Anda di halaman 1dari 9

REFERAT

STASE JIWA

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU AKIBAT INTOKSIKASI ZAT

STIMULAN
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya

(NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA

(Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat

kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif

dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta

masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan,

konsekuen dan konsisten. Berdasarkan laporan tahunan United Nations Office

on Drugs and Crime (UNODC) 2015 diketahui bahwa pada tahun 2013

diperkirakan 187 juta orang meninggal karena menggunakan narkoba,

Amerika Serikat pravelensi penggunaan zat sebesar 2-3% untuk zat terlarang

dan 12 bulan tingkat penyalahgunaan zat atau ketergantungan 7% sampai 20%

selama masa remaja.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui tentang gangguan

mental dan perilaku akibat zat stimulan meliputi definisi, etiologi,

patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, dan

prognosis penyakit tersebut.


1.3 Manfaat 

Penulisan referat ini diharapkan dapat menambah pemahaman dan

memperluas wawasan penulis ataupun pembaca mengenai gangguan mental

dan perilaku akibat zat stimulan.


BAB 2

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Definisi

Suatu kondisi peralihan yang timbul akibat menggunakan alkohol atau zat

psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi,

afek atau perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Bila ada

masalah demikian, maka diagnosis yang didahulukan adalah: penggunaan

yang merugikan (F1x.1), sindrom ketergantungan (F1x.2), atau gangguan

psikotik (F1x.5)

Zat Adiktif adalah suatu zat atau suatu bahan yang apabila dikonsumsi

terus menerus akan menyebabkan suatu kecanduan ataupun suatu

ketergantungan. Zat adiktif dapat dikatakan suatu zat yang risiko pemakainnya

dapat menimbulkan ketergantungan fisik yang kuat dan ketergantungan

psikologis yang panjang. Jika individu mengkonsumsi zat tersebut secara

berlebihan akan menimbulkan kadar zat yang semakin meningkat sehingga

dapat terjadi suatu ketidakseimbangan kimiawi dalam tubuh dan biasanya

disebut dengan “keracunan”, perubahan perilaku, memori, kognitif, alam

perasaan dan kesadaran yang disebut dengan intoksikasi.

Zat adiktif dapat dikatakan suatu zat yang resiko pemakainnya dapat

menimbulkan ketergantungan fisik yang kuat dan ketergantungan psikologis

yang panjang. Jika individu mengkonsumsi zat tersebut secara berlebihan akan

menimbulkan kadar zat yang semakin meningkat sehingga dapat terjadi suatu

ketidakseimbangan kimiawi dalam tubuh dan biasanya disebut dengan


“keracunan”, perubahan perilaku, memori, kognitif, alam perasaan dan

kesadaran yang disebut dengan intoksikasi.

2.2 Epidemiologi

Hasil survei BNN bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kesehatan UI

tahun 2014 telah melahirkan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba secara

umum sebesar 2,21% atau. Banyak penelitian epidemiologi menunjukkan

bahwa orang dengan riwayat penyalahgunaan zat psikoaktif dua kali lipat

lebih banyak mengalami gejala psikotik dibandingkan dengan populasi umum.

Penggunaan zat psikoaktif yang berkelanjutan juga berhubungan dengan

berkembangnya gejala depresif, gejala positif dan negatif dan menurunkan

fungsi pasien secara global.

2.3 Gejala intiksikasi zat stimulan

Kokain

o Koma

o Bingung

o Agitas/retardasi psikomotor

o Kelemahan otot, depresi nafas, nyeri dada/kejang

o Berkeringat, mual, muntah

o Takikardi/bradikardi

Amfetamin :

o Kewaspadaan berlebihan

o Ilusi, halusinasi

o Ide kebesaran/paranoid
o Euforia, marah/agresif

o Perilaku diulang2

o Denyut jantung cepat

o berdebat

2.4 Patofisiologi

Reseptor opioid mu terdistribusi secara luas dalam sistem saraf pusat,

terutama di striatum, talamus, nukleus traktur solitarius, lokus serulus, area

ventral tegmental, substantia nigra, pars compakta dan saraf tulang belakang

dan memodulasi pelepasan norepinefrin presinaptik dan dopamin yang

memegang peranan penting pada jalur kenikmatan di otak dan dalam perilaku

yang menimbulkan gairah. Reseptor opioid mu (ROM) termasuk dalam G-

protein-coupled reseptor (GPCR) superfamily yang memiliki 7 domain protein

transmembran. ROM berikatan dengan protein G inhibitor Gi/Go

heterotrimerik. Ketika agonis berikatan dengan reseptor, hal tersebut

menginduksi perubahan GDP menjadi GTP pada protein G yang

menyebabkan disosiasi reseptor dan protein G. Subunit alfa dan subunit β/γ

juga mengalami disosiasi. Subunit β/γ mengaktifkan saluran G protein–

activated inwardly rectifying potassium (GIRK) dan menghambat saluran

tegangan-sensitif kalsium. Saluran K + dan Ca2+ adalah target selular yang

segera dari kerja opioid. Pembukaan saluran K+ menyebabkan hiperpolarisasi

dan penghambatan impuls dan bertanggung jawab terhadap sebagian besar

efek sitemik dari pemberian opioid . Inhibisi dari saluran-saluran yang

tergantung pada Ca2+ menghambat pelepasan neurotransmitter. ROM


memiliki 2 tipe reseptor yaitu μ1 and μ2. Kedua jenis reseptor ini memiliki

fungsi yang berbeda: reseptor μ1 berperan dalam analgesia dan reseptor μ2

berperan dalam depresi pernafasan dan dependensi fisik. Aktivasi ROM akan

semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah opioid yang dimasukkan ke

dalam tubuh.

2.5 Diagnosa

Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan tingkat dosis yang digunakan.

Pengecualian dapat terjadi pada individu dengan kondisi organik tertentu yang

mendasarinya (insufisiensi ginjal atau hati) yang dalam dosis kecil dapat

menyebabkan efek intoksikasi berat. Intensitas intoksikasi berkurang dengan

berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bila tidak terjadi

penggunaan zat lain.

2.6 Tatalaksana

TERAPI TERHADAP KEADAAN INTOKSIKASI

 Intoksikasi opioida : Beri Naloxone HC 1 0,4 mg IV, IM atau SC dapat

pula diulang setelah 2-3 menit sampai 2-3 kali

 Intoksikasi kanabis (ganja): Ajaklah bicara yang menenangkan pasien.

Bila perlu beri : Diazepam 10-30 mg oral atau parenteral, Clobazam 3x10

mg.

 Intoksikasi kokain dan amfetamin Beri Diazepam 10-30 mg oral atau

pareteral,atau Klordiazepoksid 10- 25 mg oral atau Clobazam 3x10 mg.

Dapat diulang setelah 30 menit sampai 60 menit. Untuk mengatasi

palpitasi beri propanolol 3x10-40 mg oral


 Intoksikasi alkohol : Mandi air dingin bergantian air hangat Minum kopi

kental Aktivitas fisik (sit-up,push-up). Bila belum lama diminum bisa

disuruh muntahkan

 Intoksikasi sedatif-hipnotif (Misal : Valium,pil BK, MG,Lexo,Rohip):

Melonggarkan pakaian Membarsihkan lender pada saluran napas Bila

oksigen dan infus garam fisiologis


Daftar Pustaka
Meng F, Xie GX, Thompson RC, Mansour A, Goldstein A, Watson SJ, et al.
Cloning and pharmacological characterization of a rat kappa opioid receptor. Proc
Natl Acad Sci U S A. 1993;90(21):9954-8
Thompson RC, Mansour A, Akil H, Watson SJ. Cloning and pharmacological
characterization of a rat mu opioid receptor. Neuron. 1993;11(5):903-13.
United Nations Office on Drugs and Crime. 2016. Standar Internasional untuk
Rawatan Gangguan Penyalahgunaan Napza.
https://www.unodc.org/documents/UNODC-
WHO_International_Treatment_Standards_0919_Unoffical_translation_Bahasa.p
df
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. 2015. PEDOMAN
NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN JIWA
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/KMK_No._HK_.02_.02-
MENKES-73-2015_ttg_Pedoman_Nasional_Pelayanan_Kedokteran_Jiwa_.pdf

Anda mungkin juga menyukai