Anda di halaman 1dari 9

Tugas Praktikum Farmakologi

Nama: Febelina Hermin Idjie


NIM : 2006625623

1. Apa perbedaan idiosikrasi dan species difference pada pemberian morfin? Idiosinkrasi merupakan efek
obat yang terjadi pada individu tertentu tetapi berbeda dengan efek yang terjadi umumnya (pada species
yang sama) disebabkan kelainan genetik. Species difference merupakan efek obat yang timbul pada
species yang satu berbeda dengan species lain.

2. Apa yang dimaksud dengan “gejala trias” pada keracunan akut morfin? -

Depresi pernapasan. Terjadi secara primer dan berkesinambung berdasarkan efek langsung terhadap pusat
napas di batang otak.

-Pint point pupil. Miosis terjadi karena perangsangan pada reseptor µ dan K (perangsangan pada segmen
nuclei saraf occulomotor N. III).

-Koma. Efek lanjutan dari efek morfin pada susunan saraf pusat.

3. Mengapa morfin hanya diindikasikan pada nyeri hebat misalnya kolik ginjal, kanker dan pasca bedah?
karena adanya efek adiktif dan efek samping yang berbahaya bagi penggunanya serta memiliki
intoksikasi yang hebat.

4. Apa perbedaan antagonis murni dan antagonis parsial morfin? Antagonis murni: obat yang mempunyai
efek antagonis terhadap semua reseptor morfin (inhibisi). Antagonis parsial: obat yang selain mempunyai
pengaruh sebagai antagonis reseptor morfin tapi juga dapat berpengaruh sebagai agonis morfin.

5. Apakah yang dimaksud dengan morfin endogen? Berikan contoh dan jelaskan fungsinya? Morfin
endogen adalah suatu jenis peptide yang terdapt pada otak dan pada jaringan lain yang terikat pada
reseptor opioid. Fungsi morfin endogen adalah dalam transmisi saraf walaupun mekanisme kerja sebagai
analgesik belum

jelas diketahui. Contoh morfin endogen: enkefalin, endorphin, dinorfin. Tiap jenis berasal dari precursor
polipeptida yang berbeda secara genetik dan memperhatikan distribusi anatomis yang khas.

6. Ada berapa macam reseptor opioid yang anda kenal? Jelaskan peran reseptor-reseptor opioid tersebut!
Ada empat
-Reseptor µ : memeperantarai efek analgesik mirip morfin (euphoria, depresi napas, miosis, penurunan
motilitas saluran cerna).

-Reseptor κ : memperantarai analgesia seperti pentazosin (sedasi serta miosis dan depresi napas tapi tidak
sekuat reseptor µ).

-Reseptor δ : terdapat pada susunan saraf pusat, selektif terhadap enkefalin, berperan penting dalam
timbulnya depresi napas oleh opioid.

-Reseptor ε : sangat selektif terhadap β-endorfin tetapi tidak mempunyai afinitas terhadap enkefalin
Tugah Diskusi
1. Jelaskan arti dan beri contoh
a. Adiksi adalah penyakit otak yang menyebabkan seseorang memiliki ketergantungan atau
kecanduan terhadap zat atau perilaku tertentu
contoh nya adiksi zat seperti alkohol atau benzodiazepine
b. Dependensi atau ketergantungan obat adalah proses konsumsi obat yang dilakukan secara
berulang ulang melebihi aturan pakai dan tak sesuai anjuran dokter.
contoh ketergantungan obat tidur.
c. Drug abuse atau penyalahgunaan obat adalah keadaan dimana seseorang tidak mampu
mengontrol penggunaan obat yang telah diresepkan atau menggunakan zat lain baik yang legal
maupun tidak sehingga mengganggu kemampuan dan fungsi tubuh
contoh dextrometorfan obat batuk yang di salah gunakan sehingga mengganggu fungsi mental
seseorang.
d. Penggunasalahan obat adalah merujuk pada penggunaan obat secara tidak tepat disebabkan
karena pengguna memang tidak tau bagaimana penggunaan obat yang benar.
contoh karena kurangnya pengetahuan pasien, sehingga salah dosis obat.

2. Bahas Tiga variabel yang mempengaruhi terjadinya dan berlanjutnya penyalahgunaan obat
dan adiksi
a. faktor individu, yaitu secara genetik, kepribadian, konflik individu, kesehatan dan gaya hidup
seseorang.
b. Faktor keluarga, yaitu kurangnya kontrol dalam keluarga,nilai disiplin dan tanggung jawab
yang di tanamkan.
c.. Faktor Lingkungan
Pengaruh teman sebaya atau kelompok...
Pengaruh lingkungan yang buruk dan individualistik seperti di kota besar yang tidak peduli
dengan orang sekitarnya

3. Jelaskan fenomena farmakologi terkait adiksi dan penyalahgunaan obat?


obat obatan yang terkait dengan adiksi dan penyalahgunaan obat contohnya obat yang
mengandung zat psikoaktif bekerja mempengaruhi sistem saraf pusat dan mempengaruhi
mood, pikiran, persepsi, perilaku. kelas zat psikoaktifnya antara lain stimulan,opioid,
halusinogen, dan depresan.
Secara farmakologik, pemakaian awal opioid seperti morfin bisa menyebabkan reaksi tidak
enak, mual dan muntah atau bisa juga menyebabkan inner satisfaction yang menyebabkan
pemakaian selanjutnya. pemakaian dosis rendah antara 5-10mg menyebabkan efek analgesia
yang disertai hilangnya fungsi sensorik, eksitasi,depresi napas, miosis, letargi dan apatis.
Sedangkan pemakaian dengan dosis besar 15-20mg menyebabkan tidur cepat, dalam dan
nyenya, napas cepat, miosis dan pin point serta tanda-tanda lainnya yang lebih berat.Absorbsi
morfin sangat bagus melalui saluran cerna, paru mukosa hidung,dan parenteral. masa
kerjanya 4-5 jam.
Gejala putus obatnya menyebabkan rasa nyeri seluruh badan, lakrimasi, tidak bisa tidur,
rinorea, dan banyak berkeringat yang timbul setelah 12 sampai 14 jam pemakaian terakhir.

4. Gejala adiksi dan penanganan khusus alkohol, obat tidur, ecstasy., kokain, nikotin, opioid?
a. Alkohol
Gejala yang muncul berupa gangguan koordinasi otot, mudah tersinggung.,reaksi refleks
menurun, gangguan daya ingat, kerusakan jaringan otak, kelumpuhan, gangguan
jiwa,kerusakan sel hati dan kematian
penanganan khusus:
- Mecari support system, dukungan dari keluarga atau orang terdekat.
- Menerapkan pola hidup sehat, makan makanan bergizi, olahraga rutin, tidur cukup, kelola
stress
-Melakukan kegiatan positif, ikut dalam terapi kelompok.
- Terapi detoksifikasi, konseling dan terapi perilaku.
- Diberikan obat obatan seperti disulfirame
b. Gejala adiksi obat tidur/ Benzodiazepine
Gejala-gejala berikut dalam periode 12 bulan terakhir:
- Menggunakan zat dalam jumlah yang makin lama makin banyak atau waktu penggunaannya
lebih panjang daripada yang dimaksudkan sebelumnya,
- Ada keinginan yang persisten atau upaya yang gagal untuk menurunkan atau menghentikan
penggunaan,
- Menghabiskan banyak waktu dalam aktivitas untuk mendapatkan, menggunakan, atau untuk
pulih dari penggunaan zat,
Craving atau keinginan yang kuat atau dorongan untuk menggunakan zat,
- Penggunaan zat yang berulang menyebabkan kegagalan dalam melakukan kewajiban di
tempat kerja, sekolah, atau rumah (misalnya absen dari tempat kerja atau penurunan kinerja
akibat penggunaan zat; absen, skorsing, atau bahkan dikeluarkan dari sekolah; menelantarkan
anak atau rumah tangganya),
- Tetap meneruskan penggunaan zat, meskipun mengalami masalah yang persisten atau
berulang dalam hubungan sosial atau interpersonal, yang disebabkan atau diperburuk oleh
penggunaan zat
- Tidak mau atau mengurangi berbagai aktivitas sosial, pekerjaan, atau rekreasional penting
akibat penggunaan zat
- Terus menggunakan zat, bahkan dalam situasi yang membahayakan secara fisik (misalnya
ketika sedang mengendarai mobil, mengoperasikan alat berat)
- Terus menggunakan zat, meskipun mengalami masalah fisik dan psikologik persisten atau
berulang, yang disebabkan atau diperburuk oleh penggunaan zat
- Timbulnya toleransi, yang bermanifestasi sebagai
- Meningkatkan jumlah pemakaian untuk mendapatkan efek yang sama dengan sebelumnya,
Efek pemakaian yang semakin menurun dengan penggunaan zat pada dosis yang sama,
Kriteria ini tidak bisa dipergunakan bila penggunaan sedatif, hipnotik, atau ansiolitik
dilakukan dibawah pengawasan dokter.
Penatalaksanaan adiksi benzodiazepine mencakup tiga aspek, yaitu
- Manajemen intoksikasi benzodiazepine adalah identifikasi kegawatdaruratan yang terjadi
dan pemberian tata laksana yang sesuai. Jika terjadi depresi pernapasan atau terdapat risiko
aspirasi, pertimbangkan untuk melakukan intubasi.
Flumazenil adalah antidot untuk intoksikasi benzodiazepine, namun berisiko menimbulkan
paroxysmal supraventricular tachycardia (PSVT) dan kejang, sehingga tidak
direkomendasikan untuk penggunaan rutin pada kasus intoksikasi benzodiazepine
- Penghentian obat dan manajemen akut gejala putus zat,
Penggunaan benzodiazepine dalam jangka panjang tidak bisa dihentikan secara tiba-tiba dan
diperlukan tapering off (penurunan dosis secara bertahap). Kecepatan penurunan berbeda-
beda untuk setiap pasien dan jenis benzodiazepine yang digunakan. Rekomendasi kecepatan
penurunan dosis adalah 10-15% setiap 1-2 minggu. Umumnya proses tapering off bisa
diselesaikan dalam 6-8 minggu, meskipun beberapa pasien membutuhkan waktu lebih lama.
Untuk pasien-pasien yang mengalami adiksi terhadap benzodiazepine yang poten (lorazepam,
clonazepam) atau short acting benzodiazepine (alprazolam, triazolam), direkomendasikan
untuk dilakukan switching ke diazepam dengan dosis yang setara selama beberapa hari untuk
kemudian dilakukan tapering off diazepam
- Penanganan kondisi yang mendasari
Penanganan kondisi yang mendasari terjadinya benzodiazepine use disorder sangat penting
untuk mencegah terjadinya relaps. Penanganan dilakukan dengan pemberian medikamentosa
serta pengembangan strategi mekanisme (coping) melalui psikoterapi dan terapi
nonfarmakologis lainnya.
c. Gejala Adiksi Nikotin
Dalam DSM-5, tobacco use disorder menggantikan istilah lama yakni adiksi nikotin. Kriteria
Diagnosis Tobacco Use Disorder.
Tobacco use disorder didiagnosis jika terdapat pola penggunaan tembakau yang problematik,
menyebabkan gangguan atau distress yang signifikan secara klinis, bermanifestasi sebagai
setidaknya dua dari hal-hal berikut, dalam waktu setidaknya 12 bulan
- Tembakau sering kali dikonsumsi dengan jumlah yang lebih banyak atau dalam waktu yang
lebih lama dari yang dikehendaki.
- Ada keinginan yang persisten atau upaya-upaya untuk mengurangi atau menghentikan
penggunaan tembakau, tapi mengalami kegagalan.
- Sejumlah besar waktu dihabiskan untuk mendapatkan atau melakukan aktivitas yang
diperlukan untuk mendapatkan tembakau.
- Craving, atau keinginan atau dorongan yang kuat untuk menggunakan tembakau.
- Penggunaan tembakau menyebabkan kegagalan untuk melakukan kewajiban di tempat
kerja, sekolah, atau rumah.
- Terus menggunakan tembakau meskipun mengalami masalah sosial atau interpersonal yang
persisten atau berulang yang disebabkan atau diperburuk oleh penggunaan tembakau.
- Berkurangnya aktivitas sosial, pekerjaan, atau rekreasional yang penting akibat penggunaan
tembakau.
- Penggunaan tembakau yang berulang pada situasi-situasi yang berbahaya secara fisik
(misalnya merokok di tempat tidur).
- Tembakau tetap digunakan meskipun mengetahui bahwa dirinya mengalami masalah fisik
atau psikologis yang persisten atau berulang yang disebabkan atau diperburuk oleh
penggunaan tembakau.
- Toleransi, yang didefinisikan sebagai Kebutuhan untuk peningkatan jumlah tembakau untuk
mencapai efek yang sama.Efek yang semakin berkurang dengan penggunaan jumlah yang
sama
- Memenuhi kriteria putus zat untuk tembakau

Kriteria Putus Zat

Kriteria diagnostik gejala putus zat untuk tembakau adalah :


Penggunaan tembakau setiap hari selama setidaknya beberapa minggu
Penghentian mendadak atau penurunan jumlah tembakau, diikuti oleh gejala-gejala berikut
dalam 24 jam :
- Iritabilitas, frustrasi, atau kemarahan

- Kecemasan

- Kesulitan berkonsentrasi

- Peningkatan nafsu makan

- Gelisah

- Mood depresi

- Insomnia

Gejala-gejala pada kriteria 1 dan 2 menimbulkan gangguan atau distress yang signifikan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lainnya
Tanda dan gejala yang muncul bukan disebabkan oleh adanya kondisi medis atau gangguan
psikiatri lainnya.

Penanganan Adiksi Nikotin:


- Intervensi Perilaku
Intervensi perilaku dengan program berhenti merokok diawali dari pembentukan motivasi
individual untuk berhenti. Sesi konseling singkat mengenai akibat rokok, cara, dan manfaat
berhenti merokok secara rutin bisa meningkatkan motivasi pasien untuk berhenti.Intervensi
perilaku bisa dilakukan dalam sesi individual atau dalam bentuk terapi kelompok
Untuk Intervensi farmakoterapi untuk berhenti merokok mencakup nicotine replacement
therapy (NRT), juga obat-obatan yang tidak mengandung nikotin tapi bisa meredakan gejala-
gejala putus zat nikotin.
Media NRT beragam, seperti permen karet, plester yang ditempelkan pada kulit, tablet, atau
bisa dengan semprot mulut atau hidung. Obat-obatan yang bisa digunakan untuk membantu
berhenti merokok adalah bupropion, nortiptilin, dan clonidine.
d. Gejala Adiksi Kokain :
Pada penggunaan yang bersifat kronis, dapat ditemukan gejala psikotik yang jelas. Gejala
psikotik yang dapat ditemukan termasuk paranoid, delusi dan halusinasi. Gejala halusinasi
yang paling sering ditemukan adalah halusinasi taktil dan penurunan fungsi kognitif.
Penanganan adiksi kokain :
dilakukan sesuai dengan fase kecanduan. Penanganan medis terutama diberikan pada fase
akut. Selanjutnya, tata laksana psikiatri diperlukan untuk pasien dapat melepaskan
kecanduannya.
Modalitas tata laksana cocaine use disorder yang utama adalah terapi psikososial dan
perilaku. Terapi psikososial termasuk CBT (cognitive behavioural therapy), terapi berbasis
penguatan komunitas, contingency management, atau kombinasi dari. modalitas tersebut
e. Adiksi Opioid
Penyalahgunaan opioid berbeda-beda tergantung apakah pasien datang dalam tahap
ketergantungan, intoksikasi, atau withdrawal. Pemeriksaan juga dapat berbeda tergantung
rute penggunaan opioid, apakah dihisap atau disuntik,
- Ketergantungan
Pada pemeriksaan dermatologi dapat ditemukan abses, ruam, selulitis, skar, dan tanda
penggunaan jarum berulang. Pada pemeriksaan THT dapat ditemukan perforasi membran
timpani, otitis media, rhinorrhea, ekskoriasi bahkan perforasi septum nasal, epistaksis, atau
laringitis. Pada regio oral dapat ditemukan higienitas buruk, abses, dan masalah gusi.
Pasien dengan ketergantungan akan menunjukkan gejala mirip depresi, misalnya gangguan
tidur, suicidal ideation, atau kurangnya minat.

- Intoksikasi
Pasien intoksikasi dapat datang dengan penurunan kesadaran, mulai dari somnolen hingga
koma. Temuan pemeriksaan fisik lain adalah pupil pin point. Pada pemeriksaan tanda vital
dapat ditemukan penurunan frekuensi pernapasan. Pada kasus yang berat dapat ditemukan
tanda berupa sianosis, bradikardi, dan hipotermia. Pada beberapa kasus dapat terjadi kematian
akibat depresi pernafasan.
Pada kasus intoksikasi juga dapat ditemukan tanda berupa gerakan kepala mengangguk
berulang-ulang, gerakan menggaruk akibat pelepasan histamin, dan penurunan kelopak mata.

- Sindrom Putus Obat


Pasien dengan sindrom putus obat atau withdrawal dapat menunjukkan tanda disorientasi,
agitasi, dan agresi. Manifestasi fisik dapat berupa takikardia, peningkatan tekanan darah,
piloereksi, lakrimasi, iritabilitas, dan gangguan gastrointestinal
Penanganan Khusus Adiksi Opioid :
Terapi ketergantungan opioid dapat dilakukan menggunakan dua metode, yaitu pemutusan
penggunaan secara tiba-tiba (abrupt termination) dan terapi tapering off. Bila dilakukan
abrupt termination, maka tatalaksana sama dengan tatalaksana withdrawal. Bila dilakukan
terapi tapering off maka pasien diberikan substitusi kemudian dosis diturunkan perlahan.
Substitusi dapat dilakukan menggunakan buprenorfin dengan dosis seperti disebutkan
sebelumnya, atau menggunakan methadone dan naltrexone
f. Adiksi Ekstasi dan penyalahgunaannya :
Penggunaan ekstasi biasanya memiliki pola yang khas, yaitu periode terus-menerus
menggunakan ekstasi, diikuti dengan periode tanpa penggunaan ekstasi sama sekali,
kemudian diulang. Penggunaan ekstasi lama-kelamaan dapat menimbulkan kerusakan pada
jantung dan aritmia.
Selain itu, pada periode saat pengguna tidak mengonsumsi ekstasi sama sekali, ia bisa
mengalami:
Depresi
Gangguan ingatan dan konsentrasi
Kecemasan
Mudah tersinggung
Efek ekstasi jangka panjang
- Dalam penggunaan jangka panjang, efek ekstasi terhadap kesehatan dapat menimbulkan:
Gangguan tidur
Depresi
Penyakit jantung
Perilaku impulsif
Penurunan kecerdasan
Sulit mengontrol emosi
Gangguan ingatan dan konsentrasi
Perubahan kepribadian

Penanganan Khusus Adiksi Ekstasi:


Ada tiga tahap rehabilitasi yang harus dijalankan
- Tahap rehabilitasi medis (detoksifikasi) yaitu proses pecandu menghentikan
penyalahgunaan narkoba di bawah pengawasan dokter untuk mengurangi gejala putus zat
(sakau).
- Tahap rehabilitasi non medis dengan berbagai program di tempat rehabilitasi, misalnya
program therapeutic communities (TC), program 12 langkah dan lain-lainnya.
- Tahap bina lanjut yang akan memberikan kegiatan sesuai minat dan bakat. Selain itu,
pencandu yang sudah berhasil melewati tahap ini dapat kembali ke masyarakat, baik untuk
bersekolah atau kembali bekerja.
5. Pendekatan yang harus dilakukan mengatasi adiksi dan penyalahgunaan obat
Metode pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba yang paling efektif dan
mendasar adalah metode promotif dan preventif. Upaya yang paling praktis dan nyata adalah
represif dan upaya yang manusiawi adalah kuratif serta rehabilitatif.
A. Promotif
Program promotif ini kerap disebut juga sebagai program preemtif atau program pembinaan.
Pada program ini yang menjadi sasaran pembinaanya adalah para anggota masyarakat yang
belum memakai atau bahkan belum mengenal narkoba sama sekali. Prinsip yang dijalani oleh
program ini adalah dengan meningkatkan peranan dan kegitanan masyarakat agar kelompok
ini menjadi lebih sejahtera secara nyata sehingga mereka sama sekali tidak akan pernah
berpikir untuk memperoleh kebahagiaan dengan cara menggunakan narkoba. Bentuk program
yang ditawrkan antara lain pelatihan, dialog interaktif dan lainnya pada kelompok belajar,
kelompok olah raga, seni budaya, atau kelompok usaha. Pelaku program yang sebenarnya
paling tepat adalah lembaga-lembaga masyarakat yang difasilitasi dan diawasi oleh
pemerintah.
B. Preventif
Program promotif ini disebut juga sebagai program pencegahan dimana program ini
ditujukan kepada masyarakat sehat yang sama sekali belum pernah mengenal narkoba agar
mereka mengetahui tentang seluk beluk narkoba sehingga mereka menjadi tidak tertarik
untuk menyalahgunakannya. Program ini selain dilakukan oleh pemerintah, juga sangat
efektif apabila dibantu oleh sebuah instansi dan institusi lain termasuk lembaga-lembaga
profesional terkait, lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, organisasi masyarakat dan
lainnya. Bentuk dan agenda kegiatan dalam program preventif ini:

a. Kampanye anti penyalahgunaan narkoba

Program pemberian informasi satu arah dari pembicara kepada pendengar tentang bahaya
penyalahgunaan narkoba. Kampanye ini hanya memberikan informasi saja kepada para
pendengarnya, tanpa disertai sesi tanya jawab. Biasanya yang dipaparkan oleh pembicara
hanyalah garis besarnya saja dan bersifat informasi umum.Informasi ini biasa disampaikan
oleh para tokoh asyarakat.Kampanye ini juga dapat dilakukan melalui spanduk poster atau
baliho.Pesan yang ingin disampaikan hanyalah sebatas arahan agar menjauhi penyalahgunan
narkoba tanpa merinci lebih dala mengenai narkoba.

b. Penyuluhan seluk beluk narkoba Berbeda dengan kampanye yang hanya bersifat
memberikan informasi, pada penyuluhan ini lebih bersifat dialog yang disertai dengan sesi
tanya jawab. Bentuknya bisa berupa seminar atau ceramah.Tujuan penyuluhan ini adalah
untuk mendalami pelbagai masalah tentang narkoba sehingga masyarakat menjadi lebih tahu
karenanya dan menjadi tidak tertarik enggunakannya selepas mengikuti program ini. Materi
dalam program ini biasa disampaikan oleh tenaga profesional seperti dokter, psikolog, polisi,
ahli hukum ataupun sosiolog sesuai dengan tema penyuluhannya.
c. Pendidikan dan pelatihan kelompok sebaya

Perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan didalam kelompok masyarakat agar upaya
menanggulangi penyalahgunaan narkoba didalam masyarakat ini menjadi lebih efektif. Pada
program ini pengenalan narkoba akan dibahas lebih mendalam yang nantinya akan disertai
dengan simulasi penanggulangan, termasuk latihan pidato, latihan diskusi dan latihan
menolong penderita. Program ini biasa dilakukan dilebaga pendidikan seperti sekolah atau
kampus dan melibatkan narasumber dan pelatih yang bersifat tenaga profesional.

d. Upaya mengawasi dan mengendalikan produksi dan upaya distribusi narkoba di


masyarakat.

Pada program ini sudah menjadi tugas bagi para aparat terkait seperti polisi, Departemen
Kesehatan, Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Imigrasi, Bea Cukai, Kejaksaan,
Pengadilan dan sebagainya. Tujuannya adalah agar narkoba dan bahan pembuatnya tidak
beredar sembarangan didalam masyarakat namun melihat keterbatasan jumlah dan
kemampuan petugas, program ini masih belum dapat berjalan optimal.

C. Kuratif
Program ini juga dikenal dengan program pengobatan dimana program ini ditujukan kepada
para peakai narkoba.Tujuan dari program ini adalah mebantu mengobati ketergantungan dan
menyembuhkan penyakit sebagai akibat dari pemakaian narkoba, sekaligus menghentikan
peakaian narkoba.Tidak sembarang pihak dapat mengobati pemakai narkoba ini, hanya
dokter yang telah mempelajari narkoba secara khususlah yang diperbolehkan mengobati dan
menyembuhkan pemakai narkoba ini.Pngobatan ini sangat rumit dan dibutuhkan kesabaran
dala menjalaninya.Kunci keberhasilan pengobatan ini adalah kerjasama yang baik antara
dokter, pasien dan keluarganya.
Bentuk kegiatan yang yang dilakukan dalam program pengobat ini adalah:

a) Penghentian secara langsung;

b)Pengobatan gangguan kesehatan akibat dari penghentian dan pemakaian narkoba


(detoksifikasi);

c) Pengobatan terhadap kerusakan organ tubuh akibat pemakaian narkoba;

d) Pengobatan terhadap penyakit lain yang dapat masuk bersama narkoba seperti HIV/AIDS,
Hepatitis B/C, sifilis dan lainnya. Pengobatan ini sangat kompleks dan memerlukan biaya
yang sangat mahal. Selain itu tingkat kesembuhan dari pengobatan ini tidaklah besar karena
keberhasilan penghentian penyalahgunaan narkoba ini tergantung ada jenis narkoba yang
dipakai, kurun waktu yang dipakai sewaktu menggunakan narkoba, dosis yang dipakai,
kesadaran penderita, sikap keluarga penderita dan hubungan penderita dengan sindikat
pengedar.

Selain itu ancaman penyakit lainnya seperti HIV/AIDS juga ikut mempengaruhi, walaupun
bisa sembuh dari ketergantungan narkoba tapi apabila terjangkit penyakit seperti AIDS tentu
juga tidak dapat dikatakan berhasil.
D. Rehabilitatif
Program ini disebut juga sebagai upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan
kepada penderita narkoba yang telah lama menjalani program kuratif. Tujuannya agar ia tidak
memakai dan bisa bebas dari penyakit yang ikut menggerogotinya karena bekas pemakaian
narkoba. Kerusakan fisik, kerusakan mental dan penyakit bawaan macam HIV/AIDS
biasanya ikut menghampiri para pemakai narkoba. Itulah sebabnya mengapa pengobatan
narkoba tanpa program rehabilitasi tidaklah bermanfaat. Setelah sembuh masih banyak
masalah yang harus dihadapi oleh bekas pemakai tersebut, yang terburuk adalah para
penderita akan merasa putus asa setelah dirinya tahu telah terjangit penyakit macam
HIV/AIDS dan lebih memilih untuk mengakhiri dirinya sendiri. Cara yang paling banyak
dilakukan dalam upaya bunuh diri ini adalah dengan cara menyuntikkan dosis obat dalam
jumlah berlebihan yang mengakibatkan pemakai mengalami Over Dosis (OD). Cara lain yang
biasa digunakan untuk bunuh diri dalah dengan melompat dari ketinggian, membenturkan
kepala ke tembok atau sengaja melempar dirinya untuk ditbrakkan pada kendaraaan yang
sedang lewat. Banyak upaya pemulihan namun keberhasilannya sendiri sangat bergantung
pada sikap profesionalisme lembaga yang menangani program rehabilitasi ini, kesadaran dan
kesungguhan penderita untuk sembuh serta dukungan kerja sama antara penderita, keluarga
dan lembaga.
Masalah yang paling sering timbul dan sulit sekali untuk dihilangkan adalah mencegah
datangnya kembali kambuh (relaps) setelah penderita menjalani pengobatan. Relaps ini
disebabkan oleh keinginan kuat akibat salah satu sifat narkoba yang bernama habitual.Cara
yang paling efektif untuk menangani hal ini adalah dengan melakukan rehabilitasi secara
mental dan fisik.Untuk pemakaipsikotropika biaanya tingkat keberhasilan setlah pengobatan
terbilang sering berhasil, bahkan ada yang bisa sembuh 100 persen.

E Represif
Ini merupakan program yang ditujukan untuk menindak para produsen, bandar, pengedar
danpemakai narkoba secara hukum.Program ini merupakan instansi peerintah yang
berkewajiban mengawasi dan mengendalikan produksi aupun distribusi narkoba.Selain itu
juga berupa penindakan terhadap pemakai yang melanggar undang-undang tentang narkoba.
Instansi yang terkain dengan program ini antara lain polisi, Departemen Kesehatan, Balai
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Imigrasi, Bea Cukai, Kejaksaan, Pengadilan.
Begitu luasnya jangkauan peredaran gelap narkoba ini tentu diharapkan peran serta
masyarakat, termasuk LSM dan lembaga kemasyarakatan lain untuk berpartisipasi membantu
para aparat terkait tersebut Masyarakat juga harus berpartisipasi, paling tidak melaporkan
segala hal yang berhubungan dengan kegiatan yang terkait dengan penyalahgunaan narkoba
dilingkungannya. Untuk memudahkan partisipasi masyarakat tersebut, polisi harus ikut aktif
menggalakkan pesan dan ajakan untuk melapor ke polisi bila melihat kegiatan
penyalahgunaan narkoba.Cantumkan pula nomor dan alamat yang bisa dihubungi sehingga
masyarakat tidak kebingungan bila hendak melapor.
Melaporkan kegiatan pelanggaran narkoba seperti ini tentu saja secara tidak langsung ikut
mebahayakan keselamatan si pelapor, karena sindikat narkoba tentu tak ingin kegiatan
mereka terlacak dan diketahui oleh aparat. Karena itu sudah jadi tugas polisi untuk
melindungi keselamatan jiwa si pelapor dan merahasiakan identitasnya. Masalah
penyalahgunaan narkoba adalah masalah yang kompleks yang pada umumnya disebabkan
oleh tiga faktor yaitu: faktor individu, faktor lingkungan/sosial dan faktor ketersediaan,
menunjukkan bahwa pencegahan penyalahgunaan narkoba yang efektif memerlukan
pendekatan secara terpadu dan komprehensif. Pendekatan apa pun yang dilakukan tanpa
mempertimbangkan ketiga faktor tersebut akan mubazir. Oleh karena itu peranan semua
sektor terkait termasuk para orangtua, guru, tokoh masyarakat, tokoh agama, kelompok
remaja dan LSM di masyarakat, dalam pencegahan narkoba sangat penting.

Anda mungkin juga menyukai