PENDAHULUAN
Kanker paru adalah keganasan yang berasal dari luar paru (metastasis
tumor paru) maupun yang berasal dari paru sendiri, dimana kelainan dapat
disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas,
yang dapat mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat di kendalikan.
Kanker paru primer yaitu tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau
karsinoma bronkus.
1.2 Tujuan
Bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca umumnya dan
penulis khususnya mengenai Efusi Pleura dan Tumor Paru mulai dari definisi
sampai penatalaksanaan
1
1.3 Manfaat
a. Bagi Penulis
Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan dalam mempelajari,
mengidentifikasi dan mengembangkan teori yang telah disampaikan
mengenai Efusi Pleura dan Tumor Paru.
b. Bagi Institut Pendidikan
Dapat dijadikan sumber referensi atau bahan perbandingan bagi kegiatan
yang adakaitannya dengan pelayanan kesehatanm khususnya yang
berkaitan dengan kasus Efusi Pleura dan Tumor Paru.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
3
kavitas) biasanya terjadi akibat inflamasi oleh produk bakteri atau tumor yang
mengenai permukaan pleural.
2.1.2 Etiologi
1. Infeksi
- Tuberculosis
- Pnemonia
- Abses paru
2. Non infeksi
4
Adapun penyakit non infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi
pleura antara lain:
Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan
hipoalbuminemia seperti sindrom nefrotik, malabsorbsi atau
keadaan lain dengan asites serta anasarka. Efusi terjadi
5
karena rendahnya tekana osmotic protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekana osmotic darah. Efusi yang
terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat.
b. Efusi pleura karena neoplasma
Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat
menyerang pleura dan umumnya menyebabkan efusi pleura.
Keluhan yang paling banyak ditemukan adalah sesak nafas dan nyeri
dada. Gejala lain adalah adanya cairan yang selalu berakumulasi
kembali dengan cepat walaupun dilakukan torakosentesis berkali-
kali.
6
b. Eksudat
Efusi pleura eksudat dihasilkan oleh berbagai proses/kondisi
inflamasi dan bisanya diperlukan evaluasi dan penanganan yang
lebih luas dari efusi pleura transudat. Cairan eksudat dapat terbentuk
sebagai akibat dari proses inflamasi paru ataupun pleura, gangguan
drainase limfatik pada rongga pleura.
2.1.3 Patofisiologi
7
Gambar 2. Sirkulasi normal cairan pleura
Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 10-20 cc. Cairan
di rongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi
oleh pleura parientalis dan absorbsi oleh pleura viceralis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura
parientalis sebesar 9 cm H2O dan tekanan koloid osmotic pleura viceralis.
Namun dalam keadaan tertentu, sejumlah cairan abnormal dapat terakumulasi
di rongga pleura. Cairan pleura tersebut terakumulasi ketika pembentukan
cairan pleura lebih dari pada absorbsi cairan pleura, misalnya reaksi radang
yang meningkatkan permeabilitas vaskuler. Selain itu, hipoprotonemia dapat
menyebabkan efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapiler darah
( Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty, 2002).
8
Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena dua hal yaitu:
9
dalam pleura parietalis. Ketiga faktor ini kemudian, mengatur dan
mempertahankan tekanan negatif intra pleura normal.
Pada orang sehat pleura terletak pada posisi yang sangat dekat
satu sama lain dan hanya dipisahkan oleh cairan serous yang sangat
sedikit, yang berfungsi untuk melicinkan dan membuat keduanya
bergesekan dengan mudah selama bernafas. Sedikitnya cairan serous
menyebabkan keseimbangan diantara transudat dari kapiler pleura dan
reabsorbsi oleh vena dan jaringan limfatik di selaput visceral dan
parietal. Jumlah cairan yang abnormal dapat terkumpul jika tekanan
vena meningkat karena dekompensasi cordis atau tekanan vena cava
oleh tumor intrathorax. Selain itu, hypoprotonemia dapat menyebabkan
efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapailer darah.
10
ini bening, memiliki banyak fibrinogen, dan sering disebut serous atau
serofibrinous. Pada tahap selanjutnya akan menjadi kurang jernih, lebih
gelap dan konsistensinya kental karena meningkatkanya kandungan sel
PMN.
2.1.5 Diagnosis
Diagnosa efusi pleura ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesa
11
- Nyeri dada pleuritis, sakit yang tiba-tiba seperti tertikamdan diperberta
olehnafas dalam dan batuk, sehinga penderita membatasi pergerakan
ronga dada dengan bernafas pendek atau tidur miring kesisi yang sakit.
Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis tapi
bisa menjalar kedaerah lain.
- Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh
Nervus intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan
abdomen.
- Sesak nafas bila lokasi efusi luas, sesak nafas terutama bila bebaring
kesisi yang sehat. Berat ringannya sesak ditentukan oleh jumlah cairan
efusi.
- Rasa berat pada dada yang sakit.
- Batuk pda umunya non produktif dan ringan, batuk terutama apabila
diserati dengan proses tuberkulosis diparunya, batuk berarah pada
karsinoma bonkus atau metastasis.
- Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, panas
tinggi (kokus),banyak keringat, batuk, dahak banyak.
b. Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi
Pencembungan hemithorax yang sakit, ICS melebar, pergerakan
pernafasan menurun pada sisi sakit, mediastinum terdorong ke arah
kontralateral. Pada efusi yang luas, tanda-tanda dapat berupa ekspansi
dinding dada yang tidak simetris atau bhkan penonjolan pada rongga
intercostal.
- Palpasi
Sesuai dengan inspeksi, fremitus menurun atau melemah.
- Perkusi
Redup – pekak.
- Auskultasi
Suara nafas yang menurun bahkan menghilang.
12
c. Pemeriksaan Penunjang
Rontgen Thorax
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan
membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah
lateral lebih tinggi daripada bagian medial.
Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk menggelilingi
lobus paru (biasanya lobus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai
bayangan konsolidasi parenkim lobus. Dapat juga menggumpul di
daerah para-mediastinal dan terlihat dalam foto sebagai figura
interlobaris. Bisa juga terdapat secara parallel dengan sisi jantung,
sehingga terlihat sebagai kardiomegali. Hal lain yang dapat juga
terlihat dalam foto dada pada efusi pleura adalah terdorongnya
mediastenum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Tapi bila
terdapat atelektasis pada sisi yang berlawanan dengan cairan,
mediastenum akan tetap pada tempatnya.
Di samping itu gambaran foto dada dapat juga menerangkan
asal mula terjadinya efusi pleura yaitu bila terdapat jantung yang
membesar, adanya masa tumor, adanya lesi tulang yang destruktif
pada keganasan.
USG dada
Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat
menentukan adanya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini
sangat membantu sebagai penentuan waktu melakukan aspirasi
cairan tersebut, terutama pada efusi yang terlokalisasi.
CT-Scan
Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada. Adanya
perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat
memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Hanya saja
pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih
mahal.
d. Penatalaksanaan
13
Torakosentesis
Torakosentesis diindikasikan jika pasien memiliki ukuran efusi
pleura yang luas dan menimbulkan gejala. Aspirasi cairan pleura
(torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostic maupun
terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada penderita
dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di
sela iga IX garis aksilaris posterioar dengan memakai jarum
Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya
tidak melebihi 1.000-1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Adalah lebih
baik mengerjakan aspirasi berulang- ulang daripada satu kali aspirasi
sekaligus yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau
edema paru. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru
menggembang terlalu cepat.
Komplikasi lain torakosentesis adalah pneumotoraks, ini yang
paling sering, udara masuk melalui jarum), hemotoraks (karena
trauma pada pembuluh darah interkostalis), emboli udara (ini agak
jarang terjadi). Dapat juga terjadi laserasi pleura viseralis, tapi
biasanya ini akan sembuh sendiri dengan cepat. Bila laserasinya
cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena
pulmonalis sehingga terjadi emboli udara. Untuk mencegah emboli
udara ini menjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, penderita
dibaringkan pada sisi kiri di bagian bawah, posisi kepala lebih
rendah daripada leher, sehingga udara tersebut dapat terperangkap di
atrium kanan.
14
Gambar 3. Metode Torakosentesis
Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostic penyakit pleura, terutama bila ditemukan patologis atau
dominasi sel –sel tertentu.
a) Sel neutrofil: menunjukan adanya infeksi akut transudat
Eksudat
b) Sel limfosit: menunjukan adanya infeksi kronik seperti
pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum.
c) Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat adanya infark
paru.biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.
d) Sel mesotel maligna: pada mesotelioma.
e) Sel-sel besar dengan banyak inti: pada arthritis rheumatoid.
Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat
mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairanya purulen.Efusi
yang purulan dapat mengandung kuman-kuman yang aerob ataupaun
anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura
adalah pneumokokus, E, coli, Klebsiella, Pseudomonas,
Enterobacter.
Biopsi pleura
15
Pemeriksaan histology stu atau beberapa contoh jaringan
pleura dapat menunjukan 50-75 persen diagnosis kasus-kasus
pleuritis tuberkolosa dan tumor pleura. Komplikasi adalah
pneumotoraks, hemotoraks, penyebarab infeksi atau tumor pada
dinding dada.
Water Seal Drainage (tube thoracostomy)
Modalitas terapi yang bekerja dengan menghubungkan cavum
pleura berisi cairan abnormal dengan botol sebagai perangkat WSD
yang nantinya akan menarik keluar isi cairan abnormal yang ada
didalam cavum pleura dan mengemembalikan cavum pleura seperti
semula, menyebabkan berkurangnya kompresi terhadap paru yang
tertekan dan paru akan kembali mengembang.
Kanker paru adalah keganasan yang berasal dari luar paru (metastasis
tumor paru) maupun yang berasal dari paru sendiri, dimana kelainan dapat
disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas,
yang dapat mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat di kendalikan.
Kanker paru primer yaitu tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau
karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma).
2.2.2 Patogenesis
16
menyebabkan kehilangan sifat keberagaman heterezigot, menyebabkan
inaktivasi gen supresor tumor. Kerusakan kromosom 3p, 5q, 13q dan 17p ini
paling sering menyebabkan karsinoma paru non-small sel. Gen p53 tumor
supresor berada dikromosom 17p yang didapatkan 60-75% dari kasus.
2.2.3 Klasifikasi
17
2.2.4 Deteksi Dini
Keluhan dan gejala penyakit ini tidak spesifik seperti batuk darah, batuk
kronik, berat badan menurun dan gejala lain yang juga dapat dijumpai pada jenis
penyakit paru lain. Penemuan dini penyakit ini berdasarkan keluhan saja jarang
18
terjadi, biasanya keluhan yang ringan terjadi pada mereka yang telah memasuki
stage II dan III. Di Indonesia kasus kanker paru terdiagnosis ketika penyakit telah
berada pada stage lanjut. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang
penyakit ini, disertai dengan meningkatnya pengetahuan dokter dan peralatan
diagnostik maka deteksi dini seharusnya dapat dilakukan. Sasaran untuk deteksi
dini terutama ditujukan pada subyek dengan risiko tinggi yaitu:
. Laki -laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok;
. Paparan industri tertentu
Disertai dengan satu atau lebih gejala: batuk darah, batuk kronik, sesak napas,
nyeri dada dan berat badan menurun. Golongan lain yang perlu diwaspadai adalah
perempuan perokok pasif dengan salah satu gejala di atas dan seseorang yang
dengan gejala klinik yaitu: batuk darah, batuk kronih sakit dada, penurunan berat
badan tanpa penyakit yang jelas. Riwayat tentang anggota keluarga dekat yang
menderita kanker paru iuga perlu jadi faktor pertimbangan.
19
Anamnesis
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru
lainnya" terdiri dari keluhan subyektif dan temuan obyektif. Dari anamnesis
didapat keluhan utama dan perjalanan penyakit serta faktor-faktor lain yang sering
sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa:
- Batuk-batuk dengan / tanpa dahak dahak putih, dapat juga Purulen
- Batuk darah
- Sesak napas
- Suara serak
- Sakit dada
- Sulit / sakit menelan
- Benjolan di pangkal leher
- Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan
dengan rasa nyeri yang hebat.
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di
Iuar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak,
pembesaran hepar atau patah tulang. Ada pula gejala dan keluhan tidak khas
seperti :
- Berat badan berkurang
- Nafsu makan hilang
- Demam hilangtimbul
- Sindrom paraneoplastik, seperti hypertrophic pulmonary
Pemeriksaan jasmani
Pemeriksaan jasmani harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti. Hasil yang
didapat sangat bergantung pada kelainan saat pemeriksaan dilakukan. Tumor paru
ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran normal pada
pemeriksaan' Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai
akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava akan
memberikan hasil yang lebih informatif. Pemeriksaan ini juga dapat memberikan
data untuk penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB atau tumor di luar
paru. Metastasis ke organ lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar,
20
pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan intraorbital dan
terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang.
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Toraks
Pada pemeriksaan foto toraks PA/Lateral akan dapat dilihat bila
masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1cm. Tanda yang
mendukung keganasaan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi
pleura, tumor satelit,dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah
invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis
intrapulmonar. Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N
agak sulit ditentukan dengan foto toraks saja.
b. CT-Scan Thoraks
Ini dapat menentukan kelainan diparu secara lebih baik daripada
foto toraks. CT-Scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih
kecil dari 1cm secara lebih tepat. Bila terdapat penekanan terhadap
bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak
masif dan telah keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk
menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1s/d
21
N3) dapat dideteksi. Deikian juga ketelitiannya mendeteksi
kemungkinan metastasis intrapulmoner.
c. Pemeriksaan Radiologi
Kekurangan dari foto toraks dan CT-Scan toraks adalah tidak
mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu
dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT Scan
untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala/jaringan otak, bone scan
dan/atau bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan
tulang tubuh. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis
dihati, kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut.
22
didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau
paratrakeal. Spesimen yang diperoleh adalah bahan pemeriksaan sitologi.
d. TransbronghialLung BiopsyITBLBJ
Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk fluoroskopi
maka biopsi paru lewat bronkus ITBLBJ harus dilakukan. Spesimen yang
diperoleh adalah bahan pemeriksaan histopatologi.
]ika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTNA dilakukan
dengan bantuan flouroskopi atqu USG. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan
terletak di sentral dapat dilakukan TTNA dengan tuntunan CT-scan.Spesimen
yang diperoleh adalah-bahan pemeriksaan sitologi.
Jika lesi kecil dan TTNA tidak memberikan hasil yang representatif
sebaiknya dilakukan TTB dengan alat core biopsy dan selalu dilakukan dengan
tuntunan CT-Scan. Pengambilan sample dengan tehnik ini akan memberikan hasil
yang lebih informatif. Spesimen yang diperoleh adalah bahan pemeriksaan
histopatologi.
H. Biopsi lain
Biopsi KBG harus dilakukan bila teraba pembesaran KGB supraklavikula,
leher atau aksila, apalagi bila diagnosis sitologi / histologi tumor primer di paru
23
belum diketahui. Biopsi Daniels dianjurkan bila tidak jelas ditemukan pembesaran
KGB supraklavikula dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang jenis sel
kanker. Punksi dan biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura.spesimen
yang diperoleh adalah bahan pemeriksaan sitologi atau histopatologi.
I. Torakoskopi medik
Dengan tindakan ini massa tumor di bagian perifer paru, pleura visceral,
pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.
J. Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah.
Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada diperifer, penderita batuk
kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak memenuhi
syarat. Dengan bantuan inhalaqf NaCl 3o/o untuk merangsang pengeluaran
sputum, kepositifan sitologi sputum dapat ditingkatkan. Cara lain ialah
pengumpulan sputum menurut cara Saccomanno yaitu pengambilan spesimen dari
sputum yang dikumpulkan pada pagi hari dan melalui prosedur khusus. Sputum
ditampung dalam wadah yang berisi etil alkohol 50% dengan polietilen glikol,
dihomogenisasi dengan blender, kernudian dilakukan pemusingan (centrifuge)
dan bahan yang diambil adalah sedimen yang berada pada dasar tabung.
24
Kemoterapi untuk kanker paru minimal berupa regimen yang
terdiri dari lebih satu obat anti kanker dan diberikan dengan siklus 21
atau 28 hari setiap siklusnya. Kemoterapi untuk kanker paru
karsinoma sel kecil (KPKSK) diberikan sampai enam siklus dengan
Sisplatin based regimen, yang diberikan ialah Sisplatin dengan
Etoposid, Sisplatin dengan Irinotekan dimana pada keadaan tertentu
Sisplatin dapat digantikan dengan Karboplatin dan Irinotekan
digantikan dengan Dosetaksel.
Kemoterapi untuk kanker paru karsinoma bukan sel kecil
(KPKBSK) dapat diberikan enam siklus (pada kasus tertentu dapat
diberikan lebih dari 6 siklus) dengan platinum based regimen yang
diberikan sebgai terapi lini pertama adalah : Karboplatin/Sisplatin
dengan Etoposid, Karboplatin/Sisplatin dengan Gemsitabin,
Karboplatin/Sisplatin dengan Paklitaksel, Karboplatin/Sisplatin
dengan Dosetaksel.
Joan H.Schiller,M.D. Dkk (2002) melakukan penelitian klinis
secara random terhadap KPKBSK dengan membandingkan empat
regimen kemoterapi yaitu Sisplatin dengan Paklitaksel, Sisplatin
dengan Gemcitabin, Sisplatin dengan dosetaksel dan Karboplatin
dengan Paklitaksel. Penelitian dilakukan terhadap 1207 pasien antara
oktober 1996 sampai mei 1999. Pada pasien yang mendapat Sisplatin
dengan Paklitaksel rata-rata angka harapan hidup satu tahun dan dua
tahun 31% dan 10%. Pasien dengan Sisplatin dengan Gemsitabin
36%, Sisplatin dengan Dosetaksel 31% dan Karboplatin dengan
Paklitaksel 34%. Penelitian ini hanya dilakukan pada pasien dengan
tampilan status 0 atau 1.
25
- lain. Pada saat ini, paduan obat berbasis platinum amat dianjurkan.
Paduan obat yang menggunakan obat-obat baru seperti paklitaksel,
gemsitabin, dosetaksel, dll menunjukkan respon yang cukup baik
serta perbaikan masa tahan hidup yang berarti.
Jenis obat yang mudah didapat di Indonesia, antara lain
sisplatin, karboplatin, etoposid, siklofosfamid, mitomisin-C,
metoreksat, adriamisin, doksorubisin, paklitaksel, dosetaksel dan
gemsitabin.
Paduan obat lain yang jarang atau belum digunakan di Indonesia
adalah :
- 5-FU + Adriamisin + Mitomisin-C
- CAP I
- Sisplatin + Vindesin
- Sisplatin + CPT-11
- Sisplatin + Vinorelbin
Di Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi
FKUI - RS Persahabatan dan RSK Dharmais, beberapa paduan obat
telah digunakan. Paduan obat adriamisin, mitomisin C dan 5-
fluorourasil dapat mengurangi keluhan subjektif pada lebih dari 50%
penderita, tampilan membaik pada 3-% sedangkan respon objektif
terdapat pada 22,2% penderita. Penelitian yang menggunakan
paduan obat paklitaksel dan karboplatin efek samping gangguan
gastrointestinal terlihat pada semua penderita dan gangguan
hematologi terdapat pada 6,7% penderita. Sedangkan kerontokan
rambut tidak terlihat pada 30%. Tiga puluh dua persen penderita
hidup 1 tahun setelah pengobatan, 11% tahan hidup sampai 15 bulan
dan tidak ada yang hidup sampai 2 tahun. Hasil yang hampir sama
juga didapat dengan menggunakan paklitaksel yang diproduksi
dengan cara berbeda + karboplatin dalam siklus tiap 21 hari.
Dosetaksel, paklitaksel dan gemsitabin, masing-masing
dikombinasikan dengan sisplatin/karboplatin merupakan obat-obat
baru yang saat ini dianjurkan untuk KPKBSK. Sandler dkk,
26
membandingkan penggunaan sisplatin tunggal dengan paduan
gemsitabin + etoposid secara random pada penderita KPKBSK dan
menyimpulkan bahwa untuk terapi lini pertama paduan gemsitabin +
sisplatin lebih superior dibandingkan dengan sisplatin tunggal.
Namun , toksisiti hematologik terutama neutropenia grade 4 dan
trombositopenia grade 4 lebih rendah pada penggunaan sisplatin
tunggal.
Meskipun bervariasi tetapi toksisiti hematologi grade 3 dan 4
ditemukan pada semua paduan obat itu, trombositopenia dan anemia
lebih sering ditemukan pada paduan sisplatin + gemsitabin
dibandingkan dengan kontrol, karena gemsitabin diberikan setiap
minggu sehingga pasien lebih sering kontrol (hari 1, 8 dan 15 dalam
siklus 28 hari). Toksisiti gastrointestinal lebih jarang ditemukan pada
paduan karboplatin + paklitaksel, demikian juga penggunaan
antibiotik akibat infeksi pada pemberian kemoterapi.
27
Di RS Persahabatan, Jakarta kemoterapi pada KPKSK
dilakukan dengan paduan obat siklofosfamid + vinkristin +
adriamisin menurut anjuran UICC atau sisplatin + etoposid. Jumlah
penderita jenis ini tidak begitu banyak, lagipula yang mampu
menyediakan obat masih amat terbatas. Tetapi terlihat 70% penderita
mengalami respons subjektif yang cukup nyata. Tampilan membaik
pada 71,4% dan 14,3% mengalami kenaikan berat badan. Efek
samping berupa gangguan hemopoetik dan gejala gastrointestinal
terlihat pada semua kasus, 57% tidak mengalami kerontokan rambut
dan respons objektif terlihat pada 70%. Dua puluh lima persen
penderita hidup sampai 15 bulan dan masa tengah tahan hidup 2-5
bulan.
Telah dilakukan uji klinis beberapa jenis obat sitostatik baru
untuk KPKSK seperti topotekan, irinotekan, paklitaksel, dosetaksel,
vinoralibin, dan gemsitabin.
Dari berbagai uji klinis terlihat bahwa penggunaan obat baru
kemoterapi pada KPKSK dapat memperpanjang angka tahan hidup.
Efikasi kemoterapi irinotekan + sisplatin tiap 28 hari sebanyak 6
siklus dan radiasi 50,6 Gy pada pasien limited stage memberikan
respons objektif 85%. Efikasi kemoterapi gemsitabin + sisplatin tiap
21 hari dengan siklus maksimal 6 pada peneyebab yang ekstensif di
dapat objektif respons 53%.
Pembedahan, radiasi
Bedah merupakan terapi utama pada KPBSK derajat I-II dan
derajat IIIA yang masih dapat direseksi setelah diberikan kemoterapi
neoadjuvan.
Radiasi dapat diberikan pada lesi primer dan atau lesi
metastasis. Radiasi diberikan pada kasus derajat dini yang berpotensi
untuk direseksi namun terdapat kontraindikasi operasi(radiasi
definitif). Radiasi dapat dikombinasikan dengan kemoterapi dengan
28
setting konkuren (bersamaan), alternating (sering seling) atau
sekunsial (diberikan sebelum atau setelah kemoterapi selesai).
2. Penatalaksanaan
Skala Pengertian
90 – 100 Dapat beraktifiti normal, tanpa keluhan yang menetap
70 – 80 Dapat beraktifiti normal, tetapi ada keluhan berhubungan dengan
sakitnya
50 – 70 Membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan aktifitas yang
spesifik
30 – 50 Sangat bergantung pada bantuan orang lain untuk aktifiti rutin
10 – 30 Tidak dapat bangkit dari tempat tidur
1. Penderita kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) tanpa atau
dengan gejala.
2. Penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang
inoperabel (stage IIIB & IV), jika memenuhi syarat dapat dikombinasikan
dengan radioterapi, secara konkuren, sekuensial.
3. Kemoterapi adjuvan yaitu kemoterapi pada penderita kanker kanker paru
jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) stage I, II dan III yang telah
dibedah.
29
4. Kemoterapi neoadjuvan yaitu kemoterapi pada penderita stage IIIA dan
beberapa kasus stage IIIB yang akan menjalani pembedahan. Dalam hal
ini kemoterapi merupakan bagian terapi multimodaliti.
2.2.12 Prognosis
30
tahap batasan sekitar 20%, edangkan yang tahap ekstensif sangat buruk <
1%.
Angka harapan hidup sampai 5 tahun pasien kanker paru jenis sel
karsinoma bukan sel kecil bervariasi berdasarkan stadium, 60%-70%
pasien dengan stadium I, dan < 1% pada pasien dengan stadium IV. Rata-
rata pasien kanker paru jenis sel karsinoma bukan sel kecil yang telah
bermetastase jika tidak diterapi angka harapan hidupnya 6 bulan. Saat ini
harapan hidup pasien kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil stadium
dini maupun lanjut meningkat, dari yang didapat harapan hidup pasien
dengan stadium dini apabila diberikan regimen platinum-based setelah
dilakukan reseksi. Terapi target juga meningkatkan harapan hidup pasien
dengan stadium IV. Namun pada penyakit yang telah bermetastase
hasilnya masih mengecewakan.
31
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama : Sesak nafas yang meningkat sejak 1 hari SMRS
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
- Sesak nafas meningkat sejak ± 1 hari SMRS, sesak tidak
menciut. Sesak tidak dipengaruhi oleh makana, cuaca dan
emosi. Sesak dipengaruhi oleh aktivitas. Sesak juga dirasakan
saat batuk dan berkurang saat istirahat. Sesak sudah dirasakan
sejak 3 bulan yang lalu, hilang timbul. Dalam seminggu sesak
dirasakan lebih 1 kali dan terbangun malam lebih 2 kali
sebulan.
- Batuk berdahak meningkat sejak 1 minggu SMRS. Batuk
berdahak dirasakan sejak ± 1 bulan yang lalu, sukar
dikeluarkan, hilang timbul.
- Demam 1 hari SMRS. Demam tidak menggigil, hilang timbul.
- Keringat malam ada sejak 1 bulan SMRS.
- Nafsu makan menurun 1 bulan SMRS, BB terasa berkurang
tetapi paien tidak mengetahui berapa turun berat badan
- Nyeri dada ada, dirasakan sejak 1 bulan SMRS, nyeri dada
tidak menjalar kebahu dan lengan kiri, nyeri dada dirasaan saat
batuk dan sesak
32
- Pasien merasa nyaman jika berbaring miring ke arah kiri
- BAB dan BAK normal.
33
3.3 Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Fisik Umum
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan Darah : 130/70 mmHg
- Nadi : 92 x/menit
- Nafas : 26 x/menit
- Suhu : 37,8ºC
- Tinggi badan : 160 cm
- Berat badan : 50 kg
b. Kepala dan Leher
- Konjungtiva : anemis (-/-)
- Sklera : ikterik (-/-)
- JVP : 5-2 cmH2O
- KGB : tidak ada pembesaraan KGB
c. Paru
Inspeksi :
- Statis : Asimetris dinding dada kiri lebih cembung dibanding
yang kanan.
- Dinamis : Pergerakan dinding dada kiri tertinggal dibanding
yang kanan.
Palpasi : Fremitus taktil kiri menurun dibandingkan kanan.
Perkusi : Pekak pada lapangan paru kiri, sonor pada paru
kanan.
Auskultasi : Ronki (-/-), Wheezing (-/-), ekspirasi memanjang
(-/-)
Suara nafas menghilang pada lapang paru kiri.
d. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
34
Perkusi : Batas jantung kanan : RIC 5 linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri : Sulit dinilai
Batas atas jantung : RIC 2 linea parasternalis sinistra
Batas pinggang jantung : RIC 4 linea sternalis sinistra
Auskultasi: BJ I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
e. Abdomen
Inspeksi : Perut tidak membuncit, asites (-), sikatrik (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Tympani
Auskultasi: Bising usus (+) normal
f. Ekstremitas
- Akral hangat (+/+)
- Edema (-/-)
35
o Ureum : 30 mg/dl
o Kreatinin : 0.99 mg/dl
3.7 Penatalaksanaan
a. Farmakologi
- O2 kanul binasal 3 liter/menit
- IVFD RL 500 cc 12 jam/kolf
- Ambroxol tab 3 x 30 mg
- Curcuma tab 2 x 200 mg
- Tranfusi PRC 2 kantong
b. Non Farmakologi
- Istirahat
- Kurangi aktivitas
- Hindari stress
36
FOLLOW UP
Anamnesa
Pemeriksaan Fisik
Paru
Inspeksi :
37
Suara nafas menghilang pada lapang paru kiri.
Terapi :
Farmakologi
Non Farmakologi
- Istirahat
- Kurangi aktivitas
- Hindari stress
38
Rabu / 10 April 2019
Anamnesa
Pemeriksaan Fisik
Paru
Inspeksi :
39
Kesan : Efusi pleura e.c suspek tumor paru dalam perbaikan minimal
Anjuran :
Terapi :
Farmakologi
Non Farmakologi
- Istirahat
- Kurangi aktivitas
- Hindari stress
40
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Efusi pelura adalah suatu kondisi kesehatan dimana jumlah kelebihan
cairan menumpuk di rongga pleura. Hal ini membatasi kemampuan paru-paru
dalam berkembang dan mengempis serta karenanya manusia kesulitan untuk
bernafas. Ada lapisan tipis cairan di antara paru-paru dan dinding dada, dalam
tubuh manusia. Cairan ini sangat penting karena bertindak sebagai pelumas
antara dinding dada dan paru-paru ketika kita bernapas. Rongga atau ruang
antara dinding dada dan paru-paru, dimana cairan ini terakumulasi, disebut
pleura dan cairan tersebut dinamakan cairan pleura. Peningkatan abnormal
dalam jumlah cairan pleura menyebabkan dinding dada terpisah dari paru-
paru. Kondisi ini dikenal sebagai efusi pleura. Diagnosa efusi pleura
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan
penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah' Penegakan diagnosis
penyakit ini membutuhkan keterampilan dan sarana yang tidak sederhana dan
memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran' Penyakit ini membutuhkan
kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli radiologi
diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radioterapi, ahli bedah toraks, ahli
rehabilitasi medik dan ahli-ahli lainnya. Pengobatan atau penatalaksaan
penyakit ini sangat bergantung pada kecekatan ahli paru untuk mendapitkan
diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada stagedini akan sangat membantu
penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat
memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang baik dalam
perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat meriyembuhkannya. Pilihan
terapi harus dapat segera dilakukan, mengingat buruknya respons kanker paru
terhadap berbagai jenis pengobatan. Bahkan dalam beberapa kasus penderita
41
kanker paru bahkan penanganan sesegera mungkin meski diagnosis pasti
belum dapat ditegakkan.
42
DAFTAR PUSTAKA
43