Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Dewasa ini konsep kedokteran mengenai pengobatan gangguan psikotik
masih berputar pada penggunaan antipsikotik. Sejarah tentang obat anti psikotik
di mulai sejak 50 tahun yang lalu . Sejak awal perkerbangannya hingga kini ,
antipsikotik menjadi pilihan utama pengobatan skizofrenia dan pengetahuan
tentang susunan kimia dan farmakologi dari obat ini banyak menjelaskan
bagaimana perubahan kimia yang terjadi pada skizofrenia . Antipsikotik
merupakan salah satu obat golongan psikotropik. Obat psikotropik adalah obat yang
bekerja secara selektif pada susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap
aktivitas mental dan perilaku (mind and behavior altering drugs), digunakan untuk terapi
gangguan psikiatrik ( psychotherapeutic medication).
Menurut WHO, obat psikotropik adalah obat yang mempengaruhi fungsi psikis,
kelakuan atau pengalaman. Psikotropik hanya mengubah keadaan jiwa penderita sehingga lebih
kooperatif dan dapat menerima psikoterapi dengan lebih baik. Berdasarkan penggunaan
klinik, psikoterapi dibagi menjadi 4 golongan yaitu: (1) antipsikotik; (2) antianxietas; (3)
antidepresi; dan (4) psikotogenik. Antipsikotik atau dikenal juga dengan istilah neuroleptik (
major tranquilizer) bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik. Antipsikotik
bekerja dengan menduduki reseptor dopamin , serotonin dan beberapa reseptor
neurotransmiter lainnya . Antipsikotik dibedakan atas antipsikotik tipikal (antipsikotik generasi
pertama) antara lain klorpromazin, flufenazin, tioridazin, haloperidol; serta
antipsikotik atipikal (antipsikotik generasi kedua) seperti klozapin, olanzapin,
risperidon dan lain sebagainya.
Clozapine secara luas diketahui merupakan obat antipsikosis yang paling
efektif. Penelitian pada pasien yang menunjukkan respon terapi yang tidak
adekuat terhadap obat neureleptik konvensional telah menunjukkan bahwa
penggantian dengan clozapine lebih efektif daripada neuroleptik konvensional.

1
Pada penelitian lainnyanya didapatkan bahwa clozapine lebih unggul
dibandingkan antipsikosis atipikal lainnya dalam mengontrol simptom simtom
yang tidak responsif terhadap obat – obat konvensional pada pasien
schizophrenia kronik. Beberapa penelitian juga menunjukkan bagaimana
efektivitas clozapine pada pasien pasien yang tidak responsif terhadap
antipsikosikosis atipikal lainnya.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan Meet The Expert ini adalah :
a. Untuk mengetahui tentang obat antipsikotik
b.Untuk mengetahui mekanisme kerja dari Clozapine
c. Untuk mengetahui efek samping dari Clozapine

1.3 Manfaat Penulisan


Semoga Meet The Expert ini dapat berguna bagi penulis maupun pembaca
untuk lebih mengetahui dan memahami tentang mekanisme kerja dan efek
samping Clozapine.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Antipsikotik


Antipsikotik adalah obat – obat tranquilizer mayor yang menyebabkan
terjadinya revolusi di bidang psikiatri dengan memberikan penatalaksanaan yang
efektif terhadap sejumlah besar kasus penderita pskiotik . Efek antipsikotiknya
bukan akibat efek sedasi tetapi melalui kerja spesifik pada gangguan proses
piker dan gangguan mood.
Berbagai antipsikotik yang berbeda tersedia dan dibagi dalam
golongan besar : untuk 30 tahun pertama digunakan antipsikotik tipikal yaitu
obat – obat yang bekerja melalui penghambatan yang kuat terhadap reseptor D2
dan sejak awal tahun 1990 ditambahkan dengan ibat – obat antipsikotik atipikal
yaitu obt yang mempengaruhi reseptor D2 dengan derajat lebih ringan sambil
melakukan penghambatan yang bermakna pada reseptor 5-HT2A(1,2).
Walaupun kedua tipe obat tersebut sama efektif , obat yang baru memiliki
beberapa keuntungan yang bermakna yang dengan cepat membuat obat – obat ini
menjadi golongan obat - obat terpilih.1

2.2 Klasifikasi Antipsikotik


Berdasarkan rumus kimianya, obat –obat anti psikotik dibagi dalam 2
golongan fenotiazin minsalnya chlorpromazine, dan golongan nonfenotiaazin
contohnya haloperidol. Sedangkan menurut cara kerjanya terhadap reseptor
dopamine dibagi menjadi menjadi Dopamin Receptor Antagonis (DA) dan
serotonine dopamine antagonist (SDA). Obat – obat DA juga sering disebut
sebagai antipsikotik tipikal dan obat – obat SDA disebut sebagai antipsikotik
atipikal. Golongan fenotiazin juga disebut obat yang berpotensi rendah,
sedangkan golongan nonfenotiazin disebut obat – obat potensi tinggi karena
hanya memerlukan dois kecil untuk memperoleh efek yang setara dengan

3
chlorpromazine100mg . obat –obat SDA makin berkembang dan menjadi pilihan
karena efek klinis yang diperoleh setara dengan obat konvensional disertai efek
samping yang jauh lebih ringan. Obat – obat konvensional disertai efek samping
yang jauh lebih ringan. Obat – obat jenis ini antara lain risperidon , clozapin,
olanzapine, quetiapin, ziprazidon dan ariprazol. Klasifikasi kemudian dibuat lebih
sederhana dengan membaginya menjadi antipsikotik generasi pertama (APG -1)
untuk obat –obat golongan antagonis dopamine dan antispikotik generasi II (APG
II)untuk golongan sserotonin dopamine antagonis (SDA).2
Penggolongan Obat Anti-Psikosis
1. Obat Anti-Psikosis Tipikal ( Typical Anti Psychotics )
 Rantai Aliphatic : Chlorpromazine ( Largactil )
Levomepromazine ( Nozinan )
 Rantai piperazine : Perphenazine ( Trilafon )
Trifluoperazine ( Stelazine )
Fluphenazine (Anatensol )
 Rantai Piperidine : Thioridazine ( Melieril )
2. Butyrophenone : Haloperidol ( Haldol, serenace, dll )
3. Diphenyl-butyl-piperidine : Pimozide ( Orap )
Penggolongan Anti-Psikosis Atipical (Typical Anti Psychotics )
1. Benzamide : Sulpiride ( Dogmatil )
2. Dibenzodiazepine : Clozapine ( Clozaril )
Olanzapine ( Zyprexa )
Quetiapine ( Seroquel )
3. Benzisoxazole : Risperidon ( Risperdal )3
Golongan Nama obat Dosis anjuran perhari
APG- 1 Haloperidol 5-20 mg
khlorpromazin 100 – 400 mg
APG – II risperidone 2 – 8 mg

4
Olanzapine 10 – 20 mg
quetiazapine 200 – 800 mg
Clozapin 150 – 450 mg
Paliperidone 6 mg
Aripiprazole 10 – 30 mg
Tabel 1 Golongan Obat Antipsikoti dan Dosis

2.3 Clozapine
Clozapine adalah obat anti psikotik yang efektif yang lebih jarang
disertai dengan efek samping mirip parkinsonisme dibandingkan antipsikotik
konvensional, yang bekerja terutama dengan aktivitas antagonisnya pada reseptor
dopamine tipe 2 (D2). Disamping itu clozapine mungkin lebih efektif dalam
terapi gejala negative skixofrenia dibandingkan antipsikotik konvensional dan
dalam terapi pasien skizofrenik yang tidak berespon terhadap obat antipsikotik
konvensional. Tetapi terapi dengan clozapine adalah disertai dengan peristiwa
merugikan yang spesifik, yang paling serius adalah terjadinya agranulositosis
pada kira-kira 1-2 persen dari semua pasien, suatu peristiwa merugikan yang
memerlukan monitoring hematologis setiap minggu pada pasien yang diobati
dengan clozapine.
Clozapine disetujui tahun 1990 oleh U.S Food and Drug
Administration (FDA) untuk digunakan oleh pasien skizofrenia yang resistant
terhadap terapi. Obat ditemukan ditahun1954, dan efek antipsikotik terapeutiknya
tanpa adanya efek ekstrapiramidalis ditemukan segera setelahdigunakan dalam uji
coba klinis. Pada tahun 1975 hubungan antara clozapine dan agranulositosis telah
diketahui, tetapi keunikan sifat terapeutik dan efek samping clozapine mendorong
peneliti untuk terus melakukan penelitian yang termonitor terhadap obat.
Sejumlah penelitian di Eropa dan Amerika Serikat akhirnya menunjukkan bahwa

5
clozapine dapat digunakan secara aman jika dilakukan monitoring hematologis
setiap minggu, jadi menyebabkan persetujuan obat oleh FDA.4

2.4 Bentuk Sediaan Clozapine

Gambar 1. Bentuk sediaan Clozapine


Adapun bentuk sediaan obat clozapine yang tersedia adalah dalam
bentuk tablet yang dikonsumsi secara oral. Tersedia mulai dari 12,5 mg, 25 mg,
50 mg, 100 mg, dan 200 mg.5

2.5 Kimiawi obat clozapine

Gambar 2. Struktur obat

Clozapine adalah senyawa heterosiklik, struktur molekulnya


ditunjukkan dalam gambar 2. Walaupun beberapa senyawa antipsikotik lain

6
secara structural adalah mirip dengan clozapine. Sebagai contoh, loxapine
(Loxita-ne) clozapine tetap merupakan senyawa yang unik secara farmakologis
dan terapeutik.4

2.6 Dosis Obat Clozapine


Dewasa dimulai dengan 12,5 mg 1-2 kali/hari, diikuti dengan peningkatan
bertahap sebesar 25-50 mg/hari sampai dengan 300-450 mg/hari, diberikan dalam
dosis terbagi. Maksimal 600 mg/hari.6
Anak dimulai dengan 6,25 mg dua kali sehari, dengan kenaikan mingguan
6,25 mg sesuai kebutuhan. Dosis pediatric umumnya berkisar 50-300mg/hari.7

2.7 Indikasi Obat Clozapine


a. Skizofrenia Resisten Terapi
Indikasi satu-satunya yang diizinkan oleh FDA untuk clozapine adalah
sebagai terapi untuk skizofrenia resisten terapi. Satu kelompok pasien diobati
dengan clozapine, dan yang lainnya dengan chlorpromazine dan benztropine.
Respon terapi kelompok clozapine jelas lebih unggul dibandingkan respons
terhadap kelompok chlorpromazine-benztropine, hanya 4 % pasien dalam
kelompok chlorpromazine-benztropine menunjukkan perbaikan yang bermakna,
dibandingkan dengan 30% pada kelompok clozapine.
b. Indikasi lain
Clozapine juga banyak digunakan pada pasien yang sakit serius atau yang
menderita tardive dyskinesia parah atau kepekaan khusus terhadap efek samping
ekstrapiramidalis dari obat antipsikotik standar. Terapi clozapine menekan
gerakan abnormal pada tardive dyskinesia, demikian juga terapi dengan
antipsikotik konvensional. Clozapine juga dapat mengobati gangguan
pergerakan. Pemakaian clozapine juga dapat pada gangguan skizoafektif, pasien
gangguan bipolar I yang parah, pasien dengan gangguan kepribadian ambanag,
dan pasien dengan penyakit Parkinson.4

7
2.8 Kontra Indikasi Obat
Clozapine mutlak kontraindikasi dengan riwayat agranulositosis atau
miokarditis akibat obat. Kondisi lain dibawah ini merupakan kontraindikasi
relative dimana resiko, manfaat, dan alternative untuk clozapine harus ditimbang
untuk setiap pasien. Efek samping dari clozapine bervariasi dalam tingkat
keparahan mereka, seperti hal nya manfaat obat yang berkisar dari mengurangi
psikosis hingga berpotensi menyelamatkan nyawa pasien dengan skizofrenia
beresiko bunuh diri. Kondisi-kondisi tersebut adalah :
a. Kejang
Individu dengan gangguan kejang harus dikontrol secara optimal
sebelum perawatan dengan clozapine dimulai dan diobservasi dengan cermat
selama perawatan. Pasien dengan resiko kejang tinggi, termasuk mereka yang
memiliki riwayat kejang demam atau epilepsy, harus dipertimbangkan untuk
pengobatan profilaksis dengan obat antikonvulsan bila clozapine dimulai.
b. Neutropenia
Pasien dengan neutropenia, seperti dari gangguan sum-sum tulang atau
dari obat lain yang dapat menyebabkan keracunan sum-sum tulang (misalnya,
carbamazepine), mungkin sulit untuk diobati dengan clozapine karena jumlah
neutrofill absolute yang rendah secara kronis yang memicu peringatan dan
penghentian clozapine sesuai kebutuhan.
c. Penyakit Jantung
Individu dengan penyakit jantung memiliki resiko kematian lebih tinggi
dari miokarditis yang ditimbulkan clozapine. Pada individu tersebut,
clozapine harus dimulai dalam keadaan rawat inap dengan pemantauan ketat
fungsi jantung
d. Kondisi Lain
Individu dengan obesitas, diabetes mellitus, dislipidemia, atau penyakit
gangguan kardiovaskular aterosklerotik mungkin dapat memperburuk

8
gangguan-gangguan tersebut ketika diobati dengan clozapine dan pengobatan
yang lebih agresif atas gangguan-gangguan tersebut akan diperlukan.
Pemantauan lipid dan indicator resistensi insulin diindikasikan pada semua
pasien yang diobati dengan clozapine.8

2.9 Efek Samping Clozapine


Ciri khas clozapine dengan obat antipsikotik yang lain adalah tidak adanya
efek merugikan ektrapiramidalis. Clozapine mungkin disertai dengan insidensi
tardive dyskinesia yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan antipsikotik lain,
walaupun beberapa kasus melaporkan tidak menemukan hubungan tersebut.
Karena efeknya yang lemah pada reseptor D2, clozapine tidak mempengaruhi
sekresi prolaktin. Jadi clozapine tidak menyebabkan galaktorea. Dua efek
merugikan yang paling serius dari clozapine adalah agranulomatosis dan kejang.
a. Agranulomatosis
Agranulositosis didefinisikan sebagai penurunan jumlah sel darah putih,
dengan penurunan spesifik pada jumlah leukosit polimorfonuklear.
Konsentrasi eritrosit dan trombosit tidak dipengaruhi. Agranulositosis terjadi
pada 1 sampai 2 persen dari semua pasien yang diobati dengan clozapine.
Persentasi tersebut berbeda dengan insidensi 0.04 sampai 0,5 persen pada
pasien yang diobati dengan antipsikotik standar. Penelitian awal
menunjukkan bahwa sepertiga dari pasien yang mengalami agranulositosis
akibat clozapine meninggal tetapi monitoring klinis yang cermat terhadap
status hematologis pasien yang diobati dengan clozapine akhirnya dapat
mencegah kematian dengan mengenali secara awal gangguan hematologis
dan menghentikan pemakaian clozapine. Agranulositosis dapat tampak
secara tiba-tiba atau bertahap. Keadaan ini paling sering berkembang dalam 6
bulan pertama terapi, walaupun tampak jauh lebih lama lagi. Peningkatan
usia dan jenis kelamin wanita adalah factor resiko tambahan untuk
perkembangan agranulositosis akibat clozapine. Tetapi beberapa factor

9
genetika yang belum diketahui kemungkinan menempatkan pasien tertentu
ke dalam resiko untuk agranulositosis.
b. Kejang
Kira-kira 5% pasien yang menggunakan lebih dari 600 mg clozapine
sehari, 3 sampai 4% pasien yang menggunakan 300-600 mg sehari
mengalami kejang yang berhubungan dengan clozapine. Persentasi tersebut
adalah lebih tinggi dibandingkan yang berhubungan dengan pemakaian obat
antipsikotik standar. Jika kejang timbul pada seorang pasien, clozapine harus
dihentikan secara sementara. Terapi Phenobarbital (luminal) dapat dimulai,
dan clozapine dapat dimulai kembali kira-kira 50% dosis sebelumnya,
selanjutnya dinaikkan kembali secara bertahap. Carbamazepin tidak boleh
digunakan dalam kombinasi dengan clozapine karena hubungan nya dengan
agranulositosis. Konsentrasi plasma antiepileptic lain harus dimonitor
dengan cermat karena kemungkinan interaksi farmakokinetik dengan
clozapine.
c. Efek Kardiovaskular
Takikardi, hipotensi, dan perubahan elektroensefalogram (EEG) adalah
berhubungan dengan terapi clozapine. Takikardia adalah karena inhibisi
vagal dan dapat diobati dengan antagonis adrenergic-ß kerja perifer seperti
atenolol, walaupun terapi tersebut memperberat efek hipotensif clozapine.
efek hipotensif clozapine mungkin cukup parah sehingga menyebabkan
episode sinkop, khususnya bilamana dosis awal melebihi 75 mg sehari.
Episode sinkop biasanya dapat dihindari jika dosis awal adalah rendah (25
mg sehari) dan dosis dinaikkan bertahap, jadi memungkinan berkembangnya
toleransi untuk hipotensif obat.
d. Efek merugikan lain
Efek merugikan lain yang paling sering yang berhubungan dengan
clozapine adalah sedasi, kelelahan, penambahan berat badan, berbagai gejala
gastrointestinal ( paling sering konstipasi), efek anti kolinergik, dan demam.

10
Sedasi dan sialorea sering kali merupakan efek mengganggu yang paling
menyebabkan masalah bagi pasien. Sedasi paling sering terjadi pada awal
terapi, dan efek sedasi siang hari dapat diturunkan dengan memberikan
sebagian besar dosis clozapine pada malam hari. Sialorea dapat merupakan
efek merugikan yang mengganggu, dan sering kali paling parah pada malam
hari, yang menyebabkan keluhan pasien bahwa bantal mereka basah saat
mereka bangun pagi hari. Karena kemungkinan efek aditif dari obat
antikolinergik dan aktivitas antikolinergik dari clozapine, terapi sialorea
dengan obat antikolinergik adalah tidak dianjurkan. Tetapi telah dapat laporan
terapi yang berhasil dengan tempelan clonidine (0,1 mg tiap minggu) dan
dosis kecil amytriptilin sebelum tidur. Walaupun hipotermia ringan sering
berhubungan dengan clozapine, demam 1 sampai 2ºF diatas normal dapat
terjadi, biasanya pada sebulan pertama terapi, seringkali menyebabkan
ketakutan tentang perkembangan infeksi karena agranulositosis. Clozapine
harus dihentikan pada kasus tersebut, jika hitung sel darah putih normal,
clozapine dapat diberikan kembali perlahan-lahan dan pada dosis rendah.
Karena sindrom neuroleptik malignan telah dilaporhan berhubungan dengan
clozapine, klinisi juga harus mempertimbangkan kemungkinan tersebut dalam
diagnosis banding demam pada pasien yang diobati clozapine.4

2.10 Interaksi Obat


Clozapine tidak boleh digunakan dengan salah satu obat lain yang
disertai dengan perkembangan agranulositosis atau supresi sum-sum tulang.
Obat tersebut adalah carbamazepine, propylthiouracil, sulfonamide, dan
captopril. Depresan sistem saraf pusat, alcohol, atau obat trisiklik yang
diberikan bersama dengan clozapine dapat meningkatkan resiko kejang, sedasi,
dan efek jantung. Pemberian bersama benzodiazepine dan clozapine mungkin
berhubungan dengan peningkatan insidensi ortostasis dan sinkop. Terdapat
laporan kasus yang jarang tentang depresi pernapasan setelah pemberian

11
bersama dengan clozapine. Lithium juga tidak dapat dikombinasikan dengan
Clozapine.4

2.11 Farmakokinetik
Clozapine cepat diabsorbsi dari saluran gastrointestinal dan kadar
puncak dalam plasma dicapai dalam 1 sampai 4 jam (rata-rata dua jam). Obat
dimetabolisme secara lengkap dengan waktu paruh antara 10 dan 16 jam (rata-
rata 12 jam). Kadar stabil biasanya dicapai dalam tiga sampai empat hari jika
digunakan dosis dua kali sehari. Dua metabolit utama memiliki aktivitas
farmakologis yang minimal dan memiliki waktu paruh yang lebih pendek
dibandingkan senyawa asal. Metabolit dieksresi dalam urin dan feses.4

2.12 Farmakodinamik
Clozapine memiliki potensi yang jauh lebih tinggi sebagai antagonis
pada reseptor D1 serotonin tipe 2 (5-HT2) dan non adinergik alfa (khususnya
α1). Clozapine juga memiliki aktivitas antagonis pada reseptor muskarinik dan
histamine tipe 1 (H1). Keanekaragaman efek reseptor telah menimbulkan tiga
hipotesis utama tentang dasar farmakologis untuk kemanjuran clozapine dan
hipotesis tentang patofisiologi skizofrenia. Pertama telah dihipotesiskan bahwa
perbedaan dan banyaknya aktivitas reseptor menyebabkan sifat yang unik dari
clozapine, jadi pendekatan perkembangan farmasi yang sering tentang obat
adalah yang spesifik reseptor. Kedua telah dihipotesiskan bahwa campuran
aktivitas serotonin dan dopamine adalah penting, suatu hipotesis yang
mengarahkan riset pada beberapa antipsikotik baru, termasuk risperidon.
Ketiga, penemuan bahwa clozapine memiliki afinitas ikatan yang tinggi untuk
reseptor D4 telah menyebabkan hipotesis bahwa reseptor non dopamine D2
mungkin merupakan sasaran yang paling efektif untuk obat psikotik, jadi
menyebabkan riset tambahan terhadap obat D4 dan D3. Satu atau lebih dari
hipotesis tersebut dapat membantu menjelaskan pengamatan eksperimental pada

12
model binatang bahwa clozapine adalah lebih paten dalam mempengaruhi
neuron dopamine yg berjalan ke system limbic ( neuron mesolimbik )
dibandingkan yang mempengaruhi neuron dopamine yang berjalan ke ganglia
basalis ( neuron Nigrostriatal ).4

2.13 Penelitian Penggunaan Clozapine


Ada bukti dari beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa clozapine
dapat memperbaiki defisi kognitif yang mendasari skizofrenia. Sistem
mesokortikolimbik merupakan jalur anatomi dan fisiologis penting sehubungan
dengan terjadinya disfungsi kognitif pada skizofrenia. Proyeksi dopaminergik
dari daerah tegmental ventral di batang otak naik ke daerah limbik dan
prefrontal dorsolateral korteks (jalur mesokortikolimbik) terganggu. Reseptor
D1 dopamin berada dalam konsentrasi tinggi pada korteks prefrontal
dorsolateral , dan memainkan peran penting dalam modulasi sirkuit
mesokortikolimbik dan fungsi kognitif pada skizofrenia. Selain itu clozapine
merupakan antagonis reseptor dopamin D1, dan ini diduga menjadi penting
dalam respon klinis yang unik. Dengan demikian, gen reseptor D1 dopamin
adalah gen kandidat prioritas tinggi untuk dinilai dalam memprediksi respon
terhadap clozapine sehubungan dengan kognisi pada skizofrenia.
Dalam studi percontohan dari 35 pasien skizofrenia, yang terlibat dalam
uji coba secara acak, prospektif klinis clozapine, ditemukan hubungan yang
signifikan antara hulu reseptor D1 polimorfisme gen dan perubahan dalam skor
di Wisconsin Card Sort Test, yang mengukur kerja memori, perhatian dan
fungsi eksekutif, dinilai sebelum dan setelah pengobatan dengan clozapine.
Ditemukan juga bukti yang menunjukkan bahwa polimorfisme reseptor
dopamin D1 di hulu dikaitkan dengan modulasi dorsolateral prefrontal cortex
aktivitas metabolik, sebagaimana dinilai oleh fluoro-2-deoxy D-glukosa
(FDG) PET setelah pengobatan clozapine, dan bahwa ini adalah prediksi
tindakan respon klinis. Clozapine, prototype antipsikotik atipikal, tetap agen

13
yang paling efektif untuk pengobatan refraktori skizofrenia dan dalam beberapa
tahun terakhir telah mendapatkan banyak popularitas sebagai pengobatan lini
pertama, namun di antara antipsikotik atipikal, clozapine tampaknya memiliki
efek meningkatkan berat badan terbesar. Beberapa pasien dapat memperoleh
sebanyak 50 kg selama masa pengobatan 1 tahun. Data dari beberapa
kepustakaan menunjukkan bahwa 13-85% dari pasien yang diobati dengan
clozapine mengalami peningkatan berat badan. Dari penelitian ditemukan
bahwa kejadian kumulatif dari semua pasien mencapai 20% kelebihan berat
badan, mewakili kesehatan jangka panjang yang signifikan dengan risiko > 50
%. Efek samping ini dapat merusak kepatuhan, menyebabkan kambuh, dan juga
dapat menyebabkan signifikan psikologis dan morbiditas medis. Kenaikan
berat badan yang cukup besar juga dapat menyebabkan kenaikan komorbiditas
terkait obesitas dan risiko kesehatan diabetes mellitus seperti tipe II, hipertensi,
penyakit jantung, disfungsi pernafasan dan beberapa jenis kanker, yang
semuanya terkait dengan kematian yang signifikan.
Adanya variabilitas yang cukup besar antara individu sehubungan
dengan kemampuan antipsikotik untuk mendorong kenaikan berat badan, yaitu
tidak semua pasien yang diobati dengan clozapine mengalami kenaikan berat
badan. Dengan demikian, efek samping dari kenaikan berat badan terjadi hanya
dalam proporsi pasien yang diobati yang cenderung untuk efek samping ini.
Sekarang kemungkinan bahwa variabilitas ini dalam kecenderungan pasien
untuk mendapatkan berat badan adalah ditentukan oleh kombinasi genetik dan
faktor lingkungan. Faktor genetik dapat mencakup farmakokinetik (yaitu
faktor yang terlibat dalam metabolisme dan eliminasi obat dari tubuh) serta
farmakodinamik (yaitu faktor langsung aksi obat dalam tubuh). Variasi genetik
dalam faktor farmakodinamik seperti reseptor dapat dikenai beberapa pasien
memiliki reseptor dengan afinitas yang lebih tinggi untuk obat dan
memungkinkan prediksi pasien yang paling mungkin untuk merespon atau
mengembangkan efek samping. Perbedaan genetik dalam faktor-faktor

14
farmakokinetik seperti enzim metabolisme obat kurang pada beberapa bentuk
enzimatik aktif kurang sehingga kadar plasma obat yang lebih tinggi, dan ini
juga memungkinkan respon prediksi yang baik dan kecenderungan untuk
terjadinya efek samping. Peningkatan berat badan yang disebabkan oleh
antipsikotik atipikal mungkin akan terjadi karena kombinasi dari gangguan
dan perubahan mekanisme kontrol saat kenyang, pengeluaran energi,
metabolisme dan lipogenesis, meskipun ada jumlah terbatas penelitian
berusaha untuk mengungkap mekanisme yang tepat.
Secara kolektif, data dari beberapa paradigma penelitian konvergen dan
menunjukkan bahwa kenaikan berat badan disebabkan oleh antipsikotik
atipikal dan obesitas hasil dari interaksi beberapa neurotransmitter/reseptor,
dengan perubahan yang dihasilkan dalam nafsu makan dan perilaku makan.
Pasien yang diobati dengan clozapine umumnya mengeluh bahwa mereka
memiliki ketidakmampuan untuk mengendalikan nafsu makan mereka bahkan
setelah makan makanan lengkap.
Sinyal kenyang muncul dalam berbagai bidang, termasuk saluran
penciuman dan gustatori, esophagus, perut, hati, dan usus, dan diproses di
hipotalamus, yang memberikan kontribusi untuk peraturan dan pemeliharaan
berat tubuh homeostasis individu. Oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa
beberapa antipsikotik dapat mengganggu pengolahan kenyang di hipotalamus
dengan mengikat reseptor terlibat dalam berat badan dan regulasi kenyang.
Studi di manusia telah menunjukkan bahwa peningkatan serotonin nafsu makan
menurun, dan penurunan serotonin terjadi peningkatan nafsu makan. Peptida
yang memberikan efek yang paling signifikan pada pengaturan nafsu makan
makan dan pengaturan berat adalah leptin. Leptin disekresi oleh adiposit dalam
proporsi langsung dengan jumlah lemak yang tersimpan dalam sel itu. Hal ini
diyakini untuk bertindak pada tingkat hipotalamus, di mana memulai kaskade
kejadian yang mengarah pada regulasi nafsu makan, pengeluaran energi dan
kejenuhan. Pada pasien setelah mendapatkan pengobatan mengalami

15
peningkatan berat badan yang signifikan. Clozapine dipercaya menyebabkan
peningkatan berat badan pada pasien ini. Clozapine bekerja pada reseptor D2
dan D1 secara lemah namun sebagai noradrenolitik, antikolinergik,
antihistamin dan inhibisi reaksi aorosal yang kuat. Dengan dosis equivalen
dengan risperidon sebanyak 25 mg clozapine dengan 2 mg risperidon.
Pengobatan pasien diganti dengan menggunakan risperidon 2x2 mg.
Pengobatan skizofrenia dengan antipsikotik atipikal memberikan
penyembuhan dari gejala yang terjadi. Respon setiap individu dalam
pengobatan berbeda. Beberapa efek samping yang ditakutkan dan dapat
menyebabkan terganggunya kepatuhan pengobatan berupa peningkatan berat
badan terutama dalam pengobatan menggunakan clozapine. Pada pasien wanita
yang sudah dalam kondisi obesitas hal ini menjadi sangat diperhatikan. Pada
beberapa penelitian clozapine dapat meningkatkan berat badan 50-60 kg
dalam masa pengobatan 6 bulan sampai 1 tahun. Terdapat beberapa
mekanisme kompleks dalam kerja clozapine sehingga dapat meningkatkan berat
badan.
Kerja clozapine pada hipotalamus dipercaya mengganggu mekanisme
ini. Pada pasien yang menggunakan clozapine dan mengalami peningkatan
berat badan pengobatan diganti dengan menggunakan antipsikotik atipikal
dengan penyesuaian dosis efekif yang sudah terbukti menghilangkan gejala
pasien. Pada kasus diganti dengan memberikan resperidon.9

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Antipsikotik adalah obat – obat tranquilizer mayor yang menyebabkan
terjadinya revolusi di bidang psikiatri dengan memberikan penatalaksanaan yang
efektif terhadap sejumlah besar kasus penderita pskiotik. Clozapine adalah obat
anti psikotik yang efektif yang lebih jarang disertai dengan efek samping mirip
parkinsonisme dibandingkan antipsikotik konvensional, yang bekerja terutama
dengan aktivitas antagonisnya pada reseptor dopamine tipe 2 (D2). Disamping itu
clozapine mungkin lebih efektif dalam terapi gejala negative skixofrenia
dibandingkan antipsikotik konvensional dan dalam terapi pasien skizofrenik yang
tidak berespon terhadap obat antipsikotik konvensional. Ciri khas clozapine
dengan obat antipsikotik yang lain adalah tidak adanya efek merugikan
ektrapiramidalis, tetapi Clozapine memiliki efek samping yang berbahaya yaitu
Agranulositosis. Dari hasil penelitian yang didapatkan pada pasien yang
menggunakan clozapine dan mengalami peningkatan berat badan pengobatan
diganti dengan menggunakan antipsikotik atipikal dengan penyesuaian dosis
efekif yang sudah terbukti menghilangkan gejala pasien. Pada kasus diganti
dengan memberikan resperidon.

3.2 Saran

17
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4. Sinopsis Kaplan psikiatri jilid 2
5. Maslim, Rusdi. “Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga”
6. Mims.com. 2012. “Master Index of Medical Specialities Volume 13 Edisi Bahasa
Indonesia”. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
7. Gracious, B.L, Findling, R.L. 2001. “Antipsychotic medications for children and
adolescents Pediatr Ann”
8. Freudenreich. 2012. Guidelines for Prescribing Clozapine is Schizophrenia
(online) (http://www.uptodate.com/contens/Guidelines-for-Prescribing-
Clozapine-is-Schizophrenia, diakses tanggal 14 September 2015.
9. Penelitian

18

Anda mungkin juga menyukai