Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit
tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Penyebabnya antara lain meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya
pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan
kejadian PPOK, semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok
usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan
di tempat kerja.
World Health Organization (WHO) dalam Global Status of Non-
communicable Diseases tahun 2010 mengkategorikan PPOK ke dalam empat
besar penyakit tidak menular yang memiliki angka kematian yang tinggi setelah
penyakit kardiovaskular, keganasan dan diabetes. GOLD Report 2014
menjelaskan bahwa biaya untuk kesehatan yang diakibatkan PPOK adalah 56%
dari total biaya yang harus dibayar untuk penyakit respirasi. Biaya yang paling
tinggi adalah diakibatkan kejadian eksaserbasi dari penyakit ini.Kematian menjadi
beban sosial yang paling buruk yang diakibatkan oleh PPOK, namun diperlukan
parameter yang bersifat konsisten untuk mengukur beban sosial. Parameter yang
dapat digunakan adalah Disability-Adjusted Life Year (DALY), yaitu hasil dari
penjumlahan antara Years of Life Lost (YLL) dan Years Lived with Disability
(YLD). Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diperkirakan pada tahun 2030,
PPOK akan menempati peringkat ketujuh, dimana sebelumnya pada tahun 1990
penyakit ini menempati urutan keduabelas.

1
1.2 Tujuan
Bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya dan penulis
khususnya mengenai PPOK mulai dari definisi sampaipenatalaksanaan.

1.3Manfaat
a. Bagi Penulis
Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dalam mempelajari,
mengidentifikasi dan mengembangkan teori yang telah disampaikan
mengenai PPOK.
b. Bagi Institut Pendidikan
Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi kegiatan
yang adakaitannya dengan pelayanan kesehatan khususnya yang
berkaitan dengan kasus PPOK.

2
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


1. Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)adalah penyakit paru yang dapat


dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracung atau berbahaya, disertai efek ekstraparu
yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.Karakteristik hambatan aliran
udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran napas kecil
(obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi pada
setiap individu.
PPOK seringkali timbul pada usia pertengahan akibat merokok dalam waktu
yang lama. PPOK sendiri juga mempunyai efek sistemik yang bermakna sebagai
petanda sudah terdapat kondisi komorbid lainnya.
Dampak PPOK pada setiap individu tergantung derajat keluhan (khususnya
sesak dan penurunan kapasitas latihan), efek sistemik dan gejala komorbid
lainnya.Hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh derajat keterbatasan aliran
udara.
Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena:
- Emfisema merupakan diagnosis patologik
- Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis
Selain itu keduanya tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam
saluran napas.
2. Epidemiologi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit
tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Penyebabnya antara lain meningkatnya usia harapan hidup dan semakin
tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga

3
berhubungan dengan kejadian PPOK; semakin banyaknya jumlah perokok
khususnya pada kelompok usia muda; serta pencemaran udara di dalam
ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan tahun 1990 PPOK
menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia, dan
tahun 2002 menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker (WHO, 2002). Di negara Amerika Serikat dibutuhkan dana sekitar
18 miliar US$ setahun untuk penatalaksanaan PPOK dan biaya tak
langsung sebesar 14 miliar US$, dengan jumlah pasien sebanyak 16 juta
orang dan lebih dari 100 ribu orang meninggal
Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun
2001, sebanyak 54,5 % penduduk laki-laki dan 1,2% perempuan
merupakan perokok, 92,0% dari perokok menyatakan kebiasaannya
merokok di dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lainnya,
dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan
perokok pasif (BPS, 2001). Jumlah perokok yang berisiko menderita
PPOK atau kanker paru berkisar antara 20-25%. Hubungan antara rokok
dengan PPOK merupakan hubungan dose response, lebih banyak batang
rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut
maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut, yaitu :
 Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun
60-70 %)
 Pertambahan penduduk
 Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun
1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an
 Industrialisasi
 Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di
pertambangan



.

4
3. Faktor Resiko

Identifikasi faktor resiko merupakan langkah penting dalam penecegahan


dan penatalaksanaan PPOK.Meskipun saat ini pemahaman faktor resiko PPOK
dalam banyak hal masih belum lengkap, diperlukan pemahaman interaksi dan
hubungan antara faktor-faktor resiko sehingga memerlukan investigasi lebih
lanjut.
Pada dasarnya semua resiko PPOK merupakan hasil dari interaksi
lingkungan dan gen. misalnya, dua orang dengan riwayat merokok yang sama,
hanya satu yang berkembang menjadi PPOK, karena perbedaan dalam
predisposisi genetik untuk penyakit ini, atau dalam beberapa lama mereka hidup.
Stasus sosial ekonomi dapat dihubungkan dengan berat badan lahir anak yang
dapat berdampak pada pertumbuhan dan pengembangan paru.Beberapa hal yang
berkaitan dengan resiko timbulnya PPOK saat ini.
1. Asap Rokok
Kebiasaan merokok adalah satu-satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainya.Asap rokok
mempunyai prevalens yang tinggi sebagai penyebab gejala respirasi dan
gangguan fungsi paru. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa terdapat
rerata penurunan VEP1.Angka kematian pada perokok pada perokok
mempunyai nilai yang bermakna dibandingkan bukan perokok. Resiko
PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang di hisap, usia mulai
merokok, jumlah batang rokok pertahun dan lamanya merokok (indeks
Brinkman). Perokok pasif dapat memberikan konstribusi terjadinya gejala
respirasi dan PPOK, karena terjadi peningkatan jumlah inhalasi partikel dan
gas. Merokok selama kehamilan dapat beresiko terhadap janin,
mempengaruhi tumbuh kembang paru di uterus dan dapat menurunkan
sistem imun awal.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu di perhatikan :
a) Riwayat Perokok
- Perokok Aktif
- Perokok Pasif
- Bekas Perokok

5
b) Derajat berat merokok dengan indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama
merokok dalam tahun:
- Ringan : 0-199
- Sedang : 200-599
- Berat : >600

2. Polusi Udara
Berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara sekitar, dapat
menjadi penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam partikel akan
memberikan efek yang berbeda terhadap timbulnya dan beratnya
PPOK.Agar lebih mudah mengidentifikasi partikel penyebab, polusi udara
terbagimenjadi :
a) Polusi dalam ruangan
- Asap rokok
- Asap kompor
b) Polusi di luar ruangan
- Gas buang kendaraan bermotor
- Debu jalanan
c) Polusi di tempat kerja
- Bahan kimia
- Zat iritasi
- Gas beracun

Polusi di dalam ruangan.


Kayu, serbuk gergaji, batu bara dan minyak tanah yang merupakan
bahan bakar kompor menjadi penyebab tertinggi polusi di dalam ruangan.
Kejadian polusi di dalam ruangan dari asap kompor dan pemanas ruangan
dengan ventilasi kurang baik merupakan faktor risiko terpenting timbulnya
PPOK, terutama pada perempuan di negara berkembang (Case control
studies).

6
Hampir 3 milyar penduduk dunia memakai biomass dan batubara
sebagai sumber utama energi untuk memasak, pemanas ruangan, dan
keperluan rumah tangga lainnya, sehingga populasi yang berisiko menjadi
sangat banyak.
Polusi di dalam ruangan memberikan risiko lebih besar terjadinya
PPOK dibandingkan dengan polusi sulfat atau gas buang kendaraan.
Bahan bakar biomass yang digunakan oleh perempuan untuk
memasak sehingga meningkatkan prevalensi PPOK pada perempuan bukan
perokok di Asia dan Afrika. Polusi di dalam ruangan diperkirakan akan
membunuh 2 juta perempuan dan anak-anak setiap tahunnya (GOLD, 2010)

Polusi di luar ruangan


Tingginya polusi udara dapat menyebabkan gangguan jantung dan
paru. Mekanisme polusi di luar ruangan seperti polutan di atmosfer dalam
waktu lama sebagai penyebab PPOK belum jelas, tetapi lebih kecil
prevalensinya jika dibandingkan dengan pajanan asap rokok. Efek relatif
jangka pendek, puncak pajanan tertinggi dalam waktu lama dan pajanan
tingkat rendah adalah pertanyaan yang harus dicari solusinya.

3. Stres Oksidatif
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan
endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainya, sedangkan oksidan
eksogen dari polutan dan asap rokok. Oksidan intraseluler (endogen) seperti
derivate electron mitokondria transpor termasuk dalam mekanisme seluler
signaling pathway.Sel paru dilindungi oleh oxidative chalange yang
berkembang secara sistem enzimatik atau non enzimatik. Ketika
keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah bentuk, misalnya
ekses oksidan dan atau deplesi antioksidan akan menimbulkan stress
oksidatif. Stress oksidatif tidak hanya menimbulkan efek kerusakan pada
paru tetapi juga menimbulkan aktifitas molekuler sebagai awal inflamasi
paru. Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan memegang
peranan penting pada PPOK.

7
4. Infeksi saluran nafas bawah berulang
Infeksi virus dan bakteri berperan dalam pathogenesis dan
progresifitas PPOK.Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi jalan nafas,
berperan secara bermakna menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran berat
pada anak, akan menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatka
gejala respirasi pada saat dewasa. Terdapat beberapa kemungkinan yang
dapat menjelaskan penyebab keadaan ini, karena seringnya kejadian infeksi
berat pada anak sebagai penyebab dasar timbulnya hiperesponsif jalan nafas
yang merupakan faktor resiko pada PPOK. Pengaruh berat badan lahir
rendah akan meningkatkan infeksi viral yang juga merupakan faktor resiko
PPOK. Kebiasaan merokok berhubunngan dengan kejadian emfisema.
Riwayat infeksi tuberculosis berhubungan dengan obstruksi jalan nafas pada
usia lebih dari 40 tahun.
5. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi sebagai faktor resiko terjadinya PPOK belum dapat di
jelaskan dengan pasti. Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan,
pemukiman yang padat, nutrisi yang jelek dan faktor lain yang berhubungan
dengan status sosial ekonomi kemungkinan dapat menjeaskan hal ini.
Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan
ketahanan otot respirasi, karena penurunan masa otot dan kekuatan serabut
otot.
6. Tumbuh Kembang Paru
Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan,
kelahiran dan pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi
paru seseorang adalah resiko untuk terjadinya PPOK.Studi menyatakan
bahwa berat lahir mempengaruhi nilai VEP1 pada masa anak.
7. Asma
Asma kemungkinan sebagai faktor resiko terjadinya PPOK walaupun
belum dapat disimpulkan.Pada laporan the Tucson epidemiological
styudydidapatkan bahwa orang dengan asma 12 kali lebih tinggi resiko
terkena PPOK daripada bukan asma meskipun telah berhenti merokok.

8
Penelitian lain 20% dari asma akan berkembang menjadi PPOK dengan
ditemukanya obstruksi jalan nafas irreversible.
8. Gen
PPOK adalah penyakit poligenik dan contoh klasik dari interaksi gen-
lingkungan. Faktor resiko genetic yang paling sering terjadi adalah
kekurangan alfa-1 antitripsin sebagai inhibitor dari protease serin.Sifat
resesif ini jarang, paling sering dijumpai pada individu yang berasal dari
eropa utara. Di temukan pada usia muda dengan kelainan emfisema
panlobular dengan penurunan fungsi paru yang terjadi baik pada perokok
atau bukan perokok dengan kekurangan alfa-antitrypsin yang berat.

4. Klasifikasi

Tabel 6. Klasifikasi PPOK

Derajat Klinis Faal Paru

Derajat I : Gejala batuk kronik dan produksi VEP1/KVP < 70%


PPOK sputum ada tetapi tidak sering. Pada VEP1≥ 80% prediksi
Ringan derajat ini pasien sering tidak
menyadari bahwa faal paru mulai
menurun.

Derajat II : Gejala sesak mulai dirasakan saat VEP1/KVP < 70%


PPOK aktivitas dan kadang ditemukan gejala 50% ≤ VEP1< 80%
Sedang batuk dan produksi sputum. Biasanya prediksi
pasien mulai memeriksa kan
kesehatannya.

Derajat III : Gejala sesak lebih berat, penurunan VEP1/KVP < 70%
PPOK Berat aktivitas, rasa lelah dan serangan 30% ≤ VEP1< 50%
eksaserbasi semakin sering dan prediksi
berdampak pada kualitas hidup pasien.

9
Derajat IV : Gejala diatas dimbah dengan tanda- VEP1/KVP <70%
PPOK tanda gagal napas atau gagal jantung VEP1< 30% prediksi
Sangat Berat kanan dan ketergantungan oksigen. atau
Kualitas hidup pasien memburuk dan VEP1< 50% prediksi
jika eksaserbasi dapat mengancam disertai gagal napas
jiwa. kronik

5. Gejala Klinis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dangejala ringan
hingga berat.Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan
kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru.Gejala klinis yang biasa ditemukan pada
penderita PPOK adalah sebagai berikut:
a) Sesak napas
Sesak napas bersifat progresif (bertambah berat seiring berjalannya
waktu), bertambah berat dengan aktivitas, persisten (menetap sepanjang
hari), pasien mengeluh berupa perlu usaha untuk bernapas.
b) Batuk kronik
Batuk kronik hilang timbul dan mungkin tidak berdahak.
c) Batuk kronik berdahak
Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan PPOK.
Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri jika salah satu indikator
ini ada pada individu di atas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan
diagnosis pasti, tetapi keberadaan beberapa indikator kunci meningkatkan
kemungkinan diagnosis PPOK.Spirometri diperlukan untuk memastikan diagnosis
PPOK.

6. Diagnosis
Anamnesa - Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa
gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

10
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat
badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang,
lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
Pemeriksaan Inspeksi
Fisik - Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil,
letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.
Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa
atau pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pemeriksaan 1. Faal paru
penunjang Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP ( % )
- Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 %.

11
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai
untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan
penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin
dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai
sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi
dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8
hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai
VEP1/APE, perubahan VEP1/APE < 20% dan < 200 ml dari
nilai awal.
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.

2. Laboratorium darah
Hemoglobin (Hb), Leukosit, Trombosit.
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan
penyakitparu lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum)
Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

12
7. Diagnosis Banding
Diagnosis Gejala
PPOK - Onset pada usia pertengahan.
- Gejala progresif lambat.
- Lamanya riwayat merokok.
- Sesak saat aktivitas.
- Sebagian besar hambatan aliran udara.
- Ireversibel
Asma - Onset awal sering pada anak.
- Gejala bervariasi dari hari ke hari.
- Gejala pada malam / menjelang pagi.
- Disertai atopi, rhinitis, atau eksim.
- Riwayat keluarga dengan asma.
- Sebagian besar keterbatasan aliran udara.
- Reversible
Gagal jantung - Auskultasi terdengar ronki halus di bagian basal.
kongestif - Foto thorak tampak jantung membesar, edema paru.
- Uji faal paru menunjukkan restriksi bukan obstruksi.

SOPT - penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada


(sindrom obstruksi pasien pascatuberkulosis dengan lesi paru yang
pasca tuberculosis) minimal

13
8. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah progresifitas penyakit
- Meningkatkan toleransi latihan
- Meningkatkan status kesehatan
- Mencegah dan menangani komplikasi
- Mencegah dan menangani eksaserbasi
- Menurunkan kematian

14
Tabel 7. Penatalaksanaan Secara Umum

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :


1. Edukasi
2. Berhenti merokok
3. Obat – obatan
4. Rehabilitasi
5. Terapi oksigen
6. Ventilasi mekanis
7. Nutrisi

1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil.Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru.

15
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut
secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun
bagi keluarganya.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan
ditentukan skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut :
2. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu
diagnosis PPOK ditegakkan.
3. Pengunaan obat - obatan
- Macam obat dan jenisnya
- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu
atau kalau perlu saja )
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
 Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
 Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
 Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya

Tanda eksaserbasi :
- Batuk bertambah
- Sesak bertambah
- Sputum bertambah
- Sputum berubah warna

16
 Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
 Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima,


langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu.Pemberian
edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu
banyak pada setiap kali pertemuan.Edukasi merupakan hal penting dalam
pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan
penyakit kronik progresif yang ireversibel.

2. Berhenti Merokok
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif
dalam mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat
progresifitas penyakit.

3. Obat-obatan
 Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit.Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebulizer tidak
dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.Pada derajat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat (slow release) atau obat berefek panjang
(longacting).

Macam - macam bronkodilator :


a. Golongan Antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi mucus(maksimal 4 kali
perhari).
b. Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya

17
eksaserbasi.Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk
tablet yang berefek panjang.Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk
mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan
jangka panjang.Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi berat.
c. Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana
dan mudah digunakan.
d. Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.Bentuk tablet
biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk
suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.Penggunaan
jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

 Anti Inflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih
golongan metilprednisolon atau prednison.Bentuk inhalasi sebagai terapi
jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal
250 mg.

 Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat eksaserbasi.

18
 Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,
digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi
yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin

 Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan
sputum yang kental. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik,
tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.

 Antitusif
Diberikan dengan hati-hati

4. Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup pasien PPOK.Pasien yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telahmendapatkan pengobatan
optimal yang disertai :
- Simptom pernapasan berat
- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
- Kualiti hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu
tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan
psikolog.Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis,
psikososial dan latihan pernapasan.
5. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan.Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler
dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ lainnya.
Indikasi :

19
- PaO2< 60mmHg atau Sat O2< 90%
- PaO2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2> 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan Ppullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan,
sleep apnea, penyakit paru lain

6. Ventilasi Mekanis
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan
gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien
PPOK derajat berat dengan napas kronik.Ventilasi mekanik dapat digunakan
dirumah sakit di ruang ICU atau di rumah.Ventilasi mekanik dapat dilakukan
dengan cara :
- ventilasi mekanik dengan intubasi
- ventilasi mekanik tanpa intubasi

7. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena
bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi yang
meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi
hipermetabolisme.Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena
berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas
darah.

b) Penatalaksanaan Pada Eksaserbasi Akut


Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya.Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor
lainnya seperti polusi udara, kelelahan, atau timbulnya komplikasi.
Tanda eksaserbasi :
- Sesak bertambah
- Batuk bertambah
- Produksi sputum meningkat
- Perubahan warna sputum (menjadi purulent)

Eksaserbasi akut dibagi atas:

20
- Tipe I (eksaserbasi berat) : memiliki 3 gejala diatas
- Tipe II (eksaserbasi sedang) : memiliki 2 gejala diatas
- Tipe III (eksaserbasi ringan) :memiliki 1 gejala diatas ditambah
infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain,
peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi
pernapasan > 20% nilai dasar, atau frekuensi nadi > 20% nilai dasar.

Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi


segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas.Bila
telah terjadi gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada eksaserbasi akut adalah :
 Diagnosis berat nya eksaserbasi :
- Frekuensi napas
- Kesadaran
- Tanda vital
- Analisa gas darah
- Pneumonia
 Terapi oksigen adekuat
 Pemberian obat-obatan yang optimal, obat yang diperlukan pada
eksaserbasi akut adalah :
- Bronkodilator
- Kortikosteroid
- Antibiotik

Antibiotik diberikan pada :


- Pasien PPOK eksaserbasi dengan semua gejala cardinal (sesak napas
yg bertambah, meningkatnya jumlah sputum, dan bertambahnya
purulensi sputum).
- Pasien PPOK eksaserbasi dengan dua dari gejala kardinal, apabila
salah satunya adalah bertambahnya purulensi sputum.
- Pasien PPOK eksaserbasi berat yang membutuhkan ventilasi mekanis.

21
Keputusan untuk memilih penggunaan antibiotic oral atau intravena
berdasarkan kemampuan pasien untuk makan dan farmakokinetik antibiotik
tersebut.Disarankan adalah pemakaian oral. Apabila digunakan antibiotic
intravena maka segera dilakukan terapi sulih ( switch therapy) apabila kondisi
pasien membaik. Lama pemberian antibiotik pasien PPOK eksaserbasi adalah
3-7 hari.

c) Terapi Pembedahan
Bertujuan untuk :
- Memperbaiki fungsi paru
- Memperbaiki mekanik paru
- Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi
- Memperbaiki kualiti hidup
Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :
1. Bulektomi
2. Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey
(LVRS)
3. Transplantasi paru

22
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. B

Umur : 62 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Talang

Tanggal Masuk : 21 April 2019

3.2 Anamnesa
- Keluhan Utama
Sesak nafas meningkat sejak 1 hari SMRS.

- Riwayat Penyakit Sekarang


o Sesak nafas meningkat sejak 1 hari SMRS, sesak menciut.Sesak
dipengaruhi oleh emosi dan cuaca. Dan dipengaruhi oleh aktivitas
dan makanan. Sesak juga dirasakan saat batuk dan berkurang saat
istirahat. Sesak sudah dirasakan sejak 20 Tahun yang lalu, hilang
timbul. Dalam seminggu sesak dirasakan hampir setiap hari dan
terbangun malam lebih 1 kali seminggu sebelum masuk rumah
sakit.
o Batuk meningkat sejak 1 hari SMRS. Batuk berdahak, dahak
berwarna putih, kental dan mudah dikeluarkan. Batuk sudah
dirasakan sejak 1 minggu,
o Batuk Berdarah tidak ada
o Nafsu makan Biasa

23
o Penurunan berat badan tidak ada.
o Nyeri dada disangkal.
o BAB dan BAK normal.

- Riwayat Penyakit Dahulu


o Riwayat minum OAT disangkal.
o Riwayat diabetes melitus disangkal
o Riwayat hipertensi disangkal
o Riwayat jantung disangkal
o Riwayat asma ada sejak 6 tahun yang lalu

- Riwayat Penyakit Keluarga


o Riwayat minum OAT disangkal
o Riwayat diabetes melitus disangkal
o Riwayat hipertensi disangkal
o Riwayat jantung disangkal
o Riwayat asma ada pada ibu dan ayah pasien

- Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan:


o Pekerjaan: Pedagang kelapa
o Kebiasaan:
 Merokok
Usia : 13 tahun
Berhenti merokok : 61 tahun
Jumlah batang/hari : 12 batang
Indeks brinkman : 576 (perokok sedang)
 Narkoba disangkal
 Alkohol disangkal

24
3.3 Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Fisik Umum
- Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : CMC
- Tekanan darah :130/80 mmHg
- Nadi : 100 x/menit
- Nafas : 30 x/menit
- Suhu : 36,8°C
- BB : 65 Kg
- TB : 164 cm

b. Kepala dan Leher


- Konjungtiva anemis (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
- JVP : 5-2 cmH2O
- KGB : tidak ada pembesaran KGB

c. Paru
- Inspeksi :
- Statis : simetris Hemithorax kiri dan kanan
- Dinamis : Pergerakan Hemithorax kiri sama dengan
Hemithorax kanan
- Palpasi : Fremitus taktil sama kiri dan kanan
- Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
- Auskultasi :Rhonki(-/-),
wheezing (+/+), ekspirasi memanjang (+/+)

d. Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordisteraba 2 jari medial LMCS RIC 5
- Perkusi : Dalam batas normal
- Auskultasi : Irama reguler, murmur (-), gallop (-)

25
e. Abdomen
Inspeksi : Perut tidak membuncit, asites (-), sikatrik (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Tympani
Auskultasi:Bising usus (+) normal

f. Ekstremitas
- Akral hangat (+/+)
- Edema (-/-), sianosis (-/-), clubbing finger (-/-)

3.4 Pemeriksaan Laboratorium


- Darah Rutin:
o Hemoglobin : 16,5 g/dL
o Leukosit : 12.100/uL
o Trombosit : 251.000/uL

3.5 Diagnosis Kerja


Susp. PPOK eksaserbasi akut

3.6 Diagnosis Banding

Susp. Asma persisten ringan dalam serangan akut sedang

3.7 Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi :
- O2 kanul nasal 2-3 liter/menit
- Drip aminophilin 16,25 cc dalamRL 500 cc 12 jam/kolf
- Nebulisasi ipratropium bromide + salbutamol 3 x1 respul
- Metil prednisolon tab 2 x 4 mg (po)
- Amoksisilin tab 3 x 500 mg (po)
- Ambroxol tab 3 x 30 mg (po)

26
b. Non Farmakologi :
- Istirahat
- Kurangi aktivitas dan berbicara
- Hindari paparan faktor Resiko

3.8 Pemeriksaan Anjuran


- Rontgen toraks PA
- Spirometri

FOLLOW UP
Senin, 22 April 2019
Anamnesis
Sesak nafas : mulai berkurang
Demam : tidak ada
Batuk/batuk berdarah : Batuk berdahak berwarna putih, muda
dikeluarkan, berdarah (-)
Nyeri dada : tidak ada
Nafsu makan : baik

Pemeriksaan Fisis
- KU : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : CMC
- TD/nadi : 110/80 mmHg, 88x/menit
- Nafas : 25x/menit

27
Paru

- Inspeksi :
- Statis : simetris Hemithorax kiri dan kanan
- Dinamis : Pergerakan Hemithorax kiri sama dengan
Hemithorax kanan
- Palpasi : Fremitus taktil sama kiri dan kanan
- Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
- Auskultasi :Rhonki(-/-),
wheezing (+/+), ekspirasi memanjang (+/+)

Kesan
Susp. PPOK eksaserbasi akut Belum dalam perbaikan

Terapi
Farmakoterapi :
- O2 kanul nasal 2 liter/menit
- Drip aminophilin 9,5 cc dalamRL 500 cc 12 jam/kolf
- Nebulisasi ipratropium bromide + salbutamol 3 x1
- Metil prednisolon tab 2 x 4 mg
- Amoksisilin tab 3 x 500 mg
- Ambroxol tab 3 x 30 mg

Anjuran
- Istirahat
- Kurangi aktivitas dan berbicara
- Hindari paparan faktor Resiko

28
BAB IV
ANALISA KASUS

Seorang laki-laki, berumur 62 tahun bekerja sebagai pedagang kelapa


datang ke Bangsal Paru kiriman dari IGD RSUD Solok dengan keluhan sesak
nafas pada Selasa, 21 April 2019. Diagnosa:Susp. PPOK eksaserbasi akut.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Pada anamnesa ditemukan keluhan Sesak nafas meningkat sejak 1 hari
SMRS, sesak menciut.Sesak dipengaruhi oleh emosi dan cuaca. Dan dipengaruhi
oleh aktivitas dan makanan. Sesak juga dirasakan saat batuk dan berkurang saat
istirahat. Sesak sudah dirasakan sejak 20 Tahun yang lalu, hilang timbul. Dalam
seminggu sesak dirasakan setiap hari dan terbangun malam lebih 1 kali seminggu
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengelukan batu dahak berwarna putih,
kental,sukar dikeluarkan dan tidak berdarah. Batuk sudah dirasakan sejak 1 hari
lalu hilang timbul.Nafsu makan biasa.Nyeri dada disangkal. BAB dan BAK
normal.

Pada riwayat penyakit dahulu didapat kan riwayat minum OAT disangkal.
riwayat diabetes melitus disangkal, riwayat hipertensi disangkal, riwayat jantung
disangkal. Pasien bekerja sebagai pedagang kelapa, kebiasaan merokok sejak usia
13 tahun, berhenti merokok 61 tahun, 12 batang/hari, indeks brinkman 576
(perokok sedang), narkoba disangkal, alkohol disangkal.

Pemeriksaan fisik yang didapatkan keadaan Umum tampak sakit sedang


kesadaran: Compos Mentis, tekanan darah :130/70 mmHg, nadi:100x/menit
nafas: 30 x/menit, suhu: 36,8°C, BB : 65 Kg, TB: 164 cm. Pada pemeriksaan paru
didapatkan inspeksi: statis : simetris Hemithorax kiri dan kanan, dinamis:
pergerakan Hemithorax sama kiri dan kanan. Palpasi: fremitus taktil sama kiri dan
kanan. Perkusi:sonor dikedua lapang paru. Auskultasi:Rhonki (-/-), wheezing
(+/+), ekspirasi memanjang (+/+). Ekstremitas: akral hangat, edema (-), sianosis (-
), clubbing fingers(-). Pemeriksaan Laboratorium,darah rutinhaemoglobin:16,5
g/dL, leukosit: 12.100/uL, trombosit : 251.000/uL.

29
Farmakoterapi yang diberikan adalah :O2 kanul nasal 2 liter/menit, drip
aminophilin 16,25 cc dalam RL 500 cc 12 jam/kolf, nebulisasi ipratropium
bromide + salbutamol 3 x1 repul, metil prednisolon tab 2 x 4 mg, amoksisilin tab
3 x 500 mg, ambroxol tab 3 x 30 mg.
Pada pasien dianjurkan untuk dilakukan Faal Paru : spirometridan rontgen
toraks PA,

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PPOK (Penyakit paru Obstruktif


Kronik), pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia; 2011.
2. Damusantoso H. Buku Saku ilmu Penyakit Paru. Hipokrates. Jakarta, 2000.

31

Anda mungkin juga menyukai