Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Efusi pelura adalah suatu kondisi kesehatan dimana jumlah kelebihan
cairan menumpuk di rongga pleura. Hal ini membatasi kemampuan paru-paru
dalam berkembang dan mengempis serta karenanya manusia kesulitan untuk
bernafas. Ada lapisan tipis cairan di antara paru-paru dan dinding dada,
dalam tubuh manusia. Cairan ini sangat penting karena bertindak sebagai
pelumas antara dinding dada dan paru-paru ketika kita bernapas. Rongga atau
ruang antara dinding dada dan paru-paru, dimana cairan ini terakumulasi,
disebut pleura dan cairan tersebut dinamakan cairan pleura. Peningkatan
abnormal dalam jumlah cairan pleura menyebabkan dinding dada terpisah
dari paru-paru. Kondisi ini dikenal sebagai efusi pleura.

Kanker paru adalah keganasan yang berasal dari luar paru (metastasis
tumor paru) maupun yang berasal dari paru sendiri, dimana kelainan dapat
disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas,
yang dapat mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat di kendalikan.
Kanker paru primer yaitu tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau
karsinoma bronkus.

Ada dua jenis utama kanker paru di kategorikan berdasarkan ukuran


serta adanya sel ganas yang terlihat melalui histopatologi dengan mikroskop,
kanker paru karsinoma bukan sel kecil 80%, kanker paru karsinoma sel kecil
16,8%.

1.2 Tujuan
Bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya dan
penulis khususnya mengenai Efusi Pleura dan Tumor Paru mulai dari definisi
sampai penatalaksanaan

1
1.3 Manfaat

a. Bagi Penulis
Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dalam mempelajari,
mengidentifikasi dan mengembangkan teori yang telah disampaikan
mengenai Efusi Pleura dan Tumor Paru.
b. Bagi Institut Pendidikan
Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi kegiatan
yang adakaitannya dengan pelayanan kesehatanm khususnya yang
berkaitan dengan kasus Efusi Pleura dan Tumor Paru.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efusi Pleura

2.1.1 Definisi

Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura


yang diakibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari
permukaan pleura. Efusi pleura selalu abnormal dan mengindikasikan
terdapat penyakit yang mendasarinya. Efusi pleura dibedakan menjadi
eksudat dan transudat berdasarkan penyebabnya. Rongga pleura adalah
rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru- paru dan rongga
dada, diantara permukaan viseral dan parietal. Dalam keadaan normal,
rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang
membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi
utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu
pernafasan. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura
adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung
kolesterol tinggi. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi
merupakan tanda suatu penyakit.

Pada gangguan tertentu, cairan dapat berkumpul dalam ruang pleural


pada titik dimana penumpukan ini akan menjadi bukti klinis, dan hampir
selalu merupakan signifikasi patologi. Efusi dapat terdiri dari cairan yang
relatif jernih, yang mungkin merupakan cairan transudat atau eksudat, atau
dapat mengandung darah dan purulen. Transudat (filtrasi plasma yang
mengalir menembus dinding kapiler yang utuh) terjadi jika faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan dan reabsorpsi cairan pleural terganggu.
Biasanya oleh ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau onkotik. Transudat
menandakan bahwa kondisi seperti asites atau gagal ginjal mendasari
penumpukan cairan. Eksudat (ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau

3
kavitas) biasanya terjadi akibat inflamasi oleh produk bakteri atau tumor yang
mengenai permukaan pleural.

Gambar 1. Efusi Pleura

2.1.2 Etiologi

Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi,


tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
Menurut Brunner & Suddart. 2001, terjadinya efusi pleura disebabkan oleh
2 faktor yaitu:

1. Infeksi

Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara lain:

- Tuberculosis
- Pnemonia
- Abses paru

2. Non infeksi

Sedangkan penyakit non infeksi yang dapat menyebabkan efusi


pleura antara lain: Ca paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca
mediastinum, tumor ovarium, bendungan jantung (gagal jantung),
perikarditis konstruktifa, gagal hati, gagal ginjal.

4
Adapun penyakit non infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi
pleura antara lain:

a. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi


 Gangguan Kardiovaskuler
Payah Jantung (decompensatio cordis) adalah penyebab
terbanyak timbulnya efusi pleura. Penyebab lainnya dalah
perikarditis konstriktiva dan sindrom vena kava superior.
Patogenesisnya dalah akibat terjadinya peningkatan tekanan
vena sistemik dan tekanan kapiler pulmonal akan
menurunkan kapasitas reabsorbsi pembuluh darah subpleura
dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang)
sehingga filtrasi cairan ke rongga pleura dan paru-paru
meningkat.
 Emboli Pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena
emboli pulmonal. Keadaan ini dapat disertai infark paru
ataupun tanpa infark. Emboli menyebabkan turunnya aliran
darah arteri pulmonalis, sehingga terjadi iskemia maupun
kerusakan parenkim paru dan memberikan peradangan
dengan efusi yang berdarah (warna merah). Di samping itu
permeabilitas antara satu atau kedua bagian pleura akan
meningkat, sehingga cairan efusi mudah terbentuk.

Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak


banyak, dan biasanya sembuh secara spontan, asal tidak
terjadi emboli pulmonal lainnya. Pada efusi pleura denga
infark paru jumlah cairan efusinya lebih banyak dan waktu
penyembuha juga lebih lama.

 Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan
hipoalbuminemia seperti sindrom nefrotik, malabsorbsi atau
keadaan lain dengan asites serta anasarka. Efusi terjadi

5
karena rendahnya tekana osmotic protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekana osmotic darah. Efusi yang
terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat.
b. Efusi pleura karena neoplasma
Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat
menyerang pleura dan umumnya menyebabkan efusi pleura.
Keluhan yang paling banyak ditemukan adalah sesak nafas dan nyeri
dada. Gejala lain adalah adanya cairan yang selalu berakumulasi
kembali dengan cepat walaupun dilakukan torakosentesis berkali-
kali.

Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada


neoplasma, yakni :

 Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatnya


permeabilitas pleura terhadap air dan protein.
 Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran
pembuluh darah vena dan getah bening, sehingga rongga
pleura gagal memindahkan cairan dan protein.
 Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan
selanjutnya timbul hipoproteinemia.

Efusi pleura secara umum diklasifikasikan sebagai transudat dan


eksudat, bergantung pada mekanisme terbentuknya serta profil kimia cairan
efusi pleura tersebut. Cairan transudat dihasilkan dari ketidakseimbangan
antara tekanan hidrostatik dan onkotik, sementara eksudat dihasilkan oleh
proses inflamasi pleura ataupun akibat berkurangnya kemampuan drainase
limfatik. Pada kasus-kasus tertentu cairan pleura dapat memiliki karakteristik
kombinasi dari transudat dan eksudat.
a. Transudat
Efusi pleura transudatif terjadi jika terdapat perubahan tekanan
hidrostatik dan onkotik pada membran pleura, misalnya jumlah
cairan yang dihasilkan melebihi jumlah cairan yang dapat diabsorbsi.

6
b. Eksudat
Efusi pleura eksudat dihasilkan oleh berbagai proses/kondisi
inflamasi dan bisanya diperlukan evaluasi dan penanganan yang
lebih luas dari efusi pleura transudat. Cairan eksudat dapat terbentuk
sebagai akibat dari proses inflamasi paru ataupun pleura, gangguan
drainase limfatik pada rongga pleura.

2.1.3 Patofisiologi

Didalam rongga pleura teradapat ± 5 ml cairan yang cukup untuk


membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura visceralis. Cairan
ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatis,
tekanan koloid, dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali
oleh kapiler paru dan pleura visceralis, sebagian kecil lainya (10-20 %)
mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan ini mencapai 1
liter seharinya. Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut dengan efusi
pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu
misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik,
peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadianya efusi dapat
dibedakan atas eksudat dan transudat. Transudat misalnya terjadi pada gagal
jantung karena bendungan vena disertai dengan peningkatan tekanan
hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotik koloid yang menurun.
Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi.
Penimbunan eksudat disebabakan oleh peradangan suatu keganasan pleura,
dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorbsi getah
bening.

7
Gambar 2. Sirkulasi normal cairan pleura

Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 10-20 cc. Cairan
di rongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi
oleh pleura parientalis dan absorbsi oleh pleura viceralis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura
parientalis sebesar 9 cm H2O dan tekanan koloid osmotic pleura viceralis.
Namun dalam keadaan tertentu, sejumlah cairan abnormal dapat terakumulasi
di rongga pleura. Cairan pleura tersebut terakumulasi ketika pembentukan
cairan pleura lebih dari pada absorbsi cairan pleura, misalnya reaksi radang
yang meningkatkan permeabilitas vaskuler. Selain itu, hipoprotonemia dapat
menyebabkan efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapiler darah
( Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2002).

Menurut Hood Alsagaff dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Dalam,


keadaan normal pada cavum pleura dipertahankan oleh:

1. Tekanan hidrostatik pleura parientalis 9 cm H2O


2. Tekanan osmotik pleura viceralis 10 cm H2O
3. Produksi cairan 0,1 ml/kgBB/hari

8
Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena dua hal yaitu:

1. Pembentukan cairan pleura berlebih


Hal ini dapat terjadi karena peningkatan: permeabilitas kapiler
(keradangan, neoplasma), tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke
jantung / v. pulmonalis (kegagalan jantung kiri ), tekanan negatif
intrapleura (atelektasis ).

Ada tiga faktor yang mempertahankan tekanan negatif paru yang


normal ini. Pertama, jaringan elastis paru memberikan kontinu yang
cenderung menarik paru-paru menjauh dari rangka thoraks. Tetapi,
permukaan pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling menempel
itu tidak dapat dipisahkan, sehingga tetap ada kekuatan kontinyu yang
cenderung memisahkannya. Kekuatan ini dikenal sebagai kekuatan
negatif dari ruang pleura.

Faktor utama kedua dalam mempertahankan tekanan negatif intra


pleura menurut Sylvia Anderson Price dalam bukunya Patofisiologi
adalah kekuatan osmotic yang terdapat di seluruh membran pleura.
Cairan dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura
parietalis ke ruang pleura dan kemudian di serap kembali melalui pleura
viseralis. Pergerakan cairan pleura dianggap mengikuti hukum Starling
tentang pertukaran trans kapiler yaitu, pergerakan cairan bergantung pada
selisih perbedaan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung
mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein plasma yang
cenderung menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan
absorbsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih
perbedaan pembentukan cairan parietalis dan permukaan pleura viseralis
lebih besar daripada plura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam
keadaan normal hanya terdapat beberapa milliliter cairan.

Faktor ketiga yang mendukung tekanan negatif intrapleura adalah


kekuatan pompa limfatik. Sejumlah kecil protein secara normal
memasuki ruang pleura tetapi akan dikeluarkan oleh sistem limfatik

9
dalam pleura parietalis. Ketiga faktor ini kemudian, mengatur dan
mempertahankan tekanan negatif intra pleura normal.

2. Penurunan kemampuan absorbsi sistem limfatik


Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain: obstruksi
stomata, gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah
bening, peningkatan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran limfe
dan tekanan osmotic koloid yang menurun dalam darah, misalnya pada
hipoalbuminemi. Sistem limfatik punya kemampuan absorbsi sampai
dengan 20 kali jumlah cairan yang terbentuk.

Pada orang sehat pleura terletak pada posisi yang sangat dekat
satu sama lain dan hanya dipisahkan oleh cairan serous yang sangat
sedikit, yang berfungsi untuk melicinkan dan membuat keduanya
bergesekan dengan mudah selama bernafas. Sedikitnya cairan serous
menyebabkan keseimbangan diantara transudat dari kapiler pleura dan
reabsorbsi oleh vena dan jaringan limfatik di selaput visceral dan
parietal. Jumlah cairan yang abnormal dapat terkumpul jika tekanan
vena meningkat karena dekompensasi cordis atau tekanan vena cava
oleh tumor intrathorax. Selain itu, hypoprotonemia dapat menyebabkan
efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapailer darah.

Eksudat pleura lebih pekat, tidak terlalu jernih, dan agak


menggumpal. Cairan pleura jenis ini biasanya terjadi karena rusaknya
dinding kapiler melalui proses suatu penyakit, seperti pneumonia atau
TBC, atau karena adanya percampuran dengan drainase limfatik, atau
dengan neoplasma. Bila efusi cepat permulaanya, banyak leukosit
terbentuk, dimana pada umumnya limfatik akan mendominasi. Efusi yang
disebabkan oleh inflamasi pleura selalu sekunder terhadap proses
inflamasi yang melibatkan paru, mediastinum, esophagus atau ruang
subdiafragmatik. Pada tahap awal, ada serabut pleura yang kering tapi ada
sedikit peningkatan cairan pleura.selama lesi berkembang, selalu ada
peningkatan cairan pleura. Cairan eksudat ini sesuai dengan yang sudah di
jelaskan sebelumnya. Pada tahap awal, cairan pleura yang berupa eksudat

10
ini bening, memiliki banyak fibrinogen, dan sering disebut serous atau
serofibrinous. Pada tahap selanjutnya akan menjadi kurang jernih, lebih
gelap dan konsistensinya kental karena meningkatkanya kandungan sel
PMN.

Efusi pleura tanpa peradangan menghasilkan cairan serous yang


jernih, pucat, berwarna jerami, dan tidak menggumpal, cairan ini
merupakan transudat., biasanya terjadi pada penyakit yang dapat
mengurangi tekanan osmotic darah atau retensi Na, kebanyakan ditemukan
pada pasien yang menderita oedemumum sekunder terhadap penyakit yang
melibatkan jantung, ginjal, atau hati. Bila cairan di ruang pleura terdiri dari
darah, kondisi ini merujuk pada hemothorax. Biasanya hal ini disebabkan
oleh kecelakaan penetrasi traumatik dari dinding dada dan menyobek arteri
intercostalis, tapi bisa juga terjadi secara spontan saat subpleural rupture
atau sobeknya adhesi pleural.

2.1.4 Manifestasi Klinis

Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh


penyakit dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat mengakibatkan
dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi
yang luas akan menyebabkan sesak napas. Area yang mengandung cairan
atau menunjukkan bunyi napas minimal atau tidak sama sekali
mengandung bunyi datar, pekak saat perkusi. Suara egophoni akan
terdengar diatas area efusi. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit
dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural yang signifikan. Bila terdapat
efusi pleura kecil sampai sedang, dispnea mungkin saja tidak ditemukan.

2.1.5 Diagnosis
Diagnosa efusi pleura ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesa

11
- Nyeri dada pleuritis, sakit yang tiba-tiba seperti tertikamdan diperberta
olehnafas dalam dan batuk, sehinga penderita membatasi pergerakan
ronga dada dengan bernafas pendek atau tidur miring kesisi yang sakit.
Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis tapi
bisa menjalar kedaerah lain.
- Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh
Nervus intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan
abdomen.
- Sesak nafas bila lokasi efusi luas, sesak nafas terutama bila bebaring
kesisi yang sehat. Berat ringannya sesak ditentukan oleh jumlah cairan
efusi.
- Rasa berat pada dada yang sakit.
- Batuk pda umunya non produktif dan ringan, batuk terutama apabila
diserati dengan proses tuberkulosis diparunya, batuk berarah pada
karsinoma bonkus atau metastasis.
- Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, panas
tinggi (kokus),banyak keringat, batuk, dahak banyak.

b. Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi
Pencembungan hemithorax yang sakit, ICS melebar, pergerakan
pernafasan menurun pada sisi sakit, mediastinum terdorong ke arah
kontralateral. Pada efusi yang luas, tanda-tanda dapat berupa ekspansi
dinding dada yang tidak simetris atau bhkan penonjolan pada rongga
intercostal.
- Palpasi
Sesuai dengan inspeksi, fremitus menurun atau melemah.
- Perkusi
Redup – pekak.
- Auskultasi
Suara nafas yang menurun bahkan menghilang.

12
c. Pemeriksaan Penunjang
 Rontgen Thorax
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan
membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah
lateral lebih tinggi daripada bagian medial.
Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk menggelilingi
lobus paru (biasanya lobus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai
bayangan konsolidasi parenkim lobus. Dapat juga menggumpul di
daerah para-mediastinal dan terlihat dalam foto sebagai figura
interlobaris. Bisa juga terdapat secara parallel dengan sisi jantung,
sehingga terlihat sebagai kardiomegali. Hal lain yang dapat juga
terlihat dalam foto dada pada efusi pleura adalah terdorongnya
mediastenum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Tapi bila
terdapat atelektasis pada sisi yang berlawanan dengan cairan,
mediastenum akan tetap pada tempatnya.
Di samping itu gambaran foto dada dapat juga menerangkan
asal mula terjadinya efusi pleura yaitu bila terdapat jantung yang
membesar, adanya masa tumor, adanya lesi tulang yang destruktif
pada keganasan.
 USG dada
Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat
menentukan adanya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini
sangat membantu sebagai penentuan waktu melakukan aspirasi
cairan tersebut, terutama pada efusi yang terlokalisasi.
 CT-Scan
Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada. Adanya
perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat
memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Hanya saja
pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih
mahal.

d. Penatalaksanaan

13
 Torakosentesis
Torakosentesis diindikasikan jika pasien memiliki ukuran efusi
pleura yang luas dan menimbulkan gejala. Aspirasi cairan pleura
(torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostic maupun
terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada penderita
dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di
sela iga IX garis aksilaris posterioar dengan memakai jarum
Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya
tidak melebihi 1.000-1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih
baik mengerjakan aspirasi berulang- ulang daripada satu kali aspirasi
sekaligus yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau
edema paru. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru
menggembang terlalu cepat.
Komplikasi lain torakosentesis adalah pneumotoraks, ini yang
paling sering, udara masuk melalui jarum), hemotoraks (karena
trauma pada pembuluh darah interkostalis), emboli udara (ini agak
jarang terjadi). Dapat juga terjadi laserasi pleura viseralis, tapi
biasanya ini akan sembuh sendiri dengan cepat. Bila laserasinya
cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena
pulmonalis sehingga terjadi emboli udara. Untuk mencegah emboli
udara ini menjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, penderita
dibaringkan pada sisi kiri di bagian bawah, posisi kepala lebih
rendah daripada leher, sehingga udara tersebut dapat terperangkap di
atrium kanan.

14
Gambar 3. Metode Torakosentesis
 Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostic penyakit pleura, terutama bila ditemukan patologis atau
dominasi sel –sel tertentu.
a) Sel neutrofil: menunjukan adanya infeksi akut transudat
Eksudat
b) Sel limfosit: menunjukan adanya infeksi kronik seperti
pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum.
c) Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat adanya infark
paru.biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.
d) Sel mesotel maligna: pada mesotelioma.
e) Sel-sel besar dengan banyak inti: pada arthritis rheumatoid.
 Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat
mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairanya purulen.Efusi
yang purulan dapat mengandung kuman-kuman yang aerob ataupaun
anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura
adalah pneumokokus, E, coli, Klebsiella, Pseudomonas,
Enterobacter.
 Biopsi pleura

15
Pemeriksaan histology stu atau beberapa contoh jaringan
pleura dapat menunjukan 50-75 persen diagnosis kasus-kasus
pleuritis tuberkolosa dan tumor pleura. Komplikasi adalah
pneumotoraks, hemotoraks, penyebarab infeksi atau tumor pada
dinding dada.
 Water Seal Drainage (tube thoracostomy)
Modalitas terapi yang bekerja dengan menghubungkan cavum
pleura berisi cairan abnormal dengan botol sebagai perangkat WSD
yang nantinya akan menarik keluar isi cairan abnormal yang ada
didalam cavum pleura dan mengemembalikan cavum pleura seperti
semula, menyebabkan berkurangnya kompresi terhadap paru yang
tertekan dan paru akan kembali mengembang.

2.2 Tumor Paru


2.2.1 Definisi

Kanker paru adalah keganasan yang berasal dari luar paru (metastasis
tumor paru) maupun yang berasal dari paru sendiri, dimana kelainan dapat
disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas,
yang dapat mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat di kendalikan.
Kanker paru primer yaitu tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau
karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma).

2.2.2 Patogenesis

Kanker paru dimulai oleh aktivitas onkogen dan inaktivasi gen


supresor tumor. Onkogen merupakan gen yang diyakinin sebagai penyebab
seseorang untuk terkena kanker. Proto-onkogen berubah menjadi onkogen
jika terpapar karsinogen yang spesifik. Pada proto-onkogen mutasi yang
terjadi yaitu K-ras menyebabkan adenokarsinoma paru sampai 10-30%.
Epidermal growth factor reseptor (EFGR) mengatur proliferasi sel,
apoptosis, angiogenesis, serta invasi tumor. Berkembangnya EFGR serta
mutasi sering dijumpai pada kanker paru non-small sel sehingga menjadikan
dasar terapi menggunakan penghambat EFGR. Kerusakan kromosom

16
menyebabkan kehilangan sifat keberagaman heterezigot, menyebabkan
inaktivasi gen supresor tumor. Kerusakan kromosom 3p, 5q, 13q dan 17p ini
paling sering menyebabkan karsinoma paru non-small sel. Gen p53 tumor
supresor berada dikromosom 17p yang didapatkan 60-75% dari kasus.

Sejumlah gen polimorfik berkaitan dengan kanker paru, termasuk gen


polimorfik yang mengkode interleukin-1, sitokrom P450, caspase-8 sebagai
pencetus apoptosis serta XRCC1 sebagai molekul DNA repair. Individu
yang terdapat gen polimorfik seperti ini lebih sering terkena kanker paru
apabila terpapar zat karsinogenik.

2.2.3 Klasifikasi

Ada dua jenis utama kanker paru di kategorikan berdasarkan ukuran


serta adanya sel ganas yang terlihat melalui histopatologi dengan
mikroskop, kanker paru karsinoma bukan sel kecil 80%, kanker paru
karsinoma sel kecil 16,8%.

TNM klasifikasi kanker paru karsinoma bukan sel kecil :

17
2.2.4 Deteksi Dini

Keluhan dan gejala penyakit ini tidak spesifik seperti batuk darah, batuk
kronik, berat badan menurun dan gejala lain yang juga dapat dijumpai pada jenis
penyakit paru lain. Penemuan dini penyakit ini berdasarkan keluhan saja jarang

18
terjadi, biasanya keluhan yang ringan terjadi pada mereka yang telah memasuki
stage II dan III. Di Indonesia kasus kanker paru terdiagnosis ketika penyakit telah
berada pada stage lanjut. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang
penyakit ini, disertai dengan meningkatnya pengetahuan dokter dan peralatan
diagnostik maka deteksi dini seharusnya dapat dilakukan. Sasaran untuk deteksi
dini terutama ditujukan pada subyek dengan risiko tinggi yaitu:
. Laki -laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok;
. Paparan industri tertentu
Disertai dengan satu atau lebih gejala: batuk darah, batuk kronik, sesak napas,
nyeri dada dan berat badan menurun. Golongan lain yang perlu diwaspadai adalah
perempuan perokok pasif dengan salah satu gejala di atas dan seseorang yang
dengan gejala klinik yaitu: batuk darah, batuk kronih sakit dada, penurunan berat
badan tanpa penyakit yang jelas. Riwayat tentang anggota keluarga dekat yang
menderita kanker paru iuga perlu jadi faktor pertimbangan.

2.2.5 Manifestasi Klinis

19
Anamnesis
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru
lainnya" terdiri dari keluhan subyektif dan temuan obyektif. Dari anamnesis
didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit serta faktor-faktor lain yang sering
sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa:
- Batuk-batuk dengan / tanpa dahak dahak putih, dapat juga Purulen
- Batuk darah
- Sesak napas
- Suara serak
- Sakit dada
- Sulit / sakit menelan
- Benjolan di pangkal leher
- Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan
dengan rasa nyeri yang hebat.
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di
Iuar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak,
pembesaran hepar atau patah tulang. Ada pula gejala dan keluhan tidak khas
seperti :
- Berat badan berkurang
- Nafsu makan hilang
- Demam hilangtimbul
- Sindrom paraneoplastik, seperti hypertrophic pulmonary

Pemeriksaan jasmani
Pemeriksaan jasmani harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Hasil yang
didapat sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan dilakukan. Tumor paru
ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada
pemeriksaan' Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai
akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan
memberikan hasil yang lebih informatif. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan
data untuk penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor di luar
paru. Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar,

20
pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan intraorbital dan
terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang.
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan


penunjang yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer
dan metastasis, serta penentuan stadium penyakit. Pemeriksaan radiologis
paru yaitu foto toraks PA/Lateral, bila mungkin CT-scan toraks, bone scan,
bone survey, USG abdomen dan brain-CT dibutuhkan untuk menentukan
letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis.

a. Foto Toraks
Pada pemeriksaan foto toraks PA/Lateral akan dapat dilihat bila
masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1cm. Tanda yang
mendukung keganasaan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi
pleura, tumor satelit,dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah
invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis
intrapulmonar. Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N
agak sulit ditentukan dengan foto toraks saja.

Bila foto toraks menunjukan gambaran efusi pluera yang luas


harus diikuti dengan pengosongan isi pleura dengan punksi berulang
atau pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar bila ada tumor
primer dapat diperlihatkan. Keganasan harus dipikirkan bila cairan
bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik.

b. CT-Scan Thoraks
Ini dapat menentukan kelainan diparu secara lebih baik daripada
foto toraks. CT-Scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih
kecil dari 1cm secara lebih tepat. Bila terdapat penekanan terhadap
bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak
masif dan telah keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk
menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1s/d

21
N3) dapat dideteksi. Deikian juga ketelitiannya mendeteksi
kemungkinan metastasis intrapulmoner.
c. Pemeriksaan Radiologi
Kekurangan dari foto toraks dan CT-Scan toraks adalah tidak
mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu
dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT Scan
untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala/jaringan otak, bone scan
dan/atau bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan
tulang tubuh. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis
dihati, kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut.

2.2.7 Pemeriksaan khusus


a. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah penreriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat
dihandalkan unruk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat dipastikan
ada tidaknya sel ganas.Perneriksaan ada tidaknya masa intrabronkus atau
perubahan mukosa saluran napas, seperti berbenjol-benjol, hiperemis, atau
stenosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya diikuti
dengan tindakan biopsi tumor / dinding bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan
bronkus.Penggunaan endobronchial ultrasound [EBUSJ mempunyai kelebihan
dari bronkoskop konvensinal karena dapat menunjukkan secara tepat lokasi tumor
yang menempel di dinding luar bronchial sehingga mempermudah tindakan

b. Biopsi aspirasi jarum


Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena
amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol-benjol, maka
sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan saja sering memberikan
hasil negatif.Spesimen yang diperoleh adalah bahan pemeriksaan sitologi.

c. Transbronchial Needle Aspirotion ITBNAJ


TBNA di karina, atau trakea 1/3 bawah (2 cincin di atas karina) pada
posisi jam 1 bila tumor ada di kanan, akan memberikan informasi ganda, yakni

22
didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau
paratrakeal. Spesimen yang diperoleh adalah bahan pemeriksaan sitologi.

d. TransbronghialLung BiopsyITBLBJ
Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk fluoroskopi
maka biopsi paru lewat bronkus ITBLBJ harus dilakukan. Spesimen yang
diperoleh adalah bahan pemeriksaan histopatologi.

e. Transthorasic Needle Aspiration ITTNAJ

]ika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTNA dilakukan
dengan bantuan flouroskopi atqu USG. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan
terletak di sentral dapat dilakukan TTNA dengan tuntunan CT-scan.Spesimen
yang diperoleh adalah-bahan pemeriksaan sitologi.

F. Biopsi Transtorakal ( Transthora si c Bi opsy, TTB)

Jika lesi kecil dan TTNA tidak memberikan hasil yang representatif
sebaiknya dilakukan TTB dengan alat core biopsy dan selalu dilakukan dengan
tuntunan CT-Scan. Pengambilan sample dengan tehnik ini akan memberikan hasil
yang lebih informatif. Spesimen yang diperoleh adalah bahan pemeriksaan
histopatologi.

G. Aspirasi Jarum Halus [AfH)


Aspirasi jarum halus [AJH) atau fine ngedle ospiroaon [FNA) dapat
dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau teraba masa yang dapat terlihat
superfisial. Dari tehnik yang sangat sederhana dengan tingkat risiko paling
rendah.Spesimen yang diperoleh adalah bahan pemeriksaan sitologi.

H. Biopsi lain
Biopsi KBG harus dilakukan bila teraba pembesaran KGB supraklavikula,
leher atau aksila, apalagi bila diagnosis sitologi / histologi tumor primer di paru

23
belum diketahui. Biopsi Daniels dianjurkan bila tidak jelas ditemukan pembesaran
KGB supraklavikula dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang jenis sel
kanker. Punksi dan biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura.spesimen
yang diperoleh adalah bahan pemeriksaan sitologi atau histopatologi.

I. Torakoskopi medik
Dengan tindakan ini massa tumor di bagian perifer paru, pleura visceral,
pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.

J. Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah.
Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada diperifer, penderita batuk
kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak memenuhi
syarat. Dengan bantuan inhalaqf NaCl 3o/o untuk merangsang pengeluaran
sputum, kepositifan sitologi sputum dapat ditingkatkan. Cara lain ialah
pengumpulan sputum menurut cara Saccomanno yaitu pengambilan spesimen dari
sputum yang dikumpulkan pada pagi hari dan melalui prosedur khusus. Sputum
ditampung dalam wadah yang berisi etil alkohol 50% dengan polietilen glikol,
dihomogenisasi dengan blender, kernudian dilakukan pemusingan (centrifuge)
dan bahan yang diambil adalah sedimen yang berada pada dasar tabung.

2.2.8 Manajemen Terapi


1. Terapi Farmakologis
Kemoterapi untuk karsinoma paru Platinum Based.
Kemoterapi merupakan pilihan terapi lini pertama pada hampir 70%
sampai 80% pasien kanker paru karsinoma bukan sel kecil
(KPKBSK) yang luas (stadium III) atau yang sudah bermetastase
(stadium IV), yang merupakan 80-85% dari kasus kanker paru.
Standar lini pertama kemoterapi pada pasien dengan tampilan status
baik(0/1) ialah platinum based (Sisplatin atau Karboplatin) yang
dikombinasikan dengan generasi ketiga sitotoksik agen(Gemsitabin,
vinoralbin,
paklitaksel, atau dosetaksel).

24
Kemoterapi untuk kanker paru minimal berupa regimen yang
terdiri dari lebih satu obat anti kanker dan diberikan dengan siklus 21
atau 28 hari setiap siklusnya. Kemoterapi untuk kanker paru
karsinoma sel kecil (KPKSK) diberikan sampai enam siklus dengan
Sisplatin based regimen, yang diberikan ialah Sisplatin dengan
Etoposid, Sisplatin dengan Irinotekan dimana pada keadaan tertentu
Sisplatin dapat digantikan dengan Karboplatin dan Irinotekan
digantikan dengan Dosetaksel.
Kemoterapi untuk kanker paru karsinoma bukan sel kecil
(KPKBSK) dapat diberikan enam siklus (pada kasus tertentu dapat
diberikan lebih dari 6 siklus) dengan platinum based regimen yang
diberikan sebgai terapi lini pertama adalah : Karboplatin/Sisplatin
dengan Etoposid, Karboplatin/Sisplatin dengan Gemsitabin,
Karboplatin/Sisplatin dengan Paklitaksel, Karboplatin/Sisplatin
dengan Dosetaksel.
Joan H.Schiller,M.D. Dkk (2002) melakukan penelitian klinis
secara random terhadap KPKBSK dengan membandingkan empat
regimen kemoterapi yaitu Sisplatin dengan Paklitaksel, Sisplatin
dengan Gemcitabin, Sisplatin dengan dosetaksel dan Karboplatin
dengan Paklitaksel. Penelitian dilakukan terhadap 1207 pasien antara
oktober 1996 sampai mei 1999. Pada pasien yang mendapat Sisplatin
dengan Paklitaksel rata-rata angka harapan hidup satu tahun dan dua
tahun 31% dan 10%. Pasien dengan Sisplatin dengan Gemsitabin
36%, Sisplatin dengan Dosetaksel 31% dan Karboplatin dengan
Paklitaksel 34%. Penelitian ini hanya dilakukan pada pasien dengan
tampilan status 0 atau 1.

Kemoterapi pada kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil


(KPKBSK)
Berbagai obat dianggap aktif untuk KPKBSK, dengan respon
objektif >15% diantaranya adriamisin, sisplatin, karboplatin,
mitomisin-C, ifosfamid, paklitaksel, dosetaksel, gemsitabin dan lain

25
- lain. Pada saat ini, paduan obat berbasis platinum amat dianjurkan.
Paduan obat yang menggunakan obat-obat baru seperti paklitaksel,
gemsitabin, dosetaksel, dll menunjukkan respon yang cukup baik
serta perbaikan masa tahan hidup yang berarti.
Jenis obat yang mudah didapat di Indonesia, antara lain
sisplatin, karboplatin, etoposid, siklofosfamid, mitomisin-C,
metoreksat, adriamisin, doksorubisin, paklitaksel, dosetaksel dan
gemsitabin.
Paduan obat lain yang jarang atau belum digunakan di Indonesia
adalah :
- 5-FU + Adriamisin + Mitomisin-C
- CAP I
- Sisplatin + Vindesin
- Sisplatin + CPT-11
- Sisplatin + Vinorelbin
Di Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi
FKUI - RS Persahabatan dan RSK Dharmais, beberapa paduan obat
telah digunakan. Paduan obat adriamisin, mitomisin C dan 5-
fluorourasil dapat mengurangi keluhan subjektif pada lebih dari 50%
penderita, tampilan membaik pada 3-% sedangkan respon objektif
terdapat pada 22,2% penderita. Penelitian yang menggunakan
paduan obat paklitaksel dan karboplatin efek samping gangguan
gastrointestinal terlihat pada semua penderita dan gangguan
hematologi terdapat pada 6,7% penderita. Sedangkan kerontokan
rambut tidak terlihat pada 30%. Tiga puluh dua persen penderita
hidup 1 tahun setelah pengobatan, 11% tahan hidup sampai 15 bulan
dan tidak ada yang hidup sampai 2 tahun. Hasil yang hampir sama
juga didapat dengan menggunakan paklitaksel yang diproduksi
dengan cara berbeda + karboplatin dalam siklus tiap 21 hari.
Dosetaksel, paklitaksel dan gemsitabin, masing-masing
dikombinasikan dengan sisplatin/karboplatin merupakan obat-obat
baru yang saat ini dianjurkan untuk KPKBSK. Sandler dkk,

26
membandingkan penggunaan sisplatin tunggal dengan paduan
gemsitabin + etoposid secara random pada penderita KPKBSK dan
menyimpulkan bahwa untuk terapi lini pertama paduan gemsitabin +
sisplatin lebih superior dibandingkan dengan sisplatin tunggal.
Namun , toksisiti hematologik terutama neutropenia grade 4 dan
trombositopenia grade 4 lebih rendah pada penggunaan sisplatin
tunggal.
Meskipun bervariasi tetapi toksisiti hematologi grade 3 dan 4
ditemukan pada semua paduan obat itu, trombositopenia dan anemia
lebih sering ditemukan pada paduan sisplatin + gemsitabin
dibandingkan dengan kontrol, karena gemsitabin diberikan setiap
minggu sehingga pasien lebih sering kontrol (hari 1, 8 dan 15 dalam
siklus 28 hari). Toksisiti gastrointestinal lebih jarang ditemukan pada
paduan karboplatin + paklitaksel, demikian juga penggunaan
antibiotik akibat infeksi pada pemberian kemoterapi.

Kemoterapi pada kanker paru jenis karsinoma sel kecil


(KPKSK)
Penderita karsinoma sel kecil bila tidak diobati hanya memiliki
daya tahan
hidup antara 6-17 minggu. Tindakan pembedahan berpengaruh kecil
pada angka
tahan hidup.
Kira-kira 10% penderita karsinoma sel kecil telah menderita
metastasis di susunan saraf pusat (SSP) pada saat diagnosis
ditegakkan dan 20-50% akan Memberikan metastasis tersebut
selama perjalanan penyakit. Pada penderita yang hidup lebih dari 2
tahun, 60-80% penderita menderita metastasis ke otak. Sebagian
besar obat yang digunakan pada pengobatan karsinoma anaplastik
sel kecil tidak dapat menembus sawar darah otak. Penderita yang
mengalami metastasis di otak biasanya juga menderita metastasis di
tempat lain.

27
Di RS Persahabatan, Jakarta kemoterapi pada KPKSK
dilakukan dengan paduan obat siklofosfamid + vinkristin +
adriamisin menurut anjuran UICC atau sisplatin + etoposid. Jumlah
penderita jenis ini tidak begitu banyak, lagipula yang mampu
menyediakan obat masih amat terbatas. Tetapi terlihat 70% penderita
mengalami respons subjektif yang cukup nyata. Tampilan membaik
pada 71,4% dan 14,3% mengalami kenaikan berat badan. Efek
samping berupa gangguan hemopoetik dan gejala gastrointestinal
terlihat pada semua kasus, 57% tidak mengalami kerontokan rambut
dan respons objektif terlihat pada 70%. Dua puluh lima persen
penderita hidup sampai 15 bulan dan masa tengah tahan hidup 2-5
bulan.
Telah dilakukan uji klinis beberapa jenis obat sitostatik baru
untuk KPKSK seperti topotekan, irinotekan, paklitaksel, dosetaksel,
vinoralibin, dan gemsitabin.
Dari berbagai uji klinis terlihat bahwa penggunaan obat baru
kemoterapi pada KPKSK dapat memperpanjang angka tahan hidup.
Efikasi kemoterapi irinotekan + sisplatin tiap 28 hari sebanyak 6
siklus dan radiasi 50,6 Gy pada pasien limited stage memberikan
respons objektif 85%. Efikasi kemoterapi gemsitabin + sisplatin tiap
21 hari dengan siklus maksimal 6 pada peneyebab yang ekstensif di
dapat objektif respons 53%.

Pembedahan, radiasi
Bedah merupakan terapi utama pada KPBSK derajat I-II dan
derajat IIIA yang masih dapat direseksi setelah diberikan kemoterapi
neoadjuvan.
Radiasi dapat diberikan pada lesi primer dan atau lesi
metastasis. Radiasi diberikan pada kasus derajat dini yang berpotensi
untuk direseksi namun terdapat kontraindikasi operasi(radiasi
definitif). Radiasi dapat dikombinasikan dengan kemoterapi dengan

28
setting konkuren (bersamaan), alternating (sering seling) atau
sekunsial (diberikan sebelum atau setelah kemoterapi selesai).

2. Penatalaksanaan

Kemoterapi diberikan apabila memenuhi syarat yaitu keadaan


umum baik, skala Kanofsky diatas > 70, fungsi hati, ginjal dan
homeostatik (darah) baik dan masalah finansial dapat diatasi. Syarat
homeostatik yang memenuhi syarat yaitu HB >10gr%,
leukosit>4000/dl, trombosit>100000/dl.

Tabel 1. Tampilan umum berdasarkan skala Karnofsky dan WHO.

Skala Pengertian
90 – 100 Dapat beraktifiti normal, tanpa keluhan yang menetap
70 – 80 Dapat beraktifiti normal, tetapi ada keluhan berhubungan dengan
sakitnya
50 – 70 Membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan aktifitas yang
spesifik
30 – 50 Sangat bergantung pada bantuan orang lain untuk aktifiti rutin
10 – 30 Tidak dapat bangkit dari tempat tidur

Indikasi pemberian kemoterapi pada kanker paru ialah :

1. Penderita kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) tanpa atau
dengan gejala.
2. Penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang
inoperabel (stage IIIB & IV), jika memenuhi syarat dapat dikombinasikan
dengan radioterapi, secara konkuren, sekuensial.
3. Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita kanker kanker paru
jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage I, II dan III yang telah
dibedah.

29
4. Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA dan
beberapa kasus stage IIIB yang akan menjalani pembedahan. Dalam hal
ini kemoterapi merupakan bagian terapi multimodaliti.

Penderita yang akan mendapat kemoterapi terlebih dahulu harus menjalani


pemeriksaan dan penilaian, sehingga terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Diagnosis histologis telah dipastikan

Pemilihan obat yang digunakan tergantung pada jenis histologi. Oleh


karena itu diagnosis histologis perlu ditegakkan. Apabila ahli patologi sulit
menentukan jenis yang pasti, maka bagi kepentingan kemoterapi minimal
harus dibedakan antara :

 Jenis karsinoma sel kecil


 Jenis karsinoma bukan sel kecil, yaitu karsinoma sel skuamosa,
adenokarsinoma dan karsinoma sel besar.
2. Tampilan status meneurut skala Karnofsky minimal 60-70 atau skala
WHO
3. Pemeriksaan darah perifer untuk pemberian siklus pertama :

Sedangkan untuk pemberian siklus berikutnya, jika nilai-nilai diatas


itu lebih rendah maka beberapa jenis obat masih dapat diberikan dengan
penyesuaian dosis.

4. Sebaiknya faal hati dalam batas normal


5. Faal ginjal dalam batas normal, terutama bila akan digunakan obat yang
nefrotoksik. Untuk pemberian kemoterapi yang mengandung sisplatin,
kreatinin klearense harus lebih besar daripada 70ml/menit. Apabila nilai
ini lebh kecil, sedangkan kreatinin nornal dan penderita tua sebaiknya
digunakan karboplatin.

2.2.12 Prognosis

Secara keseluruhan prognosis kanker paru buruk. Angka harapan


hidup sampai 5 tahun pasien kanker paru jenis karsinoma sel kecil dengan

30
tahap batasan sekitar 20%, edangkan yang tahap ekstensif sangat buruk <
1%.

Angka harapan hidup sampai 5 tahun pasien kanker paru jenis sel
karsinoma bukan sel kecil bervariasi berdasarkan stadium, 60%-70%
pasien dengan stadium I, dan < 1% pada pasien dengan stadium IV. Rata-
rata pasien kanker paru jenis sel karsinoma bukan sel kecil yang telah
bermetastase jika tidak diterapi angka harapan hidupnya 6 bulan. Saat ini
harapan hidup pasien kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil stadium
dini maupun lanjut meningkat, dari yang didapat harapan hidup pasien
dengan stadium dini apabila diberikan regimen platinum-based setelah
dilakukan reseksi. Terapi target juga meningkatkan harapan hidup pasien
dengan stadium IV. Namun pada penyakit yang telah bermetastase
hasilnya masih mengecewakan.

31
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. z
Umur : 64 tahun
Pekerjaan : Petani sawah
Alamat : Tigo Lurah
Tanggal masuk : 02 April 2019

3.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama : Sesak nafas yang meningkat sejak 1 hari SMRS
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
- Sesak nafas meningkat sejak ± 1 hari SMRS, sesak tidak
menciut. Sesak tidak dipengaruhi oleh makana, cuaca dan
emosi. Sesak dipengaruhi oleh aktivitas. Sesak juga dirasakan
saat batuk dan berkurang saat istirahat. Sesak sudah dirasakan
sejak 3 bulan yang lalu, hilang timbul. Dalam seminggu sesak
dirasakan lebih 1 kali dan terbangun malam lebih 2 kali
sebulan.
- Batuk berdahak meningkat sejak 1 minggu SMRS. Batuk
berdahak dirasakan sejak ± 1 bulan yang lalu, sukar
dikeluarkan, hilang timbul.
- Demam 1 hari SMRS. Demam tidak menggigil, hilang timbul.
- Keringat malam ada sejak 1 bulan SMRS.
- Nafsu makan menurun 1 bulan SMRS, BB terasa berkurang
tetapi paien tidak mengetahui berapa turun berat badan
- Nyeri dada ada, dirasakan sejak 1 bulan SMRS, nyeri dada
tidak menjalar kebahu dan lengan kiri, nyeri dada dirasaan saat
batuk dan sesak

32
- Pasien merasa nyaman jika berbaring miring ke arah kiri
- BAB dan BAK normal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat minum OAT disangkal
- Riwayat penyakit yang sama disangkal
- Riwayat Hipertensi disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat sakit jantung disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat minum OAT disangkal
- Riwayat penyakit yang sama disangkal
- Riwayat Hipertensi disangkal
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat DM disangkal
- Riwayat sakit jantung disangkal

e. Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan


o Pekerjaan: Petani sawah
o Kebiasaan:
 Merokok
Usia : 20 tahun
Berhenti merokok : 63 tahun
Jumlah batang/hari : 12 batang/ hari
Indeks brinkman : 1548 (perokok berat)
 Narkoba disangkal
 Alkohol disangkal

33
3.3 Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Fisik Umum
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan Darah : 130/70 mmHg
- Nadi : 92 x/menit
- Nafas : 26 x/menit
- Suhu : 37,8ºC
- Tinggi badan : 160 cm
- Berat badan : 50 kg
b. Kepala dan Leher
- Konjungtiva : anemis (-/-)
- Sklera : ikterik (-/-)
- JVP : 5-2 cmH2O
- KGB : tidak ada pembesaraan KGB

c. Paru
Inspeksi :
- Statis : Asimetris dinding dada kiri lebih cembung dibanding
yang kanan.
- Dinamis : Pergerakan dinding dada kiri tertinggal dibanding
yang kanan.
Palpasi : Fremitus taktil kiri menurun dibandingkan kanan.
Perkusi : Pekak pada lapangan paru kiri, sonor pada paru
kanan.
Auskultasi : Ronki (-/-), Wheezing (-/-), ekspirasi memanjang
(-/-)
Suara nafas menghilang pada lapang paru kiri.

d. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

34
Perkusi : Batas jantung kanan : RIC 5 linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri : Sulit dinilai
Batas atas jantung : RIC 2 linea parasternalis sinistra
Batas pinggang jantung : RIC 4 linea sternalis sinistra
Auskultasi: BJ I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)

e. Abdomen
Inspeksi : Perut tidak membuncit, asites (-), sikatrik (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Tympani
Auskultasi: Bising usus (+) normal

f. Ekstremitas
- Akral hangat (+/+)
- Edema (-/-)

3.4 Pemeriksaan Laboratorium


- Darah Rutin:
o Hemoglobin : 9,5 g/dL
o Hematokrit : 29.0 %
o Leukosit : 123.000/uL
o Trombosit : 662.000/uL
- Nilai nilai Mc
o MCV : 76,9 fl
o Mch : 25.2 pg
o MCHC : 32,8 g/dl
o RDW-CV : 15.4 %
- KIMIA KLINIK
o SGOT : 34 u/l
o SGPT : 27 u/l
o Bilirubin total : 0.49 mg/dl
o Glukosa darah sewaktu : 137 mg/dl

35
o Ureum : 30 mg/dl
o Kreatinin : 0.99 mg/dl

3.5 Diagnosa Kerja


Efusi pleura sinistra e.c suspek tumor paru + Anemia mikrositik hipokrom
ec keganasan

3.6 Diagnosa Banding


- Efusi pleura sinistra e.c suspek TB paru
- Efusi pleura sinistra e.c suspek Pneumonia

3.7 Penatalaksanaan
a. Farmakologi
- O2 kanul binasal 3 liter/menit
- IVFD RL 500 cc 12 jam/kolf
- Ambroxol tab 3 x 30 mg
- Curcuma tab 2 x 200 mg
- Tranfusi PRC 2 kantong

b. Non Farmakologi
- Istirahat
- Kurangi aktivitas
- Hindari stress

3.8 Pemeriksaan Anjuran


- Foto rontgen thorax PA
- Bronkoscopy
- Pemeriksaan BTA sputum
- Kultur kuman banal
- Sitologi cairan pleura

36
FOLLOW UP

Selasa / 09 April 2019

Anamnesa

Sesak nafas : ada

Demam : Tidak ada

Batuk / Batuk darah : batuk ada berdahak sukar dikeluarkan

Nyeri dada : Ada, ketika batuk

Nafsu makan : Baik

Pemeriksaan Fisik

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang


- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan Darah : 130/70 mmHg
- Nadi : 87 x/menit
- Nafas : 29 x/menit
- Suhu : 37,3ºC

Paru

Inspeksi :

- Statis : Asimetris dinding dada kiri lebih cembung dibanding


yang kanan.
- Dinamis : Pergerakan dinding dada kiri tertinggal dibanding
yang kanan.
Palpasi : Fremitus taktil kiri menurun dibandingkan kanan.
Perkusi : Pekak pada lapangan paru kiri, sonor pada paru
kanan.
Auskultasi : Ronki (-/-), Wheezing (-/-), ekspirasi memanjang
(-/-)

37
Suara nafas menghilang pada lapang paru kiri.

Kesan : Efusi pleura e.c suspek tumor paru STQ

Anjuran : Aspirasi cairan  didapatkan 180 cc cairan pleura

Terapi :

Farmakologi

- O2 kanul binasal 3 liter/menit


- IVFD RL 500 cc 12 jam/kolf
- Ambroxol tab 3 x 30 mg
- Curcuma tab 2 x 200 mg

Non Farmakologi

- Istirahat
- Kurangi aktivitas
- Hindari stress

38
Rabu / 10 April 2019

Anamnesa

Sesak nafas : mulai berkurang

Demam : Tidak ada

Batuk / Batuk darah : batuk berdahak sukar dikeluarkan

Nyeri dada : Ada, ketika batuk

Nafsu makan : Baik

Pemeriksaan Fisik

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang


- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan Darah : 130/90 mmHg
- Nadi : 87 x/menit
- Nafas : 24 x/menit
- Suhu : 36,8 ºC

Paru

Inspeksi :

- Statis : Asimetris dinding dada kiri lebih cembung dibanding


yang kanan.
- Dinamis : Pergerakan dinding dada kiri tertinggal dibanding
yang kanan.
Palpasi : Fremitus taktil kiri menurun dibandingkan kanan.
Perkusi : Pekak pada lapangan paru kiri, sonor pada paru
kanan.
Auskultasi : Ronki (-/-), Wheezing (-/-), ekspirasi memanjang
(-/-)
Suara nafas menghilang pada lapang paru kiri.

39
Kesan : Efusi pleura e.c suspek tumor paru dalam perbaikan minimal

Anjuran :

 Aspirasi cairan  didapatkan 120 cc cairan pleura


 Sputm belum ada Rujuk

Terapi :

Farmakologi

- O2 kanul binasal 3 liter/menit


- IVFD RL 500 cc 12 jam/kolf
- Ambroxol tab 3 x 30 mg
- Curcuma tab 2 x 200 mg

Non Farmakologi

- Istirahat
- Kurangi aktivitas
- Hindari stress

40
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Efusi pelura adalah suatu kondisi kesehatan dimana jumlah kelebihan
cairan menumpuk di rongga pleura. Hal ini membatasi kemampuan paru-paru
dalam berkembang dan mengempis serta karenanya manusia kesulitan untuk
bernafas. Ada lapisan tipis cairan di antara paru-paru dan dinding dada, dalam
tubuh manusia. Cairan ini sangat penting karena bertindak sebagai pelumas
antara dinding dada dan paru-paru ketika kita bernapas. Rongga atau ruang
antara dinding dada dan paru-paru, dimana cairan ini terakumulasi, disebut
pleura dan cairan tersebut dinamakan cairan pleura. Peningkatan abnormal
dalam jumlah cairan pleura menyebabkan dinding dada terpisah dari paru-
paru. Kondisi ini dikenal sebagai efusi pleura. Diagnosa efusi pleura
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.

Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan
penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah' Penegakan diagnosis
penyakit ini membutuhkan keterampilan dan sarana yang tidak sederhana dan
memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran' Penyakit ini membutuhkan
kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli radiologi
diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radioterapi, ahli bedah toraks, ahli
rehabilitasi medik dan ahli-ahli lainnya. Pengobatan atau penatalaksaan
penyakit ini sangat bergantung pada kecekatan ahli paru untuk mendapitkan
diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada stagedini akan sangat membantu
penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat
memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang baik dalam
perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat meriyembuhkannya. Pilihan
terapi harus dapat segera dilakukan, mengingat buruknya respons kanker paru
terhadap berbagai jenis pengobatan. Bahkan dalam beberapa kasus penderita

41
kanker paru bahkan penanganan sesegera mungkin meski diagnosis pasti
belum dapat ditegakkan.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff, Hood dan H. Abdul Mukty. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit


Paru. Surabaya: Airlangga University Press
2. Anonim. Paru-paru dan Saluran Pernapasan. www.medicastore.com.
Diakses tanggal 10 Maret 2008, jam 13.00 WIB
3. Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI
4. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses- Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
5. Kanker paru, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2011.
Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

43

Anda mungkin juga menyukai