Anda di halaman 1dari 44

1

REFERAT ILMU KEDOKTERAN JIWA Obat Anti Psikotik Typical KONSULEN Dr. Kartidjo, Sp. KJ

Disusun Oleh : Bobi Wijaya

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI RSUD TASIKMALAYA 2012

BAB I PENDAHULUAN konsep kedokteran mengenai pengobatan gangguan psikotik masih berputar pada penggunaan obat antipsikotik. Antipsikotik merupakan salah satu obat golongan psikotropik. Obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (mind and behavior altering drugs), digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik (psychotherapeutic medication). Antipsikotik dibagi menjadi 2 yaitu, Obat antipsikotik tipikal maupun atipikal. Obat antipsikotik ini memiliki efek samping yang perlu diketahui agar pengobatan klinis bisa efisien, sesuai dengan proporsi dan mencapai target terapi. Untuk itu kita harus mengenali obat antipsikotik ini terlebih dahulu, karena selain manfaatnya, antipsikotik juga mempunyai kerugian yang menyertainya. Antipsikotik merupakan pengobatan yang terbaik untuk penyakit skizofrenia dan penyakit psikotik lainnya. Antipsikotik digunakan secara klinis pada tahun 1950an. Obat-obat antipsikotik tipikal merupakan antagonis reseptor dopamine sehingga menahan terjadinya dopaminergik pada jalur mesolimbik dan mesokortikal. Blokade reseptor D2 dopamine dapat memberikan efek samping sindrom ekstrapiramidal.1

Pemberian obat antipsikotik tipikal umumnya pada pasien dengan gejala posititif seperti halusinasi, delusi, gangguan isi pikir dan waham. Sedangkan untuk pasien psikotik dengan gejala negatif obat tipikal hanya memberikan sedikit perbaikan. Sehingga pemberian obat psikotik atipikal lebih dianjurkan karena obat atipikal memiliki kemampuan untuk meningkatkan aktivitas dopaminergik kortikal prefrontal sehingga dengan peningkatan aktivitas tersebut dapat memperbaiki fungsi kognitif dan gejala negatif yang ada. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Sekelompok obat yang menghambat reseptor dopamine tipe 2 (D2) sering disebut sebagai antipsikotik. Indikasi utama untuk pemakaian obat ini adalah terapi skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Kelas obat antipsikotik adalah termasuk chlorpromazine, thioridazine, fluphenazine dan haloperidol. Antipsikotik digunakan secara klinis ketika

Chlorpromazine telah disintetis di Perancis. Antipsikotik dan antagonis reseptor dopamine tidak sepenuhnya sama. Obat-obat ini dinamakan sebagai neuroleptik dan transkuiliser

mayor. Istilah neuroleptik menekankan efek neurologis dan motorik dari sebagian besar obat. Istilah transkuiliser mayor secara tidak akurat

menekankan bahwa efek primer dari obat adalah untuk mensedasi pasien.1 B. Sejarah Reserpine (serpasil) bukan merupakan antagonis reseptor

dopamine, tetapi menurunkan cadangan nerurotransmitter amin biogenic parasinaptik, termasuk dopamine. Namun demikian, reserpine secara histori merupakan obat antipsikotik efektif pertama. Reserpine adalah

unsur dari semak belukar rauwolfa, yang tumbuh di daerah India, Afrika dan Amerika Selatan.Obat ini dicampurkan kedalam campuran obatobatan tradisional selama berabad-abad. Di tahun 1931 Sen dan Bose menerbitkan tulisan pertama yang melaporkan efektivitas rauwolfa dalam hipertensi dan mania. Di tahun 1953 unsur aktif reserpine diidentifikasi dengan cepat masuk ke dalam pendekatan farmakologis yang terbatas untuk psikosis. 1 Chlorpromazine merupakan suatu derivate phenotiazine,

selanjutnya terbukti merupakan antagonis reseptor dopamine. Antipsikotik pertama dinamakan antipsikotik klasik atau tipikal yang disintesis pada awal tahun 1950-an dan memasuki pemakaian klinis yang luas. Chlorpromazine awalnya digunakan sebagai tambahan anestesi, tetapi dua ahli anestsiologi di Perancis, Henry Laborit dan Huguenard, mengamati adanya psikis yang tidak biasa dari senyawa. Dua dokter psikiatrik Perancis, Jean Delay dan Pierre Deniker, mencoba obat pada pasien skizofrenik dan melaporkan keberhasilanya di tahun 1952. Dibandingkan dengan reserpine, chlorpromazine lebih efektif dan memiliki onset yang cepat. 1,2 Pengenalan klinis chlorpromazine dengan cepat diikuti oleh pengenalan senyawa phenotiazine lain, seperti perpherazine (Trifalon) dan fluphenazine. Selanjutnya, berbagai senyawa antipsikotik yang secara struktural berbeda tetapi tidak berbeda secara farmakodinamik dari

phenotiazine diperkenalkan dalam praktek klinis. Bahkan Laboratorium dari salah satu riset Belgia (Paul Jenssen) memperkenalkannya haloperidol, butyrophenon, pimozide, diphenyl butyl piperidine dan risperidone. Risperidone mencerminkan adanya usaha yang terus menerus dari klinisi, peneliti, dan perusahaan farmasi untuk mengembangkan obat antipsikotik yang lebih efektif yang memiliki efek samping yang lebih kecil, khususnya efek merugikan neurologis, seperti tardive dysinesia, parkinsonisme, distonia dan akatisia. 1,2 Diperkenalkannya obat antipsikotik merupakan revolusi terapi pasien skizofrenia dan pasien psikotik lainnya. Pemakaian antipsikotik tipikal menghasilkan perbaikan klinis yang bermakna pada kira-kira 50 sampai 75 persen pasien psikotik, dan hamper 90 persen pasien psikotik mendapatkan suatu manfaat klinis dari obat. 1 Suatu akibat tambahan dari diperkenalkannya obat antipsikotik akhirnya adalah pemahaman kenyataan bahwa semua obat antipsikotik tipikal bekerja dengan menghambat efek pada reseptor dopamine D2. Secara spesifik, terdapat kesan korelasi negative antara afinitas obat tersebut terhadap reseptor D3 dan potensi klinisnya. Jadi, haloperidol, yang memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor D2, digunakan secara klinis dalam dosis rendah, tetapi chlorpromazine, yang memilki afinitas rendah terhadap reseptor D2 digunakan dengan dosis tinggi didalam klinis. Diperkenalkannya obat atipikal baru telah terus menerus memberikan data

dasar dan klinis yang telah memungkinkan evolusi stabil dari hipotesis yang hanya melibatkan satu reseptor menjadi hipotesis yang melibatkan interaksi dengan banyak subtype reseptor dopamine (D3 dan D4) dan reseptor neurotransmitter lainnya. 1 Penggunaan utama antipsikotik untuk skizofrenia, sindrom otak organik dengan psikosis. Obat ini juga berguna untuk pasien yang mengalami ansietas berat dan penyalahguna obat atau alkohol. Indikasi Penggunaan Gejala sasaran (target syndrome) : SINDROM PSIKOSIS Butir-butir diagnostik Sindrom Psikosis 4

Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing ability), bermanifestasi dalam gejala: kesadaran diri (awareness) yang terganggu, daya nilai norma sosial (judgment) terganggu, dan daya tilikan diri (insight) terganggu.

Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam: gejala POSITIF: gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikaran yang tidak wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak sesuai dengan situasi), perilaku yang aneh atau tidak dapat terkendali (disorganized).

gejala NEGATIF: gangguan perasaan (afek tumpul, respon emosi minimal), gangguan hubungan sosial (menarik diri, pasif, apatis), gangguan prosses berfikir (lambat, terhambat), isi pikiran yang stereotip dan tidak ada inisiatif, perilaku yang sangat terbatas dan cenderung menyendiri (abulia).

Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanisfestasi dalam gejala: tidak mampu bekerja, menjalin hubugan sosial, dan melakukan kegiatan rutin. EFEK KERJA Penghambatan reseptor dopamin adalah efek utama yang berhubungan dengan keuntungan terapi obat-obatan antipsikotik lama. Terdapat beberapa jalur utama dopamin diotak, antara lain : 1. Jalur dopamin nigrostriatal

Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis. Fungsi jalur nigrostriatal adalah untuk mengontrol pergerakan. Bila jalur ini diblok, akan terjadi kelainan pergerakan seperti pada Parkinson yang disebut extrapyramidal reaction (EPR). Gejala yang terjadi antara lain akhatisia, dystonia (terutama pada wajah dan leher), rigiditas, dan akinesia atau bradikinesia. 2. Jalur dopamin mesolimbik

Jalur ini berasal dari batang otak dan berakhir pada area limbic. Jalur dopamin mesolimbik terlibat dalam berbagai perilaku, seperti sensasi menyenangkan, euphoria yang terjadi karena penyalahgunaan zat, dan jika jalur ini hiperaktif dapat menyebabkan delusi dan halusinasi. Jalur ini terlibat dalam timbulnya gejala positif psikosis.

3.

Jalur dopamin mesokortikal

Jalur ini berproyeksi dari midbrain ventral tegmental area menuju korteks limbic. Selain itu jalur ini juga berhubungan dengan jalur dopamine mesolimbik. Jalur ini selain mempunyai peranan dalam memfasilitasi gejala positif dan negative psikosis, juga berperan pada neuroleptic induced deficit syndrome yang mempunyai gejala pada emosi dan sistem kognitif. 4. Jalur dopamin tuberoinfundibular

Jalur ini berasal dari hypothalamus dan berakhir pada hipofise bagian anterior. Jalur ini bertanggung jawab untuk mengontrol sekresi prolaktin, sehingga kalau diblok dapat terjadi galactorrhea.

10

C. Jenis-Jenis Antipsikotik

ANTIPSIKOTIK GENERASI PERTAMA (APG I) APG I dapat dibagi berdasarkan potensi dan rumus kimia. Berdasarkan potensi : 1. Potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg. APG I potensi tinggi diantaranya adalah haloperidol, fluphenazine, trifluoperazine dan thiothixine. Potensi anti dopaminergik tinggi, kemungkinan efek samping tinggi seperti distonia, akatisia, dan parkinsonisme. Dan berPengaruh terhadap tekanan darah rendah.4 2. Potensi sedang bila dosis APG I yang digunakan antara 10- 50 mg. APG I potensi sedang diantaranya perphenazine, loxapine dan molindone. Digunakan untuk penderita yang sulit terhadap toleransi efek samping APG I potensi tinggi dan potensi rendah.4

11

3. Potensi rendah bila dosis APG I yang digunakan lebih dari 50 mg. APG I potensi rendah diantaranya adalah clorpromazine, thiridazine, dan mesoridazine. Mempunyai efek samping sedasi, hipotensi ortostatik, lethargi dan gejala antikolinergik meningkat berupa mulut kering retensi urine, pandangan kabur dan konstipasi.4 Pembagian APG I bedasarkan rumus kimia: 5 1. Phenotiazine Rantai Aliphatic: Clorpromazine Rantai Piperazine: Perphenazine, Trifluoperazine,

Fluphenazine.
2.

Rantai Piperidine: Thioridazine

Butyrophenone: Haloperidol Diphenyl-butyl-piperidine: Pimozide

3.

Kerugian pemberian APG I: 4


1.

Mudah terjadi EPS dan tardive dyskinesia Memperburuk gejala negatif dan kognitif

2.

12

3. 4.

Peningkatan kadar prolaktin Sering menyebabkan terjadinya kekambuhan

CLORPROMAZINE (Largactil, Promactil, Cepezet)

Obat antipsikotik tipikal yang banyak digunakan salah satunya adalah Chlorpromazine. Chlorpromazine merupakan antipsikotik tipikal dari golongan phenothiazine. Chlorpromazine merupakan antipsikotik tipikal pertama, sehingga banyak ditemukan berbagai efek samping selama pemakaian obat ini. Sehingga, dalam beberapa tahun terakhir, Chlorpromazine sebagian besar telah digantikan oleh obat yang lebih baru yaitu antipsikotik atipikal, yang biasanya lebih baik ditoleransi, dan

13

penggunaannya sekarang terbatas pada indikasi yang lebih sedikit. Dalam pengaturan akut, chlorpromazine sering diberikan sebagai sirup karena memiliki onset lebih cepat. Chlorpromazine memiliki mekanisme kerja yang memblokade dopamine pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak, khususnya di sitem limbik dan system ekstrapiramidal (dopamine D2 reseptor antagonist) sehingga efektif untuk gejala positif skizophrenia.

Chlorpromazine

diklasifikasikan

sebagai

rendah-potensi

antipsikotik tipikal dan di masa lalu digunakan dalam pengobatan akut dan kronis psikosis, termasuk schizophrenia dan fase manik dari gangguan bipolar serta psikosis amfetamin diinduksi. Potensi rendah antipsikotik memiliki efek samping yang lebih antikolinergik seperti mulut kering, sedasi dan konstipasi, dan tingkat yang lebih rendah efek samping ekstrapiramidal. Chlorpromazine secara perlahan diserap dari tempat suntikan intramuskular dengan konsentrasi plasma puncak terjadi 6-24 jam setelah pemberian obat. Waktu paruh eliminasi adalah 16-30 jam (8-35 jam, meskipun sesingkat 2 jam atau selama 60 jam pada beberapa individu), karena lipofilisitas tinggi, membran-mengikat, dan tinggi pengikatan protein. Chlorpromazine bekerja pada berbagai reseptor di sistem saraf pusat, memproduksi antikolinergik, antidopaminergik, antihistamin, dan

14

efek mual.

antiadrenergik

yang

lemah. sifat

Sifat

antikolinergik

obat

ini

menyebabkan sembelit , sedasi ,hipotensi , dan membantu meredakan rasa Antidopaminergik yang dapat menyebabkan gejala ekstrapiramidal seperti akatisia (gelisah, alias 'shuffle Largactil' di mana pasien berjalan hampir terus-menerus, dan mengambil langkah-langkah kecil menyeret) Serta distonia. ada banyak lagi efek samping yang disebabkan oleh obat ini, sehingga harus sangat diperhatikan pemakaiannya.

Clorpromazine

(CPZ)

adalah

2-klor-N-(dimetil-aminopropil)-

fenotiazin. Derivat fenotiazin lain di dapat dengan cara substitusi pada tempat 2 dan 10 inti fenotiazin.6 Farmakodinamik: Efek farmakologi CPZ dan antipsikosis lainnya meliputi efek pada SSP, sistem otonom, dan sistem endokrin. Efek ini terjadi karena antipsikosis menghambat berbagai reseptor diantaranya dopamin, alpha adrenergik, muskarinik, histamin H1, dan reseptor seretonin 5HT2 dengan afinitas yang berbeda. CPZ misalnya selain memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin, juga memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor alpha adrenergik, sedangkan risperidon memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor seretonin 5HT2. CPZ menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh terhadap rangsang dan lingkungan. CPZ berefek antipsikosis terlepas dari efek sedasinya. Berbeda dengan barbiturat, CPZ tidak dapat mencegah timbulnya konvulsi akibat rangsangan listrik maupun oleh obat. Semua derivat fenotiazin

15

mempengaruhi ganglia basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme (efek ekstrapiramidal). Fatmakokinetik: pada umumnya semua fenotiazin di absorpsi baik bila diberikan per oral maupun parenteral. Penyebaran luas ke semua jaringan dengan kadar tertinggi di paru-paru, hati, kelenjar suprarenal dan limpa. Sebagaian fenotiazin mengalami hidroksilasi dan konjugasi, sebagian lagi diubah menjadi sulfoksid yang kemudian dieksresi bersama feses dan urin. Setelah pemberian CPZ dosis besar, maka masih ditemukan eksresi CPZ atau metabolitnya selama 6-12 bulan.5 Kebanyakan antipsikosis diabsorpsi sempurna, sebagian diantaranya mengalami metabolisme lintas pertama. Kebanyakan antipsikosis bersifat larut lemak dan terikat kuat dengan protein plasma (92-99%), serta memiliki volume distribusi besar (>7L/kg). Dosis: 6,7, Anak > 6 bulan : Skizoprenia/psikosis : Oral : 0,5-1 mg/kg/dosis setiap 4-6 jam; Anak yang lebih tua mungkin membutuhkan 200 mg/hari atau lebih besar; im, iv: 0,5-1 mg/kg/dosis setiap 6-8 jam,< 5 tahun (22,7 kg): maksimum 75 mg/hari Mual muntah ; Oral : 0,5-1 mg/kg/dosis setiap 4-6 jam bila diperlukan; im, iv : 0,5-1 mg/kg/dosis setiap 6-8 jam,

16

< 5 tahun (22,75 kg) : maksimum 40 mg/hari, 5-12 tahun (22,7-45,5 kg) : maksimum 75 mg/hari. Dewasa : Shcizoprenia/psikosis; Oral : 30-2000 mg/hari dibagi dalam 1-4 dosis, mulai dengan dosis rendah, kemudian sesuaikan dengan kebutuhan. Dosis lazim : 400-600 mg/hari, beberapa pasien membutuhkan 1-2 g/hari. im.,iv.: awal: 25 mg, dapt diulang 25-50 mg , dalam 1-4 jam, naikkan bertahap sampai maksimum 400 mg/dosis setiap 4-6 jam sampai pasien terkendali. Dosis lazim : 300-800 mg/hari. Cegukan tidak terkendali : Oral, im.: 25-50 mg sehari 3-4 kali. Mual muntah : Oral : 10-25 mg setiap 4-6 jam, im.,iv : 25-50 mg setiap 4-6 jam. Orang tua : gejala-gejala perilaku yang berkaitan dengan demensia : awal : 10-25 mg sehari 1-2 kali, naikkan pada interval 4-7 hari dengan 10-25 mg/hari, naikkan interval dosis, sehari 2x, sehari 3 kali dst Bila perlu untuk mengontrol respons dan efek samping; dosis maksimum : 800 mg. Waktu paruh : 12-14 jam (pemberian obat 1-2 x/hari). Cara pemberian : 6,7 - diberikan per-oral dengan dosis terbagi. - untuk efek cepat dapat diberikan per injeksi (im) dengan penderita dalam posisi berbaring (untuk mencegah timbulnya orthostatic

hipotension yang sering terjadi).

17

Efek samping : 6,7,8 Lesu dan ngantuk. Hipotensi ortostatik. Mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi dan amenore pada wanita

Indikasi : 6,7,8
-

Skizofrenia dengan gejala agitasi, ansietas, tegang, bingung, insomnia, waham, halusinasi.

Psikosis manik-depresif. Gangguan kepribadian Psikosis involusional Psikosis pada anak Dalam dosis rendah dapat digunakan untuk mual, muntah maupun cegukan atau gangguan non psikosis dengan gejala agitasi tegang, gelisah, cemas dan insomnia. Kontra indikasi : 6,7,8

18

Koma. Keracunan alkohol, barbiturat dan narkotika. Hipersensitif (allergik).

Interaksi Obat : Dengan Obat Lain : 1.Hipotensi bertambah dengan pemberian agens antihipertensif 2.Fenobarbital dapat menurunkan efektivitas 3.Antasida atau antidiare adsorben akan mengurangi absorpsi chlorpromazine 4. Peningkatan resiko agranulositosis dengan pemakaian antitiroid Efek klorpromazin dapat ditingkatkan oleh delavirdin, fluoksetin, mikonazol, paroksetin, pergolid, kuinidin, kuinin, ritonavir, ropinirol dan inhibitor CYP2D6 lainnya. Klorpromazin memperkuat efek penekan terhadap SSP dari analgesik narkotik, etanol, barbiturat, antidepresan trisiklik, antihistamin, hipnotiksedatif. Klorpromazin dapat meningkatkan efek /toksiksitas antikolinergik, antihipertensi,litium, trazodon, asam valproat. Penggunaan bersama antidepresan trisklik dapt mengubah respons dan meningkatkan toksisitas. Kombinasi dengan epinefrin akan dapat menimbulkan hipotensi. Kombinasi dengan antiaritmia, cisaprid, pimosid, siprofloksacin dan obatobat yang memperpanjang interval QT akan dapat meningkatkan resiko aritmia.seperti haloperidol, imipramine,fluphenazine, imipramine.

19

Kombinasi dengan metoklopramid akan dapt meningkatkan resiko gejala ekstrapiramidal. Klorpromasin mungkin menurunkan efek substrat prodrug CYP2D6 seperti kodein, hirokodon, oksikodon dan tramadol. Klorpromasin dapat menghambat efek antiparkinson levodopa dan bromokriptin dan mungkin dapat menghambat efek pressor epinefrin dan noreepinefrin

TRIFLUOPERAZINE (Stelazine, Stelosi)

Rumus kimia : Trifluoperazine(2-trifluorometil-10-[3-(4-metil-1-piperazinil) propelphenothazine)

20

Farmakokinetik : Obat ini bekerja dengan memblokade D1 dopamin dan reseptor D2 dijalur postsinaptik mesocortical dan mesolimbik, sehingga dapat meminimalkan gejala seperti halusinasi, delusi. Farmakodinamik : obat ini dimetabolisme di hati Waktu paruh : 24 jam

Indikasi : Skizofrenia Psikosis mania Depresif Gangguan tingkah laku pada retardasi mental Psikosis paranoid (gangguan waham menetap).

Dosis : 7 - dosis awal 2 3 x 2,5 mg.

- dosis pemeliharaan 3 x 5 10 mg.

Efek samping : 7

21

Ngantuk, pusing lemas. Gangguan ekstra piramidalis. Occulogyric crisis. Hiperefleksi. Kejang-kejang grandmal. Kontra indikasi : 7

Depresi SSP. Koma. Gangguan liver. Dyscrasia darah. Hipersensitif. Interaksi obat : 1. Peningkatan interval QT : amitriptylin,amoxapine, CPZ, clomipramine, fluphenazine, haloperidol,imipramin 2. Menurunkan efektifitas obat : bromokriptin 3. peningkatan ekstra pyramidal dan sindrom neuroleptik maligna : amoxapine, clozapine, CPZ 4. meningkatkan sedasi : alprazolam,clobazam

22

HALOPERIDOL

Haloperidol adalah butyrophenone antipsikotik turunan dengan sifat-sifat yang telah dianggap sangat efektif dalam pengelolaan hiperaktivitas, gelisah dan mania. Haloperidol adalah neuroleptic yang efektif dan juga memiliki sifat Anti muntah, tetapi memiliki kecenderungan untuk memprovokasi ditandai efek ekstrapiramidal dan relatif lemah adrenolytic alfa-properti. Ini juga menunjukkan anorexiant hipotermia dan efek dan mungkin terjadi tindakan barbiturates, anestesi umum, dan obatobatan depresan SSP lain. Farmakokinetik Haloperidol mempunyai afinitas yang kuat pada reseptor D2, lebih lemah antagonis reseptor kolinergik dan histamin. Haloperidol cepat diserap dari

23

saluran cerna. Kadar puncak plasma Haloperidol dalam waktu 2-6 jam setelah pemberian oral, menetap sampai 72 jam dan masih dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu dan dalam waktu 20 menit setelah pemberian intramuskular. Waktu paruhnya antara 10-12 jam. Eksresi haloperidol lambat melalui ginjal, kira-kira 40% obat dikeluarkan selama 5 hari sesudah pemberian dosis tunggal Diekskresi dengan cepat melalui urine dan tinja dan berakhir dalam 1 minggu setelah pemberian. 4 Farmakodinamik Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazin, tetapi butirofenon memperlihatkan bahan sifat fenotiazin. Pada orang normal, efek haloperidol mirip fenotiazin piperazin. Haloperidol memperlihatkan antipsikosis yang kuat dan efektif untuk fase mania penyakit manik depresif dan skizofrenia. Efek fenotiazin piperazin dan butirofenon berbeda seca kuantitatif karena butirofenon selain menghambat efek dopamin juga meningkatkan efek turn over ratenya. Dosis Dosis Haloperidol dapat dimulai dari 1 atau 2 mg dengan pemberian 2 atau 3 kali per hari, kemudian peningkatan dosis disesuaikan dengan gejala yang belum terkontrol, beberapa kepustakaan mengatakan dosis per hari yang efektif antara 5-20 mg. Pada pasien dengan efek samping mininal dan belum tercapai respon terapi, dosis obat dapat ditingkatkan sampai dosis 30-40 mg per hari. Setelah pemberian awal

24

perlu dilakukan monitoring efikasi klinis, sedasi atau efek samping lainnya yang mungkin timbul sehingga dapat dilakukan penyesuaian dosis atau penggantian dengan antipsikotik lain. 4 Pada anak-anak atau usia lanjut dosis dapat diturunkan dan dapat dimulai dengan 0,5-1,5 mg per hari dengan pemberian 2 atau 3 kali perhari. 4 Haloperidol decanoate (injeksi long acting) setelah disuntikan dilepas secara lambat ke dalam pembuluh darah, sehingga pemberiannya tiap 3-4 minggu perkali, karena waktu paruhnya panjang. 4

Efek samping efek ekstrapirmidalis (EPS) seperti parkinson like symptomps, akatisia, diskinesia, distonia, hyperreflexia, rigiditas, opistotonus, dan kadangkadanga krisi okulogirik. Efek samping yang lain adalah tardive dyskinesia pada pemakaian haloperidol yang lama atau penghentian haloperidol tiba-tiba. Efek samping lain yang ringan seperti sedasi dan autonomik. Pemberian haloperidol dalam waktu lama dapat terjadi peningkatan berat badan dan penurunan fungsi kognitif. 4,6 Indikasi Pasien skizofrenia dan gangguan psikotik

25

Kontra indikasi Penyakit hati Hematologi Epilepsi Kelainan jantung Febris yang tinggi Penyakit SSP (parkinson, tumor otak) Ketergantungan alkohol Kesadaran makin memburuk

Interaksi dengan obat lain :


1. Interaksi

Haloperidol akan menghambat metabolisme antidepresan

trisiklik,
2. Interaksi dengan antikolinergik dapat mengganggu efek antiparkinson dan

levodopa
3. Bersama dengan carbamazepine Metabolisme Haloperidol meningkat

4.

Peningkatan interval QT : amitriptilin, fluphenazine, CPZ, imipramine

5. Peningkatan sedasi : alprazolam, mirtazapine, clobazam 6. Peningkatan antidopaminergik, EPS, dan SNM : clozapine,

amoxapine,olanzapine 7. Peningkatan metabolism hati enzim CYP2D6 : fluoxetin, duloxetin

26

D. PROFIL EFEK SAMPING


a.

Gejala Ekstrapiramidal (Extrapyramidal syndrome) Gejala ekstrapiramidal (EPS) mengacu pada suatu gejala atau reaksi

yang ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau panjang dari medikasi antipsikotik golongan tipikal. Obat antipsikotik tipikal yang paling sering memberikan efek samping gejala ekstrapiramidal yakni Haloperidol, Trifluoperazine, Perphenazine, Fluphenazine, dan dapat pula oleh Chlorpromazine. Namun lebih sering diakibatkan oleh obat dengan potensial tinggi yang memiliki afinitas yang kuat pada reseptor muskarinik. Gejala ekstrapiramidal sering dibagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi distonia akut, tardive diskinesia, akatisia, dan sindrom Parkinson. 3 Reaksi distonia akut Merupakan spasme atau kontraksi involunter satu atau lebih otot skelet yang timbul beberapa menit. Kelompok otot yang paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau otot ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disastria bicara, krisis okulogirik, sikap badan yang tidak biasa hingga opistotonus (melibatkan keseluruhan otot tubuh). Reaksi distonia akut sering terjadi dalam satu atau dua hari setelah

27

pengobatan dimulai, tetapi ini dapat terjadi kapan saja. Terjadi pada kirakira 10% pasien, 3 Akatisia Manifestasi berupa keadaan gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap bergerak, atau rasa gatal pada otot. akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi gejala psikotik akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim.3

Sindrom Parkinson Terdiri dari akinesia, tremor, dan bradikinesia. Akinesia meliputi

wajah topeng, jedaan dari gerakan spontan, penurunan ayunan lengan pada saat berjalan, penurunan kedipan, dan penurunan mengunyah yang dapat menimbulkan pengeluaran air liur. Pada bentuk yang yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai suatu status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, kesukaran untuk memulai aktifitas normal. kesemuanya dapat dikelirukan dengan gejala skizofrenia negatif. Tremor dapat ditemukan pada saat istirahat dan dapat pula mengenai rahang. Gaya berjalan dengan langkah yang kecil dan menyeret kaki pada sindrom Parkinson diakibatkan karena kekakuan otot. 3

28

Tardive diskinesia Disebabkan oleh defisiensi kolinergik yang relatif akibat supersensitif

reseptor dopamine di puntamen kaudatus. Merupakan manifestasi gerakan otot abnormal, involunter, menghentak, balistik, atau seperti tik yang mempengaruhi gaya berjalan, berbicara, bernapas, dan makan pasien kadang terganggu. Faktor predisposisi dapat meliputi umur usia lanjut, jenis kelamin wanita, dan pengobatan berdosis tinggi atau jangka panjang. Gejala hilang dengan tidur, dapat hilang timbul dengan seiring berjalannya waktu. Bila terjadi Gangguan ekstra piramidalis, maka pemberian dosis obat diturunkan, atau obat distop dan bisa diganti dengan obat lain. Bila obat pengganti tidak tersedia atau obat tersebut sangat diperlukan, maka untuk menghilangkan sindroma parkinsonisme diberikan obat-obat anti sindroma parkinsonisme. Obat-obat anti Sindrom Parkinsonisme: 9 1. Triheksifenidil Diberikan per-oral dengan dosis 2. Dipenhidramin (benadryl) Dapat diberikan per-oral / per-enteral dengan dosis 50 100 mg / hari. 3. Sulfas atropin 3 x 2 4 mg / hari.

29

dapat diberikan per-oral atau per-enteral Tablet 0,5 mg ; 3 x 1 Injeksi 0,25 mg/amp. ; 3 x 1 amp. 4. Benzodiazepin.

b.

Sindrom Neuropleptik Maligna Sindrom neuroleptik maligna merupakan gabungan dari hipertermia,

rigiditas, dan disregulasi autonomik yang dapat terjadi sebagai komplikasi serius dari penggunaan obat antipsikotik. Sindrom ini pertama kali dikenal tahun 1960 setelah observasi pasien yang diberikan obat antipsikotik potensial tinggi. 4 Mekanisme antipsikotik sehingga dapat menyebabkan SNM

berhubungan dengan sifat antagonis obat terhadap reseptor D-2 dopamine. Blokade pusat reseptor D-2 pada hipotalamus, jalur nigrostriatal, dan di medulla spinalis menyebabkan terjadinya peningkatan rigiditas otot dan tremor berkaitan yang dengan jalur ekstrapiramidal. Blockade reseptor D2 hipotalamus juga menghasilkan peningkatan titik temperatur dan gangguan mekanisme pengaturan panas tubuh. Sementara itu efek antipsikotik di perifer tubuh menyebabkan peningkatan pelepasan kalsium

30

dari retikulum sarkoplasma sehingga terjadi peningkatan kontraktilitas yang juga dapat berkontribusi dalam terjadinya hipertermia, rigiditas, dan penghancuran sel otot. 4 Semua golongan antipsikotik dapat menyebabkan sindrom neuroleptik maligna baik neuroleptik potensial rendah maupun potensial tinggi. Berdasarkan penelitian SNM lebih sering ditemukan pada pasien yang mengkonsumsi haloperidol dan chlorpromazine. Antipsikotik atipikal yang terbaru walaupun tidak diklasifikasikan secara akurat sebagai golongan neuroleptik juga dapat mengakibatkan sindrom ini. Contoh obat antipsikotik atipikal yang juga dapat menyebabkan sindrom neuroleptik maligna (SNM) seperti olanzapine, risperidone, ziprasidone, dan quetiapine. 4 Faktor resiko yang berhubungan erat dengan kejadian SNM yakni penggunaan antipsikosis dosis tinggi, waktu yang singkat dalam menaikkan dosis pengobatan, penggunaan injeksi antipsikotik kerja lama, kondisi pasien yang mengalami dehidrasi, kelelahan, dan agitasi. Selain itu pada pasien yang telah mengalami SNM juga memiliki resiko tinggi untuk terjadi SNM rekurens. 1,4 Secara epidemiologi belum terdapat adanya penelitian mengenai kejadian SNM yang berhubungan dengan suku. Namun penelitian di Cina menunjukkan terdapat insidens 0,12% dari pasien yang menggunakan obat neuroleptik, sementara di India terdapat 0.14% yang berhubungan dengan

31

suku. SNM dapat terjadi kapan pun dari waktu pengobatan dan resiko kejadian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 40 tahun. Namun 2/3 kasus terjadi pada minggu pertama setelah pemberian obat. Angka kematian sekitar 10-20% dan umumnya resiko kematian meningkat bila pasien telah mengalami nekrosis sel-sel otot yang menyebabkan rhabdomyolisis.4

Gambaran gejala klinis SNM dapat berupa : 5 Disfagia Resting tremor Inkontinensia Delirium yang berkelanjutan pada letargi, stupor hingga koma

(level kesadaran yang fluktuatif) Tekanan darah yang labil/berubah-ubah Sesak nafas, takipnea Agitasi psikomotrik Takikardia dan hipertermia (demam tinggi) Rigiditas

32

Pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan SNM memperlihatkan peningkatan Kreatinin kinase (CK) akibat penghancuran dan nekrosis selsel otot, peningkatan aminotransferase (aminotransferasi aspartat/GOT dan aminotransferase alanine/GPT), peningkatan Laktat dehidrogenase (LDH) yang juga menggambarkan terjadinya nekrosis dan dapat dengan cepat berkembang menjadi rhabdomyolisis yang memberikan hasil laboratorium hiperkalemia, hiperfosfatemia, hiperurisemia, dan hipokalsemia. Selain itu bila terdapat peningkatan kadar myoglobin dalam darah atau

myoglobinuria merupakan tanda terjadinya kegagalan ginjal. 1 Sementara untuk pemeriksaan darah rutin dapat ditemukan

leukositosis, trombositosis, dan tanda-tanda dehidrasi. 1 Penanganan yang paling utama bila pasien mengalami SNM adalah penghentian terlebih dahulu konsumsi obat-obatan antipsikotik. Gejala akan berkurang dalam 1-2 minggu. Untuk mempertahankan fungsi organorgan vital tubuh dan mencegah dari komplikasi yang lebih buruk perlu diperhatikan untuk menjaga kestabilan sirkulasi dan ventilasi pasien, temperatur yang meningkat diatasi dengan pemberian antipiretik dan resusitasi cairan secara agresif dan mengontrol keseimbangan cairan bila terdapat tanda yang mengarahkan kemungkinan terjadi gagal ginjal. Terapi farmakologi yang diberikan yakni bromocriptine yang merupakan agonis dan prekursor reseptor dopamine. 2,4,7

33

c.

Gangguan fungsi kognitif Terdapat konsensus bahwa antipsikotik yang bersifat antimuskarinik

kuat dapat mengganggu fungsi memori. Gangguan untuk memusatkan perhatian, menyimpan memori, dan memori semantik yang mungkin memang terdapat pada pasien skizofrenia di episode awal penyakit dapat menjadi lebih berat. Selain itu kemampuan memecahkan masalah sosial, keterampilan sosial juga memperlihatkan penurunan. 1 d. Efek hormonal Obat psikotik tipikal yang digunakan dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan peningkatan produksi hormon prolaktin

terutama pada wanita. 1 Blokade pada traktur tuberoinfundibular yang terproyeksikan ke hipotalamus dan kelenjar hipofisis mengakibatkan berbagai efek samping neuroendokrine, yakni peningkatan pelepasan hormone prolaktin .2 Prolaktin serum yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi seksual pada wanita maupun pria yang dapat bermanifestasi sebagai galaktorrhea, amenorrhea dan poembesaran payudara pada wanita, gangguan fungi ereksi dan pencapaian orgasme, gangguan libido, impotensi, dan ginekomasti pada pria. 1,2 e. Efek samping pada sistem lainnya

34

Efek lain antipsikotik tipikal seperti efek antikolinergik baik sentral

maupun perifer melalui blokade reseptor muskarinik. Gejala pada efek sentral seperti agitasi yang berat, disorientasi waktu, tempat dan orang, halusinasi, dan dilatasi pupil. Sedangkan efek perifer antikolinergik berupa mulut dan hidung yang kering umumnya dilaporkan pada pasien dengan pengobatan antipsikotik tipikal potensi rendah, contohnya chlorpromazine dan mesoridazine. konstipasi.
5,6

Efek antikolinergik autonomik lainnya seperti

Fotosensitivitas dapat terjadi pada pasien yang mengkonsumsi

golongan potensi rendah seperti chlorpromazine sehingga pasien perlu diinstruksikan untuk berhati-hati ketika terpapar sinar matahari. Selain itu dermatitis alergi dapat terjadi di awal pengobatan.
6

Efek sedasi terjadi akibat mekanisme hambatan reseptor histamine

H1 yang mungkin akan berpengaruh dalam pekerjaan bila pasien merupakan orang yang masih aktif bekerja. 1,2
-

Efek autonomik yang muncul seperti hipotensi postural dimediasi

oleh blokade adrenergik umumnya pada pengguna obat tipikal potensial rendah seperti chlorpromazine dan thioridazine. Sehingga penggunaan obat tipikal potensial rendah intramuscular memerlukan pemantauan tekanan darah (saat berbaring dan berdiri) untuk mencegah pasien pingsan ataupun jatuh saat berdiri. 6

35

Gangguan irama jantung merupakan efek antipsikotik yang

mengganggu kontraktilitas jantung, menghancurkan enzim kontraktilitas sel-sel miokardium. 1, 6


-

Antipsikotik tipikal mampu menurunkan ambang batas seseorang

untuk mengalami kejang. Chlorpromazine dan thioridazine diperkirakan bersifat lebih epiloeptogenik sehingga resiko untuk kejang selama masa pengobatan perlu dipertimbangkan dalam gangguan kejang atau lesi pada otak. 2
-

Selain itu efek yang mungkin timbul juga dapat berupa

peningkatan berat badan yang kebanyakan terdapat pada pasien yang mengkonsumsi chlorpromazine dan thioridazine. 1,2
-

Efek hematologi dapat terjadi berupa leukopenia dengan sel darah

putih 3.500 sel/mm3 merupakan masalah yang umum. Agranulositosis yang mampu mengancam kehidupan dapat terjadi pada 1 : 10.000 pasien yang dirawat dengan antipsikotik tipikal. 6 Efek samping ini ada yang dapat di tolerir oleh pasien, ada yang lambat, dan ada yang sampai membutuhkan obat simptomatis untuk meringankan penderitaan pasien. Dalam penggunaan obat anti-psikosis yang ingin dicapai adalah optimal response with minimal side effect.

36

Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus dilakukan pemeriksaan laboratorium : darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat. Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat overdosis.2

2.

CARA PENGGUNAAN Pemilihan Obat

Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping ; sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). 5

Anti-psikosis Chlopromazine Thioridazine Perphenazine Trifluoperazine Fluphenazine

Mg. Eq 100 100 8 5 5 150 100 8 5 5

Dosis (Mg/h) 1600 900 48 60 60

Sedasi +++ +++ + + ++

Otonomik +++ +++ + + + +

Eks.Pir. ++

+++ +++ +++

37

Haloperidol Pimozide

2 2

2 2

100 6

+ +

+ +

++++ ++

Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. dengan dosis ekivalen. Pergantian obat disesuaikan

Apabila obat anti-psikosis tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat anti-psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalen-nya.

Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis obat anti-psikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek samping-nya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.

Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau, perilaku tak terkendali) pada pasien Skizofrenia, pilihan obat antipsikosis atipikal perlu dipertimbangkan. Khususnya pada penderita Skizofrenia yang tidak dapat mentolerir efek samping ekstrapiramidal atau mempunyai risiko medik dengan adanya gejala ekstrapiramidal.

Pengaturan Dosis

38

Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan : 5 Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2 4 minggu

Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2 6 jam. Waktu paruh : 12 14 jam (pemberian obat 1-2 x perhari). Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien. Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran, dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif (mulai timbul peredaran Sindrom Psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu dosis maintenance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop.

Lama Pemberian Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang multi episode, terapi pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit

39

selama 5 tahun. Pemberian yang cukup lama ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 5 kali. Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. Sehingga tidak langsung menimbulkan kekambuhan setelah obat dihentikan, biasanya satu bulan kemudian baru gejala Sindrom Psikosis kambuh kembali. Hal tersebut disebabkan metabolisme dan ekskresi obat sangat lambat, metabolit-metabolit masih mempunyai keaktifan anti-psikosis. Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis sebaiknya

dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk Psikosis Reaktif Singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu 2 bulan. Obat anti psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali. Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic Rebound : gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic

40

agent (injeksi Sulfas Atropin 0,25 mg (im), tablet Trihexyphenidyl 3x 2 mg/h). Oleh karena itu pada penggunaan bersama obat anti-psikosis + antiparkinson, bila sudah tiba waktu penghentian obat, obat antipsikosis dihentikan lebih dahulu, kemudian baru menyusul obat antiparkinson. 5

Penggunaan Parenteral Obat anti-psikosis long acting (Fluphenazine Decanoate 25 mg/cc atau Haloperidol Decanoas 50 mg/cc, im, setiap 2 4 minggu sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat atau apapun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan secara oral lebih dahulu beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas. Dosis mulai dengan cc setiap 2 minggu pad bulan pertama kemudian bau ditingkatkan menjadi 1 cc setiap bulan. Pemberian obat anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan (maintenance therapy) terhadap kasus Skizofrenia. 15 25 % kasus menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek samping ektrapiramidal. 5

41

42

DAFTAR PUSTAKA

1. Esa, Emy. Antipsikotik. [online]. Scribd 2010 [cited 2012 Okt 30]; [1].

Available from:URL:http://www.scribd.com/doc/39228424/Refer-At

2. Anonymous. Antipsychotic Medications. [online] Available from:URL:

http://www.namigc.org/content/fact_sheets/medicationinfo/Antipsychotics /ANTIPSYCHOTIC_MEDS_0106.pdf

3. Anonymous. Penggunaan Obat Antipsikotik Atipikal Lebih Efektif.

[online]

curhatkita

2009

[cited

2012

Okt

30];

Available

from:URL:http://curhatkita.blogspot.com/2009/02/penggunaan-obatantipsikotik-atipikal.html

4. Sinaga,RB. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI. 2007

43

5. Maslim,Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropik. Edisi

Ketiga. Jakarta. 2007

6. Ganiswarna,Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian

Farmakologi Fakultas Kedokteran UI. 1995

7. Abidin, Taufik. Obat Psikotropik. Fakultas Kedokteran Mataram. [online].

Scribd

2010

[cited

2012

October

26];

Available

from:

URL:http://scribd.com/doc/19110482/Obat-Psikotropik

8. Ramirez, Monica. Antipsychotic Treatment. Medical Chemistry [cited

2012

Okt

30];

Available

from;URL:

faculty.smu.edu/jbuynak/images/Anti-psychotics.ppt

9. Anonymous. Psikotropik. [online]. [cited 2012 Okt 30]. Psikofarmaka

Mental Health Nursing Eight Club-Universitas Padjadjaran. Available from: URL:http://antipsikotik-psikofarmaka.blogspot.com/

44

10. Widayati, E. Obat Antipsikotik Tingkatkan Resiko Penggumpalan Darah.

[online]. mentalhealth 2010 [cited 2012 october 30]; Available from:URL: http://www.go4healthylife.com/articles/2434/1/Obat-AntipsikotikTingkatkan-Risiko-Penggumpalan-Darah/Page1.html

Anda mungkin juga menyukai