Anda di halaman 1dari 43

Case Report Session

Hari/tanggal : Kamis/21 Februari 2019

NASKAH PSIKIATRI

F19.2.24 Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Multipel dan
Penggunaan Zat Psikoaktif Lainnya, sindrom ketergantungan kini sedang
menggunakan zat

Oleh.

Kevin Rizki Agung Kusuma 1740312446 P. 2659B

Rasyida Rumaisya 1840312464 P. 2666B

Preseptor:

dr. Rini Gusya Liza, M.Ked-KJ, Sp.KJ

BAGIAN PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/ zat/
obat yang bila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh
terutama otak/ susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan
fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan serta
ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. Penyalahgunaan NAPZA adalah
penggunaan salah satu atau beberapa jenis NAPZA secara berkala atau teratur
diluar indikasi medis, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan fisik, psikis
dan gangguan fungsi sosial 1.

Penyalahgunaan NAPZA di dunia terus mengalami kenaikan dimana


hampir 12% (15,5 juta jiwa sampai dengan 36,6 juta jiwa) dari pengguna adalah
pecandu berat. Menurut World Drug Report tahun 2012, produksi NAPZA
meningkat salah satunya diperkiraan produksi opium meningkat dari 4.700 ton di
tahun 2010 menjadi 7.000 ton di tahun 2011 dan menurut penelitian yang sama
dari sisi jenis narkotika, ganja menduduki peringkat pertama yang disalahgunakan
di tingkat global dengan angka pravalensi 2,3% dan 2,9% per tahun 2.

Kasus penyalahgunaan NAPZA di Indonesia dari tahun ke tahun juga terus


mengalami kenaikan dimana pada tahun 2008 ada sebanyak 3.3 juta (3.362.527)
dengan prevalensi 1,99% menjadi pada tahun 2011 menjadi 4 juta (4.071.016)
dengan prevalensi 2,32% dan diprediksikan angka tersebut akan terus mengalami
kenaikan pada tahun 2015 menjadi 5,1 juta (5.126.913) dengan prevalensi 2,8%.
Diketahui 5,3% di antaranya adalah kalangan pelajar dan mahasiswa2.

Jenis narkoba yang paling banyak digunakan adalah jenis ganja, sabu, dan
ekstasi. Tidak hanya jenis itu saja, jenis pil koplo (trihexyphenidyl) juga banyak
dikonsumsi oleh kalangan pelajar karena harganya yang murah dan dapat
dijangkau oleh kalangan pelajar. Selain itu efek mabuk juga membuat remaja
memilih menggunakan trihexyphenidyl. Namun, untuk mendapatkan efek tersebut
dengan cara menambahkan dosis melebihi anjuran yang disarankan atau yang

2
disebut dengan penyalahgunaan obat 3. Data rekapitulasi BNN Kota Surabaya
juga menunjukkan dari bulan Januari hingga Agustus 2015 terdapat 282 orang
menjadi pengguna narkoba dengan pengguna trihexyphenidyl sebesar 54,0 persen.
Pengguna sabu sebesar 16,3 persen, ganja 11,7 persen dan narkoba jenis lain
sebesar 18 persen. Selain itu data tersebut juga menginformasikan bahwa usia
pengguna narkoba yang berusia 10-20 tahun sebanyak 41,5 persen adalah pelajar4.

Trihexyphenidyl bekerja sebagai antikolinergik dan berguna untuk


pengobatan tremor, spasme, kekakuan , dan kontrol otot yang lemah yang terlihat
pada pasien dengan penyakit Parkinson. Obat ini dapat juga digunakan sebagai
obat pencegah kondisi otot yang muncul seperti penyakit Parkinson yang
diakibatkan oleh obat yang bekerja pada susunan saraf pusat seperti flufenazin,
haloperidol, dan klorpromazin. Trihexyphenidyl bekerja pada sistem saraf
parasimpatis dengan menginhibisi implus eferen secara langsung. Struktur saraf
yang diinervasi oleh sistem parasimpatis seperti kelenjar saliva, mata dan otot
polos dapat terpengaruh meskipun dalam dosis kecil. Inhibisi langsung pusat
motorik di otak dapat terlihat pada dosis yang lebih tinggi. Reseptor yang
terpengaruh oleh obat ini adalah reseptor dopamin dan reseptor M1 muskarinik.
Karena itu, efek samping yang terjadi pada susunan saraf pusat diantaranya sakit
kepala, pusing, mengantuk, dan vertigo. Rasa cemas, gugup, bingung, agitasi juga
dapat terlihat pada dosis yang lebih tinggi. Obat ini dapat menyebabkan gangguan
tidur dalam bentuk Rapid Eye Movement sleep depression .Obat ini juga dapat
menyebabkan euforia dalam waktu singkat dan meningkatkan mood sehingga
obat ini sering disalahgunakan dan mengakibatkan gangguan mental dan perilaku
akibat penggunaan zat trihexyphenidyl tersebut 5.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk menulis laporan


kasus pasien rawat jalan di Poliklinik RSJ Prof. HB Saanin Padang yang
didiagnosis dengan gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat
trihexyphenidyl.

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan obat Trihexyphenidyl?
2. Bagaimana obat Trihexyphenidyl dapat mengakibatkan adiksi?
3. Bagaimana obat Trihexyphenidyl dapat mengakibatkan gangguan mental
perilaku (GMP)?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengidentifikasi indikasi, kontraindikasi, efek samping terkait
obat Trihexyphenidyl.
2. Untuk mengetahui adiksi di masyarakat yang disebabkan oleh obat
Trihexyphenidyl.
3. Untuk mengetahui gangguan mental dan perilaku (GMP) yang
diakibatkan oleh obat Trihexyphenidyl.
1.4 Manfaat
1. Meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dokter muda tentang
gangguan mental dan perilaku (GMP) terkait Trihexyphenidyl.
2. Menambah kajian ilmiah mengenai gangguan mental dan perilaku (GMP)
terkait Trihexyphenidyl.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trihexyphenidyl

2.1.1 Definisi Trihexyphenidyl

Trihexyphenidyl adalah agen antikolinergik yang bekerja dengan cara


memblok reseptor kolinergik sentral, membantu menyeimbangkan transmisi
kolinergik dan dopamine di basal ganglia. Trihexyphenidyl juga dapat memblokir
dopamine reuptake dan penyimpanan dopamine di pusat, sehingga meningkatkan
aktivitas dopaminergik.

Trihexyphenidyl juga sering berguna sebagai terapi adjuvant untuk gejala


parkinsonisme dengan levodopa atau agen penyakit antiparkinson lebih kuat.
Trihexyphenidyl disetujui dan digunakan di Amerika Serikat sejak tahun 1949.
Trihexyphenidyl tersedia dalam tablet dari 2 dan 5 mg. Dosis yang dianjurkan
adalah 2 sampai 5 mg tiga kali sehari.

2.1.2 Indikasi Pemakaian Trihexyphenidyl

1. Terapi gejala parkinsonisme, seperti mengurangi kekakuan kejang otot,


tremor, dan hipersaliva.
2. Gangguan ekstrapiramidal karena obat neuroleptik (drug-induced
extrapyramidal reactions) misalnya akatisia yang bermanifestasi seperti
kegelisahan yang berlebihan dan diskinesia ditandai dengan kontraksi
spastik dan gerakan involunter.

2.1.3 Kontraindikasi Pemakaian Trihexyphenidyl

1. Hipersentivitas terhadap Trihexylphenidyl. Pasien yang sebelumnya sudah


pernah mengonsumsi trihexyphenidyl dan tampak gejala-gejala
hipersensitivitas dianjurkan tidak menggunakan trihexyphenidyl lagi.
2. Kehamilan: Penelitian pada hewan tidak cukup membuktikan efek pada
kehamilan, perkembangan embrio / janin, partus dan pengembangan

5
postnatal. Potensi risiko untuk manusia belum diketahui. Trihexyphenidyl
sebaiknya tidak digunakan selama kehamilan kecuali jelas diperlukan.
3. Menyusui: Tidak diketahui apakah trihexyphenidyl diekskresikan dalam
ASI. Bayi mungkin sangat sensitif terhadap efek dari obat antimuskarinik.
Semua golongan psikotropika dihindari bagi ibu yang menyusui karena
diasumsikan dapat disekresi di ASI. Trihexyphenidyl sebaiknya dihentikan
selama menyusui atau menggunakan PASI apabila harus tetap memakai
trihexyphendyl.
4. Gangguan hipertensi, jantung, hati atau ginjal tidak kontraindikasi, tetapi
pasien tersebut harus dipantau. Trihexyphenidyl dapat menimbulkan atau
memperburuk tardive dyskinesia, tidak dianjurkan untuk digunakan pada
pasien dengan kondisi ini.
5. Trihexyphenidyl harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
glaukoma, myasthenia gravis, penyakit obstruksi dari saluran gastro-
intestinal atau genitourinari, dan pada laki-laki tua dengan kemungkinan
hipertrofi prostat.
6. Lansia : Pasien lebih dari 65 tahun cenderung relatif lebih sensitif dan
memerlukan dosis yang lebih kecil. Anak-anak: Tidak dianjurkan.

2.1.4 Efek Samping

Antikolinergik trihexyphenidyl hydrochloride (Artane) mempunyai efek


samping utama yaitu sedasi. Selain itu juga didapatkan gejala yang berupa
pandangan kabur, mulut kering, serta retensi urin. Pada umumnya,
trihexyphenidyl ini digunakan dalam hal psikiatri untuk mengontrol ekstra
pyramidal sindrom yang didapat pasien oleh karena diantaranya penggunaan anti
psikotik.
Selain efek samping somatis dan psikiatri tersebut, trihexyphenidyl juga
dilaporkan mempunyai efek euforia sehingga oleh kaum dewasa muda yang selalu
mencari “sensasi” dari obat-obatan, sering mempergunakan trihexyphenidyl
sebagai bahan halusinogenik dengan cara mengkonsumsinya secara per oral
maupun mencampur bubuk trihexyphenidyl dengan rokok.7 Dapat dibilang
trihexyphenidyl ini adalah obat untuk pencandu yang sedang bermodal kurang.

6
Dengan mengkonsumsi dosis rata-rata harian yaitu 30-40 mg, pasien pecandu
sempat mendeskripsikan efek dari trihexyphenidyl ini antara lain anxiolitik,
membuat perasaan menjadi euphoria dan juga gangguan tidur. Tidak jarang juga
pasien mengalami halusinasi auditorik dan bertingkah kasar dan agresif jika
keinginannya tidak didapat seperti misalnya berkeringat secara berlebihan hingga
sampai mengancam untuk mencelakakan entah diri sendiri maupun orang lain.8

2.1.5 Sediaan Obat

Bentuk sediaan trihexyphenidyl adalah tablet 2 mg, 5 mg dan injeksi 2 mg/


5 mL. Sebaiknya diberikan bersama makanan atau sebelum jika timbul gejala
mulut kering, atau sesudah jika muncul gejala mual atau air liur berlebihan.
Artane harus diberikan pada jam yang sama setiap harinya. Kandungan dari
Artane ini adalah trihexyphenidyl, yang termasuk dalam kelas tertiary amines anti
kolinergik. Pada umumnya digunakan untuk terapi penyakit Parkinson’s. (MIMS,
2016).

Namun pada kenyataannya para pencandu menggunakannya dengan


menggunakan dosis yang kira-kira hampir mencapai empat kali dosis yang
direkomendasikan.7

2.1.6 Interaksi Obat

1. Penggunaan THP bersama amantadine akan meningkatkan efek samping


2. THP dan semua golongan antikolinergik akan meningkatkan kadar digoxin di
dalam darah.
3. Dapat menurunkan konsentrasi haloperidol dan golongan phenothiazines,
menyebabkan gejala skizofrenia memburuk.
4. Dapat menurunkan motilitas lambung, menyebabkan deaktivasi levodopa di
lambung bertambah sehingga efikasinya berkurang.

7
2.1.7 Adiksi dan Penyalahgunaan THP

THP adalah obat anti-parkinson dan antikolinergik yang secara


luas digunakan pada pasien psikiatrik, yang diindikasikan untuk terapi penyakit
parkinson, gerakan yang tidak normal, dan parkinsonisme yang disebabkan oleh
obat neuroleptik. Dibandingkan dengan obat golongan antikolinergik yang lain,
THP paling sering disalahgunakan karena efeknya yang mempengaruhi dopamin
dalam otak.

Penyalahgunaan THP ditemukan meningkat jumlahnya pada tahun-tahun


terakhir, terutama pada anak muda. Dilaporkan bahwa THP dipakai karena
motivasi akan efek halusinasi dan euforia yang dimiliki THP, yang dapat
memuaskan keinginan para pencari kesenangan. Akibat efek halusinasi dan
euforia yang ditimbulkan, THP banyak disalahgunakan. Hal ini juga didorong
oleh mudahnya peresepan THP dan mudahnya akses untuk mendapatkan THP.
Selain pada orang muda dan sehat, penyalahgunaan THP ini juga terjadi pada para
mantan pasien psikotik yang berobat ke psikiater dan merasakan efek euforia dari
trihexyphenidyl. Oleh sebab itu, tidak dianjurkan untuk memberikan obat
antikolinergik, termasuk THP untuk terapi profilaksis, kecuali jika pasien
mengalami EPS dan hanya digunakan untuk terapi awal. Pasien yang sering
meminta diresepkan THP, harus dicurigai sebagai penyalahgunaan obat, terutama
jika mereka mempunyai riwayat penyalahgunaan obat di masa lampau.

Penggunaan dalam jangka panjang THP dapat menimbulkan adiksi,


walaupun durasi penyalahgunaan untuk mencapai keadaan ini masih belum dapat
didefinisikan oleh para ahli. Gejala yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan THP
dapat terjadi segera maupun lambat, diantaranya rasa gembira, insomnia, kurang
istirahat, emosi yang labil (irritabel), amnesia, konfabulasi, halusinasi auditorik
dan visual, bahkan delusi paranoid. Episode tersebut biasanya berhenti jika
penggunaan THP dihentikan. Supresi kortikal mungkin menyebabkan
terganggunya time sense, memory, dan insight. Juga menyebabkan kehilangan
kontrol emosi dan persepsi yang abnormal. Tidak dapat tidur, rasa gembira, dan
perubahan afek mungkin karena eksitasi dari hipotalamus dan Reticular
Activating System (RAS). Gejala-gejala tersebut biasanya tampak pada orang-

8
orang usia 60 tahun, pasien dengan riwayat kebingungan akibat sedatif, pasien
dengan arteriosklerotik parkinsonisme, dan pada penyalahguna narkoba.

Banyak efek samping somatik dan psikiatrik yang disebabkan oleh


penyalahgunaan obat ini, salah satunya adalah efek toksik psikosis pada
penggunaan dosis tinggi, dan juga pada dosis terapeutik pada orang-orang dengan
hipersenstivitas idiosinkratik.

Berbagai laporan tentang penyalahgunaan THP akibat adiksi yang


ditimbulkan. Bolin menggambarkan seorang wanita usia 32 tahun dengan psikosis
paranoid yang mengkonsumsi THP untuk mendapatkan efek euforia. Kemudian
The British Natonal Press pada 1964 melaporkan penyalahgunaan THP pada anak
muda yang mengkonsumsi obat tersebut untuk mendapatkan efek euforia dan
halusinasi. 20 kasus akibat penyalahgunaan THP dilaporkan dari Polandia.
Macvicar melaporkan seorang pria 30 tahun dengan skizofrenia paranoid yang
menggunakan THP dosis tinggi untuk mendapatkan efek euforia dan halusinasi
yang mana kemudian mengalami psikosis toksik. Lowry menyatakan bahwa para
penghuni Penjara San Quentin menyalahgunakan THP dengan luar biasa. Adiksi
dan ketergantungan terhadap THP juga dilaporkan di Brasil oleh Nappo dkk, yang
mana pada 37 orang sampel didapatkan 29 orang yang memiliki adiksi terhadap
obat tersebut.

2.2 Gangguan Mental dan Perilaku akibat Tryhexylphenidil

2.2.1 Definisi gangguan mental dan perilaku akibat Tryhexylphenidil

Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif adalah


suatu gangguan jiwa berupa penyimpangan perilaku yang diakibatkan oleh
pemakaian zat yang dapat mempengaruhi sususan saraf pusat sehingga
menimbulkan gangguan fisik atau mental. Gangguan ini bervariasi luas dan
keparahannya berbeda pada masing-masing individu.12

Klasifikasi gangguan penggunaan zat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu


penyalahgunaan zat dan ketergantungan zat. Penyalahgunaan zat merupakan suatu
pola penggunaan zat yang bersifat patologik, paling sedikit satu bulan lamanya,

9
sehingga menimbulkan gangguan fungsi sosial atau okupasional. Pola
penggunaan zat yang bersifat patologik dapat berupa intoksikasi sepanjang hari,
terus menggunakan zat tersebut walaupun penderita mengetahui dirinya sedang
menderita sakit fisik berat akibat zat tersebut, atau adanya kenyataan bahwa ia
tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa menggunakan zat tersebut. Gangguan
yang dapat terjadi adalah gangguaan fungsi sosial yang berupa ketidakmampuan
memenuhi kewajiban terhadap keluarga atau kawan-kawannya karena perilakunya
yang tidak wajar, impulsif, atau karena ekspresi perasaan agresif yang tidak wajar.
Dapat pula berupa pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas akibat
intoksikasi, serta perbuatan kriminal lainnya karena motivasi memperoleh uang.
Ketergantungan zat, merupakan suatu bentuk gangguan penggunaan zat yang pada
umunya lebih berat. Terdapat ketergantungan fisik yang ditandai dengan adanya
toleransi atau sindroma putus zat. Toleransi adalah peningkatan dosis zat yang
diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan
dosis lebih rendah.

Pil double L atau yang dikenal dengan pil lele, pil anjing, pil LL ini
mengandung salah satu obat anti kolinergik yaitu trihexyphenidyl.
Trihexyphenidyl umum digunakan pada dunia medis untuk mengatasi gejala
parkinsonism. Penyalahgunaan zat ini kadang kurang diwaspadai oleh petugas
kesehatan karena sampai sekarang obat ini masih dijual bebas meskipun obat ini
termasuk psikotropika golongan 4 yang semestinya harus menggunakan resep
dokter.9

2.2.2 Patofisiologi

DSM 5 menyatakan bahwa zat adiktif mengaktifkan sistem reward di otak.


Perasaan mendapatkan kesenangan sebagai umpan balik penggunaan demikian
dirasakan, sehingga keinginan mengulang penggunaan menjadi besar, membesar
dan kemudian sulit dikendalikan. Kesulitan mengendalikan penggunaan, membuat
penggunanya menggunakan hampir seluruh waktunya untuk mencari,
menggunakan dan mengatasi rasa tak nyaman jika tidak menggunakan. Dengan
demikian waktu untuk beraktivitas, bersosialisasi dan hampir semua kewajiban

10
dalam hidupnya terabaikan. Pengaktifan pusat sistem reward, membuat
penggunanya euforia, dan biasa disebut “high”.10

Efek euforia dari penyalahgunaan THP melibatkan sistem dopamin


mesolimbik sebagai target utama utamanya. Sistem ini berasal dari daerah
tegmental ventral (VTA), struktur kecil di ujung batang otak, yang memiliki
proyeksi ke nucleus accumbens, amygdala, dan korteks prefrontal. Sebagian besar
neuron proyeksi VTA adalah neuron penghasil dopamin. Efek langsung suatu zat
adiktif ke VTA menyebabkan pelepasan dopamine berlebihan. Zat adiktif dapat
mengeluarkan dopamine 2 hingga 10 kali lipat lebih banyak daripada kondisi
fisiologisnya sehingga muncul efek reward dan euforia pada pemakai. Proses
pembentukan perilaku di hippocampus dan amygdala juga berperan dalam
menyebabkan adiksi.

Pada orang yang telah teradiksi oleh suatu zat, otak beradaptasi dengan
cara mengurangi produksi dopamine atau membuat reseptor dopamine menjadi
tidak sensitif. Adaptasi ini menyebabkan dopamine kehilangan efek di nukleus
accumbens (reward system) sehingga tidak didapatkan efek yang sama seperti
pada awal pemakaian. Hal ini menyebabkan pemakai menambah dosis zat yang
digunakan agar mendapatkan efek yang sama seperti pada dosis rendah. Apabila
pemakaian obat terus-menerus dilakukan maka otak akan menyesuaikan
kondisinya dimana keadaan equilibrium tercapai apabila obat tersebut sedang
digunakan. Gejala putus zat (wiTHPrawal) akan muncul ketika obat tersebut tidak
dikonsumsi.

2.2.3 Gejala Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penyalahgunaan


Zat (THP)

a. Gejala Intoksikasi
Suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan zat sehingga dapat
terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau
fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Intensitas intoksikasi akan berkurang
dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya akan menghilang bila tidak

11
terjadi penggunaan zat. Gejala intoksikasi pada pasien yang menggunakan THP
antara lain:13

- Cardiac arrest
- Depresi nafas
- Psikosis
- Syok
- Koma
- Kejang
- Ataksia
- Hipertermia
- Disfagia
- Penurunan bising usus
- Anhidrosis
b. Gejala Putus Zat
Penghentian penggunaan THP pada pemakai yang telah mengonsumsi
THP dalam jangka panjang dapat menimbulkan gejala putus zat dan
cholinergic rebound. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh FDA sejak
tahun 1977 melibatkan 2.340 pasien dengan gejala putus zat THP ditemukan
beberapa gejala yang muncul pada penderita :

- Myalgia
- Kram otot
- Diaforesis
- Gastrointestinal distress
- Letargi
- Takikardi
- Hipotensi ortostatik
- Halusinasi
- Relaps / eksaserbasi EPS

12
2.2.4 Kriteria Diagnosis

Penegakkan diagnosis pada penderita/penyalahgunaan THP mirip dengan


penegakan diagnosis pada pemakai NAPZA. Penegakan diagnosisnya sering kali
tidak mudah dilakukan oleh kerena adanya stigma di masyarakat terhadap
penyalahgunaan obat. Hal ini membuat pasien bersifat tertutup dan menghindar
untuk mengatakan keadaan yang sebenarnya. Pasien umumnya mengaku setelah
muncul intoksikasi atau gejala putus zat. Beberapa teknik khusu yang digunakan
untuk membuat pasien percaya dan mau berterus terang antara lain:

1. Teknik Wawancara
Wawancara dapat dilakukan secara alloanamnesis maupun
autoanamnesis. Urutan pelaksanaannya dapat dilakukan alloanamnesis
terlebih dahulu atau sebaliknya dan dapat juga bersamaan tergantung situasi
dan kondisi.

A. Alloanamnesis dilakukan sebelum Autoanamnesis


- Petugas telah memperoleh informasi tentang pasien, sehingga
autoanamnesis lebih terarah
- Kemungkinan pasien lebih terbuka dan tidak menyangkal lagi
- Pasien menyatakan sudah berhenti menggunakan
- Petugas terpengaruh orang tua/guru yang terlalu kuatir, pada hal pasien
tidak menggunakan
- Pasien mencurigai petugas sudah terpengaruh dengan orang tua/guru
yang mengantar, sehingga tidak kooperatif
B. Alloanamnesis dilakukan sesudah Autoanamnesis
- Petugas belum dipengaruhi oleh keterangan yang diberikan orang
tua/pengantar lain.
- Pasien tidak berprasangka bahwa petugas telah dipengaruhi orang
tua/guru atau berpihak pada orang tua/guru yang menyalahkan pasien
- Kemungkinan pasien membohongi atau tidak terbuka pada petugas
C. Autoanamnesis dan Alloanamnesis dilakukan bersamaan
- Pasien tidak dapat berbohong mengenai hal-hal yang diketahui
orangtua/guru

13
- Pasien dapat bersikap tertutup
Apabila pasien sudah bersikap terbuka, anamnesis mengenai penggunaan
obat psikotropika yang dipakai harus digali lebih dalam meliputi:

a. Keluhan pasien dan riwayat perjalanan penyakit terdahulu yang pernah


diderita

- Riwayat penyalahgunaan THP

- Kapan pertama kali menggunakan THP

- Lamanya pemakaian
- Dosis,Frekuensi dan cara pemakaian
- Cara mendapatkan THP
- Riwayat/gejala intoksikasi/gejala putus zat
- Alasan penggunaan
b. Taraf Fungsi Sosial
- Riwayat pendidikan
- Latar belakang kriminal
- Status keluarga
- Kegiatan sosial lain
c. Evaluasi keadaan psikologi

- Keadaan emosi
- Kemampuan pengendalian impuls
- Kemungkinan tindak kekerasan,bunuh diri
- Riwayat perawatan terdahulu

2.2.5 Pemeriksaan

A. Fisik

Pemeriksaan fisik terutama difokuskan untuk menemukan gejala


intoksikasi/ioverdosis/putus zat dan komplikasi medik lainnya.

14
Perhatikan terutama : kesadaran, pernafasan, tensi, nadi, tanda-tanda
kejang, nyeri pada otot, keringat, penurunan bising usus.

B. Psikiatrik
 derajat kesadaran
 daya nilai realitas
 gangguan pada alam perasaan (misal cemas, gelisah, marah, emosi
labil, sedih,depresi, euforia)
 gangguan pada proses pikir (misalnya waham, curiga, paranoid,
halusinasi)
 gangguan pada psikomotor (hipperaktif/ hipoaktif, agresif
gangguan pola tidur, sikap manipulatif dan lain-lain)

2.2.6 Tatalaksana

Dosis THP pada manusia dapat mencapai 300 mg (5mg/kg) tanpa


didapatkan tanda-tanda overdosis akibat THP, namun beberapa kasus pasien yang
meninggal berhubungan dengan pemakaian THP merupakan pasien yang
memiliki gangguan dengan sistem respirasi. Kadar THP dalam darah yang dapat
menyebabkan fatal diperkirakan dari 0,03-0,80 mg/l. Overdosis THP membuat
gejala-gejala yang serupa dengan intoksikasi atropine.

Pada pemakai yang masih menggunakan THP dan ingin berhenti dapat
kita tawarkan untuk tapering down, namun pada beberapa pemakai yang sudah
overdosis, kita harus mampu mengatasi overdosis akut THP dengan terapi
simptomatik dan terapi supportive, seperti kumbah lambung yang dapat
mengurangi absorpsi dari THP yang berlebihan, dan jika didapatkan eksitasi CNS
dapat diberikan dosis rendah diazepam atau barbiturat short-acting. Terapi
supportive diberikan dengan melihat klinis pasien, seperti alat bantu nafas atau
obat vasopressor dapat membantu jika terdapat tanda-tanda distress nafas. Suhu
tubuh dan keseimbangan asam basa pada tubuh pasien harus diobservasi secara
rutin, dan jika terdapat hiperpirexia dapat dilakukan pemasangan infus dan
observasi produksi urin.

15
BAB 3
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : JF

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 19 tahun

Agama : Islam

Suku Bangsa : Minangkabau

Negeri Asal : Indonesia

Pendidikan terakhir : SMP

Status Pernikahan : Menikah

Pekerjaan : Karyawan di pemotongan ayam

Alamat : Manggopoh, Lubuk Basung

KETERANGAN DIRI ALLO/ INFORMAN

Nama (inisial) : Ny. W

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 37 tahun

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Guru honor MTsN di Lubuk Basung

Alamat : Manggopoh, Lubuk Basung

Hubungan dengan pasien : Kakak kandung

16
Keakraban dengan pasien : Akrab

Sudah berapa lama mengenal pasien : Sejak lahir

Kesan pemeriksa/dokter terhadap keterangan yang diberikannya :

(Dapat dipercaya/ kurang dapat dipercaya)

II. RIWAYAT PSIKIATRI

Keterangan/ anamnesis di bawah ini diperoleh dari (lingkari angka di bawah


ini)

1. Autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 13 Februari 2019 di poliklinik


dewasa RSJ Prof HB Saanin Padang pukul 11.30 WIB

2. Alloanamnesis dengan kakak kandung pasien pada tanggal 19 Februari


2019 via telfon.

1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf yang
sesuai)

a. Sendiri

b. Keluarga

c. Polisi

d. Jaksa/ Hakim

e. Dan lain-lain

2. Sebab Utama

Susah makan, sulit tidur, dan sering melamun.

3. Keluhan Utama

Ingin berhenti dari kecanduan eksimer.

17
4. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang

Pasien bercerita jika dirinya diperkenalkan eksimer oleh temannya pada


tahun 2015. Saat itu pasien merantau ke Tangerang untuk bekerja karena putus
sekolah. Sekitar 2 bulan menetap di Tangerang, teman pasien semakin bertambah
dan ditawarkan eksimer yang saat itu teman pasien menyampaikan itu adalah obat
penguat badan. Pasien mengaku merasa lebih tenang dan lelahnya hilang. Pasien
mengaku tidak memiliki masalah lain sebelumnya dan mengonsumsi eksimer
semata-mata hanya untuk menambah semangatnya dalam keseharian.

Pasien mengkonsumsi 1 tablet eksimer sehari, terkadang 2 atau 3 tablet


bila pasien tidak ada kegiatan atau merasa efek 1 tablet kurang. Pasien
mendapatkan pasokan eksimer dari temannya. Pasien sudah lama ingin berhenti,
tetapi sulit karena merasa sudah ketergantungan dan adanya pasokan terus
menerus dari teman dan lingkungan sekitarnya. Pasien mengkonsumsi eksimer
terakhir kali pada Senin tanggal 11 Februari 2019 karena ketahuan oleh
keluarganya. Pasien merasa badannya sakit-sakitan dan pegal karena berhenti
konsumsi eksimer. Pasien mengalihkan keluhannya dengan pergi berjalan-jalan
keluar rumah.

Selain itu pasien juga pernah mencoba sabu yang dihisap, tetapi pasien
merasa kurang cocok dan tidak dilanjutkan. Pasien pernah minum bir sejak
sebelum mengkonumsi eksimer. Pasien tidak pernah menggunakan obat suntik.
Pada tahun 2019, keluarga pasien mengetahui bahwa pasien pernah
mengkonsumsi eksimer dan menyarankan pada pasien untuk berobat dan
konsultasi ke dokter untuk membantu menghilangkan ketergantungan zat.

5. Riwayat Penyakit Sebelumnya

a. Riwayat Gangguan Psikiatri

Tidak ada riwayat memiliki gangguan psikiatri sebelumnya

b. Riwayat Gangguan Medis

Tidak ada riwayat kejang, trauma kepala dan penyakit metabolik sebelumnya

18
c. Riwayat Penggunaan NAPZA

Pasien pernah menggunakan obat psikoaktif berupa eksimer dan sabu


pada tahun 2015 hingga 2016 dan merokok sejak usia 12 tahun.

6. Riwayat Keluarga

a. Identitas orang tua/ pengganti

IDENTITAS Orang tua/ Pengganti Ket


Bapak Ibu
Kewarganegaraan Indonesia Indonesia
Suku bangsa Minangkabau Minangkabau
Agama Islam Islam
Pendidikan SD SD
Pekerjaan - Ibu Rumah Tangga
Umur - 60 tahun
Alamat - Manggopoh, Lubuk
Basung
Hubungan pasien - Akrab

b. Sifat perilaku Orang tua kandung/ pengganti

Bapak (Dijelaskan oleh diri sendiri, dapat dipercaya/ diragukan)

Pemalas ( - )**, Pendiam ( - ), Pemarah ( - ), Mudah tersinggung ( - ),


Tak suka Bergaul ( - ), Banyak teman ( + ), Pemalu ( - ), Perokok
berat ( - ), Penjudi ( - ), Peminum ( - ), Pecemas ( - ), Penyedih ( -
), Perfeksionis ( - ), Dramatisasi ( - ), Pencuriga ( - ), Pencemburu ( -
), Egois ( - ), Penakut ( - ), Tak bertanggung jawab ( - ).

Ibu (Dijelaskan oleh diri sendiri dapat dipercaya/ diragukan )

Pemalas ( - )**, Pendiam ( - ), Pemarah ( - ), Mudah tersinggung ( - ),


Tak suka Bergaul ( - ), Banyak teman ( - ), Pemalu ( - ), Perokok berat
( - ), Penjudi ( - ), Peminum ( - ), Pencemas ( - ), Penyedih ( - ),

19
Perfeksionis ( - ), Dramatisasi ( - ), Pencuriga ( - ), Pencemburu ( - ),
Egois ( - ), Penakut ( - ), Tak bertanggung jawab ( - ), Perhatian ( + ).

c.Saudara

Pasien anak ketujuh dari 7 bersaudara.

d. Urutan bersaudara

a. Lk/ Pr (37 tahun)

b. Lk/ Pr (35 tahun)

c. Lk/ Pr (31 tahun)

d. Lk/ Pr (28 tahun)

e. Lk/ Pr (26 tahun)

f. Lk/ Pr (23 tahun)

g. Lk/ Pr (19 tahun)

e. Gambaran sikap/ perilaku masing-masing saudara pasien dan hubungan pasien


terhadap masing-masing saudara tersebut, hal yang dinyatakan serupa dengan
yang dinyatakan pada gambaran sikap/perilaku pada orang tua *

Saudara Kualitas hubungan dengan saudara


Gambaran sikap dan perilaku
ke (akrab/ biasa,/kurang/tak peduli)

1 Baik Akrab

2 Baik Akrab

3 Baik Akrab

4 Baik Akrab

5 Baik Akrab

6 Baik Akrab

20
f. Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan
tingkah laku dan bagaimana pasien dengan mereka. Tidak ada

No Hubungan Gambaran sikap dan Kualitas hubungan (akrab/


dengan pasien tingkah laku biasa,/kurang/tak peduli)
Tidak ada Tidak ada Tidak ada

g. Apakah ada riwayat penyakit jiwa, kebiasaan-kebiasaan dan penyakit fisik


(yang ada kaitannya dengan gangguan jiwa) pada anggota keluarga pasien:
Tidak ada

Anggota Kebiasaan-
Penyakit Jiwa Penyakit Fisik
Keluarga kebiasaan
Bapak - - -
Ibu - - Hipertensi
Saudara 1 - - -
2 - - -
3 - - -
4 - - -
5 - - -
6 - - -
Dan lain-lain - - -

h. Skema Pedegree

: Perempuan : Laki-laki : yang sakit : meninggal

21
Riwayat tempat tinggal yang pernah didiami pasien:

Keadaan Rumah
No Rumah tempat tinggal
Tenang Cocok Nyaman Tidak Nyaman
1. Rumah Orang Tua + + + -

7. Gambaran seluruh faktor-faktor dan mental yang bersangkut paut dengan


perkembangan kejiwaan pasien selama masa seelum sakit (premorbid) yang
meliputi :

1. Riwayat sewaktu dalam kandungan dan dilahirkan.

- Keadaan ibu sewaktu hamil

a. Kesehatan Fisik : tidak ada gangguan

b. Kesehatan Mental : tidak ada gangguan

- Keadaan melahirkan :

a. Aterm (+ ), partus spontan (+ ), partus tindakan ( - )

b. Pasien adalah anak yang direncanakan/ diinginkan (iya)

c. Jenis kelamin anak sesuai harapan (iya)

2. Riwayat masa bayi dan kanak-kanak

 Pertumbuhan Fisik : biasa

 Minum ASI : ( + ) sampai usia 2 tahun

 Usia mulai bicara : tidak tahu

 Usia mulai jalan : tidak tahu

 Sukar makan ( - ), anoreksia nervosa ( - ), bulimia ( - ), pika ( - ),


gangguan hubungan ibu-anak ( - ), pola tidur baik ( + ), cemas
terhadap orang asing sesuai umur ( - ), cemas perpisahan (- ), dan
lain-lain.

22
3. Simtom-simtom sehubungan dengan problem perilaku yang dijumpai
pada masa kanak-kanak, misalnya: mengisap jari ( - ), ngompol ( + ),
BAB di tempat tidur ( - ), night teror ( - ), temper tantrum ( - ), gagap ( - ),
tik (- ), masturbasi ( - ), mutisme selektif ( - ), dan lain-lain.

4. Toilet training : umur 3 tahun

Sikap orang tua : memaksa

5. Kesehatan fisik masa kanak-kanak: demam tinggi disertai menggigau ( -


), kejang-kejang ( - ), demam berlangsung lama ( - ), trauma kapitis
disertai hilangnya kesadaran ( - ), dan lain-lain.

6. Temperamen sewaktu anak-anak : pemalu ( - ), gelisah ( - ), overaktif (


- ), menarik diri ( - ), suka bergaul ( + ), suka berolahraga ( - ), dan lain-
lain.

7. Masa Sekolah

Perihal SD SMP SMA PT


Umur 7 tahun 13 tahun 16 tahun -
Prestasi* Sedang Kurang - -
Aktifitas Sekolah* Baik Sedang - -
Sikap Terhadap Teman * Baik Baik - -
Sikap Terhadap Guru Baik Baik - -
Kemampuan Khusus (Bakat) (Kesenian) (Kesenian) - -
Tingkah Laku Baik Kurang - -

8. Masa remaja : Fobia ( - ), masturbasi ( + ), ngompol ( - ), lari dari rumah


(- ), kenakalan remaja (-), perokok berat ( - ), penggunaan obat terlarang (-
), peminum minuman keras (- ), problem berat badan ( - ), anoreksia
nervosa ( -), bulimia ( - ), perasaan depresi ( - ), rasa rendah diri ( - ),
cemas ( - ), gangguan tidur ( - ), sering sakit kepala ( - ), dan lain-lain.

23
9. Riwayat Pekerjaan

Usia mulai bekerja 16 tahun, kepuasan kerja ( + ), pindah-pindah kerja (+),


pekerjaan yang pernah dilakukan sebagai pedagang kaset dan santan,
pasien sekarang bekerja di pemotongan ayam.

Konflik dalam pekerjaan : ( - ), konflik dengan atasan, konflik dengan


bawahan ( - ), konflik dengan kelompok ( - )

Keadaan ekonomi : baik, sedang, kurang

10. Percintaan, Perkawinan, Kehidupan Seksual dan Rumah Tangga

- Mimpi basah (sudah/belum), usia 13 tahun, persepsi biasa saja


- Awal pengetahuan tentang seks 13 tahun, sikap orang tua -
- Hubungan seks sebelum menikah (tidak ada)
- Riwayat pelecehan seksual (-)
- Orientasi seksual (normal)
- Keterangan pribadi istri :
Nama : Rini

Umur : 19 tahun

Suku : Jawa

Kebangsaan :Indonesia
Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status sosial/ekonomi : tinggi, menengah, rendah

- Perkawinan didahului dengan pacaran ( + ), kawin terpaksa ( - ),


kawin paksa ( - ), perkawinan kurang disetujui orang tua ( - ), kawin
lari ( - ), sekarang ini perkawinan yang ke 1. Kepuasan dalam

24
hubungan suami istri : sering, sesekali, tidak pernah. Kelainan
hubungan seksual ( - ).
- Kehidupan rumah tangga : rukun ( + ), masalah rumah tangga ( ),
- Keuangan : kebutuhan sehari-hari terpenuhi (+), pengeluaran dan
pendapatan seimbang ( ), dapat menabung ( ).
- Mendidik anak : suami istri bersama-sama ( + ), istri saja ( ), suami
saja ( ), selain orang tua sebutkan

11. Situasi sosial saat ini :

a. Tempat tinggal : rumah sendiri (-), rumah kontrak (-), rumah susun(-),
apartemen (-), rumah orang tua (+), serumah dengan mertua (-), di
asrama (-) dan lain-lain (-).

b. Polusi lingkungan : bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (+) dan lain-
lain.

12. Perihal anak-anak pasien meliputi :

Sikap & Kesehatan Sikap pada


No. Sex Umur Pendidikan
perilaku Fisik Mental Anak
1. Pr 6 bln - Ceria Baik Baik Penyayang

13. Ciri Kepribadian sebelumnya/ Gangguan kepribadian (untuk axis II)

Keterangan : ( ) beri tanda (+) atau (-)

Kepribadian Gambaran Klinis

Skizoid Emosi dingin ( - ), tidak acuh pada orang lain ( - ), perasaan hangat
atau lembut pada orang lain(-), peduli terhadap pujian maupun
kecaman ( - ), kurang teman ( - ), pemalu ( - ), sering melamun ( - ),
kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual (-), suka
aktivitas yang dilakukan sendiri ( - )

Paranoid Merasa akan ditipu atau dirugikan ( - ), kewaspadaan berlebihan ( - ),


sikap berjaga-jaga atau menutup-nutupi (- ), tidak mau menerima

25
kritik ( - ), meragukan kesetiaan orang lain ( - ), secara intensif
mencari-cari kesalahan dan bukti tentang prasangkanya ( - ), perhatian
yang berlebihan terhadap motif-motif yang tersembunyi ( -), cemburu
patologik ( - ), hipersensifitas (-), keterbatasan kehidupan afektif ( - ).

Skizotipal Pikiran gaib ( - ), ideas of reference (- ), isolasi sosial ( - ), ilusi


berulang (- ), pembicaraan yang ganjil ( - ), bila bertatap muka
dengan orang lain tampak dingin atau tidak acuh ( - ).

Siklotimik Ambisi berlebihan ( - ), optimis berlebihan ( - ), aktivitas seksual yang


berlebihan tanpa menghiraukan akibat yang merugikan ( - ),
melibatkan dirinya secara berlebihan dalam aktivitas yang
menyenangkan tanpa menghiraukan kemungkinan yang merugikan
dirinya ( - ), melucu berlebihan ( - ), kurangnya kebutuhan tidur (-),
pesimis ( - ), putus asa ( - ), insomnia ( - ), hipersomnia ( - ), kurang
bersemangat ( - ), rasa rendah diri (- ), penurunan aktivitas ( - ),
mudah merasa sedih dan menangis ( - ), dan lain-lain.

Histrionik Dramatisasi ( - ), selalu berusaha menarik perhatian bagi dirinya ( - ),


mendambakan rangsangan aktivitas yang menggairahkan ( - ),
bereaksi berlebihan terhadap hal-hal sepele (- ), egosentris ( - ), suka
menuntut ( - ), dependen ( - ), dan lain-lain.

Narsisistik Merasa bangga berlebihan terhadap kehebatan dirinya ( - ), preokupasi


dengan fantasi tentang sukses, kekuasaan dan kecantikan (-),
ekshibisionisme ( - ), membutuhkan perhatian dan pujian yang terus
menerus ( - ), hubungan interpersonal yang eksploitatif ( - ), merasa
marah, malu, terhina dan rendah diri bila dikritik (- ) dan lain-lain.

Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain ( - ), sikap yang amat tidak
bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus ( - ), tidak mampu
mengalami rasa bersalah dan menarik manfaat dari pengalaman ( - ),
tidak peduli pada norma-norma, peraturan dan kewajiban sosial ( - ),
tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama ( - ),

26
iritabilitas ( - ), agresivitas ( - ), impulsif ( - ), sering berbohong ( - ),
sangat cendrung menyalahkan orang lain atau menawarkan
rasionalisasi yang masuk akal, untuk perilaku yang membuat pasien
konflik dengan masyarakat ( - )

Ambang Pola hubungan interpersonal yang mendalam dan tidak stabil ( - ),


kurangnya pengendalian terhadap kemarahan ( - ), gangguan identitas
( - ), afek yang tidak mantap ( - ) tidak tahan untuk berada sendirian ( -
), tindakan mencederai diri sendiri ( - ), rasa bosan kronik ( - ), dan
lain-lain

Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif ( - ), merasa dirinya tidak
mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain ( - ),
kengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali merasa yakin
disukai (-), preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan
dalam situasi sosial (-), menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan
yang banyak melibatkan kontak interpersonal karena takut dikritik,
tidak didukung atau ditolak.

Anankastik Perasaan ragu-ragu yang hati-hati yang berlebihan ( - ), preokupasi


pada hal-hal yang rinci (details), peraturan, daftar, urutan, organisasi
dan jadwal ( - ), perfeksionisme ( - ), ketelitian yang berlebihan ( - ),
kaku dan keras kepala ( - ), pengabdian yang berlebihan terhadap
pekerjaan sehingga menyampingkan kesenangan dan nilai-nilai
hubungan interpersonal ( - ), pemaksaan yang berlebihan agar orang
lain mengikuti persis caranya mengerjakan sesuatu ( - ), keterpakuan
yang berlebihan pada kebiasaan sosial ( - ) dan lain-lain.

Dependen Mengalami kesulitan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa


nasehat dan masukan dari orang lain (-), membutuhkan orang lain
untuk mengambil tanggung jawab pada banyak hal dalam hidupnya (-
), perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian, karena
ketakutan yang dibesar-besarkan tentang ketidakmampuan mengurus

27
diri sendiri (-), takut ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya (-)

8. Stresor psikososial (axis IV)

Pertunangan ( - ), perkawinan ( + ), perceraian (-), kawin paksa (-), kawin lari ( -


), kawin terpaksa ( - ), kawin gantung ( - ), kematian pasangan ( - ), problem
punya anak ( - ), anak sakit ( - ), persoalan dengan anak ( - ), persoalan dengan
orang tua ( - ), persoalan dengan mertua (-), masalah dengan teman dekat ( - ),
masalah dengan atasan/bawahan ( - ), mulai pertama kali bekerja (-), masuk
sekolah ( - ), pindah kerja ( -), persiapan masuk pensiun ( - ), pensiun ( -), berhenti
bekerja ( - ), masalah di sekolah (-),masalah jabatan/ kenaikan pangkat ( - ),
pindah rumah (- ), pindah ke kota lain ( -), transmigrasi ( - ), pencurian ( - ),
perampokan (- ), ancaman ( - ), keadaan ekonomi yang kurang ( - ), memiliki
hutang ( - ), usaha bangkrut (- ), masalah warisan ( - ), mengalami tuntutan hukum
( - ), masuk penjara ( - ), memasuki masa pubertas ( - ), memasuki usia dewasa ( -
), menopause ( - ), mencapai usia 50 tahun ( - ), menderita penyakit fisik yang
parah ( - ), kecelakaan ( - ), pembedahan ( - ), abortus ( - ), hubungan yang buruk
antar orang tua ( - ), terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga ( - ),
cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orang tua atau kakek nenek ( - ),
sikap orang tau yang acuh tak acuh pada anak ( - ), sikap orang tua yang kasar
atau keras terhadap anak ( - ), campur tangan atau perhatian yang lebih dari orang
tua terhadap anak ( - ), orang tua yang jarang berada di rumah ( - ), terdapat istri
lain ( - ), sikap atau kontrol yang tidak konsisten ( - ), kontrol yang tidak cukup (-
), kurang stimulasi kognitif dan sosial (-), bencana alam (-), amukan masa ( - ),
diskriminasi sosial (-), perkosaan (-), tugas militer ( - ), kehamilan ( - ),
melahirkan di luar perkawinan ( - ), dan lain-lain.

9. Riwayat percobaan suicide

Tidak pernah ada keinginan bunuh diri.

10. Riwayat pelanggaran hukum

Tidak pernah ada riwayat pelanggaran hukum.

28
11. Riwayat agama

Pasien beragama Islam, shalat 5 waktu tidak selalu dilaksanakan, menurut


pasien bahwa dalam Islam dilarang mengonsumsi zat psikoaktif tanpa indikasi.

12. Persepsi dan Harapan Keluarga

Keluarga berharap pasien bisa sembuh, tidak ketergantungan lagi, bisa


fokus untuk kemajuan diri dan keluarga, tidak mudah terpengaruh teman dan
lingkungan lagi.

13. Persepsi Dan Harapan Pasien

Pasien berharap yang terbaik untuk diri dan keluarga, tidak ketergantungan
lagi. Agar ke depannya condong ke arah yang lebih baik.

GRAFIK PERJALANAN PENYAKIT

Februari 2019- sekarang


Februari 2019
Pasien berobat rutin dan terkontrol
Orang tua pasien setiap 2 minggu ke rumah sakit
mengeluhkan pasien yang
sering melamun, sulit
makan, dan sulit tidur

III. Status Internus

1. Keadaan Umum : baik

2. Kesadaran : composmentis

3. Tekanan Darah : 120/80

29
4. Nadi : 76x/menit, kuat angkat, reguler

5. Nafas : 18x/menit, tipe pernapasan normal

6. Suhu : 36,5°C

7. Tinggi Badan : 160 cm

8. Berat Badan : 48 kg

9. Status Gizi : Gizi sedang

10. Sistem Kardiovaskuler: bunyi jantung reguler, murmur (-), gallop (-)

11. Sistem Respiratorik : suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)

12. Kelainan Khusus : tidak ditemukan kelainan

IV. Status Neorologikus

1. GCS : E4M6V5

2. Tanda Rangsang Meningeal : tidak ada

3. Tanda-tanda efek samping piramidal

a. Tremor tangan : tidak ada

b. Akatisia : tidak ada

c. Bradikinesia : tidak ada

d. Tardive diskinesia : tidak ada

e. Cara berjalan : biasa

f. Keseimbangan : baik

g. Rigiditas : tidak ada

h. Kekuatan motorik : baik

555 555

30
555 555

i. Sensorik : baik

j. Refleks : bisep (++/++), trisep (++/++)

KPR (++/++), APR (++/++), babinsky (-/-),


hoffmann-tromner (-/-) refleks regresi (-)

V. Status Mental (Pemeriksaan tanggal 13 Februari 2019)

1. Keadaan Umum

Kesadaran/ sensorium : composmentis ( + ), somnolen ( - ), stupor


( - ), kesadaran berkabut ( - ), konfusi ( - ), koma ( - ), delirium ( - ),
kesadaran berubah ( - ), dan lain-lain

2. Penampilan

a. Sikap tubuh: biasa ( + ), diam ( - ), aneh ( - ), sikap tegang (-),


kaku ( - ), gelisah ( - ), kelihatan seperti tua ( - ), kelihatan seperti
muda ( - ), berpakaian sesuai gender ( + )

b. Cara berpakaian : rapi ( + ), biasa ( - ), tak menentu ( - ), sesuai


dengan situasi( + ), kotor ( - ), kesan ( dapat/ tidak dapat
mengurus diri)*

c. Kesehatan fisik : sehat ( + ), pucat ( - ), lemas ( - ), apatis ( - ),


telapak tangan basah ( - ), dahi berkeringat ( - ), mata terbelalak (
).

3. Kontak psikis

Dapat dilakukan ( + ), tidak dapat dilakukan ( - ), wajar ( + ),


sebentar ( -),lama ( + ).

4. Sikap

Kooperatif ( + ), penuh perhatian ( - ), berterus terang ( - ), menggoda ( -


), bermusuhan ( - ), suka main-main ( - ), berusaha supaya disayangi ( - ),

31
selalu menghindar ( - ), berhati-hati ( - ), dependen ( - ), infantil ( - ),
curiga ( - ), pasif ( - ), dan lain-lain.

5. Tingkah laku dan aktifitas psikomotor

a. Cara berjalan : biasa ( + ), sempoyongan ( - ), kaku ( - ), dan


lain-lain

b. Ekhopraksia ( - ), katalepsi ( - ), luapan katatonik ( - ), stupor


katatonik ( - ), rigiditas katatonik ( - ), posturing katatonik ( - ),
cerea flexibilitas ( - ), negativisme ( - ), katapleksi ( - ),
stereotipik ( - ), mannerisme ( - ),otomatisme( - ), otomatisme
perintah ( - ), mutisme ( - ), agitasi psikomotor ( -), hiperaktivitas/
hiperkinesis ( - ), tik ( - ), somnabulisme ( - ), akathisia ( - ),
kompulsi( - ), ataksia, hipoaktivitas ( - ), mimikri ( - ), agresi (-),
acting out (-), abulia ( - ), tremor ( - ), ataksia ( - ), chorea ( - ),
distonia ( - ), bradikinesia ( - ), rigiditas otot ( - ), diskinesia ( - ),
convulsi ( - ), seizure ( - ), piromania (-), vagabondage ( - ).

6. Verbalisasi dan cara berbicara

a. Arus pembicaraan* : biasa

b. Produktivitas pembicaraan* : biasa

c. Perbendaharaan* : biasa

d. Nada pembicaraan* : biasa

e. Volume pembicaraan* : biasa

f. Isi pembicaraan* : sesuai

g. Penekanan pada pembicaraan* : Tidak

h. Spontanitas pembicaraan * : Spontan

i. Logorrhea ( - ), poverty of speech ( - ), diprosodi (-), disatria ( - ),


gagap ( - ), afasia ( - ), bicara kacau ( - )

32
7. Emosi

Hidup emosi*: stabilitas (stabil/ tidak), pengendalian (adekuat/tidak


adekuat), echt/unecht, dalam/dangkal, skala diffrensiasi (sempit/luas), arus
emosi (biasa/lambat/cepat).

a. Afek

Afek appropriate/ serasi ( + ), afek in-appropriate/ tidak serasi( -


), afek tumpul ( - ), afek yang terbatas ( - ), afek datar ( - ), afek
yang labil ( - ).

b. Mood

Mood eutimik ( + ), mood disforik ( - ),mood yang meluap-luap


(expansive mood) ( - ), mood yang iritabel ( - ), mood yang labil
(swing mood) ( - ), mood meninggi (elevated mood/ hipertim) (-), (
-),euforia ( - ), ectasy ( - ), mood depresi (hipotim) ( - ),
anhedonia ( - ), dukacita ( - ), aleksitimia ( - ), elasi ( - ),
hipomania ( - ), mania( - ), melankolia( - ), La belle indifference (
-), tidak ada harapan ( - ).

c. Emosi lainnya

Ansietas ( - ), free floating-anxiety ( - ), ketakutan ( - ), agitasi ( -


), tension (ketegangan) ( - ), panic ( - ), apati ( - ), ambivalensi ( -
), abreaksional ( - ), rasa malu ( - ), rasa berdosa/ bersalah( - ),
kontrol impuls ( - ).

d. Gangguan fisiologis yang berhubungan dengan mood

Anoreksia ( - ), hiperfagia ( - ), insomnia ( - ), hipersomnia ( - ),


variasi diurnal ( - ), penurunan libido ( - ), konstispasi ( - ),
fatigue ( - ), pica ( - ), pseudocyesis ( - ), bulimia ( - ).

8. Pikiran/ Proses Pikir (Thinking)

a. Kecepatan proses pikir (biasa/cepat/lambat)

33
b. Mutu proses pikir (jelas/tajam)

9. Gangguan Umum dalam Bentuk Pikiran

Gangguan mental ( - ), psikosis ( - ), tes realitas ( terganggu/ tidak ),


gangguan pikiran formal ( - ), berpikir tidak logis (-), pikiran autistik ( - ),
dereisme ( - ), berpikir magis ( - ), proses berpikir primer ( - ).

10. Gangguan Spesifik dalam Bentuk Pikiran

Neologisme (-), word salad (-), sirkumstansialitas ( - ), tangensialitas ( - ),


inkohenrensia ( - ), perseverasi ( -), verbigerasi ( - ), ekolalia ( - ),
kondensasi (-), jawaban yang tidak relevan (-), pengenduran asosiasi ( - ),
derailment ( - ), flight of ideas ( - ), clang association ( - ), blocking ( - ),
glossolalia ( - ).

11. Gangguan Spesifik dalam Isi Pikiran

a. Kemiskinan isi pikiran ( - ), Gagasan yang berlebihan ( - )

b. Delusi/ waham

Waham bizarre ( - ), waham tersistematisasi ( - ), waham yang


sejalan dengan mood ( - ), waham yang tidak sejalan dengan mood
( - ), waham nihilistik ( - ), waham kemiskinan ( - ), waham
somatik ( - ), waham persekutorik ( - ), waham kebesaran ( - ),
waham referensi ( - ), though of wiTHPrawal ( - ), though of
broadcasting ( - ), though of insertion ( - ), though of control ( - ),
Waham cemburu/ waham ketidaksetiaan ( - ), waham
menyalahkan diri sendiri ( - ), erotomania ( - ), pseudologia
fantastika ( - ),waham agama (-).

c. Idea of reference

Preokupasi pikiran (-), egomania (-), hipokondria ( - ), obsesi ( - ),


kompulsi ( - ), koprolalia ( - ), hipokondria ( - ), obsesi ( - ),
koprolalia ( - ), fobia (- ) noesis ( - ), unio mystica ( - )

34
12. Persepsi

a. Halusinasi

Non patologis: Halusinasi hipnagogik ( - ), halusinasi


hipnopompik ( - ), Halusinasi auditorik ( - ), halusinasi visual ( - ),
halusinasi olfaktorik ( - ), halusinasi gustatorik ( - ), halusinasi
taktil ( - ), halusinasi somatik ( - ), halusinasi liliput ( - ),
halusinasi sejalan dengan mood ( - ), halusinasi yang tidak sejalan
dengan mood ( - ), halusinosis ( - ), sinestesia ( - ), halusinasi
perintah (command halusination), trailing phenomenon ( - ).

b. Ilusi ( - )

c. Depersonalisasi ( - ), derealisasi ( - )

13. Mimpi dan Fantasi

a. Mimpi : -

b. Fantasi : -

14. Fungsi kognitif dan fungsi intelektual

a. Orientasi waktu (baik/ terganggu), orientasi tempat (baik/


terganggu), orientasi personal (baik/ terganggu), orientasi situasi
(baik/ terganggu).

b. Atensi (perhatian) ( - ), distractibilty ( - ), inatensi selektif ( - ),


hipervigilance ( - ), dan lain-lain

c. Konsentrasi (baik/terganggu), kalkulasi (baik/terganggu),

d. Memori (daya ingat) : gangguan memori jangka lama/ remote ( - ),


gangguan memori jangka menengah/ recent past ( - ), gangguan
memori jangka pendek/ baru saja/ recent (- ), gangguan memori
segera/ immediate ( - ), Amnesia ( - ), konfabulasi ( - ), paramnesia
( - ), sulit dinilai (-).

35
e. Luas pengetahuan umum: baik/ terganggu/ sulit dinilai

f. Pikiran konkrit : baik/ terganggu/ sulit dinilai

g. Pikiran abstrak : baik/ terganggu/ sulit dinilai

h. Kemunduran intelek : (Ada/ tidak), Retardasi mental (-), demensia


(-), pseudodemensia ( - ).

15. Dicriminative Insight*

a. Derajat I (penyangkalan)

b. Derajat II (ambigu)

c. Derajat III (sadar, melemparkan kesalahan kepada orang/ hal lain):

d. Derajat IV ( sadar, tidak mengetahui penyebab)

e. Derajat V (tilikan intelektual)

f. Derajat VI (tilikan emosional sesungguhnya)

16. Discriminative Judgement : tidak terganggu

VI. Pemeriksaan Laboratorium dan diagnostik khusus lainnya

Tes urin

VII. Ikhtisar Penemuan Bermakna

Telah diperiksa pasien Janatul Firdaus, agama Islam, suku bangsa


Minangkabau, pendidikan terakhir SMP, sudah menikah. Pasien datang bersama
kakak kandungnya ke poliklinik dewasa RSJ Prof HB Saanin Padang pada tanggal
13 Februari 2019 untuk konsultasi dan berobat kepada dokter spesialis kesehatan
jiwa. Menurut keterangan pasien, pasien awalnya dibawa ke poliklinik jiwa
karena terlihat sering melamun, susah makan, dan sulit tidur. Pasien sendiri

36
mengaku bahwa tujuan berobatnya karena ingin terlepas dari ketergantungan zat
berupa eksimer yang sudah dikonsumsi sejak tahun 2015. Awalnya pasien
menolak dan cemas saat diajak keluarga untuk konsultasi dengan dokter. Pasien
bercerita jika dirinya diperkenalkan eksimer oleh temannya pada tahun 2015. Saat
itu pasien merantau ke Tangerang untuk bekerja karena putus sekolah. Sekitar 2
bulan menetap di Tangerang, teman pasien semakin bertambah dan ditawarkan
eksimer yang saat itu teman pasien menyampaikan itu adalah obat penguat badan.
Pasien mengaku merasa lebih tenang dan lelahnya hilang. Pasien mengaku tidak
memiliki masalah lain sebelumnya dan mengonsumsi eksimer semata-mata hanya
untuk menambah semangatnya dalam keseharian. Pasien mengkonsumsi 1 tablet
eksimer sehari, terkadang 2 atau 3 tablet bila pasien tidak ada kegiatan atau
merasa efek 1 tablet kurang. Pasien mendapatkan pasokan eksimer dari temannya.
Pasien sudah lama ingin berhenti, tetapi sulit karena merasa sudah ketergantungan
dan adanya pasokan terus menerus dari teman dan lingkungan sekitarnya. Pasien
mengkonsumsi eksimer terakhir kali pada Senin tanggal 11 Februari 2019 karena
ketahuan oleh keluarganya. Pasien merasa badannya sakit-sakitan dan pegal
karena berhenti konsumsi eksimer. Pasien mengalihkan keluhannya dengan pergi
berjalan-jalan keluar rumah.

Pada pemeriksaan status mental, didapatkan pasien dengan penampilan


rapi, biasa, dan berpakaian sesuai gender, sikap saat wawancara kooperatif dan
terbuka, psikomotor normoaktif, arus pembicaraan biasa, produktivitas biasa,
perbendaharaan biasa, nada biasa, volume biasa, isi pembicaraan sesuai,
penekanan pada pembicaraan tidak ada, spontanitas ada; kontak psikis dapat
dilakukan, wajar dan lama; orientasi baik; afek appropriate; mood eutimik; proses
pikir pasien koheren, isi pikiran tidak ada waham, persepsi tidak ada halusinasi.
Discriminative insight pasien derajat V, dan discrimintaive judgement tidak
terganggu.Pada pemeriksaan internus dan neurologis tidak terdapat kelainan.
Pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan analisis urin untuk memastikan
zat psikoaktifnya.

37
VIII. Formulasi Diagnosis

1. Diagnosis Multiaksial

- Aksis I : F19.2.24 Gangguan Mental dan Perilaku Akibat


Penggunaan Zat Multipel dan Penggunaan Zat Psikoaktif Lainnya,
sindrom ketergantungan kini sedang menggunakan zat

- Aksis II : Z03.2 Tidak ada diagnosis

- Aksis III : Tidak ada diagnosis

- Aksis IV : Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial

- Aksis V : GAF 80-71

2. Diagnosis Banding Axis I

__________________________________________

IX. Daftar Masalah

1. Organobiologik

Tidak ada masalah.

2. Psikologis

Tidak ada masalah

3. Lingkungan dan psikososial

Tidak ada masalah

38
X. Penatalaksanaan

1. Farmakoterapi :

a. Fluoxetin 1x10 mg

b. Lorazepam 1x0,5 mg

2. Psikoterapi

Kepada pasien :

- Psikoterapi suportif

Memberikan dukungan, kehangatan, empati, dan optimistic kepada


pasien, membantu paein mengidentifikasi dan mengekspresikan
emosinya.

- Psikoedukasi

Membantu pasien untuk mengetahui lebih banyak mengenai


gangguan yang dideritanya, diharapkan pasien mempunyai
kemampuan yang semakiin efektif untuk mengenali gejala,
mencegah munculnya gejala, dan segera mendapatkan pertolongan.
Menjelaskan kepada pasien untuk menyadari bahwa obat merupakan
kebutuhan bagi dirinya agar sembuh.

Kepada keluarga :

- Psikoedukasi

Memberikan penjelasan yang bersifa komunikatif, informatif, dan


edukatif tentang penyakit pasien (penyebab, gejala, hubungan antara
gejala dan penyakit, perjalanan penyakit, serta prognosis). Pada
akhirnya, diharapkan keluarga bisa mendukung proses penyembuhan
dan mencegah kekambuhan.

39
- Terapi

Memberi penjelasan mengenai terapi yang diberikan pada pasien


(kegunaan obat terhadap gejala pasien dan efek samping yang
mungkin timbul pada pengobatan). Selain itu, juga ditekankan
pentingnya pasien kontrol dan minum obat teratur.

XI. Prognosis

1. Quo et vitam : bonam

2. Quo et fungsionam : bonam

3. Quo et sanctionam : dubia ad bonam

XII. DISKUSI/ANALISIS KASUS

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, di mana


ditemukan riwayat konsumsi zat psikoaktif berupa eksimer atau Tryhexilphenydil
yang sudah berlangsung sejak tahun 2015 hingga 2 hari sebelum pasien datang ke
RSJ Prof. HB Saanin. Selain itu juga dapat diketahui pasien sudah mengalami
sindrom ketergantungan zat karena sulit berhenti dan merasa badannya pegal dan
sakit bila tidak mengkonsumsi THP. Hal ini disebabkan karena penyalahgunaan
THP akan melibatkan dopamin mesolimbik sebagai target utamanya. Zat adiktif
dapat meningkatkan dopamine 2 hingga 10 kali lipat lebih banyak dari kondisi
fisiologisnya sehingga muncul efek reward dan euforia pada pemakai. Pada orang
yang telah teradiksi oleh suatu zat, atak beradaptasi dengan cara mengurangi
produksi dopamine dan membuat reseptor dopamine tidak sensitif sehingga
pemakai harus menambah dosis zat yang digunakan agar mendapatkan efek yang
sama seperti di awal. Pada pasien juga dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
urin untuk memastikan dan mencocokkan zar psikoaktif yang sedang dikonsumsi.

Pada pasien diberikan Fluoxetin 1x10 mg dan Lorazepam 1x0,5 mg.


Fluoxetin merupakan antidepresan golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake
Inhibitor) yang bekerja menghambat reuptake serotonin. Alhasil akan terjadi
peningkatan neurptransmisi oleh serotonin sehingga menimbulkan efek

40
antidepresan. Selain itu juga berperan pada dinamik dopamine yang menyebabkan
peningkatan pelepasan dopamin. Lorazepam merupakan golongan
bennzodiazepine. Loraxepam bekerja dengan berikatan pada resptor
benzodiazepine pada ligan GABA-A yang merupakan gerbang kompleks sakuran
klorida dan meningkatkan efek inhibitor GABA, serta menghambat aktivitas
neuronal di amigdala yang bermanfaat untuk gangguan ansietas. Terapi non
farmakologis berupa psikoterapi suportif dan psikoedukasi juga memiliki peranan
yang penting pada pasien terutama agar pasien mengetahui tentang kondisi yang
dialaminya dan bagaimana hendaknya menghadapi dan menyelesaikan kasusnya
untuk keadaan yang lebih baik ke depannya.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Azmiyati SR. Gambaran penggunaan napza pada anak jalanan di Kota


Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2014;9(2):137-43.
2. Sholihah Q. Efektivitas Program P4GN Terhadap Pencegahan
Penyalahgunaan NAPZA. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2015 Jan
1;10(2):153-9.
4. Amriel RI. Psikologi kaum muda pengguna narkoba. Penerbit Salemba;
2008.
5. Priescisila IR, Mahmudah M. Hubungan Faktor Lingkungan dengan
Penggunaan Trihexyphenidyl pada Remaja di BNN Kota Surabaya. Jurnal
Biometrika dan Kependudukan. 2017 Sep 7;5(1):70-9.
6. Jilani TN, Sharma S. Trihexyphenidyl. InStatPearls [Internet] 2018 Aug 14.
StatPearls Publishing.
7. Wijono R, Nasrun MW, Damping CE. 2013. Gambaran dan Karakteristik
Penggunaan Triheksifenidil pada Pasien yang Mendapat Terapi
Antipsikotik. Journal Indoenesan Medical Association. Vol. 63, No.1.

8. Kaminer, Y., Munitz, H., dan Wijsenbeek, H. Trihexyphenidyl (Artane)


Abuse: Euphoriant and Anxiolytic. Brit. J. Psychiat. (1982),
140, 473-474. Diakses
dari:http://bjp.rcpsych.org/content/bjprcpsych/140/5/473.full.pdf

9. Chou, K. Diagnosis and Management of the Patient with Tremor. Medicine


and Health Rhode Island vol. 87 No. 5 May 2004.
Diakses dari: http://med.brown.edu/neurology/articles/kc13504.pdf

10. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of


mental disorders (5th ed.). Arlington, 2013.VA: American Psychiatric
Publishing.

11. Hawari,D.2009. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Napza.Balai


Penerbitan FKUI,Jakarta

12. Stahl, S. M., & Grady, M. M. (2014). Stahl's essential


psychopharmacology: The prescriber's guide (5th ed.). Cambridge, UK ;
New York: Cambridge University Press.

42
43

Anda mungkin juga menyukai