1
Alcohol-induced psychotic disorder
ABSTRAK
ABSTRACT
Alcohol abuse can lead to mental and behavior disorder, due to alcohol interfere
with the system and the function of neurotransmitter in the central nervous system
(brain), which resulted in disruption of the function of thinking, feeling, and behaving.
Alcohol induced psychotic disorder characterized by prominent hallucinations or
delusions due to the effects of alcohol. Psychotic symptoms usually occur during or
within one month of alcohol intoxication or withdrawal. The patient has a good
awareness and orientation, but impaired of insight that the symptoms caused by alcohol.
Taking patient history and thorough examination is necessary in order to obtain a
diagnosis and appropriate treatment.
2
Alcohol-induced psychotic disorder
PENDAHULUAN
3
Alcohol-induced psychotic disorder
PEMBAHASAN
1. Alkohol
Alkohol yang terdapat dalam minuman beralkohol berasal dari biji-bijian dan
umbi-umbian sehingga sering dinamakan grain alcohol, sedangkan yang dimaksud
dengan wood alcohol adalah metil –alkohol atau metanol yang sangat toksik terutama
terhadap saraf mata. Alkohol adalah cairan tidak berwarna dan pahit rasanya. Alkohol
dapat diperoleh melalui fermentasi oleh mikroorganisme (sel ragi) dari gula, sari
buah, biji-bijian, madu, umbi-umbian, dan getah kaktus tertentu (Joewana, 2005).
Minuman berlkohol lazim disebut ‘minuman keras’ dan berdasarkan Peraturan
Menteri Kesahatan tentang Minuman Keras No. 86/Men.Kes/Per/IV/77, digolongkan
sebagai berikut:
Golongan A : kadar etanol 1 – 5 % (misal : bir, shandy)
Golongan B : kadar etanol 5 – 20% (misal : anggur)
Golongan C : kadar etanol 20 – 55% (misal : whisky, brandy) (Depkes RI, 2000)
2. Gangguan Psikotik Akibat Penyalahgunaan Alkohol
Gangguan Psikotik akibat Penyalahgunaan Alkohol adalah gangguan yang
ditandai dengan halusinasi yang menonjol atau waham akibat efek alkohol. Gejala
psikotik biasanya terjadi selama, atau dalam waktu 1 bulan setelah keadaan
intoksikasi alkohol atau episode putus alkohol dan pasien memiliki kesadaran dan
orientasi baik, tetapi tilikan diri terganggu bahwa gejala yang muncul akibat
alkohol. (First & Tasman, 2006, Babor et al, 2008).
Halusinasi yang paling sering adalah auditorik biasanya berupa suara-suara
tetapi sering kali tidak terstruktur. Suara-suara biasanya adalah memfitnah, mencela,
atau mengancam. Walaupun beberapa pasien dilaporkan bahwa suara-suara itu
adalah menyenangkan dan tidak mengganggu. Halusinasi biasanya selama kurang
dari satu minggu walaupun selama seminggu tersebut lazim didapatkan hendaya
menilai realitas adalah sering. Setelah episode, sebagian besar pasien meyadari sifat
halusinasi dari gejalanya. (Sadock dan sadock, 2007 ; Babor et al, 2008)
Pada gangguan psikotik akibat penyalahgunaan alkohol, gejala psikotik terjadi
selama atau segera setelah periode berat penggunaan alkohol. Gejala psikotik yang
didapatkan melebihi yang biasanya berhubungan dengan intoksikasi alkohol atau
putus alkohol dengan gangguan persepsi, dan cukup parah sehingga memerlukan
perhatian klinis. Gejala psikotik berlangsung minimal 1 hari, yang mana pada
gangguan psikotik singkat, gejala psikotik berlangsung minimal 1 hari. (Jonna, 2010)
4
Alcohol-induced psychotic disorder
3. Epidemiologi
Pada studi kesehatan 2000 di Finlandia diantara 8098 responden dari populasi
umum yang berusia sama atau lebih dari 30 tahun didapatkan prevalensi 0,5 %
mengalami Sindrom Psikotik Akibat Alkohol (Alcohol-induced Psychotic Syndrome)
yang terbagi 0,41 % mengalami gangguan psikotik akibat penyalahgunaan alkohol
dan 0,18% mengalami delirium. Pada pasien yang mengalami gangguan psikotik
akibat penyalahgunaan alkohol didapatkan gejala halusinasi pada 30 (97%) pasien,
namun 16 (53%) orang diantara dengan gejala tambahan delusi selain halusinasi.
(Jonna et al, 2010). Sedangkan di Amerika Serikat didapatkan sekitar 3% orang
mengalami gangguan psikotik ketika intoksikasi akut atau keadaan putus alkohol(
Larson dan Ahmed, 2011)
4. Neurobiologi Psikotik Akibat Penggunaan Alkohol
Gangguan psikotik akibat penyalahgunaan alkohol kemungkinan besar
berhubungan dengan dopamin dalam sistem limbik dan mungkin bagian lainnya.
Hipotesis dopamin sering digunakan untuk psikotik yang melibatkan aktivitas yang
berlebihan dari sistem dopaminergik. Penelitian pada hewan telah menunjukkan
peningkatan aktivitas neuron dopaminergik dan peningkatan pelepasan dopamin
ketika alkohol diberikan. Di sisi lain, keadaan putus alkohol menghasilkan penurunan
aktivitas dopaminergik di daerah tegmental ventral dan penurunan aktivitas neuron
5. Diagnosis
Dimulai dengan menggali Riwayat Pasien, Penyalahgunaanan Zat sebelumnya,
rrwayat keluarga, riwayat Psikiatri dan riwayat Penyakit Sekarang. Riwayat pasien
dengan penyalahgunaanan alkohol yang berat dan digali dengan pertanyaan berikut:
a. Apakah pasien sekarang mengalami intoksikasi
b. Apakah pasien mengalami risiko untuk keadaan putus alkohol
c. Apakah pasien dalam keadaan putus alkohol
d. Apakah pasien seorang tunawisma
e. Apakah pasien menggigil
f. Apakah pasien mengalami penurunan kesadaran
g. Adakah halusinasi visual, auditorik dan atau taktil
h. Kapan pasien terakhir meminum alkohol
i. Berapa lama pasien telah minum alkohol selama episode terakhir
j. Kapan pasien pertama kali minum alkohol
k. Sebarapa sering pasien minum alkohol
l. Seberapa banyak alkohol yang pasien minum
m. Pernahkah pasien mengalami keadaan putus alkohol, dan jika
pernah, berapa kali? (Larson dan Ahmed, 2011).
5
Alcohol-induced psychotic disorder
5.1. Pemeriksaan
Pada pasien psikiatrik ketika pemeriksaan awal, diperlukan pemeriksaan
fisik, neurologis dan status mental. Ketika pasien menampakan gejala psikotik
atau intoksikasi, juga dicari perilaku yang membahayakan. (Larson dan Ahmed,
2011)
5.2 Penanda Alkohol
a. Darah dan napas alkohol
Peningkatan alkohol di darah atau alkohol napas (breath alcohol) adalah
bukti baru saja telah mengosumsi alkohol.
b. Mean Corpusucular Volume [MCV]
MCV meningkat pada peminum berat yang kronis tetapi dapat juga oleh
sebab lain
c. Gamma glutamil trasferase [GGT]
GGT adalah enzim hati yang meningkat pada peminum berat yang
kronis tetapi kembali level normal setelah pantang sekitar 5 minggu . Tetapi
dapat meningkat juga pada penderita penyakit hati non alkoholik yang
meminum obat yang mempengaruhi enzim hati. Kadar gamma-glutamyl
transpeptidase (GGT) meningkat kira-kira 80% pada pasien yang menderita
gangguan terkait alkohol
d. Asparte amino transferase [AST]
Suatu enzim hati yang meningkat pada peminum berat yang kronis
tetapi kembali normal dalam 48 jam. Dapat meningkat juga karena sebab
lain.
e. Carbohydrate deficient transferrin [CDT]
CDT meningkat pada peminum berat dan lebih spesifik daripada
AST, GGT, atau MCV .(Scottish Intercollegiate Guidelines Network,
2003; Wood, 2006; johnson dan Daoud, 2005; Sadock dan Sadock,
2007, Crome dan Bloor, 2008)
5.3 Kriteria Diagnosis
Pada Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III,
gangguan mental dan perlaku akibat penggunaan zat psikoaktif yang disebabkan
alkohol dikelompokkan dalam F10 (gangguan mental dan perilaku akibat
penggunaan alkohol) dan apabila terdapat gangguan psikotik dikelompokkan
dalam F10.5 (Maslim R, 2001) atau berdasarkat Kriteria diagnosis gangguan
psikotik terinduksi zat (termasuk alkohol) menurut DSM-V 6. Terapi
Pengobatan awal harus mencakup menstabilkan kondisi medis pasien
dengan menilai sistem pernapasan, peredaran darah, dan saraf. Pasien intoksikasi
yang langsung menngalami gangguan psikotik dianggap sebagai kedaruratan
medis karena risiko kehilangan kesadaran, kejang, dan delirium tremens.
6
Alcohol-induced psychotic disorder
Penanganan medis fokus pada efek alkohol pada tubuh secara keseluruhan.
Keadaan putus alkohol memerlukan rawat inap sampai lebih dari 72 jam setelah
risiko delirium tremens telah mereda (Larson dan Ahmed, 2011; Jordaan, 2007;
Johnson dan Daoud, 2005).
a. Gangguan Psikotik terkait alkohol adalah gejala keadaan putus alkohol dan
harus ditangani sebagai keadaan putus alkohol. Pengobatan dimulai dengan
pemberian benzodiazepin PO atau IM. Lorazepam (Ativan) 1-2 mg atau
chlordiazepoxide (Librium) 25-50 mg PO atau IM. Fenobarbital telah
terbukti sama efektifnya dengan Lorazepam untuk pengobatan ringan sampai
sedang keadaan putus alkohol.
b. Pada kondisi pasien yang membahayakan diri sendiri atau orang lain,
neuroleptisasi cepat (rapid neuroleptization) harus dimulai dengan obat
antipsikotik potensi tinggi seperti haloperidol (Haldol) 5-10 mg PO atau IM.
c. Gangguan psikotik akibat alkohol merupakan indikasi pemberian
antipsikotik. Antipsikotik yang digunakan adalah Haloperidol 0,5 sampai 2
mg PO atau IM 4 kali sehari. Sedangkan menurut Wood (2005) Haloperidol
1.5 – 5 mg 2-3 kali sehari PO atau IM atau untuk gejala psikotik yang parah.
d. Antipsikotik dapat menurunkan ambang kejang dan tidak boleh digunakan
untuk mengobati gejala putus alkohol kecuali benar-benar diperlukan dan
digunakan dalam kombinasi dengan benzodiazepin atau anti kejang,
misalnya, asam valproat (Depakote) atau karbamazepin (Tegretol).
e. Penggunaan fiksasi mekanik jika pasien yang berbahaya melakukan
penyerangan dan melukai diri sendiri.
f. Pengobatan termasuk pemberian tiamin 100 mg IV diikuti suplemen tiamin
100 mg 3 kali sehari PO, asam folat 1 mg dan multivitamin setiap hari
(Larson dan Ahmed, 2011).
6. Prognosis
Gangguan psikotik akibat penyalahgunaanan alkohol menunjukkan prognosis
buruk, dari semua kasus psikotik, 10-20% cenderung menjadi permanen(Larson dan
Ahmed, 2011)
7
Alcohol-induced psychotic disorder
SIMPULAN
8
Alcohol-induced psychotic disorder
DAFTAR PUSTAKA
Babor, TF, Hernandez-Avila, CA, & Ungemack,JA, 2008, Substance Abuse: Alcohol Use
Disorders in Allan Tasman, Jerald Kay, Jeffrey A. Lieberman, Michael B. First
and Mario Maj. editors Psychiatry, Third Edition John Wiley & Sons, New York,
pp 971-999.
Boehm II, SL,Valenzuela CF, and Harris RA, 2005, Alcohol: Neurobiology, in
Lowinson, Joyce H.; Ruiz, Pedro; Millman, Robert B. Langrod, John G (ed)
Substance Abuse 4th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, New York, pp 122
– 152.
Ghodse, H 2002, Drugs and Addictive Behavior 3 ed , Cambridge University Press, New
York, pp. 143-159
Hawari,D 2000, Terapi dan Rehabilitasi Mutakhir Pasien Naza Edisi VI, Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Hibbert, A 2009, Rujukan Cepat Psikiatri (terjemahan), EGC, Jakarta, hal 104 - 113
Husin, al bahri, 2010, Gangguan Penggunaan Zat. dalam Buku Ajar Psikiatri FKUI,
Jakarta, hal. 138-169.
9
Alcohol-induced psychotic disorder
Joewana, S 2005, Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif
Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Johnson,BA and Daoud NA, 2005, Alcohol: Clinical Aspects in Lowinson, Joyce H.;
Ruiz, Pedro; Millman, Robert B.; Langrod, John G (ed), Substance Abuse 4th
Edition, Lippincott Williams & Wilkins, New York, pp 153-163
Jonna Perala, Kimmo, K, Sami Pirkola, Tommi Harkanen, Samuli Saarni, Annamari
Tuulio-Henriksson, Satu Viertio , Antti Latvala, Seppo Koskinen, Jouko
Lonnqvist and Jaana Suvisaari 2010, Alcohol-induced psychotic disorder and
delirium in the general population, viewed 08 Januari 2013,
http://bjp.rcpsych.org/cgi/eletter-submit/197/3/200.
Maslim, R 2001, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Singkat PPDGJ III,
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta
Maslim, R, 2007, Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropik. Edisi III, Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa- FK-Unika Atmajaya, Jakarta.
Puri, BK, Laking PJ, and Treasaden IH 2008, Buku Ajar Psikiatri edisi 2 (Terjemahan),
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal 129-140.
Sadock BJ and Sadock VA, 2007, Alcohol Related Disorders. In Sadock BJ & Sadock
VA (ed), Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry 10th ed,
Lippicot Wlliams and Wilkins Publisher, New York, pp 391-407.
Stewart WF and Klostermann. 2008, Substance Use Disorder. In Maddux JE & Winstead
BA (ed), Psychopathology 2rd ed, Taylor & Francis Group LLC, New York, pp
328-343.
10
Alcohol-induced psychotic disorder
Wood, Valerie M, 2005, Guidelines For The Managementof Alcohol Issues In The Acute
General Hospital Setting, Doncaster and Bassetlaw Hospitals, pp 1-44.
11