Anda di halaman 1dari 22

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSU Anutapura –
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

REFERAT PSIKIATRI
PENGOBATAN TERBARU SKIZOFRENIA

DISUSUN OLEH :
Wahyu Ashari
N 111 18 022

PEMBIMBING KLINIK
dr. Andi Soraya Tenri Uleng , M.Kes,Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSU ANUTAPURA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Wahyu Ashari

No. Stambuk : N 111 18 022

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Pendidikan Dokter

Universitas : Tadulako

Judul Referat : Pengobatan terbaru Skizofrenia

Bagian : Ilmu Kedokteran Jiwa

Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

RSU Anutapura Palu

Fakultas Kedokteran

Universitas Tadulako

Palu, November 2018

Pembimbing Klinik Mahasiswa

(dr. Andi Soraya Tenri Uleng,M.Kes,Sp.KJ) (Wahyu Ashari)


BAB I
PENDAHULUAN

Psikiatri adalah salah satu cabang ilmu kedokteran, yang mempelajari


manusia secara utuh, tidak hanya masalah fisik, fisiologi, atau patologi yang terjadi
saja, tetapi juga melihat hubungan individu dengan lingkungannya. Terapi yang
dilakukan terhadap penderita gangguan jiwa bersifat eklektik-holistik, yaitu
komprehensif meliputi bidang organobiologik, psikoedukatid dan sosiokultural, serta
selalu mengikuti kaedah-kaedah ilmu kedokteran yang mutakhir. Dalam setiap kondisi
tidak mudah untuk menentukan aspek mana yang harus lebih diprioritaskan. 1

Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif
pada sistem saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental
dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatri yang berpengaruh terhadap
taraf kualitas hidup pasien. 2

Psikotropik adalah obat yang mempengaruhi fungsi perilaku, emosi dan


pikiran yang biasa digunakan dalam bidang psikiatri atau ilmu kedokteran jiwa.
Sedangkan psikofarmakologi adalah ilmu yang mempelajari kimiawi, mekanisme kerja
serta farmakologi klinik dari psikotropik. Psikofarmakologi berkembang dengan pesat
sejak ditemukannya reserpine dan klorpromazin yang ternyata efektif untuk
mengobatan kelainan psikiatrik. Psikotropik hanya mengubah keadaan jiwa pasien
sehinga lebih kooperatif dan dapat menerima psikoterapi dengan baik. Berdasarkan
penggunaan klinik, psikotropi dapat dibedakan menjadi 4 golongan yaitu antipsikosis,
antidepresan, antianxietas dan antimania. 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Istilah antipsikotik dan neuroleptik secara bergantian, digunakan untuk


menyebut kelompok obat yang digunakan untuk terapi skizofrenia, tetapi juga efektif
untuk keadaan psikosis atau agitatif yang disebabkan karena hal lain. Obat-obat
antipsikotik dahulu sering disebut dengan neuroleptik karena memiliki beberapa efek
samping yang memberi gambaran seperti gangguan neurologis yang disebut
pseudoneurologis, atau dikenal juga istilah major transquilizer karena adanya efek
sedasi atau mengantuk yang berat. 1
Antipsikotik bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik, suatu
gangguan jiwa yang berat. Ciri terpenting obat antipsikosis ialah : 3
1. Berefek antipsikosis, yaitu berguna mengatasi agresivitas dan labilitas
emosional pada pasien psikosis.
2. Dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam ataupun anesthesia.
3. Dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversible atau
ireversibel.
4. Tidak ada kecendurangan untuk menimbulkan ketergantungan fisik dan
psikis.
Obat-obat antipsikotik dibagi menjadi golongan fenotiazine misalnya
chlorpromazine, dan golongan nonfenotiazine contohnya haloperidol. Sedangkan
menurut cara kerjanya terhadap reseptor dopamin dibagi menjadi Dopamine receptor
Antagonist (DA) dan Serotonine Dopamine Antagonist (SDA). Obat-obat DA juga
sering disebut sebagai antipsikotik tipikal dan obat-obat SDA disebut sebagai
antipsikotik atipikal. Golongan fenotiazine disebut juga obat-obat berpotensi rendah
(low potency), sedangkan golongan nonfenotiazine disebut obat-obat potensi tinggi
(high potency) karena hanya memerlukan dosis kecil untuk memperoleh efek yang
setara dengan chlorpromazine 100 mg. 1
Obat-obat SDA makin berkembang dan makin menjadi pilihan karena efek
klinis yang diperoleh setara dengan obat-obat konvensional disertai efek samping yang
jauh lebih ringan. Klasifikasi kemudian dibuat lebih sederhana dengan membaginya
menjadi antipsikotik generasi I (APG-I) untuk obat-obat golongan antagonis dopamine
(DA) dan antipsikotik generasi II (APG-II) untuk obat-obat golongan serotonin
dopamine antagonis (SDA). 5
Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam
menghambat reseptor dopamine 2, hal inilah yang diperkirakan menyebabkan reaksi
ekstrapiramidal yang kuat. Obat golongan atipikal pada umumnya mempunyai afinitas
yang lemah terhadap domapine 2, selain itu juga memiliki afinitas terhadap reseptor
dopamine 4, serotonin, histamin, reseptor muskarinik, dan reseptor alfa adrenergik. 3
Golongan antipsikosis atipikal diduga efektif untuk gejala positif (seperti
bicara kacau, halusinasi, delusi) maupun gejala negative (miskin kata-kata, afek yang
datar, menarik diri dari lingkungan, inisiatif menurun) pasien skizofrenia. Golongan
antipsikosis tipikal umumnya hanya berespon untuk gejala positif. 3

Obat antipsikosis 2
1. Obat antipsikosis tipikal
a. Phenothiazine
1. Rantai aliphatic : Chlorpromazine
2. Rantai piperazine : Perphenazine
Trifluoperazine
Fluphenazine
3. Rantai piperidine : Thioridazine
b. Butyrophenone : Haloperidol
c. Diphenyl-butyl-piperidine : Pimozide
2. Obat antipsikosis atipikal
a. Benzamide : Sulpiride
b. Dibenzodiazepin : Clozapine
Olanzapine
Quetiapine
Zotepine
c. Benzisoxazole : Risperidone
Aripiprazole

APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal,


nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif.4
APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan
kurang atau sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine,
haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis
dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi
rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah Chlorpromazine dan
thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif
dan sulit tidur. 4
APG II sering disebut sebagai serotonin dopamine antagonis (SDA) atau
antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamine pada ke empat
jalur dopamine di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping ekstrapiramidal
dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini
adalah clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon. 4

Obat antipsikosis tipikal


a. Farmakodinamik
Efek farmakologik kloropromazin dan antipsikosis lainnya meliput efek
pada susunan saraf pusat, sistem otonom , dan sistem endokrin. Efek ini terjadi
karena antipsikosis menghambat berbagai reseptor diantaranya dopamine,
reseptor a-adrenergik, muskarinik, histamin H1 dan reseptor serotonin 5HT2
dengan afinitas yang berbeda. chlorpromazine misalnya selain memiliki afinitas
terhadap reseptor dopamine, juga memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor
a-adrenergik, sedangkan risperidone memiliki afinitas yang tinggi terhadap
serotonin 5HT2. 3
SUSUNAN SARAF PUSAT
Chlorpromazine menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh tak
acuh terhadap rangsang dari lingkungan. Pada pemakaian lama dapat timbul
toleransi terhadap efek sedasi.Timbulnya sedasi amat tergantung dari status
emosional pasien sebelum minum obat. 3
chlorpromazine tidak dapat mencegah timbulnya konvulsi akibat
rangsang listrik maupun rangsang oleh obat. Semua derivat fenotiazin
mempengaruhi ganglia basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme (efek
ekstrapiramidal). 3
Fenotiazine tertutama yang potensinya rendah menurunkan ambang
bangkitan sehingga penggunaannya pada pasien epilepsi harus sangat berhati –
hati . 3
Neurologik
Pada dosis berlebihan , semua derivat fenotiazine dapat menyebabkan
gejala ekstrapiramidal serupa dengan yang terlihat pada parkinsonisme.3
Efek Endokrin
Chlorpromazine dan beberapa antipsikosis lama lainnya mempunyai
efek samping terhadap sistem reproduksi. Pada wanita dapat terjadi amenorea,
galaktorea dan peningkatan libido, sedangkan pada pria dilaporkan adanya
penurunan libido dan ginekomastia. Pada antipsikosis yang baru misalnya
olanzapine, quetiapine dan aripriprazole, efek samping ini minimal karena
afinitasnya yang rendah terhadap reseptor dopamine. 3
Kardiovaskular
Hipotensi dan peningkatan denyut nadi saat istirahat biasanya sering
terjadi dengan derivat fenotiazine. Curah jantung menurun dan frekuensi denyut
jantung meningkat. 3
Hematologi
Gangguan hematologis yang membahayakan yang dapat terjadi akibat
pemakaian antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, thioridazine dan pada
hampir semua antipsikotik adalah agranulositosis. Agranulositosis adalah suatu
kumpulan gejala yang ditandai dengan penurunan bermakna jumlah granulosit
yang beredar, neutropeni berat yang menimbulkan lesi-lesi di tenggorokan,
selaput lendir lain, saluran cerna dan kulit. Pada kebanyakan kasus, gejala ini
disebabkan oleh sensitasi terhadap obat-obatan, zat kimia, radiasi yang
mempengaruhi sumsum tulang dan menekan granulopoiesis. Jika pasien
melaporkan adanya suatu nyeri tenggorokan atau demam, hitung darah lengkap
harus segera dilakukan untuk memeriksa kemungkinan terjadinya
agranulositosis. 4
Dermatologi
Dermatitis alergik dan fotosensitivitas dapat terjadi pada sejumlah
kecil pasien, paling sering terjadi pada mereka yang menggunakan antipsikotik
tipikall potensi rendah, khusunya chlorpromazine. Berbagai erupsi kulit seperti
urtikaria, makulopapular, peteki, dan erupsi edematous telah dilaporkan. Erupsi
terjadi pada awal terapi, biasanya dalam minggu pertama dan menghilang dengan
spontan. Penggunaan chlorpromazine juga disertai beberapa kasus diskolorasi
biru-kelabu pada kulit pada daerah yang terpapar dengan sinar matahari. 4
Sedasi
Sedasi terutama merupakan akibat dari penghambatan reseptor
dopamine tipe-1. Chlorpromazine adalah antipsikotik yang paling menimbulkan
sedasi. Memberikan dosis antipsikotik harian sebelum tidur biasanya
menghilangkan masalah dari sedasi, dan toleransi untuk efek merugikan tersebut
dapat terjadi. 4

b. Farmakokinetik
1. ABSORPSI DAN DISTRIBUSI.
Kebanyakan antipsikotik mudah diabsorpsi tetapi tidak sempurna.
Sebagian besar antipsikotik tidak diabsorpsi secara lengkap setelah
pemberian oral. Selain itu , sebagian besar obat ini mengalami metabolisme
lintas pertama sehingga chlorpromazine dan tioridazine dosis oral memiliki
availabilitas sistemik sebesar 25% hingga 35%, sedangkan haloperidol,
yang kurang dimetabolisasi, memiliki rata – rata availabilitas sistemik
sebesar 65%.4
Kebanyakan antipsikotik sangat larut lemak dan terikat
protein(92-99%). Volume distribusinya cenderung besar (biasanya >
7L/KG). Mungkin karena terkumpulan dalam kompartemen lipid tubuh
dan afinitasnya terhadap beberapa reseptor neurotransmitter disusunan
saraf pusat sangat tinggi, durasi kerja klinisnya lebih lama dari yang
diperkirakan berdasarkan waktu-paruh plasmanya. 4
2. METABOLISME DAN EKSKRESI
Sebagian besar antispiskotik hampir dimetabolisme sempurna
melalui berbagai proses. Metabolit chlorpromazine diekskresikan dalam
urine. 4

Obat antipsikotik tipikal lainnya

HALOPERIDOL
Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis yang
karena hal tertentu tidak dapat diberi fenotiazine. Reaksi esktrapiramidal timbul
pada 80% pasien yang diobati haloperidol. 3
FARMAKODINAMIK
Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazine, tetapi butirofenone
memperlihatkan banyak sifat fenotiazine. Pada orang normal, efek haloperidol
mirip fenotiazine piperazine. Haloperidol memperlihatkan antipsikosis yang kuat
dan efektif untuk fase mania penyakit manik depresif dan skizofrenia. 3
Susunan saraf pusat
Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang
mengalami eksitasi. Efek sedatif haloperidol kurang kuat dibanding dengan
chlorpromazine. Haloperidol dan chlorpromazine sama kuat menurunkan ambang
rangsang konvulsi. 3
Sistem saraf otonom
Efek haloperidol terhadap sistem saraf otonom lebih kecil daripada efek
antipsikosis lain, walaupun demikian haloperidol dapat menyebabkan pandangan
kabur (blurring of vision). Obat ini meghambat aktivitas reseptor a-adrenergik,
tetapi hambatannya tidak sekuat hambatan chlorpromazine. 3
Sistem kardiovaskular dan respirasi
Haloperidol menyebabkan hipotensi , tetapi tidak sesering dan sehebat akibat
chlorpromazine. Haloperidol menyebabkan takikardia. 3
Efek endokrin
Seperti chlorpromazine, haloperidol menyebabkan galaktore dan resons
endokrin lain. 3

FARMAKOKINETIK
Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam plasma
tercapai dalam waktu 2-6 jam sejak menelan obat, menetap sampai 72 jam dan
masih dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu – minggu. Obat ini
ditimbun dalam hati dan kira kira 1% dari dosis yang diberikan diekskresi melalui
empedu. Ekskresi haloperidol lambat melalui ginjal, kira kira 40% obat dikeluarkan
selama 5 hari sesudah pemberian dosis tunggal. 3
Obat antipsikotik atipikal
DIBENZODIAZEPINE
CLOZAPINE
Merupakan antipsikotik atipikal pertama dengan potensi lemah. Disebut
atipikal karena obat ini hampir tidak menimbulkan efek ekstrapiramidal.
Diskinesia tardif belum pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang diberi obat
ini , walaupun beberapa pasien telah diobati sehingga 10 tahun. Dibandingkan
terhadap psikotropik yang lain, clozapine menunjukkan efek dopaminergik
lemah. 3
Clozapine efektif untuk mengontrol gejala–gejala psikosis dan
skizofrenia baik yang positif (iritabilitas) maupun yang negatif (social disinterest
dan incompetence, personal neatness). Efek yang bermanfaat terlihat dalam
waktu 2 minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu- minggu
berikutnya. Obat ini berguna untuk pengobatan pasien yang refrakter terhadap
obat standar. Selain itu , karena risiko efek samping ekstrapiramidal yang sangat
rendah, obat ini cocok untuk pasien yang menunjukkan gejala ekstrapiramidal
berat pada pemberian antipsikosis tipikal. Namun karena clozapine memiliki
risiko timbulnya agranulositosis yang lebih tinggi dibandingkan antipsikosis
yang lain, maka penggunaannya dibatasi hanya pada pasien yang resisten atau
tidak dapat mentoleransi antipsikosis yang lain. Pasien yang diberi clozapin perlu
dipantau jumlah sel darah putihnya setiap minggu. 3
Farmakokinetik
Clozapine diabsorpsi secara cepat dan sempurna pada pemberian per oral,
kadar puncak plasma tercapai pada kira kira 1,6 jam setelah pemberian obat.
Clozapin secara ekstensif diikat protein plasma (>95%), obat ini dimetabolisme
hampir semua sempurna sebelum dieksresi lewat urine dan tinja, dengan waktu
paruh rata rata 11,8 jam . 3
Efek Samping
- Granulositopeni, agranulositosis, trombositopeni, eosinofilia, leukositosis,
leukemia.
- Ngantuk, lesu, lemah, tidur, sakit kepala, bingung, gelisah, agitasi, delirium.
- Mulut kering atau hipersalivasi, penglihatan kabur, takikardi, postural
hipotensi, hipertensi.

OLANZAPINE
Farmakodinamik
Olanzapine merupakan derivate tienobenzodiazepine ,struktur kimianya
mirip dengan clozapine. Olanzapine memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin
(D2, D3, E4, Dan D5), reseptor serotonim (5HT2), muskarinik, histamin (H1),
dan reseptor alfa 1. 3
Farmakokinetik
Olanzapine diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral, dengan kadar
plasma tercapai setelah 4–6 jam pemberian , metabolisme dihepar, dan
diekskreasi lewat urine. 3
Indikasi
Indikasi utama adalah mengatasi gejala negatif maupun positif skizofrenia
dan sebagai antimania. Obat ini juga menunjukkan efektivitas pada pasien
depresi dengan gejala psikotik. 3
Efek samping
Meskipun strukturnya mirip dengan clozapine, olanzapine tidak
menyebabkan agranulositosis seperti clozapine. Olanzapine dapat ditoleransi
dengan baik dengan efek samping ekstrapiramidal terutama tardif diskinesia
yang minimal. Efek samping yang sering dilaporkan adalah peningkatan berat
badan dan gangguan metabolik yaitu intoleransi glukosa, hiperglikemia, dan
hiperlipidemia. 3
Efek samping juga bisa terjadi peningkatan berat badan, somnolen,
hipotensi ortostatik berkaitan dengan blockade reseptor alfa 1, gejala
ekstrapiramidal dan kejang rendah tardid dyskinesia. 4

QUETIAPINE
Farmakodinamik
Obat ini memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin (D2), serotonin
(5HT2), yang diperkirakan mendasari efektivitas obat ini untuk gejala positif
maupun negatif skizofrenia. 3
Farmakokinetik
Absorpsinya cepat setelah pemberian oral, kadar plasma maksimal tercapai
setelah 1-2 jam pemberian. Ikatan protein sekitar 80%. Metabolismenya lewat
hati. Eksresi sebagian besar lewat urine dan sebagian kecil lewat feses. 3
Indikasi
Quetiapine diindikasikan untuk skizofrenia dengan gejala positif maupun
negatif. Obat ini dilaporkan juga meningkatkan kemampuan kognitif pasien
skizofrenia seperti perhatian, kemampuan berpikir, berbicara dan kemampuan
mengingat membaik. Masih diperlukan penelitian lanjutan untuk membuktikan
apakah manfaat klinisnya berarti. Di samping itu obat ini diindikasikan pula
untuk gangguan depresi dan mania. 3
Efek samping
Efek samping yang umum adalah sakit kepala, somnolen dan dizziness.
Seperti antipsikosis atipikal umumnya, quetiapine juga memiliki efek samping
peningkatan berat badan, gangguan metabolik dan hiperprolakitinemia,
sedangkan efek samping ekstrapiramidalnya minimal. 3
RISPERIDON
Farmakodinamik
Risperidone yang merupakan derivate dari benzisoksazole mempunyai
afinitas yang tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2) dan aktivitas menegah
terhadap reseptor dopamine (D2), alfa 1 dan alfa 2 adrenergik dan reseptor
histamin. Aktivitas antipsikosis diperkirakan melalui hambatan terhadap reseptor
serotonin dan dopamine. 3
Farmakokinetik
Bioavailabilitas oral sekitar 70%, volume distribusi 1- 2 L/KG. Di plasma
risperidone terikat dengan albumin dan alfa 1 glikoprotein. Ikatan protein plasma
sekitar 90%. Risperidone secara ekstensif di metabolisme dihati. Risperidon dan
metabolitnya dieliminasi lewat urine dan sebagian kecil lewat feses. 3
Indikasi
Indikasi risperidone adalah untuk terapi skizofrenia baik untuk gejala
negatif maupun positif. Di samping itu dindikasikan pula untuk gangguan
bipolar, depresi dengan ciri psikosis dan trurtee syndrome. 3
Efek samping
Secara umum risperidone dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping
yang dilaporkan adalah insomnia, agitasi, ansietas, somnolen, mual, muntah,
peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia dan reaksi ekstrapiramidal terutama
tardif diskinesia. Efek samping ekstrapiramidal umumnya lebih ringan
dibandingkan antipsikosis tipikal. 3
Efek samping risreridon bisa menimbulkan gejala ekstrapiramidal,
peningkatan prolactin (ditandai dengan gangguan menstruasi, galaktorea dan
disfungsi seksual), sindrom neuroleptic maligna, peningkatan berat badan,
sedasi, pusing, takikardi. 4
Sediaan
Risperidone tersedia dalam bentuk tablet 1 mg, 2 mg dan 3 mg . Sirup dan
injeksi (long acting injection) 5o mg/mL. 3

Sistem dopaminergik antipsikotik tipikal


a. Mesolimbik dopamine pathways
Antipsikotik tipikal mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D2
khususnya di mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut
juga dengan antagonis reseptor dopamine (ARD) atau antipsikotik
konvensional. Kerja dari antipsikotik ini menurunkan hiperaktivitas dopamine
dijalur mesolimbik sehingga menyebabkan gejala positif menurun tetapi
ternyata tidak hanya memblok reseptor D2 di mesolimbik tetapi juga di tempat
lain seperti dijalur mesokortikal, nigrostriatal, dan tuberoinfundibular. 4
b. Blokade jalur mesokortikal
Apabila antipsikotik tipikal memblok reseptor D2 dijalur mesokortikal,
dapat memperberat gejala negatif dan gejala kognitif disebabkan penurunan
dopamine di jalur tersebut. Jika hal ini terjadi, maka merupakan sebuah
tantangan terapi, karena blokade reseptor dopamin di jalur ini secara teoritis
akan menyebabkan memburuknya gejala negatif dan kognitif. 4
c. Blokade Jalur Tuberoinfundibular
Blokade reseptor D2 di tuberoinfundibular oleh antipsikotik tipikal
menyebabkan peningkatan kadar prolaktin sehingga dapat terjadi disfungsi
seksual dan peningkatan berat badan. Fungsi normal jalur dopamine
tuberoinfundibular menghambat pelepasan prolaktin. Pada wanita postpartum,
aktivitas di jalur ini menurun, sehingga memungkinkan laktasi. 4
d. Blokade reseptor kolinergik
Antipsikotik selain menyebabkan terjadinya blokade reseptor D2 pada
keempat jalur dopamine, juga menyebabkan terjadinya blokade reseptor
kolinergik muskarinik sehingga timbul efek samping antikolinergik berupa
mulut kering, pandangan kabur, konstipasi dan kognitif tumpul. 4
e. Blokade reseptor Histamin
Reseptor histamin (H1) juga terblok sehingga timbul efek samping
mengantuk dan meningkatkan berat badan. 4
f. Blokade reseptor alfa1
Selain itu antipsikotik juga memblok reseptor alfa 1 adrenergik sehingga
dapat menimbulkan efek samping pada kardiovaskular berupa hipotensi
ortostatik, mengantuk, pusing, dan tekanan darah menurun. 4

Sistem dopaminergik antipsikotik atipikal


a. Mesokortikal pathways
Antagonis 5HT2A tidak hanya akan menyebabkan berkurangnya blokade
terhadap antagonis D2 tetapi juga menyebabkan terjadinya aktivitas dopamine
pathways sehingga terjadi keseimbangan antara keseimbangan antara serotonin
dan dopamine. APG II lebih berpengaruh banyak dalam memblok reseptor
5HT2A dengan demikian meningkatkan pelepasan dopamine dan dopamine
yang dilepas menang dari pada yang dihambat di jalur mesokortikal. Hal ini
menyebabkan berkurangnya gejala negatif maka tidak terjadi lagi penurunan
dopamine di jalur mesokortikal dan gejala negatif yang ada dapat diperbaiki. 4
b. Mesolimbik pathways
APG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan
antagonis D2 di jalur tersebut. Jadi antagonis 5HT2A tidak dapat mempengaruhi
blokade reseptor D2 di mesolimbik, sehingga blokade reseptor D2 menang. Hal
ini yang menyababkan APG II dapat memperbaiki gejala positif skizofrenia.
Pada keadaan normal serotonin akan menghambat pelepasan dari dopamine. 4

c. Tuberoinfundibular pathways
APG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT2A dapat
mengalahkan antagonis reseptor D2. Hubungan antara neurotransmiter
serotonin dan dopamine sifatnya antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi
prolaktin dari hipofise. Dopamine akan menghambat pengelepasan prolaktin,
sedangkan serotonin menigkatkan pelepasan prolaktin. Pemberian APG II
dalam dosis terapi akan menghambat reseptor 5HT2A sehingga menyebabkan
pelepasan dopamin menigkat. Ini mengakibatkan pelepasan prolaktin menurun
sehingga tidak terjadi hiperprolaktinemia. 4
d. Nigrostriatal pathways
Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis. Fungsi
jalur nigrostriatal adalah untuk mengontrol pergerakan. Bila jalur ini diblok,
akan terjadi kelainan pergerakan seperti pada Parkinsonism yang disebut reaksi
ekstrapiramidal (EPR). Gejala yang terjadi antara lain akhatisia, dystonia
(terutama pada wajah dan leher), rigiditas, dan akinesia atau bradikinesia. 4

Sediaan obat antipsikosis dan dosis anjuran


NO. Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1. Chlorpromazine Chlorpromazine Tab. 25-100 mg 300-1000 mg/h

Cepezet Tab. 100 mg 50-100 mg (im)


Ampul 50 mg/2cc Setiap 4-6 jam
2. Haloperidol Haloperidol Tab. 0,5-1,5 mg 5-20 mg
5 mg
Dores Cap. 5 mg
Tab. 1,5 mg
Serenace Tab. 0,5-1,5 mg
5 mg
Liq. 2 mg/ml
Amp. 5 mg/cc 5-10 mg (im)
Dapat diulang
setiap ½ jam
(maksimum 20
mg/h)
Lodomer Tab. 2-5 mg
Amp. 5 mg/cc 5-10 mg (im)
Tetes 2 mg/ml 5-20 mg/h
Haldol Decanoas Amp. 50 mg/cc 50 mg (im)
setiap 2-4
minggu
3. Fluphenazine Sikzonoate Vial 25 mg/cc 12,5-25 mg
(im) setiap 2-4
minggu
4. Trifluoperazine Stelazine Tab. 1-5 mg 15-50 mg/h
Stelosis Tab. 5 mg
5. Silpride Dogmatil Forte Amp. 100 mg/2cc 3-6 Amp/h (im)
Tab. 200 mg 300-600 mg/h
6. Paliperidone Invega Tab.SL 6 mg 6 mg/h
7. Risperidone Risperidone OGB Tab. 1-2-3 mg 2-8 mg/h
Mersi
Risperidone OGB Tab. 2 mg
Dexa
Risperdal Tab. 1-2-3 mg
Risperdal Consta Vial 25 mg/cc 25-50 mg (im)
50 mg/cc setiap 2
Neripros Tab. 1-2-3 mg minggu
Tetes 1 mg/ml
Persidal Tab. 1-2-3 mg
Nodiril Tab. 1-2 mg
Noprenia Tab. 1-2-3 mg
Zofredal Tab. 1-2-3 mg
8. Clozapine Clozaril Tab. 25-100 mg 150-600 mg/h
Clopine Tab. 25-100 mg
Clorilex Tab. 25-100 mg
Clozapine OGB Tab. 25-100 mg
Mersi
Luften Tab. 25-100 mg
9. Quetiapine Seroquel Tab.IR : 25-100- 300-800 mg/h
200-300 mg
Tab.XR : 50-300-
400 mg
10. Olanzapine Zyprexa Tab. 5-10 mg 10-30 mg/h
Vial 10 mg/ml Dapat diulang
(im) setiap 2 jam
Tab. Zydis 5-10 (maksimal 30
mg mg/h)
Remital Tab. 5-10 mg
Olandoz Tab. 5-10 mg
Onzapin Tab. 5-10 mg
11. Zotepine Lodopin Tab. 25-50 mg 75-150 mg/h
12. Aripiprazole Abilify Tab. 5-10-15 mg 10-30 mg/h
Tab. Disomet 10- Dosis 1x30
15 mg mg/h
Vial 9,75 mg/1,3 7,50 mg/ml
ml (im) dapat
diulang setiap 2
jam (maksimal
29.25 mg/h)
Tetes 1 mg/ml 1 ml=20 tetes

Obat antipsikosis “long acting” (fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau


haloperidol decanoas 50 mg/cc, im, setiap 2-4 minggu, sangat berguna untuk pasien
yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap
medikasi oral. Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral diberikan per oral lebih
dahulu beberapa minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas. Dosis
mulai dengan ½ cc setiap 2 minggu pada bulan pertama, kemudian baru ditingkatkan
menjadi 1 cc setiap bulan. Pemberian obat antipsikosis “long acting” hanya untuk terapi
stabilisasi dan pemeliharaan (mainstenance therapy) terhadap kasus skizofrenia. 15-
25% kasus menunjukkan toleransi yang baik terhadap efek samping ekstrapiramidal.

PENELITIAN TERBARU ( PHSYCHIATRY UPDATE)


BAB III
KESIMPULAN

1. Istilah antipsikotik dan neuroleptik secara bergantian, digunakan untuk menyebut


kelompok obat yang digunakan untuk terapi skizofrenia, tetapi juga efektik untuk
keadaan psikosis. Obat-obat antipsikotik dahulu sering disebut dengan
neuroleptik karena memiliki beberapa efek samping yang memberi gambaran
seperti gangguan neurologis yang disebut pseudoneurologis, atau dikenal juga
istilah major transquilizer karena adanya efek sedasi atau mengantuk yang berat.
2. Obat-obat DA juga sering disebut sebagai antipsikotik tipikal (APG-1), untuk
gejala positif.
3. Obat-obat SDA disebut sebagai antipsikotik atipikal (APG-2), untuk gejala
negatif.
DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira S.D dan Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Ed.2. Jakarta : FKUI ; 2013.
2. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Ed. 2014
Jakarta : FK Unika Atma Jaya ; 2014.
3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan Terapi. Ed. 5.
Jakarta : FKUI ; 2011.
4. Katzung B.G. Farmakologi Dasar & Klinik. Ed.10. Jakarta : EGC ; 2010.
5. Sadock B.J dan Sadock V.A. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed. 2. Jakarta : EGC ;
2010.

Anda mungkin juga menyukai