Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada
Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku,
digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup
pasien.
Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: anti-psikosis, anti-
depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif,.
Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer, neuroleptic,
antidepressants dan psikomimetika.

1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk melengkapi syarat kepaniteraan klinik
senior (KKS) bagian jiwa di Rumah Sakit Jiwa Prof. HB Sa’anin.
b. Tujuan Khusus
Mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan antipsikotik dan antianxietas.

1.3 Manfaat
a. Bagi Penulis
Sebagai bahan acuan dalam mempelajari, memahami dan mengembangkan
teori mengenai antipsikotik dan antianxietas.
b. Bagi Institusi pendidikan
Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi kegiatan yang
ada kaitannya dengan pelayanan kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan
antipsikotik dan antianxietas.
c. Bagi masyarakat
Dapat menambah ilmu pengetahuan terhadap penyakit beserta pencegahan dan
pengobatan antipsikotik dan antianxietas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANTI-PSIKOTIK
2.1.1. Sinonim
Obat-obat neuroleptika juga disebut tranquilizer mayor, obat anti psikotik atau obat
anti skizofren, karena terutama digunakan dalam pengobatan skizofrenia tetapi juga efektif
untuk psikotik lain, seperti keadaan manik atau delirium.

2.1.2. Penggolongan
Obat-obat anti psikotik ini terbagi atas dua golongan besar, yaitu :
I. Obat anti psikotik tipikal
1. Phenothiazine
 Rantai aliphatic : CHLORPROMAZINE
LEVOMEPROMAZINE
 Rantai piperazine : PERPHENAZINE
TRIFLUOPERAZINE
FLUPHENAZINE
 Rantai piperidine : THIORIDAZINE
2. Butyrophenone : HALOPERIDOL
3. diphenyl-butyl-piperidine : PIMOZIDE
II. obat anti psikotik atipikal
1. Benzamide : SULPIRIDE
2. Dibenzodiazepine CLOZAPINE
OLANZAPINE
QUETIAPINE
3. Benzisoxazole : RISPERIDON

Obat-obat neuroleptika tipikal (tradisional) adalah inhibitor kompetitif pada berbagai


reseptor, tetapi efek anti psikotiknya mencerminkan penghambatan kompetitif dari reseptor
dopamin. Obat-obat ini berbeda dalam potensinya tetapi tidak ada satu obatpun yang secara
klinik lebih efektif dari yang lain. Sedangkan obat-obat neuroleptika atipikal yang lebih baru,
disamping berafinitas terhadap ‘Dopamine D2 Receptors’ juga terhadap ‘Serotonin 5 HT2
Receptors’.
Obat neuroleptika bukan untuk pengobatan kuratif dan tidak menghilangkan
gangguan pemikiran yang fundamental, tetapi sering memungkinkan pasien psikotik
berfungsi dalam lingkungan yang suportif.

2.1.3. Sediaan Obat

No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran


1 Chlorpromazine LARGACTIL Tab. 25 mg, 100 mg 150-600 mg/h
PROMACTIL
MEPROSETIL
ETHIBERNAL Amp.25 mg/ml
2 Haloperidol SERENACE Tab. 0,5 mg, 1,5&5 5-15 mg/h
mg
Liq. 2 mg/ml
HALDOL Amp. 5 mg/ml
GOVOTIL Tab. 0,5 mg, 2 mg
LODOMER Tab. 2 mg, 5 mg
HALDOL DECA- Tab. 2 mg, 5 mg 50 mg / 2-4
NOAS Amp. 50 mg/ml minggu
3 Perphenazine TRILAFON Tab. 2 mg, 4&8 mg 12-24 mg/h
4 Fluphenazine ANATENSOL Tab. 2,5 mg, 5 mg 10-15 mg/h
Fluphenazine- MODECATE Vial 25 mg/ml 25 mg / 2-4
Decanoate minggu
5 Levomepromazin NOZINAN Tab.25 mg 25-50 mg/h
e Amp. 25 mg/ml
6 Trifluoperazine STELAZINE Tab. 1 mg, 5 mg 10-15 mg/h
7 Thioridazine MELLERIL Tab. 50 mg, 100 mg 150-600 mg/h
8 Sulpiride DOGMATIL – Tab. 200 mg 300-600 mg/h
FORTE Amp. 50 mg/ml
9 Pimozide ORAP FORTE Tab. 4 mg 2-4 mg/h
10 Risperidone RISPERDAL Tab. 1,2,3 mg Tab 2-6 mg/h
NERIPROS Tab. 1,2,3 mg
NOPRENIA Tab. 1,2,3 mg
PERSIDAL-2 Tab. 2 mg
RIZODAL Tab. 1,2,3 mg
11 Clozapine CLOZARIL Tab. 25 mg, 100 mg 25-100 mg/h
12 Quetiapine SEROQUEL Tab. 25 mg, 100 mg, 50-400 mg/h
200 mg
13 Olanzapine ZYPREXA Tab. 5 mg, 10 mg 10-20 mg/h

2.1.4. Indikasi Penggunaan


Gejala sasaran (target syndrom) : Sindrom psikosis
Butir- butir diagnostik sinrom psikosis :
 Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing ability),
bermanifestasi dalam gejala : kesadaran diri (awareness) yang terganngu, daya nilai
norma sosial terganggu, dan daya tilikan diri terganggu.
 Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala POSITIF :
gangguan asosiasi fikiran (inkoherensi), isi fikiran yang tidak wajar (waham),
gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan, perilaku yang aneh atau tidak
terkendali, dan gejala NEGATIF : gangguan perasaan (afek tumpul, respon emosi
minimal), gangguan hubungan sosial (menarik diri, pasif, apatis), gangguan proses
fikir (lambat,terhambat), tidak ada inisiatif, perilaku yang sangat terbatas dan
cenderung menyendiri (abulia).
 Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala :
tidak mampu bekerja, menjalin hubungan sosial dan melakukan kegiatan lain.

Sindroma psikosis dapat terjadi pada :


- Sindrom psikosis fungsional : Skizofrenia, psikosis paranoid, psikosis afektif,
psikosis reaktif singkat, dll.
- Sindrom psikosis organik : delirium, dementia, intoksikasi alkohol, dll.
Penggunaan obat anti-psikosis
A. Pengobatan skizofrenia
Antipsikosis merupakan satu-satunya pengobatan efektif untuk skizofrenia.
Tetapi tidak semua pasien responsif dan normalisasi tingkah laku yang komplit jarang
dicapai. Antipsikosis tradisional (tipikal) paling efektif dalam pengobatan gejala
skizofrenia yang positif (delusi, halusinasi, dan gangguan pemikiran). Obat-obat baru
dengan aktifitas penghambat serotonin (atipikal) efektif untuk pasien-pasien yang
resisten dengan obat tradisional, terutama pengobatan dengan gejala negatif dari
skizofrenia (menarik diri, emosi buntu, kemunduran dalam komunikasi dengan orang
lain.
B. Pencegahan mual dan muntah yang hebat
Antipsikosis (umumnya proklorperazin) berguna untuk pengobatan mual
akibat obat. Semua antipsikosis kecuali mesoridazin, molindon, tioridazin, dan
klozapin mempunyai efek antiemetik. Domperidon diindikasikan untuk mengatasi
mual dan muntah, efek obat ini secara klinis sangat mirip metoklopramid, yaitu
mencegah refluks esofagus berdasarkan efek peningkatan tonus sfingter bagian
bawah.
C. Penggunaan lain
Antipsikosis dapat digunakan sebagai tranquilizer untuk mengatur tingkah
laku yang agitatif dan disruptif. CPZ merupakan obat terpilih untuk pengobatan
cegukan yang menetap yang berlangsung berhari-hari dan sangat mengganggu.
Prometazin digunakan untuk pengobatan pruritus karena sifat-sifat antihistaminnya.

2.1.5. Mekanisme Kerja


Mekanisme kerja obat anti-psikosis tipikal adalah dengan memblokade Dopamine
pada reseptor pasca-sinaptik neuron di otak, khusunya di sistem limbik dan sistem
ekstrapiramidal sehingga efektif untuk gejala POSITIF. Sedangkan obat anti-psikosis atipikal
disamping berafinitas terhadap “Dopamine D2 reseptors” juga terhadap “Serotonin 5FT2
Reseptors” sehingga efektif juga untuk gejala negatif

2.1.6. Efek kerja


Penghambatan reseptor dopamin adalah efek utama yang berhubungan dengan
keuntungan terapi obat-obatan antipsikotik lama. Terdapat beberapa jalur utama dopamin
diotak, antara lain :

1. Jalur dopamin nigrostriatal


Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis. Fungsi jalur
nigrostriatal adalah untuk mengontrol pergerakan. Bila jalur ini diblok, akan terjadi
kelainan pergerakan seperti pada Parkinson yang disebut extrapyramidal reaction (EPR).
Gejala yang terjadi antara lain akhatisia, dystonia (terutama pada wajah dan leher),
rigiditas, dan akinesia atau bradikinesia.
2. Jalur dopamin mesolimbik
Jalur ini berasal dari batang otak dan berakhir pada area limbic. Jalur dopamin
mesolimbik terlibat dalam berbagai perilaku, seperti sensasi menyenangkan, euphoria
yang terjadi karena penyalahgunaan zat, dan jika jalur ini hiperaktif dapat menyebabkan
delusi dan halusinasi. Jalur ini terlibat dalam timbulnya gejala positif psikosis.
3. Jalur dopamin mesokortikal
Jalur ini berproyeksi dari midbrain ventral tegmental area menuju korteks limbic. Selain
itu jalur ini juga berhubungan dengan jalur dopamine mesolimbik. Jalur ini selain
mempunyai peranan dalam memfasilitasi gejala positif dan negative psikosis, juga
berperan pada neuroleptic induced deficit syndrome yang mempunyai gejala pada emosi
dan sistem kognitif.
4. Jalur dopamin tuberoinfundibular
Jalur ini berasal dari hypothalamus dan berakhir pada hipofise bagian anterior. Jalur ini
bertanggung jawab untuk mengontrol sekresi prolaktin, sehingga kalau diblok dapat
terjadi galactorrhea.

2.1.7. Efek samping


1. Antipsikosis Tipikal : Klorpromazin (CPZ) dan derivat fenotiazin
Farmakodinamik :
a) SSP :
menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh tak acuh terhadap rangsang dari
lingkungan. CPZ berefek antipsikosis terlepas efek sedasinya. Semua derivat fenotiazin
mempengaruhi ganglia basal, menimbulkan gejala ekstrapiramidal. CPZ
mengurangi/mencegah muntah yang disebabkan rangsangan pd chemoreceptor trigger zone.
b) Neurologik:
Pada dosis berlebihan, semua derivat fenotiazin dapat menyebabkan gejala ekstrapiramidal
serupa dengan parkinsonisme. Empat gejala yg biasa terjadi sewaktu obat diminum :
 Distonia akut
 Akatisia
 Parkinsonisme
 Sindrom neuroleptic malignant
c).Otot rangka :
Relaksasi otot rangka pd keadaan spastik
d).Efek endokrin :
Pada wanita dpt terjadi amenore, galaktorea, peningkatan libido. Pada pria, penurunan libido
dan ginekimastia.
e).Kardiovaskular :
Hipotensi ortostatik dan peningkatan denyut nadi istirahat.
Tekanan arteri rata-rata, resistensi perifer, curah jantung menurun dan frek.denyut jantung
meningkat.

Farmakokinetik CPZ
Kebanyakan antipsikosis diabsorpsi sempurna. Bersifat larut dalam lemak, terikat kuat
protein plasma. Metabolit ditemukan di urin sampai beberapa minggu setelah pemberian obat
terakhir.

Efek samping :
Efek samping merupakan perluasan efek farmakodinaminya.

2. Antipsikosis Tipikal Lainnya


A. Haloperidol
Farmakodinamik :
a.) SSP :
 Menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang mengalami eksitasi.
 Efek sedatif kurang kuat dibanding CPZ
 Efek terhadap EEG : memperlambat/menghambat gelombang teta
 Menghambat sistem dopamin dan hipotalamus
b.) Sistem saraf otonom :
 Efek terhadap sistem saraf otonom lebih kecil dibandingkan antipsikotik lain.
 Dapat menyebabkan pandangan kabur (blurring of vision)
c.) Kardiovaskular :
 Hipotensi
 Takikardi
d.) Efek endokrin :
 Galaktore
Farmakokinetik :
 Cepat diserap disaluran cerna
 Kadar puncak plasma 2-6 jam, menetap sampai 72 jam.
 Obat ini ditimbun dalam hati
 Ekskresi lambat melalui ginjal, kira-kira 40% dikeluarkan selama 5 hari sesudah dosis
tunggal.

Efek samping :
 Reaksi ekstrapiramidal dengan insidens tinggi
 Depresi akibat reversi keadaan mania
 Perubahan hematologi ringan
 Sebaiknya tidak diberikan pada wanita hami sampai terbukti tidak menimbulkan efek
teratogenik

3.Antipsikosis Atipikal
A. KLOZAPIN
Farmakodinamik
 Klozapin merupakan obat antipsikotik atipikal yang pertama ditemukan.
 Klozapin bekerja sebagai antagonis kuat reseptor 5-HT2, adrenergik a1 dan a2. memiliki
affinitas yang baik pada reseptor H1 dan reseptor muskarinik, serta affinitas yang paling
rendah terhadap reseptor D2.

Farmakokinetik
 Pemberian melalui preparat oral. Klozapin mencapai kadar tertinggi di dalam plasma
dalam waktu 2 jam. Klozapin memiliki waktu paruh 12 jam.
 Klozapin di metabolisme di hati dan saluran pencernaan

Efek samping
 Agranulositosis
 sistem kardiovaskular
 takikardia, hipotensi postural dan aritmia
 efek samping perifer antikolinergik 
 mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, dan retensi urin.
 gangguan pengaturan temperatur tubuh 
 peningkatan berat badan 
 diabetes mellitus 
 gangguan gastrointestinal 
 obstruksi saluran cerna
 efek ekstrapiramidal : Akatisia, tremor, rigiditas
 sindrom neuroleptik maligna
 Kejang

B. RISPERIDONE
 Memiliki profil efek samping yang ringan.
 Risperidon bekerja sebagai antagonis reseptor 5HT2 dan D2.
 Memiliki affinitas yang kuat terhadap reseptor a1 dan a2, tetapi lemah pada reseptor b
adrenergik dan reseptor muskarinik.
 Menimbulkan efek samping ekstrapiramidal, namun tidak seberat pada antipsikotik
konvensional.
 Baik untuk mengobati gejala negatif skizofrenia, kurang memiliki efek sedasi dan
antikolinergik.

Indikasi terapi
 psikosis akut
 untuk mengobati gejala skizofrenia dan skizoafektif dengan gejala positif dan negatif dari
psikosis.
 memelihara pengobatan pada skizofrenia dan skizoafektif
 mencegah relaps
 diskinesia tardif
 pasien yang rentan gejala ekstrapiramidal.

Efek samping
 Efek ekstrapiramidal bergantung dosis
 Dosis batas aman risperidon dari efek samping ekstrapiramidal adalah 6 mg/hari. Dosis
terbaik adalah 2 – 4 mg.
 peningkatan prolactin plasma
 risperidon dapat menginduksi munculnya sindrom neuroleptik maligna, tetapi dengan
risiko yang rendah.

C. OLANZAPINE
 Olanzapin merupakan obat yang aman dan efektif untuk gejala skizofrenia baik gejala
positif maupun negatif dengan profil efek samping yang aman.
 Dapat diberikan dalam dosis tunggal dimulai dari 10 mg.
 Profil efek samping meliputi peningkatan berat badan, somnolence, hipotensi ortostatik,
dan konstipasi.
 Kemungkinan terjadinya efek samping ekstrapiramidal dan kejang sangat kecil.

Farmakokinetik
Olanzapin mencapai kadar puncaknya dalam plasma dalam waktu 5 jam. Waktu paruh
olanzapin 31 jam.

Farmakodinamik
Memblokade reseptor 5HT2a dan D2 dengan spesifik. olanzapin juga memblokade reseptor
muskarinik, H1, 5HT2c, 5HT3, 5HT6, a1, D1, dan D4. Blokade reseptor 5HT jauh lebih kuat
dibandingkan blokade pada reseptor dopamin.

Indikasi
 Psikosis akut
 Melanjutkan pengobatan
 Diskinesia tardif
 Pasien yang rentan dengan efek samping ekstrapiramidal.
 Skizoafektif.

Efek samping
 Olanzapin meningkatkan berat badan dan kadar trigliserid serum pada dosis 2,8 mg/hari.
 Diabetes mellitus.
D. QUETIAPIN
Farmakokinetik
Quetiapin memiliki waktu paruh yang stabil, yaitu sekitar 6-9 jam. Konsentrasi maksimum
dicapai dalam waktu kurang dari 2 jam.

Farmakodinamik
Memiliki affinitas yang tinggi terhadap 5HT2, H1, 5HT6, a1, dan a2 reseptor, dan affinitas
yang rendah terhadap reseptor D1.

Indikasi
Quetiapin baik untuk pasien dengan skizofrenia dengan eksserbasi akut dan skizoafektif.

Efek samping
 Somnolence, hipotensi postural, dan pusing.
 Mulut kering dan konstipsai
 Peningkatan kecil frekuensi nadi
 Penurunan hormon tiroid tanpa disertai dengan penurunan TSH.
 Peningkatan sementara aktivitas ALT selama 2 minggu pertama.

Prinsip Pengobatan Antipsikosis


 Terapi inisial
Diberikan setelah diagnosa ditegakkan, dosis dimulai dari dosis anjuran kemudian dinaikkan
secara perlahan dalam 1-3 minggu, sampai dicapai dosis obat optimal yang dapat
mengendalikan gejala.
 Terapi pengawasan
Dosis optimal dipertahankan selama 8-10 minggu
 Terapi pemeliharaan
Dosis dapat diturunkan sampai dosis minmal yang masih dapat dipertahankan tanpa
menimbulkan kekambuhan.
 Konsensus:
Bila kondisi akut pertama kali: terapi diberikan selama 2 tahun
Bila kronis dengan beberapa kali kekambuhan : terapi sampai 5 tahun s/d seumur
hidup.

Prinsip Pengobatan Antipsikosis


• Terapi inisial
– Diberikan setelah diagnosa ditegakkan, dosis dimulai dari dosis anjuran
kemudian dinaikkan secara perlahan dalam 1-3 minggu, sampai dicapai dosis
obat optimal yang dapat mengendalikan gejala.
• Terapi pengawasan
– Dosis optimal dipertahankan selama 8-10 minggu
• Terapi pemeliharaan
– Dosis dapat diturunkan sampai dosis minmal yang masih dapat dipertahankan
tanpa menimbulkan kekambuhan.
– Konsensus:
• Bila kondisi akut pertama kali: terapi diberikan selama 2 tahun
• Bila kronis dengan beberapa kali kekambuhan : terapi sampai 5 tahun
s/d seumur hidup

2.1.8. Kontraindikasi
a) Penyakit hati (Hepato-toksik)
b) Penyakit darah (hemato-toksik)
c) Epilepsi
d) Kelainan jantung
e) Febris yang tinggi
f) Ketergantungan alkohol
g) Penyakit SSP
h) Gangguan kesadaran

2.2. ANTI-ANXIETAS
2.2.1. Sinonim
Obat anti-anxietas mempunyai beberapa sinonim, antara lain psikoleptik,
transquilizer minor dan anksioliktik. Dalam membicarakan obat antiansietas yang menjadi
obat racun adalah diazepam atau klordiazepoksid

2.2.2. Penggolongan
1. Benzodiazepine : Diazepam, Chlordiazepoxide, Lorazepam, Clobazam,
Bromazepam, Alprazolam
2. Non-Benzodiazepine: Sulpiride, Buspirone, Hydroxyzine

2.2.3. Sediaan obat


No Nama Generik Golongan Sediaan Dosis aniuran

1 Diazepam Benzodiazepin Tab 2- 5 mg Peroral 10-


30mg/hr,2-3
x/hari

Paenteral
IV/IM

2-10 mg/kali,
setiap 3-4 jam

2 Klordiazepoksoid Benzodiazepin Tab 5 mg 15-30 mg/hari

Kap 5 mg 2-3 x/sehari

3 Lorazepam Benzodiazepin Tab 0,5-2 mg 2-3 x 1 mg/hr

4 Clobazam Benzodiazepin Tab 10 mg 2-3 x 10


mg/hr

5 Brumazepin Benzodiazepin Tab 1,5-3-6 3 x 1,5 mg/hr


mg
6 Oksazolom Benzodiazepin Tab 10 mg 2-3 x 10
mg/hr

7 Klorazepat Benzodiazepin Cap 5-10mg 2-3 x 5 mg /


hr

8 Alprazolam Benzodiazepin Tab0,25-0,5- 3 x 0,25-0,5


1 mg mg/hr

9 Prazepam Benzodiazepin Tab 5 mg 2-3 x 5 mg/hr

10 Sulpirid NonBenzodiazepin Cap 50 mg 100-200


mg/hari

11 Buspiron NonBenzodiazepin Tab 10 mg 15-30 mg/hari

2.2.4. Indikasi Penggunaan


Gejala sasaran : Sindrom Anxietas
Butir-butir diagnosis sindrom anxietas :
 Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistik terhadap 2 atau lebih hal yang
dipersepsi sebagai ancaman, perasaan ini menyebabkan individu tidak mampu istirahat
dengan tenang
 Terdapat paling sedikit 6 dari 18 gejala-gejal berikut :
 Ketegangan Motorik
- Rasa gemetar
- Otot tegang/ kaku
- Tidak bisa diam
- Mudah menjadi lelah
 Hiperreaktivitas otonomik
- Nafas pendek atau terasa berat
- Jantung berdebar-debar
- Telapak tangan basah dingin
- Mulut kering
- Kepala pusing atau rasa melayang
- Mual, mencret, perut tak enak
- Muka panas atau badan menggigil
- Buang air kecil lebih sering
- Sukar menelan
 Kewaspadaan berlebihan dan penangkapan berkurang
- Perasaan jadi peka
- Mudah terkejut
- Sulit kosentrasi
- Sukar tidur
- Mudah tersinggung.
 Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala : penurunan
kemampuan bekerja, hubungan sosial, dan melakukan kegiatan rutin.

Sindroma anxietas dapat terjadi pada :


1. Sindroma anxietas psikis : Gangguan anxietas umum, gangguan panik, gangguan
fobik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress
pasca trauma
2. Sindroma anxietas organik : Hiperthyroidn
3. Sindroma anxietas situasional : Gangguan penyesuaian + anxietas
4. Sindroma anxietas penyerta : Gangguan jiwa + anxietas, gangguan paranoid

2.2.5. Mekanisme kerja


Sindrom ansietas disebabkan hiperaktivitasndari system limbic yang terdiri dari
dopaminergic, nonadrenergic, seretonnergic yang dikendalikan oleh GABA ergic yang
merupakan suatu inhibitory neurotransmitter. Obat antiansietas benzodiazepine yang
bereaksi dengan reseptornya yang akan meng-inforce the inhibitory action of GABA
neuron, sehingga hiperaktivitas tersebut mereda.

2.2.6. Efek samping


 Sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerka psikomotor menurun,
kemampuan kognitif melemah)
 Relaksasi otot (rasa lemas, cepat lelah dan lain-lain)
 Potensi menimbulkan ketergantungan lebih rendah dari narkotika
 Potensi ketergantungan obat disebabkan oleh efek obat yang masih dapat
dipertahankan setelah dosis trerakhir berlangsung sangat singkat.
 Penghentian obat secara mendadak, akan menimbulkan gejala putus obat, pasien
menjadi iritabel, bingung, gelisah, insomania, tremor, palpitasi, keringhat dingin,
konvulsi.

2.2.7. Cara Pengguanan


Mulai dengan dosis awal (dosis anjuran) kemudian dinaikkan dosis setiap 3-5 hari
sampai mencapai dosis optimal. Dosis ini dipertahankan 2-3 minggu. Kemudian
diturunkan 1/8 x dosis awal setiap 2-4 minggu sehingga tercapai dosis pemeliharan. Bila
kambuh dinaikkan lagi dan tetap efektif pertahankan 4-8 mingu. Terakhir lakukan tapering
off. Pemberian obat tidak lebih dari 1-3 bulan pada sindroma ansietas yang disebabkan
factor eksternal.

2.2.8. Lama pemberian


Pada sindroma anxietas yang disebabkan oleh faktor situasi eksternal, pemberian
obat tidak lebih dari 1-3 bulan. Pemberian yang sewaktu-waktu dapat dilakukan apabila
sindrom anxietas dapat diramalkan waktu datangnya dan hanya pada situasi tertentu, serta
terjadimya tidak sering.
Penghentian selalu secara bertahap agar tidak menimbulkan gejala lepas obat
(withdrawal symptoms)

2.2.9. Kontra Indikasi


Pasien dengan hipersensitif terhadap benzodiazepin, glaukoma, miastenia gravis,
insufisiensi paru kronik, penyakit ginjal dan penyakit hati kronik Pada pasien usia lanjut
dan anak dapat terjadi reaksi yang berlawanan (paradoxal reaction) berupa kegelisahan,
iritabilitas, disinhibisi, spasitas oto meningkat dan gangguan tidur. Ketergantungan relatif
sering terjadi pada individu dengan riwayat peminum alkohol, penyalagunaan obat atau
unstable personalities. Untuk mengurangi resio ketergantungan obat, maksimum lama
pemberian 3 bulan dalam rentang dosis terapeutik
BAB III
KESIMPULAN

Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada
Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan
perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf
kualitas hidup pasien. Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya:
anti-psikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti
obsesif-kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer,
neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika. Anti-psikotik terbagi atas 2 golongan
yaitu anti-psikotik tipikal dan anti-psikotik atipikal. Terget symptom dari anti-psikotik
ialah sindrom psikotik.
Anti-anxietas memiliki sinonim : psikoleptik, transquilizer minor dan anksioliktik.
Terbagi atas 2 golongan yaitu Benzodiazepine dan Non-benzodiazepine. Target symptom
dari anti-anxietas ialah sindrom anxietas
DAFTAR PUSTAKA

1. Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi.


Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran- Universitas Indonesia; 1995.
2. Kaplan HI, Sadock BJ. Kaplan and Saddock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Science/ Clinical Psychiatry. 8th ed. Maryland: William & Wilkins; 1998.
3. Katzung BG. Basic & Clinical Pharmacology. 8th ed. New York: McGraw-Hill;
2001.
4. Maslim R, Panduan Praktis Penggunaan Klini, Obat Psikotropik. Edisi 3. Jakarta:
2001.
5. Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Lippincott’s Illustatrated Reviews:
Pharmacology. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins; 2000.
6. Ganiswarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran- Universitas Indonesia; 1995.

Anda mungkin juga menyukai