk dominan dari mono toksisitas zat kematian. Blood
Alcohol Concentration (BAC) merupakan panduan untuk mengetahui kadar
dari intoksikasi alkohol. Blood Alcohol Concentration menunjukkan jumlah
alkohol diperedaran darah dalam gram alkohol per 100 ml darah. BAC 0,05
mengandung arti seseorang memiliki kadar 0,05gram alkohol per 100 ml
darah ( Kraut & Kurtz, 2008).
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam ilmu kimia alkohol atau alkanol adalah istilah yang umum
untuk senyawa organik yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat
pada atom karbon dimana atom karbon itu sendiri juga terikat pada atom
hidrogen atau atom karbon yang lain. Etil alkohol juga disebut sebagai
etanol merupakan bentuk alkohol yang umum, sering kali disebut alkohol
minuman. Rumus kimia untuk etanol adalah CH 3-CH2-OH. Dari semua
jenis alkohol yang diketahui dalam ilmu kimia, etanol merupakan satu-
satunya yang digunakan dalam batas tertentu oleh manusia untuk
berbagai maksud dan tujuan (sebagian besar alkohol lainnya terlalu toksik
untuk diminum). Intoksikasi alkohol akut dapat dikenali dengan gejala-
gejala seperti, ataksia dan bicara cadel/tak jelas, emosi labil dan
disinhibisi, napas berbau alkohol, dan mood yang bervarias. Adapun
gejala klinis sehubungan dengan overdosis alkohol dapat meliputi
penurunan kesadaran, stupor atau koma, perubahan status mental , serta
kulit dingin dan lembab, suhu tubuh rendah (Panggabean, 2006).
5
2.2 Etiologi
2.2.1 Riwayat Masa Kanak-kanak
Beberapa faktor telah teridentifikasi dalam riwayat masa kanak-
kanak dari seseorang yang memiliki gangguan berhubungan dengan
alkohol. Anak-anak beresiko yang memiliki gangguan berhubungan
dengan alkohol yaitu jika satu atau lebih orang tuanya adalah pengguna
alkohol. Pada riwayat masa kanak-kanak terdapat gangguan defisit-atensi
/ hiperaktivitas atau gangguan konduksi atau keduanya yang
meningkatkan resiko anak untuk memiliki gangguan berhubungan dengan
alkohol pada masa dewasanya. Gangguan kepribadian khususnya
gangguan kepribadian antisosial juga merupakan predisposisi seseorang
kepada suatu gangguan berhubungan dengan alkohol.
2.2.2 Faktor Psikoanalisis
psikoanalisis tentang gangguan berhubungan dengan alkohol
telah dipusatkan pada hipotesis superego yang sangat bersifat
menghukum dan fiksasi pada stadium oral dari perkembangan
psikoseksual. Menurut teori psikoanalisis, orang dengan superego yang
keras yang bersifat menghukum diri sendiri berpaling ke alkohol sebagai
cara menghilangkan stres bawah sadar mereka. Kecemasan pada orang
yang terfiksasi pada stadium oral mungkin diturunkan dengan
menggunakan zat seperti alkohol melalui mulutnya. Beberapa dokter
psikiatrik psikodinamika menggambarkan kepribadian umum dari
seseorang dengan gangguan berhubungan dengan alkohol adalah
pemalu, terisolasi, tidak sabar, iritabel, penuh kecemasan, hipersensitif,
dan terrepresi secara seksual.
Aforisme psikoanalisis yang umum adalah bahwa superego dapat
larut dalam alkohol. Pada tingkat yang kurang teoritis, alkohol dapat
disalahgunakan oleh beberapa orang sebagai cara untuk menurunkan
ketegangan, kecemasan, dan berbagai jenis penyakit psikis. Konsumsi
alkohol pada beberapa orang juga menyebabkan rasa kekuatan dan
meningkatnya harga diri.
6
Beberapa lingkungan sosial menyebabkan minum yang
berlebihan. Asrama perguruan tinggi dan basis militer adalah dua contoh
lingkungan dimana minum berlebihan dipandang normal dan prilaku yang
diharapkan secara sosial. Sekarang ini, perguruan tinggi dan universitas
mencoba mendidik mahasiswanya tentang resiko kesehatan dari minum
alkohol yang berlebihan.
2.3 Patofisiologi
7
Etanol adalah molekul yang larut dalam air dan diserap dengan cepat
pada saluran pencernaan. Puncak konsentrasi etanol dalam darah dapat
dicapai dalam waktu 30 menit setelah ingesti etanol dalam keadaan lambung
kosong. Volume distribusi untuk etanol mendekati total air dalam tubuh (0,5-
0,7 l/kg). Karena absorpsi dari usus halus lebih cepat dibandingkan dari
lambung seperti penundaan pengosongan lambung, misalnya, karena
adanya makanan dalam lambung, dapat memperlambat absorpsi etanol.
Dengan dosis alkohol secara oral yang setara, wanita memiliki konsentrasi
puncak yang lebih tinggi daripada pria. Hal ini disebabkan karena wanita
memiliki total kadar air tubuh yang lebih rendah dari pria dan karena
perbedaan dalam first-pass metabolism (Tritama, 2015).
Metabolisme alkohol menjadi senyawa acetaldehyde dalam tubuh
dibagi menjadi 2 jalur, yaitu melalui jalur alkohol dehidrogenase dan melalui
jalur Microsomal Ethanol-Oxidizing System (MEOS). Acetaldehyde lalu
dioksidasi menjadi asetat oleh proses metabolisme yang ketiga. Jalur utama
untuk metabolisme alkohol melibatkan alkohol dehidrogenase (ADH),
golongan cytosolic enzyme yang mengkatalisis konversi alkohol menjadi
acetaldehyde. Enzim ini terletak terutama di hepar, namun sejumlah kecil
ditemukan di organ lain seperti otak dan lambung. Selama konversi etanol
oleh ADH menjadi acetaldehyde, ion hidrogen ditransfer dari etanol ke
kofaktor nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+) untuk membentuk
NADH. Oksidasi alkohol yang dihasilkan melebihi reducing equivalents di
hepar. Kelebihan produksi NADH berkontribusi pada gangguan metabolisme
pada alkoholisme kronis, dan merupakan penyebab dari asidosis laktat
maupun hipoglikemia pada keracunan alkohol akut. Microsomal Ethanol-
Oxidizing System (MEOS) disebut juga mixed function oxidizing system,
menggunakan NADPH sebagai kofaktor dalam metabolisme etanol dan
terdiri dari sitokrom P450 atau disebut juga sebagai CYP seperti CYP2E1,
CYP1A2 dan CYP3A4. Konsumsi alkohol kronis akan menginduksi aktivitas
MEOS. Akibatnya, konsumsi alkohol kronis tidak hanya menimbulkan
peningkatan yang signifikan dalam metabolisme etanol, tetapi juga dalam
metabolisme obat lain yang dilakukan oleh sitokrom P450 dalam sistem
MEOS, serta pembentukan produk sampingan beracun dari reaksi sitokrom
P450 seperti toksin, radikal bebas dan H2O2.12 Sebagian besar
8
acetaldehyde yang terbentuk dari alkohol dioksidasi di hepar dengan reaksi
yang dikatalis oleh mitochondrial NAD-dependent aldehyde dehydrogenase
(ALDH). Produk dari reaksi ini adalah asetat, yang akan dimetabolisme lebih
lanjut menjadi CO2 dan air atau digunakan untuk membentuk asetil KoA.
Kombinasi NADH yang meningkat dan asetil KoA yang lebih tinggi
mendukung sintesis asam lemak serta penyimpanan dan akumulasi
triasilgliserida. Jumlah badan keton dalam tubuh yang meningkat kemudian
memperparah kondisi asidosis laktat pada tubuh. Metabolisme etanol melalui
jalur CYP2E1 menyebabkan peningkatan NADP. Hal ini membatasi
ketersediaan NADPH untuk regenerasi glutathione (GSH) yang tereduksi
sehingga meningkatkan stres oksidatif. Alkohol merangsang peningkatan
aksis hypothalamic pituitary adrenocortical (HPA). Aktivasi aksis HPA
merupakan komponen utama dari respon stres. Peningkatan aksis HPA
dipengaruhi oleh sejumlah variabel termasuk genotipe, jenis kelamin, dan
parameter dosis. Berdasarkan studi klinis dan praklinis, disregulasi fungsi
aksis HPA berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas sistem stres
ekstrahipothalamik di otak, sehingga secara signifikan mempengaruhi
motivasi untuk perilaku alcohol self-administration. Pengaruh konsumsi
alkohol terhadap individu berbeda-beda. Akan tetapi terdapat hubungan
antara konsentrasi alkohol di dalam darah (Blood Alkohol Concentration-
BAC) dan tingkatan efek yang ditimbulkannya. Euphoria ringan dan stimulasi
terhadap perilaku lebih aktif seiring dengan meningkatnya konsentrasi
alkohol di dalam darah. Orang yang aktif mengkonsumsi alkohol
beranggapan bahwa penampilan mereka menjadi lebih baik, sehingga
mereka mengabaikan efek buruknya (Tritama, 2015).
9
perbedaan tersebut dalam efeknya adalah minimal dibandingkan dengan
efek etanol itu sendiri.
a) Absorpsi
Kira-kira 10% alkohol yang dikonsumsi diabsorpsi di lambung, dan
sisanya di usus kecil. Konsentrasi puncak alkohol didalam darah dicapai
dalam waktu 30-90 menit, biasanya dalam 45-60 menit, tergantung
apakah alkohol diminum saat lambung kosong, yang meningkatkan
absorbsi atau diminum bersama makanan yang memperlambat absorbsi.
Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak dalam darah juga
merupakan suatu faktor selama alkohol dikonsumsi, waktu yang singkat
menurunkan waktu untuk mencapai konsentrasi puncak. Absorbsi paling
cepat 15-30% (kemurnian -30 sampai -60).
Tubuh memiliki alat pelindung terhadap masuknya alkohol.
Sebagai contoh, jika konsentrasi alkohol menjadi terlalu tinggi didalam
lambung, mukus akan disekresikan dan katup pilorik ditutup, hal tersebut
akan memperlambat absorbsi dan menghalangi alkohol masuk ke usus
kecil. Jadi, sejumlah besar alkohol dapat tetap tidak terabsorbsi didalam
lambung selama berjam-jam. Selain itu, pilorospasme sering kali
menyebabkan mual dan muntah.
Jika alkohol telah diabsorbsi ke dalam aliran darah, alkohol
didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Jaringan yang mengandung
proporsi air yang tinggi memiliki konsentrasi alkohol yang tinggi. Efek
intoksikasi menjadi lebih besar jika konsentrasi alkohol didalam darah
tinggi.
b) Metabolisme
Kira-kira 90% alkohol yang diabsorbsi dimetabolisme di hati,
sisanya dieksresikan tanpa diubah oleh ginjal dan paru-paru. Kecepatan
oksidasi di hati konstan dan tidak tergantung pada kebutuhan energi
tubuh. Tubuh mampu memetabolisme kira-kira 15 mg/dl setiap jam
dengan rentan berkisar antara 10-34 mg/dl per jamnya.
Alkohol dimetabolisme dengan bantuan 2 enzim yaitu alkohol
dehidrogenase (ADH) dan aldehida dehidrogenase. ADH mengkatalisasi
konversi alkohol menjadi asetilaldehida yang merupakan senyawa toksik.
10
Aldehida dehidrogenase mengkatalisasi konversi asetaldehida menjadi
asam asetat. Aldehida dehidrogenase diinhibisi oleh disulfiram ( An-
tabuse), yang sering digunakan dalam pengobatan gangguan terkait
alkohol.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada wanita memiliki
ADH yang lebih rendah dari pada laki-laki, yang mungkin menyebabkan
wanita cenderung menjadi lebih terintoksikasi dibanding laki-laki setelah
minum alkohol dalam jumlah yang sama. Penurunan fungsi enzim yang
memetabolisme alkohol akan menyebabkan mudahnya seseorang terjadi
intoksikasi alkohol dan gejala toksik.
d) Efek perilaku
Hasil akhir aktivitas molekular adalah bahwa alkohol memiliki fungsi
depresan yang sangat mirip dengan barbiturat dan benzodiazepin. Pada
konsentrasi 0,05% alkohol didalam darah, maka pikiran, pertimbangan, dan
pengendalian akan mengalami kemunduran dan sering kali terputus. Pada
konsentrasi 0,1 aksi motorik akan canggung. Pada konsentrasi 0,2% fungsi
seluruh daerah motorik menjadi terdepresi, bagian otak yang mengontrol
prilaku emosional juga terpengaruhi. Pada konsentrasi 0,3% seseorang
11
biasanya mengalami konfusi dan dapat menjadi stupor. Pada konsentrasi
0,4-0,5% dapat terjadi koma. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, pusat
primitif di otak yang mengontrol pernapasan dan kecepatan denyut jantung
akan terpengaruhi dan dapat terjadi kematian.
Sistem gastrointestinal
Meminum alkohol dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan terjadinya esofagitis, gastritis, aklorhidria, dan ulkus lambung.
Perkembangan menjadi varises esofagus dapat menyertai pada seseorang
dengan penyalahgunaan alkohol yang berat, pecahnya varises esofagus
merupakan suatu kegawatdaruratan medis yang sering menyebabkan
perdarahan bahkan kematian. Kadang-kadang juga dapat terjadi gangguan
pada usus, pankreatitis, insufisiensi pankreas, dan kanker pankreas. Asupan
alkohol yang banyak dapat mengganggu proses pencernaan dan absorbsi
makanan yang normal. Sebagai akibatnya makanan yang dikonsumsi dalam
penyerapannya menjadi tidak adekuat.
12
Tes laboratorium
Kadar gamma-glutamiyl transpeptidase meningkat pada kira-kira 80%
dari semua pasien dengan gangguan berhubungan dengan alkohol, dan
volume korpuskular rata-rata (MCV; mean corpuscular volume) meningkat
kira-kira 60%. Hasil tes laboratorium lain yang mungkin berhubungan dengan
gangguan berhubungan dengan alkohol adalah asam urat, trigliserida,
glutamat oksaloasetat transaminase serum (SGOT) atau aspartat
aminotransferase (AST), dan glutamatpiruvat transaminase (SGPT) atau
alanin aminotransferase (ALT).
13
kehangatan dan mengubah mood menjadi senang. Euforia dan penurunan
kewaspadaan terjadi pada tingkat antara 25 dan 50 mg/dL. Kadar 50-100 mg/dL,
inkoordinasi, penurunan waktu reaksi/refleks, dan ataksia terjadi. Disfungsi
cerebellar, yaitu ataksia, sluured speech, dan nistagmus umumnya terjadi pada
tingkat 100250 mg/dL.6 Koma pada kadar >250 mg/dL, sedangkan depresi
pernapasan dan kematian terjadi pada tingkat >400 mg/dL. Hipotensi dan
takikardia dapat terjadi akibat vasodilatasi perifer, atau sekunder akibat
kehilangan volume. Intoksikasi alkohol akut juga bisa menyebabkan banyak
gangguan metabolik, termasuk hipoglikemia, asidosis laktat, hipokalemia,
hipomagnesemia, hipokalsemia, dan hipophosphatemia. Komplikasi hipoglikemia
sering terjadi, kelainan pada jantung juga bisa terjadi pada saat intoksikasi akut,
yaitu kelainan irama seperti atrial fibrilasi. Komplikasi lain pada intoksikasi berat
meliputi pankreatitis akut, depresi miokard berat, hipotensi, asidosis laktik,
edema paru, dan kematian mendadak (Panowo et al., 2018).
14
mood, gangguan pertimbangan, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan)
yang berkembang selama atau segera setelah ingesti alkohol
C. Satu (atau lebih) tanda berikut ini, yang berkembang selama atau segera
setelah pemakaian alkohol
1) Bicara cadel
2) Inkoordinasi
3) Gaya berjalan tidak mantap
4) Nistagmus
5) Gangguan atensi atau daya ingat
6) Stupor atau koma
Gejala intoksikasi alkohol yang paling umum adalah "mabuk" atau "teler",
dimana kondisi ini sebenarnya adalah karakteristik intoksikasi alkohol yang dapat
menyebabkan cedera, kecacatan dan kematian. Konsumsi alkohol yang berat
dapat menyebabkan penurunan kesadaran, henti nafas dan kematian. Selain
kematian, efek jangka pendek alkohol menyebabkan hilangnya produktivitas
kerja akibat disorientasi dan kecelakaan akibat berkendara dalam keadaan
disorientasi tersebut (Tritama, 2015).
2.5 Pengobatan
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien yang
dicurigai mengalami intoksikasi alkohol adalah alkohol darah (blood level
alkohol), kronik alkoholisme, urinalisis positif untuk reduksi gula, aceton,
diabetic acid, gula darah dan EKG tampak cardiomiopati termasuk aritmia, ES
dan deforme T wave.
Terapi keracunan alkohol:
a. Keracunan akut
1) Lavase
2) Treatment koma Airway, suhu tubuh, dua gram natrium bikarbonat
dalam 250 cc tiap 2 jam untuk menetralkan dan meringankan alkalin
urin, tunda kelebihan cairan, obat depresan, hipoglikemia berikan
dextrose 5 % dan hemodialysis jika kadar alcohol darah diatas 5%.
b. Keracunan kronis emergency
15
1) Alkoholik mania beri diazepam 10 mg iv pelanpelan, kemudian 5 mg iv
tiap 5-10 menit sampai mania terkontrol, kemudian berikan 5-10 mg oral
tiap 1-8 jam.
2) Jika kejang beri phenytoin 500 mg dan ulang kembali dalam 4-6 jam
phenytoin 300 mg/hari, vitamin dosis tinggi, protein plus thiamin 100mg/8
jam, ascorbic acid 500mg /12 jam, cairan sehari 4 liter yaitu 1-2 liter
dextrose 5% dalam saline IV jika pasien tidak dapat cairan secara oral.
Prinsip terapi keracunan metanol:
(1) Managemen kegawatdaruratan: Airway, brething dan circulation. Intubasi
pasien untuk proteksi jalan nafas dan ventilasi
(2) Mengeluarkan methanol dari dalam tubuh, hemodialids adalah tehnik yang
paling efektif
(3) Memblok metabolism: Dengan kompetitif akohol dehydroginease (ADH),
bertujuan memperlambat produksi toksik metabolit. Contohnya adalah
Fomepizole (aka-4 Metylpyrazole): obat ini dianjurkan pada beberapa negara
sebagai antizol. Keuntungannya adalah efektif mudah pemberiannya dan tidak
ada intoksikasi
(4) Perawatan dan monitoring intensif sangat direkomendasikan. Intubasi dan
ventilasi mekanik merupakan indikasi jika terjadi pernafasan inadekuat. Monitor
respon terapi dengan kadar methanol (Panowo et al., 2018).
16
Bilas lambung, induksi muntah, atau gunakan karbon aktif untuk
mengeluarkan alcohol dari saluran cerna (gastrointestinal) jika pasien datang
kurang dari 60 menit setelah minum alkohol
Pemberian etanol atau fomepizole untuk memperlambat atau mencegah
terbentuknya metabolit toksik
Dialisis (hemodialysis, peritoneal dialysis) berguna untuk mengeluarkan
alkohol dan metabolit toksik yang mungkin terbentuk dan pemberian basa
pada pasien untuk mengatasi metabolik asidosis
Kondisi Koma:
1) Posisi miring untuk mencegah aspirasi
2) Observasi ketat tanda vital setiap 15 menit
Injeksi Thiamine 100 mg i.v untuk profilaksis terjadinya Wernicke
Encephalopathy
Kondisi hipoglikemi maka berikan 50 ml Dextrose 40% iv
Problem Perilaku (gaduh/gelisah):
1) Petugas keamanan dan perawat siap bila pasien agresif
2) Terapis harus toleran dan tidak membuat pasien takut atau merasa
terancam
3) Buat suasana tenang
4) Beri dosis rendah sedatif; Lorazepam 1-2 mg atau Haloperidol 5 mg
per oral, bila gaduh gelisah berikan secara parenteral (i.m)
Rekomendasi untuk intoksikasi methanol:
Berikan fomepizole (alkohol jika fomepizole tidak tersedia) dan hemodialisis jika
kadar methanol >20 mg/dl dan terdapat metabolik asidosis. Lakukan hemodialisis
saja jika metabolik asidosis terjadi dan kadar methanol <10 mg/dl atau tidak
terdapat rentang osmolal tetapi terdapat kecurigaan kuat meminum methanol.
Berikan asam folat. Berikan basa pada asidosis berat jika pasien tidak
dihemodialisis. Hentikan terapi jika pH normal dan kadar methanol< 10 mg/dl
atau tidak terdeteksi. Jika pengukuran methanol tidak tersedia gunakan pH darah
dan serum osmolalitas yang kembali normal sebagai tujuan terapi.
17
kerusakan jantung, stroke, kanker payudara, kerusakan hati, kanker saluran
pencernaan dan gangguan pencernaan lainnya. Selain itu alkohol juga dapat
menyebabkan impotensi dan berkurangnya kesuburan, kesulitan tidur, kerusakan
otak dengan perubahan kepribadian dan suasana perasaan, gangguan ingatan
dan gangguan konsentrasi. Penggunaan alkohol yang terus menerus dapat
menimbulkan toleransi dan ketergantungan. Toleransi adalah keadaan dimana
seseorang yang mengkonsumsi alkohol harus meningkatkan dosis penggunaan
alkohol dari jumlah kecil menjadi jumlah besar, untuk mendapatkan pengaruh
yang sama. Ketergantungan adalah keadaan dimana alkohol menjadi bagian
yang penting dalam kehidupan seseorang yang mengkonsumsinya, dimana
apabila konsumsi tersebut dihentikan, dapat menyebabkan berbagai rentang
gangguan kesehatan fisik dan psikis serta penurunan produktivitas hidup pada
orang dengan ketergantungan terhadap konsumsi alkohol tersebut (Tritama,
2015). Prognosis Intoksikasi pada alkohol adalah mortalitas >80% jika terdapat
asidosis metabolik berat (PH<7), kejang serta koma. Mortalitas <6% jika hal-hal
tersebut tidak ditemukan (Panowo et al., 2018).
18
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
1.1 Identitas Pasien
Nama : An. R
Usia : 17 tahun
Alamat : Tulungagung
Ayah
Nama : Tn. H
Usia : 50 tahun
Pendidikan terakhir : D3
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
19
Alamat : Tulungagung
Ibu
Nama : Ny. S
Usia : 47 tahun
Pekerjaan : Wiraswata
Agama : Islam
Alamat : Tulungagung
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien pada hari Selasa, tanggal 23 April 2019.
20
2.5 Riwayat Keluarga
• BCG (+)
• DPT (+) Campak (+)
• HB (+) Polio (+)
2.9 Riwayat Nutrisi
21
Bubur sejak usia 7 bulan hingga usia 2 tahun
Ayah/50 tahun/Wiraswasta
Ibu/47 tahun/Wiraswata
Anak II/P/17tahun/pasien
22
isokor 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+)
Telinga : bentuk dan ukuran normal, posisi normal, sekret
(-)
Hidung : bentuk simetris, deviasi (-), sekret (+), perdarahan
(-), hiperemi (-), pernapasan cuping hidung (-)
Mulut : mukosa bibir kering (-)
Tenggorok: faring hiperemi (-)
Thoraks
Inspeksi: bentuk dada simetris, retraksi dinding dada (+),
deformitas (-), jaringan parut (-),
Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V Mid Clavicular
Line sinistra
Auskultasi : bunyi jantung S1 normal, S2 tunggal regular,
murmur (-), gallop (-)
Paru:
Vesikular Vesikular - - - -
Vesikular Vesikular - - - -
23
Vesikular Vesikular - - - -
Palpasi : soefl
Edema - - - -
Sianosis - - - -
Ptechiae - - - -
24
Haemoglobin 15,2 g/dL 12.0-16.0
MCH 28.1 pg 27 – 31
Diff. count :
Neutrofil 81,6 % 50 - 70
Serologi 0-10
0.07
HCV Non reaktif <1.00
0.3
Anti-HIV Reaktif >=1.00
25
Analisis Gas Darah
pH 7.120
V. Diagnosis Kerja
Intoksikasi Alkohol
26
2. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang faktor risiko,
komplikasi dan prognosis.
3. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang obat-obatan yang
diberikan, manfaatnya, efek bila tidak diberikan, efek samping
obat, dan penanganan bila terjadi efek yang tidakdiinginkan.
4. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang pemeriksaan
penunjang yang diperlukan dan manfaatnya.
5. Menjelaskan pentingnya kerjasama pasien dan keluarga dalam
pelaksanaan tindakan medis dan pengobatan.
BAB IV
KESIMPULAN
27
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis
Intoksikasi Alkohol yaitu pasien baru saja menggunakan alkohol. Adapun
pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk yaitu pemeriksaan laboratorium
terutama pada analisis gas darah. Dari hasil analisis gas darah didapatkan
asidosis metabolik
Penatalaksanaan yang diberikan untuk keadaan pasien tersebut diantaranya :
IVFD D5 ½ NS 1500cc/24jam
Inj Leucoverin 50mg
Inj santagesik 3x1 mg
Inj Lansoprazol 30mg
Inj Ondansteron 4mg
Nabic 100meq dalam 500 NaCl 0.9% selama 1 jam
Pasang NGT lalu dilakukan kumbah lambung
Bilas lambung dilakukan pada pasien tersebut untuk mengurangi
konsentrasi toksik dari alkohol dan melindungi mucosa lambung akibat paparan
alkohol yang dapat menggerus lambung sekaligus sembagai terapi untuk
menghentikan perdarahan. Berkurangnya konsentrasi alkohol yang masuk
kedalam tubuh dan beredar pada sirkulasi tubuh, dapat membantu menurunkan
efek toksik alkohol yang semakin memburuk bila konsentrasi pada peredaran
darah semakin tinggi. Obat-obatan agen anti-anxietas seperti pada golongan
benzodiazepine belum perlu digunakan karena tidak terjadi sampai gejala agitasi
berat, halusinasi ataupun kejang pada pasien.
28
DAFTAR PUSTAKA
Clark, B. J.,dan Moss, M. 2011. Secondary Prevention in the Intensive Care Unit:
Does ICU Admission Represent a “Teachable Moment”. Critical Care
Medicine.
Kraut, J. A., dan Kurtz, I. 2008. Toxic Alcohol Ingestions: Clinical Features,
Diagnosis, and Management. Clinical Journal of the american society of
nephrology: page 208-225.
29
Panowo, I., Citra, D.A., dan Sutami, S. 2018. Sindroma Vertigo Central sebagai
Manifestasi Klinis pada Pasien dengan Intoksikasi Alkohol. FK UGM: Vol
03, No 02.
Panggabean,M.M. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV Jilid 1.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal : 1513 – 1514.
Sudoyo, A. W., Setiyohadi. B, dan Alwi. I. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: hal 214-216.
Tritama, T. K. 2015. Konsumsi Alkohol dan Pengaruhnya terhadap kesehatan.
Majority: Vol 04, No 08.
World Health Organization. 2014. Global status report on alkohol and health
2014. Luxembourg: World Health Organization Press.
30