Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH DOKTER MUDA

INTOKSIKASI ALKOHOL

Oleh:
Grecie Islamiyah Miranda
170070201011154

Pembimbing:
dr. Emi Yulianti, Sp. A

DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DR. ISKAK TULUNGAGUNG
MALANG
2019

1
Daftar Isi

Halaman Judul 1
Daftar Isi 2
BAB I PENDAHULUAN 3

1.1 Latar Belakang 3

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Definisi Intoksikasi Alkohol 5

2.2 Etiologi Intoksikasi Alkohol 6

2.3 PatofIsiologi Intoksikasi Alkohol 8

2.4 Manifestasi Klinis Intoksikasi Alkohol 13

2.5 PenatalaksanaanIntoksikasi Alkohol 15

2.6 Komplikasi dan Prognosis Intoksikasi Alkohol 16

BAB III LAPORAN KASUS 17

BAB IV KESIMPULAN 26

Daftar Pustaka 18

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Alkohol merupakan penekan susunan saraf pusat tertua. Alkohol adalah
salah satu jenis alkohol alifatik yang larut air. Alkohol dibuat dari hasil
fermentasi, berupa cairan jernih tak berwarna dan rasanya pahit. Molekul
alkohol sangat kecil dan dapat dengan mudah larut dalam lipid dan air. Oleh
karena sifat ini, alkohol memasuki aliran darah dengan mudah dan juga
dapat melewati sawar darah otak (blood brain barrier) dengan bebas. Ada
beberapa jenis alkohol yang menyebabkan intoksikasi, yaitu etanol yang
sering menyebabkan asidosis alkoholik, intoksikasi methanol, etilen glikol,
propilen glikol dan isopropanol.
Berdasarkan Global status report on alcohol and health 2014, dari
241.000.000 orang penduduk Indonesia, Prevalensi gangguan karena
penggunaan alkohol adalah 0,8% dan prevalensi ketergantungan alkohol
adalah 0,7% pada pria maupun wanita. Apabila dilihat dari persentasenya,
prevalensi gangguan karena penggunaan alkohol dan prevalensi
ketergantungan alkohol sangatlah kecil. Namun, apabila angka tersebut
dikalikan dengan jumlah penduduk Indonesia, sebanyak 1.928.000 orang
penduduk Indonesia mengalami gangguan karena penggunaan alkohol dan
sebanyak 1.180.900 orang penduduk Indonesia mengalami ketergantungan
alcohol (WHO, 2014). Alkohol merupakan obat yang paling sering digunakan
diseluruh dunia, dan apabila digunakan secara berlebihan dapat
memberikan efek merusak hampir pada semua sistem organ. Riwayat
penyalahgunaan alkohol sering terjadi, 10% diantaranya memerlukan
perawatan di intensive care unit (ICU) (Moss & Burham, 2006).
Penyalahgunaan alkohol dibeberapa rumah sakit diamerika serikat hampir
40% penyalahgunaan alkohol dirawat di ICU. Sering terjadi dan
berhubungan dengan meningkatnya mortalitas dua kali lipat. Menurut
penelitian Organisasi Kesehatan dunia (WHO), dewasa ini kasus perilaku
berisiko menunjukkan presentase yang semakin tinggi yaitu diperkirakan
terdapat 1.800.000 pertahun kematian akibat alkohol diseluruh dunia. Pada
tanggal 30 Juni 2006, Jawatan Kesehatan Nasional Inggris mengeluarkan

3
laporan yang mengungkapkan bahwa kematian akibat alkohol telah melonjak
37% dalam 5 tahun terakhir (Clark & Moss, 2011).
Salah satu penyebab utama kematian terkait alkohol adalah toksisitas
alkohol akut. Alkohol dengan konsentrasi alkohol darah yang tinggi
menginduksi depresi pernapasan dan kematian akibat keracunan alkohol
akut adalah bentuk dominan dari mono toksisitas zat kematian. Blood
Alcohol Concentration (BAC) merupakan panduan untuk mengetahui kadar
dari intoksikasi alkohol. Blood Alcohol Concentration menunjukkan jumlah
alkohol diperedaran darah dalam gram alkohol per 100 ml darah. BAC 0,05
mengandung arti seseorang memiliki kadar 0,05gram alkohol per 100 ml
darah ( Kraut & Kurtz, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi dari intoksikasi alkohol?
2. Bagaimana etiologi dari intoksikasi alkohol?
3. Bagaimana patofisiologi dari intoksikasi alkohol?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari intoksikasi alkohol?
5. Bagaimana tatalaksana intoksikasi alkohol?
6. Bagaimana komplikasi dan prognosis dari intoksikasi alkohol?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dari intoksikasi alkohol.
2. Untuk mengetahui dan memahami etiologi dari intoksikasi alkohol.
3. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi dari intoksikasi alkohol.
4. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari intoksikasi
alkohol.
5. Untuk mengetahui dan memahami tatalaksana intoksikasi alkohol.
6. Untuk mengetahui dan memahami komplikasi dan prognosis dari
intoksikasi alkohol.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DefinisI Intoksikasi Alkohol


Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat ke dalam tubuh
yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan dapat
menyebabkan kematian. Semua zat dapat menjadi racun bila diberikan
dalam dosis yang tidak seharusnya. Berbeda dengan alergi, keracunan
memiliki gejala yang bervariasi dan harus ditindaki dengan cepat dan
tepat karena penanganan yang kurang tepat tidak menutup kemungkinan
hanya akan memperparah keracunan yang dialami penderita.Intoksikasi
akut sering dikaitkan dengan tingkat dosis zat yang digunakan (dose-
dependent), individu dengan kondisi organic tertentu yang mendasari
(misalnya insufisiensi ginjal atau hati) yang dalam dosis kecil dapat
menyebabkan efek intoksikasi berat yang tidak proporsional (Sudoyo et
al., 2006)

Dalam ilmu kimia alkohol atau alkanol adalah istilah yang umum
untuk senyawa organik yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat
pada atom karbon dimana atom karbon itu sendiri juga terikat pada atom
hidrogen atau atom karbon yang lain. Etil alkohol juga disebut sebagai
etanol merupakan bentuk alkohol yang umum, sering kali disebut alkohol
minuman. Rumus kimia untuk etanol adalah CH 3-CH2-OH. Dari semua
jenis alkohol yang diketahui dalam ilmu kimia, etanol merupakan satu-
satunya yang digunakan dalam batas tertentu oleh manusia untuk
berbagai maksud dan tujuan (sebagian besar alkohol lainnya terlalu toksik
untuk diminum). Intoksikasi alkohol akut dapat dikenali dengan gejala-
gejala seperti, ataksia dan bicara cadel/tak jelas, emosi labil dan
disinhibisi, napas berbau alkohol, dan mood yang bervarias. Adapun
gejala klinis sehubungan dengan overdosis alkohol dapat meliputi
penurunan kesadaran, stupor atau koma, perubahan status mental , serta
kulit dingin dan lembab, suhu tubuh rendah (Panggabean, 2006).

5
2.2 Etiologi
2.2.1 Riwayat Masa Kanak-kanak
Beberapa faktor telah teridentifikasi dalam riwayat masa kanak-
kanak dari seseorang yang memiliki gangguan berhubungan dengan
alkohol. Anak-anak beresiko yang memiliki gangguan berhubungan
dengan alkohol yaitu jika satu atau lebih orang tuanya adalah pengguna
alkohol. Pada riwayat masa kanak-kanak terdapat gangguan defisit-atensi
/ hiperaktivitas atau gangguan konduksi atau keduanya yang
meningkatkan resiko anak untuk memiliki gangguan berhubungan dengan
alkohol pada masa dewasanya. Gangguan kepribadian khususnya
gangguan kepribadian antisosial juga merupakan predisposisi seseorang
kepada suatu gangguan berhubungan dengan alkohol.
2.2.2 Faktor Psikoanalisis
psikoanalisis tentang gangguan berhubungan dengan alkohol
telah dipusatkan pada hipotesis superego yang sangat bersifat
menghukum dan fiksasi pada stadium oral dari perkembangan
psikoseksual. Menurut teori psikoanalisis, orang dengan superego yang
keras yang bersifat menghukum diri sendiri berpaling ke alkohol sebagai
cara menghilangkan stres bawah sadar mereka. Kecemasan pada orang
yang terfiksasi pada stadium oral mungkin diturunkan dengan
menggunakan zat seperti alkohol melalui mulutnya. Beberapa dokter
psikiatrik psikodinamika menggambarkan kepribadian umum dari
seseorang dengan gangguan berhubungan dengan alkohol adalah
pemalu, terisolasi, tidak sabar, iritabel, penuh kecemasan, hipersensitif,
dan terrepresi secara seksual.
Aforisme psikoanalisis yang umum adalah bahwa superego dapat
larut dalam alkohol. Pada tingkat yang kurang teoritis, alkohol dapat
disalahgunakan oleh beberapa orang sebagai cara untuk menurunkan
ketegangan, kecemasan, dan berbagai jenis penyakit psikis. Konsumsi
alkohol pada beberapa orang juga menyebabkan rasa kekuatan dan
meningkatnya harga diri.

2.2.3 Faktor Sosial dan Kultural

6
Beberapa lingkungan sosial menyebabkan minum yang
berlebihan. Asrama perguruan tinggi dan basis militer adalah dua contoh
lingkungan dimana minum berlebihan dipandang normal dan prilaku yang
diharapkan secara sosial. Sekarang ini, perguruan tinggi dan universitas
mencoba mendidik mahasiswanya tentang resiko kesehatan dari minum
alkohol yang berlebihan.

2.2.4 Faktor Perilaku dan Pelajaran


Sama seperti faktor kultural, faktor prilaku dan pelajaran juga
dapat mempengaruhi kebiasaan minum, demikian juga kebiasaan di
dalam keluarga, khususnya kebiasaan minum pada orang tua dapat
mempengaruhi kebiasaan minum. Tetapi beberapa bukti menunjukkan
bahwa, walaupun kebiasaan minum pada keluarga memang
mempengaruhi kebiasaan minum pada anak-anaknya, kebiasaan minum
pada keluarga kurang langsung berhubungan dengan perkembangan
gangguan berhubungan dengan alkohol seperti yang dianggap
sebelumnya, walaupun hal tersebut memang memiliki peranan penting.
Dari sudut pandang prilaku, ditekankan pada aspek pendorong positif dari
alkohol, alkohol yang dapat menimbulkan perasaan sehat dan euforia
pada seseorang. Selain itu, konsumsi alkohol dapat menurunkan rasa
takut dan kecemasan yang dapat mendorong seseorang untuk minum
lebih lanjut.
2.2.5 Faktor Genetika dan Biologi Lainnya
Data yang kuat menyatakan adanya suatu komponen genetika
pada sekurangnya suatu bentuk gangguan berhubungan dengan alkohol.
Laki-laki lebih banyak menggunakan alkohol daripada wanita. Banyak
penelitian telah menunjukkan bahwa orang dengan sanak saudara tingkat
pertama yang terpengaruh oleh gangguan berhubungan dengan alkohol
adalah 3-4 kali lebih mungkin memiliki gangguan berhubungan dengan
alkohol daripada orang yang tidak memiliki sanak saudara tingkat
pertama yang terpengaruh dengan alkohol.

2.3 Patofisiologi

7
Etanol adalah molekul yang larut dalam air dan diserap dengan cepat
pada saluran pencernaan. Puncak konsentrasi etanol dalam darah dapat
dicapai dalam waktu 30 menit setelah ingesti etanol dalam keadaan lambung
kosong. Volume distribusi untuk etanol mendekati total air dalam tubuh (0,5-
0,7 l/kg). Karena absorpsi dari usus halus lebih cepat dibandingkan dari
lambung seperti penundaan pengosongan lambung, misalnya, karena
adanya makanan dalam lambung, dapat memperlambat absorpsi etanol.
Dengan dosis alkohol secara oral yang setara, wanita memiliki konsentrasi
puncak yang lebih tinggi daripada pria. Hal ini disebabkan karena wanita
memiliki total kadar air tubuh yang lebih rendah dari pria dan karena
perbedaan dalam first-pass metabolism (Tritama, 2015).
Metabolisme alkohol menjadi senyawa acetaldehyde dalam tubuh
dibagi menjadi 2 jalur, yaitu melalui jalur alkohol dehidrogenase dan melalui
jalur Microsomal Ethanol-Oxidizing System (MEOS). Acetaldehyde lalu
dioksidasi menjadi asetat oleh proses metabolisme yang ketiga. Jalur utama
untuk metabolisme alkohol melibatkan alkohol dehidrogenase (ADH),
golongan cytosolic enzyme yang mengkatalisis konversi alkohol menjadi
acetaldehyde. Enzim ini terletak terutama di hepar, namun sejumlah kecil
ditemukan di organ lain seperti otak dan lambung. Selama konversi etanol
oleh ADH menjadi acetaldehyde, ion hidrogen ditransfer dari etanol ke
kofaktor nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+) untuk membentuk
NADH. Oksidasi alkohol yang dihasilkan melebihi reducing equivalents di
hepar. Kelebihan produksi NADH berkontribusi pada gangguan metabolisme
pada alkoholisme kronis, dan merupakan penyebab dari asidosis laktat
maupun hipoglikemia pada keracunan alkohol akut. Microsomal Ethanol-
Oxidizing System (MEOS) disebut juga mixed function oxidizing system,
menggunakan NADPH sebagai kofaktor dalam metabolisme etanol dan
terdiri dari sitokrom P450 atau disebut juga sebagai CYP seperti CYP2E1,
CYP1A2 dan CYP3A4. Konsumsi alkohol kronis akan menginduksi aktivitas
MEOS. Akibatnya, konsumsi alkohol kronis tidak hanya menimbulkan
peningkatan yang signifikan dalam metabolisme etanol, tetapi juga dalam
metabolisme obat lain yang dilakukan oleh sitokrom P450 dalam sistem
MEOS, serta pembentukan produk sampingan beracun dari reaksi sitokrom
P450 seperti toksin, radikal bebas dan H2O2.12 Sebagian besar

8
acetaldehyde yang terbentuk dari alkohol dioksidasi di hepar dengan reaksi
yang dikatalis oleh mitochondrial NAD-dependent aldehyde dehydrogenase
(ALDH). Produk dari reaksi ini adalah asetat, yang akan dimetabolisme lebih
lanjut menjadi CO2 dan air atau digunakan untuk membentuk asetil KoA.
Kombinasi NADH yang meningkat dan asetil KoA yang lebih tinggi
mendukung sintesis asam lemak serta penyimpanan dan akumulasi
triasilgliserida. Jumlah badan keton dalam tubuh yang meningkat kemudian
memperparah kondisi asidosis laktat pada tubuh. Metabolisme etanol melalui
jalur CYP2E1 menyebabkan peningkatan NADP. Hal ini membatasi
ketersediaan NADPH untuk regenerasi glutathione (GSH) yang tereduksi
sehingga meningkatkan stres oksidatif. Alkohol merangsang peningkatan
aksis hypothalamic pituitary adrenocortical (HPA). Aktivasi aksis HPA
merupakan komponen utama dari respon stres. Peningkatan aksis HPA
dipengaruhi oleh sejumlah variabel termasuk genotipe, jenis kelamin, dan
parameter dosis. Berdasarkan studi klinis dan praklinis, disregulasi fungsi
aksis HPA berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas sistem stres
ekstrahipothalamik di otak, sehingga secara signifikan mempengaruhi
motivasi untuk perilaku alcohol self-administration. Pengaruh konsumsi
alkohol terhadap individu berbeda-beda. Akan tetapi terdapat hubungan
antara konsentrasi alkohol di dalam darah (Blood Alkohol Concentration-
BAC) dan tingkatan efek yang ditimbulkannya. Euphoria ringan dan stimulasi
terhadap perilaku lebih aktif seiring dengan meningkatnya konsentrasi
alkohol di dalam darah. Orang yang aktif mengkonsumsi alkohol
beranggapan bahwa penampilan mereka menjadi lebih baik, sehingga
mereka mengabaikan efek buruknya (Tritama, 2015).

2.3.1 Efek Fisiologi Dari Alkohol


Karakteristik rasa dan bau berbagai minuman yang mengandung
alkohol tergantung kepada metode pembuatannya, yang menghasilkan
berbagai senyawa dalam hasil akhirnya. Senyawa tersebut termasuk
metanol, butanol, aldehida, fenol, tannins, dan sejumlah kecil berbagai
logam. Walaupun senyawa ini dapat menyebabkan suatu efek psikoaktif
yang berbeda pada berbagai minuman yang mengandung alkohol,

9
perbedaan tersebut dalam efeknya adalah minimal dibandingkan dengan
efek etanol itu sendiri.

a) Absorpsi
Kira-kira 10% alkohol yang dikonsumsi diabsorpsi di lambung, dan
sisanya di usus kecil. Konsentrasi puncak alkohol didalam darah dicapai
dalam waktu 30-90 menit, biasanya dalam 45-60 menit, tergantung
apakah alkohol diminum saat lambung kosong, yang meningkatkan
absorbsi atau diminum bersama makanan yang memperlambat absorbsi.
Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak dalam darah juga
merupakan suatu faktor selama alkohol dikonsumsi, waktu yang singkat
menurunkan waktu untuk mencapai konsentrasi puncak. Absorbsi paling
cepat 15-30% (kemurnian -30 sampai -60).
Tubuh memiliki alat pelindung terhadap masuknya alkohol.
Sebagai contoh, jika konsentrasi alkohol menjadi terlalu tinggi didalam
lambung, mukus akan disekresikan dan katup pilorik ditutup, hal tersebut
akan memperlambat absorbsi dan menghalangi alkohol masuk ke usus
kecil. Jadi, sejumlah besar alkohol dapat tetap tidak terabsorbsi didalam
lambung selama berjam-jam. Selain itu, pilorospasme sering kali
menyebabkan mual dan muntah.
Jika alkohol telah diabsorbsi ke dalam aliran darah, alkohol
didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Jaringan yang mengandung
proporsi air yang tinggi memiliki konsentrasi alkohol yang tinggi. Efek
intoksikasi menjadi lebih besar jika konsentrasi alkohol didalam darah
tinggi.

b) Metabolisme
Kira-kira 90% alkohol yang diabsorbsi dimetabolisme di hati,
sisanya dieksresikan tanpa diubah oleh ginjal dan paru-paru. Kecepatan
oksidasi di hati konstan dan tidak tergantung pada kebutuhan energi
tubuh. Tubuh mampu memetabolisme kira-kira 15 mg/dl setiap jam
dengan rentan berkisar antara 10-34 mg/dl per jamnya.
Alkohol dimetabolisme dengan bantuan 2 enzim yaitu alkohol
dehidrogenase (ADH) dan aldehida dehidrogenase. ADH mengkatalisasi
konversi alkohol menjadi asetilaldehida yang merupakan senyawa toksik.

10
Aldehida dehidrogenase mengkatalisasi konversi asetaldehida menjadi
asam asetat. Aldehida dehidrogenase diinhibisi oleh disulfiram ( An-
tabuse), yang sering digunakan dalam pengobatan gangguan terkait
alkohol.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada wanita memiliki
ADH yang lebih rendah dari pada laki-laki, yang mungkin menyebabkan
wanita cenderung menjadi lebih terintoksikasi dibanding laki-laki setelah
minum alkohol dalam jumlah yang sama. Penurunan fungsi enzim yang
memetabolisme alkohol akan menyebabkan mudahnya seseorang terjadi
intoksikasi alkohol dan gejala toksik.

c) Efek pada otak


Biokimiawi
Teori yang telah lama menunjukkan bahwa efek biokimiawi alkohol
terjadi pada membran neuron. Sejumlah hipotesis mendukung bahwa alkohol
akan menimbulkan efek karena ikatannya dengan membran yang
menyebabkan meningkatnya fluiditas membran pada penggunaan jangka
pendek. Tetapi, pada penggunaan jangka panjang teori menyatakan bahwa
membran akan menjadi kaku. Fluiditas membran penting untuk dapat
berfungsi sebagai reseptor, saluran ion, dan protein fungsional pada
membran lainnya secara normal. Secara spesifik, suatu penelitian
menunjukkan bahwa efektivitas saluran alkohol yang berhubungan dengan
reseptor asetilkolin nikotinik, serotonin (5-hydroxytryptamine) tipe 3 (5-HT3)
dan GABA tipe A (GABA A) diperkuat oleh alkohol, sedangkan aktivitas
saluran ion yang berhubungan dengan reseptor glutamat dan saluran kalsium
gerbang voltasi (voltage-gated calcium channel) yang yang akan di inhibisi.

d) Efek perilaku
Hasil akhir aktivitas molekular adalah bahwa alkohol memiliki fungsi
depresan yang sangat mirip dengan barbiturat dan benzodiazepin. Pada
konsentrasi 0,05% alkohol didalam darah, maka pikiran, pertimbangan, dan
pengendalian akan mengalami kemunduran dan sering kali terputus. Pada
konsentrasi 0,1 aksi motorik akan canggung. Pada konsentrasi 0,2% fungsi
seluruh daerah motorik menjadi terdepresi, bagian otak yang mengontrol
prilaku emosional juga terpengaruhi. Pada konsentrasi 0,3% seseorang

11
biasanya mengalami konfusi dan dapat menjadi stupor. Pada konsentrasi
0,4-0,5% dapat terjadi koma. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, pusat
primitif di otak yang mengontrol pernapasan dan kecepatan denyut jantung
akan terpengaruhi dan dapat terjadi kematian.

e) Efek fisiologis lain


Hati
Efek dari penggunaan alkohol yang utama adalah terjadinya
kerusakan hati. Penggunaan alkohol walaupun dalam jangka waktu yang
pendek dapat menyebabkan akumulasi lemak dan protein yang dapat
menimbulkan perlemakan hati (fatty liver) yang pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya pembesaran hati.

Sistem gastrointestinal
Meminum alkohol dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan terjadinya esofagitis, gastritis, aklorhidria, dan ulkus lambung.
Perkembangan menjadi varises esofagus dapat menyertai pada seseorang
dengan penyalahgunaan alkohol yang berat, pecahnya varises esofagus
merupakan suatu kegawatdaruratan medis yang sering menyebabkan
perdarahan bahkan kematian. Kadang-kadang juga dapat terjadi gangguan
pada usus, pankreatitis, insufisiensi pankreas, dan kanker pankreas. Asupan
alkohol yang banyak dapat mengganggu proses pencernaan dan absorbsi
makanan yang normal. Sebagai akibatnya makanan yang dikonsumsi dalam
penyerapannya menjadi tidak adekuat.

Sistem tubuh lain


Asupan alkohol yang signifikan dihubungkan dengan meningkatnya
tekanan darah, disregulasi lipoprotein dan trigliserida serta meningkatkan
terjadinya infark miokardium dan penyakit serebrovaskular. Bukti-bukti telah
menunjukkan bahwa alkohol dapat merugikan sistem hemopoetik dan dapat
meningkatkan insidensi kanker, khususnya kanker otak, leher, esofagus,
lambung, hati, kolon, dan paru-paru. Intoksikasi akut juga dapat
menyebabkan hipoglikemia, yang jika tidak cepat terdeteksi akan
menyebabkan kematian mendadak pada orang yang terintoksikasi.

12
Tes laboratorium
Kadar gamma-glutamiyl transpeptidase meningkat pada kira-kira 80%
dari semua pasien dengan gangguan berhubungan dengan alkohol, dan
volume korpuskular rata-rata (MCV; mean corpuscular volume) meningkat
kira-kira 60%. Hasil tes laboratorium lain yang mungkin berhubungan dengan
gangguan berhubungan dengan alkohol adalah asam urat, trigliserida,
glutamat oksaloasetat transaminase serum (SGOT) atau aspartat
aminotransferase (AST), dan glutamatpiruvat transaminase (SGPT) atau
alanin aminotransferase (ALT).

2.4 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis Intoksikasi alkohol akut didefinisikan kondisi patologis


yang disebabkan oleh konsumsi alkohol. Karakteristik gejala yang terkait dengan
keracunan bervariasi dengan tingkat keparahan dan gejala tergantung
konsentrasi serum serta pola minum. Tingkat <25 mg/dL dikaitkan dengan rasa

13
kehangatan dan mengubah mood menjadi senang. Euforia dan penurunan
kewaspadaan terjadi pada tingkat antara 25 dan 50 mg/dL. Kadar 50-100 mg/dL,
inkoordinasi, penurunan waktu reaksi/refleks, dan ataksia terjadi. Disfungsi
cerebellar, yaitu ataksia, sluured speech, dan nistagmus umumnya terjadi pada
tingkat 100250 mg/dL.6 Koma pada kadar >250 mg/dL, sedangkan depresi
pernapasan dan kematian terjadi pada tingkat >400 mg/dL. Hipotensi dan
takikardia dapat terjadi akibat vasodilatasi perifer, atau sekunder akibat
kehilangan volume. Intoksikasi alkohol akut juga bisa menyebabkan banyak
gangguan metabolik, termasuk hipoglikemia, asidosis laktat, hipokalemia,
hipomagnesemia, hipokalsemia, dan hipophosphatemia. Komplikasi hipoglikemia
sering terjadi, kelainan pada jantung juga bisa terjadi pada saat intoksikasi akut,
yaitu kelainan irama seperti atrial fibrilasi. Komplikasi lain pada intoksikasi berat
meliputi pankreatitis akut, depresi miokard berat, hipotensi, asidosis laktik,
edema paru, dan kematian mendadak (Panowo et al., 2018).

Beratnya gejala intoksikasi alkohol berhubungan secara kasar dengan


konsentrasi alkohol dalam darah, yang mencerminkan intoksikasi alkohol didalam
otak. Pada onset intoksikasi, beberapa orang menjadi suka bicara dan suka
berkelompok, beberapa menjadi menarik diri dan cemberut, yang lainnya menjadi
suka berkelahi. Beberapa pasien menunjukkan labilitas mood, dengan episode
tertawa dan menangis yang saling bergantian (intermiten). Toleransi jangka
pendek terhadap alkohol dapat terjadi, orang tersebut tampak kurang
terintoksikasi setelah berjam-jam minum daripada setelah hanya beberapa jam.
Komplikasi medis intoksikasi alkohol sering disebabkan karena terjatuh yang
dapat menimbulkan hematoma subdural dan fraktur. Tanda yang
menggambarkan intoksikasi akibat sering bertanding minum adalah hematoma
wajah, khususnya disekitar mata, yang disebabkan terjatuh atau berkelahi saat
mabuk.

Kriteria diagnostik dari intoksikasi alkohol:

A. Baru saja menggunakan alkohol


B. Prilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara
klinis (misalnya, prilaku seksual atau agresif yang tidak tepat, labilitas

14
mood, gangguan pertimbangan, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan)
yang berkembang selama atau segera setelah ingesti alkohol
C. Satu (atau lebih) tanda berikut ini, yang berkembang selama atau segera
setelah pemakaian alkohol
1) Bicara cadel
2) Inkoordinasi
3) Gaya berjalan tidak mantap
4) Nistagmus
5) Gangguan atensi atau daya ingat
6) Stupor atau koma

Gejala intoksikasi alkohol yang paling umum adalah "mabuk" atau "teler",
dimana kondisi ini sebenarnya adalah karakteristik intoksikasi alkohol yang dapat
menyebabkan cedera, kecacatan dan kematian. Konsumsi alkohol yang berat
dapat menyebabkan penurunan kesadaran, henti nafas dan kematian. Selain
kematian, efek jangka pendek alkohol menyebabkan hilangnya produktivitas
kerja akibat disorientasi dan kecelakaan akibat berkendara dalam keadaan
disorientasi tersebut (Tritama, 2015).

2.5 Pengobatan
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien yang
dicurigai mengalami intoksikasi alkohol adalah alkohol darah (blood level
alkohol), kronik alkoholisme, urinalisis positif untuk reduksi gula, aceton,
diabetic acid, gula darah dan EKG tampak cardiomiopati termasuk aritmia, ES
dan deforme T wave.
Terapi keracunan alkohol:
a. Keracunan akut
1) Lavase
2) Treatment koma Airway, suhu tubuh, dua gram natrium bikarbonat
dalam 250 cc tiap 2 jam untuk menetralkan dan meringankan alkalin
urin, tunda kelebihan cairan, obat depresan, hipoglikemia berikan
dextrose 5 % dan hemodialysis jika kadar alcohol darah diatas 5%.
b. Keracunan kronis emergency

15
1) Alkoholik mania beri diazepam 10 mg iv pelanpelan, kemudian 5 mg iv
tiap 5-10 menit sampai mania terkontrol, kemudian berikan 5-10 mg oral
tiap 1-8 jam.
2) Jika kejang beri phenytoin 500 mg dan ulang kembali dalam 4-6 jam
phenytoin 300 mg/hari, vitamin dosis tinggi, protein plus thiamin 100mg/8
jam, ascorbic acid 500mg /12 jam, cairan sehari 4 liter yaitu 1-2 liter
dextrose 5% dalam saline IV jika pasien tidak dapat cairan secara oral.
Prinsip terapi keracunan metanol:
(1) Managemen kegawatdaruratan: Airway, brething dan circulation. Intubasi
pasien untuk proteksi jalan nafas dan ventilasi
(2) Mengeluarkan methanol dari dalam tubuh, hemodialids adalah tehnik yang
paling efektif
(3) Memblok metabolism: Dengan kompetitif akohol dehydroginease (ADH),
bertujuan memperlambat produksi toksik metabolit. Contohnya adalah
Fomepizole (aka-4 Metylpyrazole): obat ini dianjurkan pada beberapa negara
sebagai antizol. Keuntungannya adalah efektif mudah pemberiannya dan tidak
ada intoksikasi
(4) Perawatan dan monitoring intensif sangat direkomendasikan. Intubasi dan
ventilasi mekanik merupakan indikasi jika terjadi pernafasan inadekuat. Monitor
respon terapi dengan kadar methanol (Panowo et al., 2018).

Langkah-langkah penanganan intoksikasi alkohol:


1. Deteksi dini dan tegakkan diagnosis dengan segera.
2. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan dengan segera dan dalam waktu
singkat.
3. Pemeriksaan fisik dan laboratorium
a) Gejala utama : Waspada berlebihan, kegelisahan, agitasi psikomotor, mondar-
mandir, banyak bicara dan tekanan pada pembicaraan, rasa nyaman dan elasi.
Sering kali agresif, perilaku kekerasan dan daya nilai terganggu, takikardi,
hipertensi, dilatasi pupil, mengigil dan diaforesis, anoreksia, mual dan muntah
dan insomnia
b) Breath analyzer
4. Terapi

16
 Bilas lambung, induksi muntah, atau gunakan karbon aktif untuk
mengeluarkan alcohol dari saluran cerna (gastrointestinal) jika pasien datang
kurang dari 60 menit setelah minum alkohol
 Pemberian etanol atau fomepizole untuk memperlambat atau mencegah
terbentuknya metabolit toksik
 Dialisis (hemodialysis, peritoneal dialysis) berguna untuk mengeluarkan
alkohol dan metabolit toksik yang mungkin terbentuk dan pemberian basa
pada pasien untuk mengatasi metabolik asidosis
 Kondisi Koma:
1) Posisi miring untuk mencegah aspirasi
2) Observasi ketat tanda vital setiap 15 menit
 Injeksi Thiamine 100 mg i.v untuk profilaksis terjadinya Wernicke
Encephalopathy
 Kondisi hipoglikemi maka berikan 50 ml Dextrose 40% iv
 Problem Perilaku (gaduh/gelisah):
1) Petugas keamanan dan perawat siap bila pasien agresif
2) Terapis harus toleran dan tidak membuat pasien takut atau merasa
terancam
3) Buat suasana tenang
4) Beri dosis rendah sedatif; Lorazepam 1-2 mg atau Haloperidol 5 mg
per oral, bila gaduh gelisah berikan secara parenteral (i.m)
Rekomendasi untuk intoksikasi methanol:
Berikan fomepizole (alkohol jika fomepizole tidak tersedia) dan hemodialisis jika
kadar methanol >20 mg/dl dan terdapat metabolik asidosis. Lakukan hemodialisis
saja jika metabolik asidosis terjadi dan kadar methanol <10 mg/dl atau tidak
terdapat rentang osmolal tetapi terdapat kecurigaan kuat meminum methanol.
Berikan asam folat. Berikan basa pada asidosis berat jika pasien tidak
dihemodialisis. Hentikan terapi jika pH normal dan kadar methanol< 10 mg/dl
atau tidak terdeteksi. Jika pengukuran methanol tidak tersedia gunakan pH darah
dan serum osmolalitas yang kembali normal sebagai tujuan terapi.

2.6 Komplikasi dan Prognosis


Konsumsi alkohol berlebihan dalam jangka panjang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah yang kemudian menetap menjadi hipertensi,

17
kerusakan jantung, stroke, kanker payudara, kerusakan hati, kanker saluran
pencernaan dan gangguan pencernaan lainnya. Selain itu alkohol juga dapat
menyebabkan impotensi dan berkurangnya kesuburan, kesulitan tidur, kerusakan
otak dengan perubahan kepribadian dan suasana perasaan, gangguan ingatan
dan gangguan konsentrasi. Penggunaan alkohol yang terus menerus dapat
menimbulkan toleransi dan ketergantungan. Toleransi adalah keadaan dimana
seseorang yang mengkonsumsi alkohol harus meningkatkan dosis penggunaan
alkohol dari jumlah kecil menjadi jumlah besar, untuk mendapatkan pengaruh
yang sama. Ketergantungan adalah keadaan dimana alkohol menjadi bagian
yang penting dalam kehidupan seseorang yang mengkonsumsinya, dimana
apabila konsumsi tersebut dihentikan, dapat menyebabkan berbagai rentang
gangguan kesehatan fisik dan psikis serta penurunan produktivitas hidup pada
orang dengan ketergantungan terhadap konsumsi alkohol tersebut (Tritama,
2015). Prognosis Intoksikasi pada alkohol adalah mortalitas >80% jika terdapat
asidosis metabolik berat (PH<7), kejang serta koma. Mortalitas <6% jika hal-hal
tersebut tidak ditemukan (Panowo et al., 2018).

18
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
1.1 Identitas Pasien

Nama : An. R

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 17 tahun

Tanggal Lahir : 15 Oktober 2001

Alamat : Tulungagung

Agama / Suku : Islam / Jawa

Masuk Rumah Sakit : 20 April 2019

No. Register : 1184xxxx

1.2 Identitas Orang Tua Pasien

Ayah

Nama : Tn. H

Usia : 50 tahun

Pendidikan terakhir : D3

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

19
Alamat : Tulungagung

Ibu

Nama : Ny. S

Usia : 47 tahun

Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Wiraswata

Agama : Islam

Alamat : Tulungagung

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien pada hari Selasa, tanggal 23 April 2019.

2.1 Keluhan Utama


Penurunan kesadaran

2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


• Pasien yang merupakan rujukan dari puskesmas datang ke IGD RSUD
Dr. Iskak Tuluangung karena penurunan kesadaran yang dialami sejak
Sabtu malam (20 April 2019). Penurunan kesadaran dialami setelah
pasien meminum alkohol 70%.
• Setelah ± 1jam meminum alkohol 70% pasien mengalami muntah cair
berwarna bening sebanyak 1 kali, sekitar ½ gelas. Tidak ada darah
maupun lendir. Alasan pasien meminum alkohol 70% sebagai alternatif
menurunkan berat badan.
• Sebelum penurunan kesadaran terjadi pasien merasakan sesak dan
sakit kepala. Sakit kepala yang dirasakan memutar atau “mumet”
disertai pandangan kabur sehingga badan pasien tidak seimbang.
2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya tidak pernah dirawat dirumah sakit atau MRS.

2.3 Riwayat Pengobatan


Sebelum kerumah sakit pasien belum meminum obat apapun.
Dari puskesmas terdekat pun belum ada tindakan atau obat apapun yang
diberikan kepada pasien.

20
2.5 Riwayat Keluarga

Keluarga pasien tidak pernah mengeluhkan keluhan serupa. HT


(-), DM (-), penyakit jantung (-).

2.6 Riwayat Kehamilan Ibu

Ibu pasien rutin memeriksakan kandungannya di bidan setiap


bulan sejak awal kehamilan. Merupakan kehamilan kedua. Mual (+) dan
muntah (+) pada 3 bulan pertama kehamilan. Usia ibu saat mengandung
pasien adalah 39 tahun.

Riwayat perdarahan pada trimester pertama kehamilan (-).


Riwayat tekanan darah tinggi dan kencing manis (-). Riwayat asma, alergi
(-). Riwayat demam, pilek, dan ruam kulit (-). Riwayat anyang-anyangan,
nyeri saat BAK (+). Riwayat keputihan (-). Riwayat konsumsi jamu (-).
Riwayat konsumsi obat-obatan (-). Riwayat ketuban pecah dini (-).
Riwayat pemeriksaan USG selama kehamilan (-). Riwayat penggunaan
kontrasepsi sebelum kehamilan (-). Riwayat kontak dengan kucing dan
hewan peliharaan lain (-).

2.7 Riwayat Kelahiran

Pasien lahir pada tanggal 15 Oktober 2019 dan ditolong oleh


Bidan di Tulungagung. Pasien lahir secara normal dengan usia kehamilan
cukup bulan, langsung menangis, tidak terlihat biru, tidak terlihat kuning,
dan tidak ada kesulitan bernapas.

2.8 Riwayat Imunisasi

• BCG (+)
• DPT (+) Campak (+)
• HB (+) Polio (+)
2.9 Riwayat Nutrisi

ASI diberikan sejak lahir hingga pasien berumur 1 tahun

Susu formula sejak usia 5 bulan hingga pasien usia 1 tahun

21
Bubur sejak usia 7 bulan hingga usia 2 tahun

Nasi keluarga sejak usia 2 tahun hingga sekarang

2.10 Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah/50 tahun/Wiraswasta

Ibu/47 tahun/Wiraswata

Anak I /P/24 tahun/ bekerja

Anak II/P/17tahun/pasien

III. PEMERIKSAAN FISIS (21 April 2019)


Kesadaran : Somnolen, GCS 356, tampak sakit
Keadaan
sedang
Umum
Respirasi : Sesak, retraksi (+)
Kardiovaskuler : Pucat (-), sianosis (-)
Kesan gizi : Kesan gizi cukup
Wajah : Edema periorbita (-/-)

Tanda-tanda Tekanan darah : 110/60 mmHg


Vital Denyut jantung : 66 kali/menit, reguler, lemah
Laju napas : 28 kali/menit, reguler, spontan
Suhu aksila : 36,6 0C

Status Berat Badan : 58 kg (P50-P75)


Antropometri Panjang Badan : 157 cm (P25-P50)
Berat Badan Ideal : 60 kg
%BBI : 100%
Lingkar Lengan Atas : 31 cm
Lingkar Kepala : 53 cm

Bentuk, ukuran : normosefal


Rambut : warna hitam, lurus
Wajah : simetris, deformitas (-), rash (-), sianosis (-)
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
periorbita (-/-), mata cowong (-/-), pupil bulat

22
isokor 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+)
Telinga : bentuk dan ukuran normal, posisi normal, sekret
(-)
Hidung : bentuk simetris, deviasi (-), sekret (+), perdarahan
(-), hiperemi (-), pernapasan cuping hidung (-)
Mulut : mukosa bibir kering (-)
Tenggorok: faring hiperemi (-)

Leher Inspeksi : simetris, pembesaran kelenjar leher (-), massa (-)


Palpasi : pembesaran kelenjar limfe leher (-|-), trakea di
tengah, kaku kuduk (-)

Thoraks
Inspeksi: bentuk dada simetris, retraksi dinding dada (+),
deformitas (-), jaringan parut (-),
Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V Mid Clavicular
Line sinistra
Auskultasi : bunyi jantung S1 normal, S2 tunggal regular,
murmur (-), gallop (-)
Paru:

Inspeksi : gerak nafas simetris pada kedua sisi dinding


dada, retraksi dinding dada (-)

Palpasi : pergerakan dinding dada saat bernafas


simetris, stem fremitus normal.
Auskultasi :

Suara Napas Ronki Wheezing

Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri

Vesikular Vesikular - - - -

Vesikular Vesikular - - - -

23
Vesikular Vesikular - - - -

Abdomen Inspeksi : Flat

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : meteorismus (-), shifting dullness (-),undulasi


(-).

Palpasi : soefl

Hepar : tidak teraba pembesaran

Lien : tidak teraba pembesaran

Pemeriksaa Atas Bawah


Ekstremitas
n Kanan Kiri Kanan Kiri

Akral dingin Dingin dingin dingin

Edema - - - -

Sianosis - - - -

Ptechiae - - - -

CRT > 2 detik > 2 detik > 2 detik > 2 detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


4.1 Laboratorium (21 April 2019)

Hasil Nilai normal


Parameter

24
Haemoglobin 15,2 g/dL 12.0-16.0

Eritrosit 5.40.106/ uL 4,0 – 5.3

Leukosit 13.51.103/uL 4,0 – 10,0

Hematokrit 46.5 % 37,0 – 47,0

Trombosit 317.103/uL 150 – 450

MCV 86.1 fL 81– 99

MCH 28.1 pg 27 – 31

MCHC 32,7 g/dL 33-37

Diff. count :

Eosinofil 0,5 % 0-4

Basofil 0,2 % 0-1

Neutrofil 81,6 % 50 - 70

Limfosit 12,9 % 20-40

Monosit 4,8 % 2-8

Serologi 0-10
0.07
HCV Non reaktif <1.00
0.3
Anti-HIV Reaktif >=1.00

25
Analisis Gas Darah

pH 7.120

pCO2 5.0 mmHg 7.350 – 7.450

pO2 153.0 35,0 – 45,0

HCO3- 3.0 mmol/L 37,0 – 47,0

Suhu badan 36.8 oC 22.0 – 26.0

V. Diagnosis Kerja
Intoksikasi Alkohol

VI. Rencana Diagnosis


Ur/Cr, BGA Ulang

VII. Rencana Terapi


 O2 NRBM 8lpm – 10lpm
 IVFD D5 ½ NS 1500cc/24jam
 Inj Leucoverin 50mg
 Inj santagesik 3x1 mg
 Inj Lansoprazol 30mg
 Inj Ondansteron 4mg
 Nabic 100meq dalam 500 NaCl 0.9% selama 1 jam
 NGT Kumbah lambung

VIII. Rencana Monitoring


a. Tanda-tanda vital
b. Keluhan subjektif
c. Asupan Nutrisi

IX. Rencana Edukasi


1. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit pasien.

26
2. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang faktor risiko,
komplikasi dan prognosis.
3. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang obat-obatan yang
diberikan, manfaatnya, efek bila tidak diberikan, efek samping
obat, dan penanganan bila terjadi efek yang tidakdiinginkan.
4. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang pemeriksaan
penunjang yang diperlukan dan manfaatnya.
5. Menjelaskan pentingnya kerjasama pasien dan keluarga dalam
pelaksanaan tindakan medis dan pengobatan.

BAB IV

KESIMPULAN

Penegakan diagnosis pada pasien intoksikasi alkohol dengan melalui


anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium.

Hasil anamnesis menunjukan bahwa pasien mengalami penurunan


kesadaran setelah mengkonsumsi alkohol 70%. Selain itu pasien juga diketahui
muntah cairan berwarna bening sebanyak 1kali tanpa lendir dan darah. Dari
riwayat sosial memang diketahui bahwa paasien selalu mengkonsumsi alkohol
dan juga merupakan seorang perokok.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan bahwa keadaan umum pasien lemah,
kesadaran somnolen, Tanda vital tekanan darah 110/70mmHg, Nadi 66 x/menit ,
Respirasi 28 x/menit , Suhu 36,6 °C

27
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis
Intoksikasi Alkohol yaitu pasien baru saja menggunakan alkohol. Adapun
pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk yaitu pemeriksaan laboratorium
terutama pada analisis gas darah. Dari hasil analisis gas darah didapatkan
asidosis metabolik
Penatalaksanaan yang diberikan untuk keadaan pasien tersebut diantaranya :
 IVFD D5 ½ NS 1500cc/24jam
 Inj Leucoverin 50mg
 Inj santagesik 3x1 mg
 Inj Lansoprazol 30mg
 Inj Ondansteron 4mg
 Nabic 100meq dalam 500 NaCl 0.9% selama 1 jam
 Pasang NGT lalu dilakukan kumbah lambung
Bilas lambung dilakukan pada pasien tersebut untuk mengurangi
konsentrasi toksik dari alkohol dan melindungi mucosa lambung akibat paparan
alkohol yang dapat menggerus lambung sekaligus sembagai terapi untuk
menghentikan perdarahan. Berkurangnya konsentrasi alkohol yang masuk
kedalam tubuh dan beredar pada sirkulasi tubuh, dapat membantu menurunkan
efek toksik alkohol yang semakin memburuk bila konsentrasi pada peredaran
darah semakin tinggi. Obat-obatan agen anti-anxietas seperti pada golongan
benzodiazepine belum perlu digunakan karena tidak terjadi sampai gejala agitasi
berat, halusinasi ataupun kejang pada pasien.

28
DAFTAR PUSTAKA

Clark, B. J.,dan Moss, M. 2011. Secondary Prevention in the Intensive Care Unit:
Does ICU Admission Represent a “Teachable Moment”. Critical Care
Medicine.

Kraut, J. A., dan Kurtz, I. 2008. Toxic Alcohol Ingestions: Clinical Features,
Diagnosis, and Management. Clinical Journal of the american society of
nephrology: page 208-225.

Katz, K. D., Sakamoto, K. M., dan Pinsky, M. R. 2011. Organophosphate


Toxicity. Medscape eMedicine.

29
Panowo, I., Citra, D.A., dan Sutami, S. 2018. Sindroma Vertigo Central sebagai
Manifestasi Klinis pada Pasien dengan Intoksikasi Alkohol. FK UGM: Vol
03, No 02.
Panggabean,M.M. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV Jilid 1.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal : 1513 – 1514.

Sudoyo, A. W., Setiyohadi. B, dan Alwi. I. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: hal 214-216.
Tritama, T. K. 2015. Konsumsi Alkohol dan Pengaruhnya terhadap kesehatan.
Majority: Vol 04, No 08.
World Health Organization. 2014. Global status report on alkohol and health
2014. Luxembourg: World Health Organization Press.

30

Anda mungkin juga menyukai