NASKAH PSIKIATRI
F19.2.24 Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Multipel dan
Penggunaan Zat Psikoaktif Lainnya, sindrom ketergantungan kini sedang
menggunakan zat
Oleh.
Preseptor:
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
Jenis narkoba yang paling banyak digunakan adalah jenis ganja, sabu, dan
ekstasi. Tidak hanya jenis itu saja, jenis pil koplo (trihexyphenidyl) juga banyak
dikonsumsi oleh kalangan pelajar karena harganya yang murah dan dapat
dijangkau oleh kalangan pelajar. Selain itu efek mabuk juga membuat remaja
memilih menggunakan trihexyphenidyl. Namun, untuk mendapatkan efek tersebut
dengan cara menambahkan dosis melebihi anjuran yang disarankan atau yang
2
disebut dengan penyalahgunaan obat 3. Data rekapitulasi BNN Kota Surabaya
juga menunjukkan dari bulan Januari hingga Agustus 2015 terdapat 282 orang
menjadi pengguna narkoba dengan pengguna trihexyphenidyl sebesar 54,0 persen.
Pengguna sabu sebesar 16,3 persen, ganja 11,7 persen dan narkoba jenis lain
sebesar 18 persen. Selain itu data tersebut juga menginformasikan bahwa usia
pengguna narkoba yang berusia 10-20 tahun sebanyak 41,5 persen adalah pelajar4.
3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan obat Trihexyphenidyl?
2. Bagaimana obat Trihexyphenidyl dapat mengakibatkan adiksi?
3. Bagaimana obat Trihexyphenidyl dapat mengakibatkan gangguan mental
perilaku (GMP)?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengidentifikasi indikasi, kontraindikasi, efek samping terkait
obat Trihexyphenidyl.
2. Untuk mengetahui adiksi di masyarakat yang disebabkan oleh obat
Trihexyphenidyl.
3. Untuk mengetahui gangguan mental dan perilaku (GMP) yang
diakibatkan oleh obat Trihexyphenidyl.
1.4 Manfaat
1. Meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dokter muda tentang
gangguan mental dan perilaku (GMP) terkait Trihexyphenidyl.
2. Menambah kajian ilmiah mengenai gangguan mental dan perilaku (GMP)
terkait Trihexyphenidyl.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Trihexyphenidyl
5
postnatal. Potensi risiko untuk manusia belum diketahui. Trihexyphenidyl
sebaiknya tidak digunakan selama kehamilan kecuali jelas diperlukan.
3. Menyusui: Tidak diketahui apakah trihexyphenidyl diekskresikan dalam
ASI. Bayi mungkin sangat sensitif terhadap efek dari obat antimuskarinik.
Semua golongan psikotropika dihindari bagi ibu yang menyusui karena
diasumsikan dapat disekresi di ASI. Trihexyphenidyl sebaiknya dihentikan
selama menyusui atau menggunakan PASI apabila harus tetap memakai
trihexyphendyl.
4. Gangguan hipertensi, jantung, hati atau ginjal tidak kontraindikasi, tetapi
pasien tersebut harus dipantau. Trihexyphenidyl dapat menimbulkan atau
memperburuk tardive dyskinesia, tidak dianjurkan untuk digunakan pada
pasien dengan kondisi ini.
5. Trihexyphenidyl harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
glaukoma, myasthenia gravis, penyakit obstruksi dari saluran gastro-
intestinal atau genitourinari, dan pada laki-laki tua dengan kemungkinan
hipertrofi prostat.
6. Lansia : Pasien lebih dari 65 tahun cenderung relatif lebih sensitif dan
memerlukan dosis yang lebih kecil. Anak-anak: Tidak dianjurkan.
6
Dengan mengkonsumsi dosis rata-rata harian yaitu 30-40 mg, pasien pecandu
sempat mendeskripsikan efek dari trihexyphenidyl ini antara lain anxiolitik,
membuat perasaan menjadi euphoria dan juga gangguan tidur. Tidak jarang juga
pasien mengalami halusinasi auditorik dan bertingkah kasar dan agresif jika
keinginannya tidak didapat seperti misalnya berkeringat secara berlebihan hingga
sampai mengancam untuk mencelakakan entah diri sendiri maupun orang lain.8
7
2.1.7 Adiksi dan Penyalahgunaan THP
8
orang usia 60 tahun, pasien dengan riwayat kebingungan akibat sedatif, pasien
dengan arteriosklerotik parkinsonisme, dan pada penyalahguna narkoba.
9
sehingga menimbulkan gangguan fungsi sosial atau okupasional. Pola
penggunaan zat yang bersifat patologik dapat berupa intoksikasi sepanjang hari,
terus menggunakan zat tersebut walaupun penderita mengetahui dirinya sedang
menderita sakit fisik berat akibat zat tersebut, atau adanya kenyataan bahwa ia
tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa menggunakan zat tersebut. Gangguan
yang dapat terjadi adalah gangguaan fungsi sosial yang berupa ketidakmampuan
memenuhi kewajiban terhadap keluarga atau kawan-kawannya karena perilakunya
yang tidak wajar, impulsif, atau karena ekspresi perasaan agresif yang tidak wajar.
Dapat pula berupa pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas akibat
intoksikasi, serta perbuatan kriminal lainnya karena motivasi memperoleh uang.
Ketergantungan zat, merupakan suatu bentuk gangguan penggunaan zat yang pada
umunya lebih berat. Terdapat ketergantungan fisik yang ditandai dengan adanya
toleransi atau sindroma putus zat. Toleransi adalah peningkatan dosis zat yang
diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan
dosis lebih rendah.
Pil double L atau yang dikenal dengan pil lele, pil anjing, pil LL ini
mengandung salah satu obat anti kolinergik yaitu trihexyphenidyl.
Trihexyphenidyl umum digunakan pada dunia medis untuk mengatasi gejala
parkinsonism. Penyalahgunaan zat ini kadang kurang diwaspadai oleh petugas
kesehatan karena sampai sekarang obat ini masih dijual bebas meskipun obat ini
termasuk psikotropika golongan 4 yang semestinya harus menggunakan resep
dokter.9
2.2.2 Patofisiologi
10
dalam hidupnya terabaikan. Pengaktifan pusat sistem reward, membuat
penggunanya euforia, dan biasa disebut “high”.10
Pada orang yang telah teradiksi oleh suatu zat, otak beradaptasi dengan
cara mengurangi produksi dopamine atau membuat reseptor dopamine menjadi
tidak sensitif. Adaptasi ini menyebabkan dopamine kehilangan efek di nukleus
accumbens (reward system) sehingga tidak didapatkan efek yang sama seperti
pada awal pemakaian. Hal ini menyebabkan pemakai menambah dosis zat yang
digunakan agar mendapatkan efek yang sama seperti pada dosis rendah. Apabila
pemakaian obat terus-menerus dilakukan maka otak akan menyesuaikan
kondisinya dimana keadaan equilibrium tercapai apabila obat tersebut sedang
digunakan. Gejala putus zat (wiTHPrawal) akan muncul ketika obat tersebut tidak
dikonsumsi.
a. Gejala Intoksikasi
Suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan zat sehingga dapat
terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau
fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. Intensitas intoksikasi akan berkurang
dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya akan menghilang bila tidak
11
terjadi penggunaan zat. Gejala intoksikasi pada pasien yang menggunakan THP
antara lain:13
- Cardiac arrest
- Depresi nafas
- Psikosis
- Syok
- Koma
- Kejang
- Ataksia
- Hipertermia
- Disfagia
- Penurunan bising usus
- Anhidrosis
b. Gejala Putus Zat
Penghentian penggunaan THP pada pemakai yang telah mengonsumsi
THP dalam jangka panjang dapat menimbulkan gejala putus zat dan
cholinergic rebound. Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh FDA sejak
tahun 1977 melibatkan 2.340 pasien dengan gejala putus zat THP ditemukan
beberapa gejala yang muncul pada penderita :
- Myalgia
- Kram otot
- Diaforesis
- Gastrointestinal distress
- Letargi
- Takikardi
- Hipotensi ortostatik
- Halusinasi
- Relaps / eksaserbasi EPS
12
2.2.4 Kriteria Diagnosis
1. Teknik Wawancara
Wawancara dapat dilakukan secara alloanamnesis maupun
autoanamnesis. Urutan pelaksanaannya dapat dilakukan alloanamnesis
terlebih dahulu atau sebaliknya dan dapat juga bersamaan tergantung situasi
dan kondisi.
13
- Pasien dapat bersikap tertutup
Apabila pasien sudah bersikap terbuka, anamnesis mengenai penggunaan
obat psikotropika yang dipakai harus digali lebih dalam meliputi:
- Lamanya pemakaian
- Dosis,Frekuensi dan cara pemakaian
- Cara mendapatkan THP
- Riwayat/gejala intoksikasi/gejala putus zat
- Alasan penggunaan
b. Taraf Fungsi Sosial
- Riwayat pendidikan
- Latar belakang kriminal
- Status keluarga
- Kegiatan sosial lain
c. Evaluasi keadaan psikologi
- Keadaan emosi
- Kemampuan pengendalian impuls
- Kemungkinan tindak kekerasan,bunuh diri
- Riwayat perawatan terdahulu
2.2.5 Pemeriksaan
A. Fisik
14
Perhatikan terutama : kesadaran, pernafasan, tensi, nadi, tanda-tanda
kejang, nyeri pada otot, keringat, penurunan bising usus.
B. Psikiatrik
derajat kesadaran
daya nilai realitas
gangguan pada alam perasaan (misal cemas, gelisah, marah, emosi
labil, sedih,depresi, euforia)
gangguan pada proses pikir (misalnya waham, curiga, paranoid,
halusinasi)
gangguan pada psikomotor (hipperaktif/ hipoaktif, agresif
gangguan pola tidur, sikap manipulatif dan lain-lain)
2.2.6 Tatalaksana
Pada pemakai yang masih menggunakan THP dan ingin berhenti dapat
kita tawarkan untuk tapering down, namun pada beberapa pemakai yang sudah
overdosis, kita harus mampu mengatasi overdosis akut THP dengan terapi
simptomatik dan terapi supportive, seperti kumbah lambung yang dapat
mengurangi absorpsi dari THP yang berlebihan, dan jika didapatkan eksitasi CNS
dapat diberikan dosis rendah diazepam atau barbiturat short-acting. Terapi
supportive diberikan dengan melihat klinis pasien, seperti alat bantu nafas atau
obat vasopressor dapat membantu jika terdapat tanda-tanda distress nafas. Suhu
tubuh dan keseimbangan asam basa pada tubuh pasien harus diobservasi secara
rutin, dan jika terdapat hiperpirexia dapat dilakukan pemasangan infus dan
observasi produksi urin.
15
BAB 3
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : JF
Usia : 19 tahun
Agama : Islam
Usia : 37 tahun
Pendidikan : S1
16
Keakraban dengan pasien : Akrab
1. Pasien datang ke fasilitas kesehatan ini atas keinginan (lingkari pada huruf yang
sesuai)
a. Sendiri
b. Keluarga
c. Polisi
d. Jaksa/ Hakim
e. Dan lain-lain
2. Sebab Utama
3. Keluhan Utama
17
4. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
Selain itu pasien juga pernah mencoba sabu yang dihisap, tetapi pasien
merasa kurang cocok dan tidak dilanjutkan. Pasien pernah minum bir sejak
sebelum mengkonumsi eksimer. Pasien tidak pernah menggunakan obat suntik.
Pada tahun 2019, keluarga pasien mengetahui bahwa pasien pernah
mengkonsumsi eksimer dan menyarankan pada pasien untuk berobat dan
konsultasi ke dokter untuk membantu menghilangkan ketergantungan zat.
Tidak ada riwayat kejang, trauma kepala dan penyakit metabolik sebelumnya
18
c. Riwayat Penggunaan NAPZA
6. Riwayat Keluarga
19
Perfeksionis ( - ), Dramatisasi ( - ), Pencuriga ( - ), Pencemburu ( - ),
Egois ( - ), Penakut ( - ), Tak bertanggung jawab ( - ), Perhatian ( + ).
c.Saudara
d. Urutan bersaudara
1 Baik Akrab
2 Baik Akrab
3 Baik Akrab
4 Baik Akrab
5 Baik Akrab
6 Baik Akrab
20
f. Orang lain yang tinggal di rumah pasien dengan gambaran sikap dan
tingkah laku dan bagaimana pasien dengan mereka. Tidak ada
Anggota Kebiasaan-
Penyakit Jiwa Penyakit Fisik
Keluarga kebiasaan
Bapak - - -
Ibu - - Hipertensi
Saudara 1 - - -
2 - - -
3 - - -
4 - - -
5 - - -
6 - - -
Dan lain-lain - - -
h. Skema Pedegree
21
Riwayat tempat tinggal yang pernah didiami pasien:
Keadaan Rumah
No Rumah tempat tinggal
Tenang Cocok Nyaman Tidak Nyaman
1. Rumah Orang Tua + + + -
- Keadaan melahirkan :
22
3. Simtom-simtom sehubungan dengan problem perilaku yang dijumpai
pada masa kanak-kanak, misalnya: mengisap jari ( - ), ngompol ( + ),
BAB di tempat tidur ( - ), night teror ( - ), temper tantrum ( - ), gagap ( - ),
tik (- ), masturbasi ( - ), mutisme selektif ( - ), dan lain-lain.
7. Masa Sekolah
23
9. Riwayat Pekerjaan
Umur : 19 tahun
Suku : Jawa
Kebangsaan :Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
24
hubungan suami istri : sering, sesekali, tidak pernah. Kelainan
hubungan seksual ( - ).
- Kehidupan rumah tangga : rukun ( + ), masalah rumah tangga ( ),
- Keuangan : kebutuhan sehari-hari terpenuhi (+), pengeluaran dan
pendapatan seimbang ( ), dapat menabung ( ).
- Mendidik anak : suami istri bersama-sama ( + ), istri saja ( ), suami
saja ( ), selain orang tua sebutkan
a. Tempat tinggal : rumah sendiri (-), rumah kontrak (-), rumah susun(-),
apartemen (-), rumah orang tua (+), serumah dengan mertua (-), di
asrama (-) dan lain-lain (-).
b. Polusi lingkungan : bising (-), kotor (-), bau (-), ramai (+) dan lain-
lain.
Skizoid Emosi dingin ( - ), tidak acuh pada orang lain ( - ), perasaan hangat
atau lembut pada orang lain(-), peduli terhadap pujian maupun
kecaman ( - ), kurang teman ( - ), pemalu ( - ), sering melamun ( - ),
kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual (-), suka
aktivitas yang dilakukan sendiri ( - )
25
kritik ( - ), meragukan kesetiaan orang lain ( - ), secara intensif
mencari-cari kesalahan dan bukti tentang prasangkanya ( - ), perhatian
yang berlebihan terhadap motif-motif yang tersembunyi ( -), cemburu
patologik ( - ), hipersensifitas (-), keterbatasan kehidupan afektif ( - ).
Dissosial Tidak peduli dengan perasaan orang lain ( - ), sikap yang amat tidak
bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus ( - ), tidak mampu
mengalami rasa bersalah dan menarik manfaat dari pengalaman ( - ),
tidak peduli pada norma-norma, peraturan dan kewajiban sosial ( - ),
tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama ( - ),
26
iritabilitas ( - ), agresivitas ( - ), impulsif ( - ), sering berbohong ( - ),
sangat cendrung menyalahkan orang lain atau menawarkan
rasionalisasi yang masuk akal, untuk perilaku yang membuat pasien
konflik dengan masyarakat ( - )
Menghindar Perasaan tegang dan takut yang pervasif ( - ), merasa dirinya tidak
mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain ( - ),
kengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali merasa yakin
disukai (-), preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan
dalam situasi sosial (-), menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan
yang banyak melibatkan kontak interpersonal karena takut dikritik,
tidak didukung atau ditolak.
27
diri sendiri (-), takut ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya (-)
28
11. Riwayat agama
Pasien berharap yang terbaik untuk diri dan keluarga, tidak ketergantungan
lagi. Agar ke depannya condong ke arah yang lebih baik.
2. Kesadaran : composmentis
29
4. Nadi : 76x/menit, kuat angkat, reguler
6. Suhu : 36,5°C
8. Berat Badan : 48 kg
10. Sistem Kardiovaskuler: bunyi jantung reguler, murmur (-), gallop (-)
11. Sistem Respiratorik : suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)
1. GCS : E4M6V5
f. Keseimbangan : baik
555 555
30
555 555
i. Sensorik : baik
1. Keadaan Umum
2. Penampilan
3. Kontak psikis
4. Sikap
31
selalu menghindar ( - ), berhati-hati ( - ), dependen ( - ), infantil ( - ),
curiga ( - ), pasif ( - ), dan lain-lain.
c. Perbendaharaan* : biasa
32
7. Emosi
a. Afek
b. Mood
c. Emosi lainnya
33
b. Mutu proses pikir (jelas/tajam)
b. Delusi/ waham
c. Idea of reference
34
12. Persepsi
a. Halusinasi
b. Ilusi ( - )
c. Depersonalisasi ( - ), derealisasi ( - )
a. Mimpi : -
b. Fantasi : -
35
e. Luas pengetahuan umum: baik/ terganggu/ sulit dinilai
a. Derajat I (penyangkalan)
b. Derajat II (ambigu)
Tes urin
36
mengaku bahwa tujuan berobatnya karena ingin terlepas dari ketergantungan zat
berupa eksimer yang sudah dikonsumsi sejak tahun 2015. Awalnya pasien
menolak dan cemas saat diajak keluarga untuk konsultasi dengan dokter. Pasien
bercerita jika dirinya diperkenalkan eksimer oleh temannya pada tahun 2015. Saat
itu pasien merantau ke Tangerang untuk bekerja karena putus sekolah. Sekitar 2
bulan menetap di Tangerang, teman pasien semakin bertambah dan ditawarkan
eksimer yang saat itu teman pasien menyampaikan itu adalah obat penguat badan.
Pasien mengaku merasa lebih tenang dan lelahnya hilang. Pasien mengaku tidak
memiliki masalah lain sebelumnya dan mengonsumsi eksimer semata-mata hanya
untuk menambah semangatnya dalam keseharian. Pasien mengkonsumsi 1 tablet
eksimer sehari, terkadang 2 atau 3 tablet bila pasien tidak ada kegiatan atau
merasa efek 1 tablet kurang. Pasien mendapatkan pasokan eksimer dari temannya.
Pasien sudah lama ingin berhenti, tetapi sulit karena merasa sudah ketergantungan
dan adanya pasokan terus menerus dari teman dan lingkungan sekitarnya. Pasien
mengkonsumsi eksimer terakhir kali pada Senin tanggal 11 Februari 2019 karena
ketahuan oleh keluarganya. Pasien merasa badannya sakit-sakitan dan pegal
karena berhenti konsumsi eksimer. Pasien mengalihkan keluhannya dengan pergi
berjalan-jalan keluar rumah.
37
VIII. Formulasi Diagnosis
1. Diagnosis Multiaksial
__________________________________________
1. Organobiologik
2. Psikologis
38
X. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi :
a. Fluoxetin 1x10 mg
b. Lorazepam 1x0,5 mg
2. Psikoterapi
Kepada pasien :
- Psikoterapi suportif
- Psikoedukasi
Kepada keluarga :
- Psikoedukasi
39
- Terapi
XI. Prognosis
40
antidepresan. Selain itu juga berperan pada dinamik dopamine yang menyebabkan
peningkatan pelepasan dopamin. Lorazepam merupakan golongan
bennzodiazepine. Loraxepam bekerja dengan berikatan pada resptor
benzodiazepine pada ligan GABA-A yang merupakan gerbang kompleks sakuran
klorida dan meningkatkan efek inhibitor GABA, serta menghambat aktivitas
neuronal di amigdala yang bermanfaat untuk gangguan ansietas. Terapi non
farmakologis berupa psikoterapi suportif dan psikoedukasi juga memiliki peranan
yang penting pada pasien terutama agar pasien mengetahui tentang kondisi yang
dialaminya dan bagaimana hendaknya menghadapi dan menyelesaikan kasusnya
untuk keadaan yang lebih baik ke depannya.
41
DAFTAR PUSTAKA
42
43