BAB I
PENDAHULUAN
Psikiatri adalah salah satu cabang ilmu kedokteran, yang mempelajari manusia
secara utuh, tidak hanya masalah fisik, fisiologi atau patologi yang terjadi saja,
tetapi juga melihat hubungan individu dengan lingkungannya. Terapi yang
digunakan terhadap penderita gangguan jiwa berupa elektrik - holistik, yaitu
komprehensif meliputi bidang organo-biologik, psiko-edukatif dan sosio-kultural,
serta selalu mengikuti kaedah-kaedah ilmu kedokteran yang mutakhir. Dalam setiap
kondisi tidak mudah untuk menentukan aspek mana yang harus lebih
diprioritaskan. Istilah biological priority dan psychological supremacy sebenarnya
bukan dimaksudkan untuk menempatkan satu diatas yang lain, tapi
memperlakukannya sebagai proses berkesinambungan yang tidak terpisahkan.
Pada tahun 1990, ditemukan klozapin yang dikenal sebagai generasi pertama
antipsikotik golongan atipikal. Disebut atipikal karena golongan obat ini sedikit
menyebabkan reaksi ekstrapiramidal (EPS = extrapyramidal symptom) yang umum
terjadi pada obat antipsikotik tipikal yang ditemukan lebih dahulu. Sejak ditemukan
klozapin, pengembangan obat baru golongan atipikal ini terus dilakukan. Hal ini
terlihat dengan ditemukannya obat baru yaitu risperidon, olanzapine, zotepin,
ziprasidon dan lainnya. 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antipsikotik
Obat yang digunakan untuk psikosis memiliki banyak sebutan yaitu anti psikotik,
neuroleptik dan mayor transquilizer. Anti psikotik digunakan untuk mengatasi gejala
akibat gangguan mental yang berat seperti skizofrenia, gangguan delusional,
gangguan afektif berat, dan gangguan psikosis organik. Neuroleptika konvensional
umumnya dapat mengurangi gejala positif, seperti : halusinasi, waham, tidak
kooperatif, dan gangguan alam berpikir seperti loncat pikir/ flight of ideas maupun
inkoherensi. Gejala positif skizofrenia tersebut bereaksi secara lebih responsif
terhadap obat anti psikotik, sedang gejala negatifnya, seperti : pendataran afek,
apatis, anhedonia dan blokade diri ternyata lebih sulit diatasi. Namun sekarang
sudah ditemukan derivat baru untuk mengatasi gejala negatif tersebut. Obat-
obatan jenis ini dikelompokkan dalam Neuroleptika-aspesifik.
Obat-obat anti psikotik ini terbagi atas dua golongan besar, yaitu :
1. Phenothiazine
Rantai aliphatic : CHLORPROMAZINE
LEVOMEPROMAZINE
TRIFLUOPERAZINE
FLUPHENAZINE
2. Butyrophenone : HALOPERIDOL
3. diphenyl-butyl-piperidine : PIMOZIDE
1. Benzamide : SULPIRIDE
2. Dibenzodiazepine CLOZAPINE
OLANZAPINE
QUETIAPINE
3. Benzisoxazole : RISPERIDON
Anak anak >5 tahun dosis orang dewasa, anak anak < 5 tahun 1 mg/kgBB . bila
perlu diberikan 2x sehari.
Amp 5mg/cc
300-600mg/h
Vial 25 mg/cc
200 mg 50-400 mg
3. Efek Hematologis
Agranulositosis paling sering terjadi selama tiga bulan pertama terapi dengan
insidensi sekitar 5 dari 10.000 pasien yang diobati dengan antipsikotik. Jika pasien
melaporkan adanya suatu nyeri tenggorokan atau demam, hitung darah lengkap
harus segera dilakukan untuk memeriksa kemungkinan terjadinya agranulositosis.
Jika indeks darah rendah, antipsikotik harus segera dihentikan. Angka mortalitas
dari komplikasi setinggi 30%. 1
5. Efek Endokrin
Dermatitis alergik dan fotosensitivitas dapat terjadi pada sejumlah kecil pasien,
paling sering terjadi pada mereka yang menggunakan antipsikotik tipikal potensi
rendah, khusunya chlorpromazine. Berbagai erupsi kulit seperti urtikaria,
makulopapular, peteki, dan erupsi edematous telah dilaporkan. Erupsi terjadi pada
awal terapi, biasanya dalam minggu pertama dan menghilang dengan spontan.
Pasien harus diperingatkan tentang efek tersebut, yaitu agar tidak berada dibawah
sinar matahari lebih dari 30-60 menit, dan harus menggunakan tabir surya.
Penggunaan chlorpromazine juga disertai beberapa kasus diskolorasi biru-kelabu
pada kulit pada daerah yang terpapar dengan sinar matahari. 1
8. Ikterus
Ikterus obstruktif atau kolestatik adalah suatu efek samping yang relative jarang
terjadi dalam penggunaan antipsikotik tipikal. Biasanya ikterus muncul pada bulan
pertama terapi dan ditandai oleh nyeri abdomen bagian atas, mual, muntah, gejala
mirip flu, demam, ruam, bilirubin pada urin dan peningkatan bilirubin serum, alkali
fosfatase dan transaminase hati. Jika ikterus terjadi, maka terapi harus
diberhentikan dan diganti. Ikterus dilaporkan terjadi pada penggunaan promazine,
thioridazine, dan sangat jarang terjadi pada fluphenazine dan trifluoperazine. 3
9. Overdosis Antipsikotik
Obat antipsikotik tipikal memiliki efek samping neurologis yang mengganggu dan
beberapa efek neurologis yang kemungkinan bersifat serius. Efek neurologis
tersebut dikenal sebagai efek sindrom ekstrapiramidal. Pentingnya mengetahui efek
samping neurologis akibat terapi dibuktikan pada DSM-IV yang memasukkan efek
samping tersebut sebagai kelompok tersendiri gangguan pergerakan akibat
medikasi. 1,2
Efek samping berupa parkinsonisme terjadi pada kira-kira 25 % pasien yang diobati
dengan antipsikotik tipikal. Biasanya terjadi dalam 5-30 hari setelah awal terapi.
Gejala-gejala yang timbul berupa kekakuan otot atau rigiditas pipa besi (lead-pipe
rigidity), rigiditas gigi gergaji (cog-wheel rigidity), gaya berjalan menyeret, postur
membungkuk dan air liur menetes. Tremor menggulung pil (pill-rolling) pada
parkinsonisme idopatik jarang terjadi, tetapi tremor yang teratur dan kasar yang
serupa dengan tremor esensial mungkin ditemukan dan dinamakan sebagai tremor
ppostural akibat medikasi dalam DSM-IV. Suatu tanda fisik parkinsonisme adalah
reflek ketukan glabela yang positif yang ditimbulkan dengan mengetuk dahi antara
alis mata. Dikatakan reflek positif bila orbikularis okuli tidak dapat membiasakan diri
dengan ketukan yang berulang. Wajah yang mirip topeng, bradikinesia, akinesia
(tidak ada inisitatif), dan ataraksia (kebingungan terhadap lingkungan) merupakan
gejala parkinsonisme yang sering didiagnosis keliru sebagai gambaran gejala
negative atau deficit pada skizofrenia. 1,3,8
Kira-kira terdapat 10% dari semua pasien yang diberikan terapi antipsikotik tipikal
mengalami distonia sebagai efek samping. Biasanya terjadi dalam beberapa jam
atau 90% pada tiga hari pertama terapi. Gerakan distonia disebabkan oleh kontraksi
atau spasme otot yang perlahan dan terus-menerus yang dapat menyebabkan
gerakan involunter. Distonia dapat mengenai leher (tortikolis atau retrokolis
spasmodik), rahang (pembukaan paksa yang menyebabkan dislokasi rahang atau
trismus), lidah (prostrusi, memuntir), dan keseluruhan tubuh (opistotonus). 1,2
Distonia dapat terjadi pada semua umur dan pada kedua jenis kelamin tetapi paling
sering terjadi pada laki-laki muda (<40 tahun), dapat terjadi pada semua
antipsikotik dan paling sering disebabkan oleh antipsikotik potensi tinggi.
Mekanisme kerja diperkirakan merupakan suatu hiperaktivitas dopaminergik di
ganglia basalis yang terjadi jika kadar antipsikotik dalam SSP mulai menurun
diantara pemberian dosis. 1,3,8
Gejala motorik dan perilaku adalah rigiditas otot dan distonia, akinesia, mutisme,
obtundasi, dan agitasi. Gejala otonomik adalah hiperpireksia, berkeringat dan
peningkatan kecepatan denyut nadi dan tekanan darah. Temuan laboratorium
adalah peningkatan hitung sel darah putih, kreatinin fosfokinase, enzim hati,
mioglobin plasma, dan mioglobinuria, kadang-kadang disertai dengan gagal ginjal.
1,3
Untuk pengobatan segera hentikan anti psikotik dan berikan perawatan suportif dan
berikan obat dopamine agonist (bromokriptin 7,5-60 mg/h 3x sehari, l-dopa2x 100
mg/h atau amantadine 200 mg/h). Menurut kepustakaan lain, pengobatan dengan
datrolene juga efektif dengan dosis 0,8-2,5 mg/kgbb, setiap 6 jam iv, apabila gejala
berkurang diberikan oral dengan dosis 100-200 mg/hari dapat ditambahkan
bromocriptin dengan dosis 20-30 mg/hari dalam 4x pemberian, terapi berlangsung
selama 5-20 hari, bila pada penanganan SNM membaik maka pengobatan anti
psikotik dapat dilanjutkan kembali.1,3
4. Efek Epileptogenik
5. Sedasi
APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis (SDA) atau
antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi antara
serotonin dan dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang menyebabkan
efek samping EPS lebih rendah dan sanagat efektif untuk mengatasi gejala negatif.
Perbedaan antara APG I dan APG II adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D2
sedangkan APG II memblok secara bersamaan reseptor serotonin (5HT2A) dan
reseptor dopamin (D2). APG yang dikenal saat ini adalah clozapine, risperidone,
olanzapine, quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole. Saat ini antipsikotik
ziprasidone belum tersedia di Indonesia. 1,3,6
Kerja obat antipsikotik generasi kedua pada dopamin pathways:
1. Mesokortikal Pathways
APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan APG I karena
di jalur mesokortikal reseptor 5HT2A jumlahnya lebih banyak dari reseptor D2, dan
APG II lebih banyak berkaitan dan memblok reseptor 5HT2A dan sedikti memblok
reseptor D2 akibatnya dopamin yang di lepas jumlahnya lebih banyak, karena itu
defisit dopamin di jalur mesokrtikal berkurang sehingga menyebabkan perbaikan
gejala negatif skizofrenia.1,6,8
2. Mesolimbik Pathways
3. Tuberoinfundibular Pathways
4. Nigrostriatal Pathways
Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis. Fungsi jalur
nigrostriatal adalah untuk mengontrol pergerakan. Bila jalur ini diblok, akan terjadi
kelainan pergerakan seperti pada Parkinson yang disebut extrapyramidal reaction
(EPR). Gejala yang terjadi antara lain akhatisia, dystonia (terutama pada wajah dan
leher), rigiditas, dan akinesia atau bradikinesia.
1. APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil dibandingkan APG I, umunya pada
dosis terapi sangat jarang terjadi EPS.
Keuntungan yang didapatkan dari pemakaian APG II selain efek samping yang
minimal juga dapat memperbaiki gejala negatif, kognitif dan mood sehingga
mengurangi ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan pasien akibat pemakian obat
antipsikotik. Pemakaian APG II dapat meningkatkan angka remisi dan menigkatkan
kualitas hidup penderita skizofrenia karena dapat mengembalikan fungsinya dalam
masyarakat.3
2.4.1 RISPERIDONE
Risperidone merupakan obat APG II yang kedua diterima oleh FDA (Food and Drug
Administration) sebagai antipsikotik setelah clozapine. Absorpsi risperidone di usus
tidak di pengaruhi oleh makanan dan efek terapeutik nya terjadi dalam dosis
rendah, pada dosis tinggi dapat terjadi EPS. Pemakaian risperidone yang teratur
dapat mencegah terjadinya kekambuhan dan menurunkan jumlah dan lama
perawatan sehingga baik digunakan dalam dosis pemeliharaan.1
Risperidone dapat memperbaiki skizofrenia yang gagal di terapi dengan APG I tetapi
hasil pengobatannya tidak sebaik clozapine. Obat ini juga dapat memperbaiki fungsi
kognitif tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga pada penderita demensia misalnya
demensia Alzheimer.
Metabolisme risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim CYP 2D6 menjadi
9-hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP 3A4. Hydroxyrisperiodne
mempunyai potensi afinitas terhadap reseptor dopamin yang setara dengan
risperidone. Eksresi terutama melalui urin. Metabolisme risperidone dihambat oleh
antidepresan fluoxetine dan paroxetine, karena antidepresan ini menghambat kerja
dari enzim CYP 2D6 dan CYP 3A4 sehingga pada pemberian bersama antidepresan
ini, maka dosis risperidone harus dikurangi untuk meminimalkan timbulnya efek
samping dan toksik. Metabolisme obat ini dipercepat bila diberikan bersamaan
carbamazepin, karena menginduksi CYP 3A4 sehingga perlu peningkatan dosis
risperidone pada pemberiaan bersama carbamazepin disebabkan konsentrasi
risperidone di dalam plasma rendah. 1,3,7
Indikasi :
Dosis :
- Umunya perbaikan mulai terlihat dalam 8 minggu dari pengobatan awal, jika
belum terlihat respon perlu penilaian ulang.
- Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian
oral.1,3
- EPS
- Sedasi
- Pusing
- Konstipasi
- Takikardi
2.4.2 CLOZAPINE
Merupakan APG II yang pertama dikenal, kurang menyebabkan timbulnya EPS, tidak
menyebabkan terjadinya tardice dyskinesia dan tidak terjadi peningkatan dari
prolaktin. Clozapine merupakan gold standard pada pasien yang telah resisten
dengan obat antipsikotik lainnya. Profil farmakoligiknya atipikal bila dibandingkan
dengan antipsikotik lain. Dibandingkan terhadap psikotropik yang lain, clozapine
menunjukkan efek dopaminergik rendah, tetapi dapat mempengaruhi fungsi saraf
dopamin pada sistem mesolimbik-mesokortikal otak, yang berhubungan dengan
fungsi emosional dan mental yang lebih tinggi, yang berbeda dari dopamin neuron
di daerah nigrostriatal (darah gerak) dan tuberoinfundibular (daerah neruendokrin).
1
Clozapine efektif untuk menggontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang
positif (iritabilitias) maupun yang negatif (social disinterest dan incompetence,
personal neatness). Efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2 minggu, diikuti
perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat ini berguna untuk
pasien yang refrakter dan terganggu berat selam pengobatan.1,3
Dosis :1,3
- Ngantuk, lesu, lemah, tidur, sakit kepala, bingung, gelisah, agitasi, delirium.
- Mulut kering atau hipersalivasi, penglihatan kabur, takikardi, postural
hipotensi, hipertensi.
Kontra indikasi :
- Koma.
- Depresi SSP.
- Gangguan liver.
2.4.3 OLANZAPINE
Indikasi :1,3
Efek samping:
- Somnolen
2.4.4 QUETIAPINE
Quetiapine dapat memperbaiki gejala positif, negatif, kognitif dan mood. Dapat juga
memperbaiki pasien yang resisten dengan antipsikotik generasi pertama tetapi
hasilnya tidak sebaik apabila di terapi dengan clozapine. Pemberian pada pasien
pertama kali mendapat quetiapine perlu dilakukan titrasi dosis untuk mencegah
terjadinya sinkope dan hipotensi postural.Waktu untuk konsentrasi penuh setelah
pemberian oral adalah 2 jam dengan waktu paruh berkisar 3-5 jam, setelah 8-12
jam reseptor masih diduduki. 1
Dosis anjuran 50-400mg/hari dan sediaannya 25-100mg dan 200mg dan 300mg
tablet XR (50mg, 300mg dan 400mg). Efek samping obat ini yang sering adalah
somnolen, hipotensi postural, pusing, peningkatan berat badan, takikardi, dan
hipertensi. 1,3
2.4.5 ARIPIPRAZOLE
Merupakan antipsikotik generasi baru, yang bersifat partial agonis pada reseptor D2
dan reseptor serptonin 5HT1A serta antagonis pada reseptor serotonin 5HT2A.
Aripiprazole bekerja sebagai dopamin sistem stabilizer artinya menghasilkan signal
transmisi dopamin yang sama pada keadaan hiper atau hipo-dopaminergik karena
pada keadaan hiperdopaminergik aripiprazole afinitasnya lebih kuat dari dopamin
akan mengeser secara kompetitif neurotransmiter dopamin dan berikatan dengan
reseptor dopamin. Pada keadaan hipodopaminergik maka aripiprazole dapat
menggantikan peran neurotransmiter dopamin dan akan berikatan dengan reseptro
dopamin. 3,7,8
Aripiprazole di metabolisme di hati melaui isoenzim P450 pada CYP 2D6 dan CYP
3A4, menjadi dehydro-aripiprazole. Afinitas dari hasil metabolisme ini mirip dengan
aripiprazole pada reseptor D2 dan berada di plasma sebesar 40% dari keseluruhan
aripiprazole. Waktu paruh berkisar antara 75-94 jam sehingga pemberian cukup 1
kali sehari. Absorpsi aripiprazole mencapai konsentrasi plasma ouncak dalam waktu
3-5 jam setelah pemberian oral. Aripiprazole sebaiknya diberikan sesudah makan,
terutama pada pasien yang mempunyai keluhan dispepsia, mual dan muntah.3,7
Indikasi : Skizofrenia.
Dosis : dosis anjuran 1015mg/hari dan sedian tablet (5mg, 10mg dan 15mg).
Pemberuannya dapat 10 atau 15 mg 1 x sehari.
Efek samping :
- Sakit kepala.
- Mual, muntah.
- Konstipasi.
- Akhatisia.
Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang
sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping ;
sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). 3
Anti-psikosis Mg. Eq Dosis (Mg/h) Sedasi Otonomik Eks.Pir.
Perphenazine 8 8 - 48 + + +++
Trifluoperazine 5 5 - 60 + + +++
Fluphenazine 5 5 - 60 ++ + +++
Pimozide 2 2 - 6 + + ++
Zotepine 50 75 - 100 + + +
Risperidone 2 2 - 9 + + +
Olanzapine 10 10 - 20 + + +
Aripiprazole 10 10 - 20 + + +
Apabila obat anti-psikosis tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat anti-
psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalen-nya,
dimana profil efek samping belum tentu sama.
BAB III
KESIMPULAN
Efek samping yang sering ditimbulkan pada pemakaian antipsikotik tipikal seperti :
gangguan pergerakan seperti distonia, tremor, bradikinesia, akatisia, koreoatetosis,
anhedonia, sedasi, peningkatan berat badan yang sedang, disregulasi tempertur,
hiperprolaktinemia, dengan galaktorea dan amenorea pada wanita dan
ginekomastia pada pria, serta disfungsi seksual pada pria dan wanita, hipotensi
postural (ortostatik), interval QT memanjang, risiko terjadi fatal aritmia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amir N.Buku Ajar Psikiatri Fakultas Kedokteran Universias Indonesia. Edisi
kedua. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. 2013.Bab 12.
Skizofrenia; p. 173-95.
2. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadocks synopsis of psychiatry : Behavioral
sciences/clinical psychiatry.10 th edition. Philadelphia : Lippincott Williams and
WOLTERS Kluwer business.2007.Bab 13.Schizophrenia.;p.467-97.