Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kejang bukan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa
penyakit, yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di sel-sel neuron otak oleh karena terganggu fungsinya.
Kejang merupakan salah satu darurat medik yang harus segera diatasi.
Kejang didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak paroksismal yang dapat dilihat
sebagai kehilangan kesadaran, aktivitas motorik abnormal, kelainan perilaku,
gangguan sensoris, atau disfungsi autonom. Kejang demam adalah kejang yang
terjadi pada suhu badan yang tinggi, disebabkan oleh kelainan ekstrakranial.
Serangan kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama,
tergantung dari nilai ambang kejang masing-masing. Setiap serangan kejang pada
anak harus mendapat penanganan yang cepat dan tepat apalagi pada kasus kejang
yang berlangsung lama dan berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan
prosedur akan mengakibatkan gejala sisa pada anak atau bahkan menyebabkan
kematian.
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2-4% dari jumlah
penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan
penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% diantara jumlah penderita mengalami
kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis
kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.
Penderita pada umumnya mempunyai riwayat keluarga (orang tua atau saudara
kandung) penderita kejang demam.2

1
1.2. Tujuan
1. Case Report ini dibuat untuk memenuhi syarat dalam kepaniteraan klinik
senior pada Departemen Pediatri dan Perinatologi RSUD M. Natsir.
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang Kejang demam sederhana.

1.3. Manfaat

1.1.1 Bagi penulis


Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan Case Report ini
adalah untuk menambah pengetahuan bagi penulis tentang kejang demam
sederhana pada anak.

1.1.2 Bagi Pembaca


1. Dapat meningkatkan pengetahuan tentang kejang demam sederhana pada anak.
2. Dapat meningkatkan pengetahuan tentang cara penegakan diagnosa dan
penatalaksanaan bagi teman sejawat.
3. Membantu memberikan informasi tambahan pada pembaca mengenai kejang
demam sederhana pada anak.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh(suhu diatas 380C,
dengan metode pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial.1
Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts
Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis) adalah kejang yang
disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan
saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa
riwayat kejang sebelumnya.1,2

2.2. Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.2 Anak
yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam.3 Kejang disertai demam pada bayi berumur
kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.3 Bila anak berumur
kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam,
pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP.2,3

2.3. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam.
Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga
tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul
pada suhu yang tinggi. Kadang kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat
menyebabkan kejang.
Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak, penyebab
tersering adalah infeksi akut ( ekstra dan intracranial). Penyebab yang lebih jarang
pada bayi adalah tetani, epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, insufisiensi

3
ginjal, keracunan, asfiksia, perdarahan intracranial spontan dan trombosis, trauma
post natal, dan lain-lain.
Penyebab lain setelah masa bayi adalah kelainan congenital otak, sisa
kerusakan otak akibat trauma, infeksi, keracunan timbale, tumor otak,
glomerulonefritis akut dan kronik, penyakit degenerativf otak tertentu.

2.4. Klasifikasi
Menurut kriteria Nationall Collaborative Perinatal Project, klasifikasi
Kejang demam, yaitu :
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit,
dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan
atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24
jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang
demam.3,4

2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)


Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam.4,5
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1
hari, di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di
antara anak yang mengalami kejang demam.6

4
2.5. Patofisiologi
Mekanisme dasar terjadinya kejang akibat loncatan muatan listrik yang
berlebihan dan sinkron pada otak atau depolarisasi otak yang mengakibatkan
gerakan yang berulang. Terjadinya depolarisasi pada syaraf akibat masukknya
Natrium dan depolarisasi terjadi karena keluarnya kalium melalui membran sel.
Untuk mempertahankan potensial membran memerlukan energi yang berasal dari
ATP dan tergantung pada mekanisme pompa yaitu keluarnya Natrium dan
masuknya kalium.2,7,8
Depolarisasi yang berlebihan dapat terjadi paling tidak akibat beberpa hal:
1. Gangguan produksi energi energi dapat mengakibatkan gangguan
mekanisme pompa Natrium dan Kalium. Hipoksemia dan mengakibatkan
penurunan yang tajam produksi energi.
2. Peningkatan eksitasi dibanding inhibisi neurotransmitter dapat
mengakibatkan kecepatan depolarisasi yang berlebihan.2,9
Perubahan fisiologis selama kejang berupa penurunan yang tajam kadar
glukosa otak dibanding kadar glukosa darah yang tetap normal atau meningkat
disertai peningkatan laktat. Keadaan ini menunjukkan mekanisme transportasi
pada otak tidak dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan yang ada. Kebutuhan
oksigen dan aliran darah otak juga meningkat untuk mencukupi kebutuhan
oksigen dan g;ukosa. Laktat terakumulasi selama terjadi kejang. Dan PH arteri
sangat menurun. Tekanan darah sistemik meningkat dan aliran darah otak naik.
Efek dramatis jangka pendek ini diikuti oleh penurunan struktur sel dan hubungan
sinaptik.2,9
Fenomena kejang pada BBL dijelaskan oleh Volpe karena keadaan
anatomi dan fisiologi pada masa perinatal yang sebagai berikut:
Keadaan Anatomi susunan Syaraf pusat perinatal:
- Susunan dendrit dan remifikasi axonal yang masih dalam proses
pertumbuhan.
- Sinaptogensis belum sempurna
- Mielinisasi pada sistem efferent di cortical belum lengkap.

5
Keadaan fisiologis perinatal :
- Sinaps exitatori berkembang mendahului inhibisi
- Neuron kortikal dan hipocampal masih imatur.
- Inhibisi kejang oleh sistim substansia nigra belum berkembang.

Tabel 1. Mekanisme penyebab kejang pada BBL


Kemungkinan penyebab Kelainan
Kegagalan mekanisme pompa Hipoksemi-iskemik,
Natrium dan Kalium akibat Hipoglikemia
penurunan ATP
Eksitasi neurotransmitter yang Hipoksemi-iskemik,
berlebihan Hipoglikemia
Penurunan inhibisi neurotransmitter Ketergantungan piridoksin
Kelainan membran sel yang Hipokalsemia dan
mengakibatkan kenaikan Hipomagnesemia.
permebilitas Natrium.

2.6. Gejala Klinis


Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang
klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis. Kejang demam diikuti hemiparesis sementara (Hemeparesis Tood)
yang berlangsung beberapa jam sampai hari. Kejang unilateral yang lama dapat
diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama
lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Kejang berulang dalam 24
jam ditemukan pada 16% pasien.10,11
Kriteria kejang demam menurut Lumbang Tobing :
1. Adanya kejang dan demam.
2. Tak ada defisi neurologic lain sebelum dan sesudah serangan kejang.
3. Likuor normal.

6
Kriteria kejang demam menurut LivingStone :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh
criteria modifikasi LivingStone diatas digolongkan pada epilepsy yang
diprovokasi oleh demam.

Gambar 1. Serangan Kejang

Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya
berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 39°C atau lebih. Kejang khas yang
menyeluruh, tonik-klonik beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode
mengantuk singkat pasca-kejang. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15
menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang
memerlukan pengamatan menyeluruh.12

7
2.7. Diagnosa
Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis
kejang demam antara lain:4,11,13
1. Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung
diagnosis ke arah kejang demam, seperti:
- Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang,
suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang,
penyebab demam diluar susunan saraf pusat.
- Beberapa hal yang \ dapat meningkatkan risiko kejang demam,
seperti genetik, menderita penyakit tertentu yang disertai demam
tinggi, serangan kejang pertama disertai suhu dibawah 39° C.
- Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam
berulang adalah usia <15 bulan saat kejang demam pertama,
riwayat kejang demam dalam keluarga, kejang segera setelah
demam atau saat suhu sudah relatif normal, riwayat demam yang
sering, kejang demam pertama berupa kejang demam kompleks.
2. Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah:
- Suhu tubuh mencapai 39°C.
- Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang.
- Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan
lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala
kejang tergantung pada jenis kejang.
- Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.
- Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar.

2.8. Pemeriksaan Penunjang


2.8.1. Pemeriksaan laboratorium13
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya

8
darah perifer, elektrolit dan gula darah (level II-2 dan level III,
rekomendasi D).2,8
2.8.2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk me-negakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:2,9
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.2,9

2.8.3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam.
Pemeriksaan EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk
menentukan adanya focus kejang di otak yang membutuhkan adanya
evaluasi lebih lanjut.23

2.8.4. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,
tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:11
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema13,14,15

9
2.9. Penatalaksanaan
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat
yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg
perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 10 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh
orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal (level II-2, level II-3,
rekomendasi B). Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg
untuk berat badan lebih dari 12 kg.15,16,
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapa
t diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5
menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,
dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti
diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali
dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang
berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah
dosis awal.17,18
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat
di ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.

1. Pemberian obat pada saat demam


 Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi
risiko terjadinya kejang demam (level I, rekomendasi D), namun para
ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan (level
III, rekomendasi B). Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 –15
mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis

10
Ibuprofen 5-10 mg/ kg/kali ,3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam
asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak
kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak
dianjurkan (level III, rekomendasi E). 18
 Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus,
begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam
pada suhu > 38,5 ˚C (level I, rekomendasi A). Dosis tersebut cukup
tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat
pada 25-39% kasus. 18
Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak
berguna untuk mencegah kejang demam (level II rekomendasi E).17

2. Pemberian obat rumat


 Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan
ciri sebagai berikut (salah satu):
1. Kejang lama > 15 menit
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, isalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi
mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila: 2,23
• Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
• Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
• Kejang demam > 4 kali per tahun
o Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam >15 menit
merupakan indikasi pengobatan rumat
o Kelainan neurologis tidak nyata misalnya keterlambatan
perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan rumat

11
o Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak
mempunyai fokus organik.
 Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (level I). Berdasarkan
bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya
diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek
(rekomendasi D). Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50%
kasus.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40
mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam
1-2 dosis.5,7,10
 Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
Dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5,17

3. Edukasi pada orang tua


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua.
Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:
a. Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat danya efek samping obat.11

4. Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang


a. Tetap tenang dan tidak panik

12
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang
f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
g. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih.17

2.10. Prognosis
1. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis. Kejadian
kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan
kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya
terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum
atau fokal.11,12
2. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
3. Kemungkinan berulangnya kejang demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus.
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :
- Riwayat kejang demam dalam keluarga
- Usia kurang dari 12 bulan
- Temperatur yang rendah saat kejang
- Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang
demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut
kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan
berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.5,15

13
BAB III
ANALISA KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Ahmad Rifki

Tanggal Lahir : 16 Januari 2019

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Selayo

No RM : 19 10 12

Tanggal Masuk : 22 Juli 2019

ANAMNESA
Diberikan oleh : Ibu kandung pasien

Keluhan Utama : Kejang 15 menit yang lalu SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

 Kejang + 15 menit sebelum masuk rumah sakit. Kejang berlangsung selama + 1


menit. Kejang pada seluruh tubuh pasien tampak kaku dengan mata mendelik ke
atas. Pada saat kejang pasien demam dengan suhu 38.1 C, kejang tidak berulang.
Setelah kejang pasien hanya diam dan tidak merespon. Setibanya dirumah sakit
pasien baru merespon.

 Demam sejak + 3 hari yang lalu, demam dirasakan hilang timbul dan tidak
dipengaruhi oleh waktu, demam tidak menggigil dan tidak berkeringat, demam
turun ketika minum obat, namun setelah itu demam tinggi lagi.

 Muntah ada sejak 1 hari SMRS, muntah tidak menyemprot. Frekunsi muntah >5x
sehari ini, muntah berwarna kuning dan berisi apa yang di makan dan di minum.
Oleh karna muntah anak jadi tidak nafsu makan dan sedikit susah untuk minum.

 Anak tampak kurang aktif

 Batuk dan pilek tidak ada

 Sesak nafas tidak ada

 BAB dan BAK normal tidak ada keluhan

14
Riwayat Penyakit Dahulu

 Pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang sama sebelumnya.

 Riwayat trauma kepala tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada dikeluarga yang menderita penyakit yang sama

Riwayat Persalinan :

Lama hamil : 39-40 minggu

Ditolong oleh : Bidan

Cara lahir : normal

Panjang Lahir : 48 cm

Berat lahir : 3400 gram

Saat lahir langsung menangis : kuat

Riwayat Makan dan Minum

Bayi :

-ASI : 0 bulan sampai sekarang

Riwayat Imunisasi

Imunisasi Dasar / Umur

BCG 2 bulan

DPT:

1 2 bulan

2 3 bulan

3 4 bulan

POLIO:

1 2 bulan

15
2 3 bulan

3 4 bulan

HEPATITIS B

1 2 bulan

2 3 bulan

3 4 bulan

HAEMOFILUS INFLUENZA B

1 2 bulan

2 3 bulan

3 4 bulan

CAMPAK

Kesan : Imunisasi Dasar Lengkap Sesuai Usia

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Riwayat Pertumbuhan dan Umur

Perkembangan

Ketawa 3 bulan

Tengkurap 4 bulan

Duduk

Berdiri

Lari

Bicara satu kata

Kesan : Riwayat perkembangan dan pertumbuhan baik

16
Riwayat Keluarga

Ayah Ibu

Nama : Amek Sahar Rosa Nursyafida

Umur : 36 tahun 32 tahun

Pendidikan : SLTA SLTA

Perkawinan : pertama pertama

Penyakit yang pernah diderita: - -

Saudara Kandung Umur Keadaan Sekarang

1. Aditia 9 tahun sehat

2. Syafrizal 5 tahun sehat

Riwayat Perumahan dan Lingkungan

Rumah tempat tinggal : perumahan

Sumber air minum : PDAM

Buang Air Besar : Di jamban keluarga

Pekarangan : Bersih

Sampah : TPA

Kesan : Higien dan Sanitasi Baik

17
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran Compos Mentis

Keadaan umum Tampak Sakit Sedang

Nadi 112x/menit, Kuat angkat,reguler

Suhu 38, 1°C

Pernafasan 32 x/mnt

Tinggi badan 64 cm
Berat badan 7,5 kg

Keadaan gizi Gizi normal, perawakan normal


BB/U: 0 sd – 2 sd
TB/U: 0 sd – 2 sd
BB/TB : 0 sd – 1 sd

Sianosis Tidak ada

Edema Tidak ada

Anemis Tidak ada

Ikterik Tidak ada

Kulit Baik

KGB Tidak teraba pembesaran KGB

Kepala Normochepal, 43 cm

Rangsangan meningeal Negative

18
Rambut Hitam, tidak mudah rontok

Mata Pupil isokor, reflek cahaya +/+


Konjungtiva anemis(-/-), sklera tidak ikterik (-/-)

Telinga Perdarahan (-), sekret (-)

Hidung napas cuping hidung (-)

Tenggorokan Tonsil T1-T1 tidak hiperemis

Gigi dan Mulut Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)

Leher Tidak ada pembesaran KGB dan tiroid

Pulmo I : normochest, simetris, Retraksi (-)


P:
P : Sonor
A: Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Cor I : Ictus Cordis tidak terlihat


P : Ictus cordis tidak teraba
P : Dalam batas normal
A : Reguler , Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen I : Distensi tidak ada


P : supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
P : Timpani
A : Bising usus (+) normal

Punggung Tidak di temukan kelainan

Alat kelamin Tidak ditemukan kelainan

19
Akral hangat, edema tidak ada, CRT < 2
Extremitas ‘’, sianosis tidak ada

Diagnosa Kerja:

Kejang demam sederhana

Penatalaksanaan :

Non Medikamentosa

- Bed rest

Medikamentosa

- IVFD KAEN 3B 500cc 20 tpm

- Diazepam 3x2 mg (pulv) bila kejang

- Paracetamol drop 4x1 cc

Rencana Pemeriksaan

- Cek darah rutin


- Cek elektrolit

Follow Up

tanggal hasil Pemeriksaan

23/07/2019 S/ - demam (+) hari ke 4

- Kejang tidak ada

- BAK dan BAB normal

O/ KU Kes HR RR T BB

sedang CM 120x/i 48x/i 37,8 C 7,3

A/ kejang demam sederhana

P/ - IVFD KAEN 3B 500cc 20 tpm

20
- Diazepam 3x2 mg (pulv) bila kejang

- Paracetamol drop 4x1 cc

24/07/2019 S/ - demam (+) hari ke 5, mulai turun

- Kejang tidak ada

- BAK dan BAB normal

O/ KU Kes HR RR T BB

sedang CM 100x/i 32x/i 37,2 C 7,2

A/ kejang demam sederhana

P/ - IVFD KAEN 3B 500cc 20 tpm

- Diazepam 3x2 mg (pulv) bila kejang

- Paracetamol drop 4x1 cc

25/07/2019 S/ - demam (-)

- kejang (-)

- BAK dan BAB normal

O/ KU K HR RR T BB

sedang CM 102x/i 34x/i 36,5 C 7,2

A/ kejang demam sederhana

P/ - IVFD KAEN 3B 500cc 20 tpm

- Diazepam 3x2 mg (pulv) bila kejang

R/ pasien direncanakan pulang

21
BAB IV
PENUTUP

Penatalaksanaan kejang demam pada anak mencakup dalam tiga hal :


1. Pengobatan fase akut yaitu membebaskan jalan nafas dan memantau fungsi
vital tubuh. Saat ini diazepam intravena atau rektal merupakan obat pilihan utama,
oleh karena mempunyai masa kerja yang singkat. Jika tidak ada diazepam, dapat
digunakan luminal, suntikan intramuskular ataupun yang lebih praktis midazolam
intranasal.
2. Mencari dan mengobati penyebab dengan melakukan pemeriksaan pungsi
lumbal pada saat pertama sekali kejang demam. Fungsi lumbal juga dianjurkan
pada anak usia kurang dari 2 tahun karena gejala neurologis sulit ditemukan.
Pemeriksaan laboratorium penunjang lain dilakukan
sesuai indikasi.
3. Pengobatan profilaksis
a. Intermittent : anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien demam (suhu
rektal lebih dari 380 C) dengan menggunakan diazepam oral / rektal, klonazepam
atau kloralhidrat supositoria.
b. Terus menerus, dengan memberikan fenobarbital atau asam valproat tiap hari
untuk mencegah berulangnya kejang demam. Pemberian obat-obatan untuk
penatalaksanaan kejang demam pada anak, harus dipertimbangkan antara khasiat
terapeutik obat dan efek sampingnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Ismael S. KPPIK-XI, 1983; Soetomenggolo TS. Buku Ajar Neurologi


Anak 1999.
2. Nelson KB dan Ellenberg JH. Prognosis in children with febrile seizure.
Pediatr 1978; 61:720-7.
3. Annegers JF, Hauser W, Shirts SB, Kurland LT. Factors prognostic of
unprovoked seizures after febrile convulsions. NEJM1987; 316:493-8.
4. Shinnar S. Febrile seizures Dalam: Swaiman KS, Ashwal S,eds. Pediatric
Neurology principles and practice.St Lois: Mosby 1999. h. 676-82.
5. Wong V, dkk. Clinical Guideline on Management of Febrile Convulsion.
HK J Paediatr 2002;7:143-151
6. Dieckman J. Rectal diazepam for prehospital status epilepticus. An Emerg
Med 1994; 23:216-24
7. Knudsen FU. Practical management approaches to simple and complex
febrile seizures. Dalam: Baram TZ, Shinnar S, eds, Febrile seizures. San
Diego: Academic Press 2002. h. 1-20.
8. Soetomenggolo TS. Buku Ajar Neurologi Anak.1999
9. Fukuyama Y, dkk. Practical guidelines for physician in the management of
febrile seizures. Brain Dev 1996; 18:479-484.
10. Camfield PR, dkk. The first febrile seizures-Antipyretic instruction plus
either phenobarbital or Placebo to prevent recurrence. J Pediatr 1980;
97:16-21.
11. Uhari M, dkk. Effect of acetaminophen and of low intermittent doses of
diazepam on Prevention of recurrences of febrile seizures. J Pediatr 1995;
126:991-5.
12. Kesepakatan UKK Neurologis IDAI, 2016
13. Rosman NP dkk. A controlled trial of diazepam administered during
febrile illneses to prevent Recurrence of febrile seizures. NEJM
1993;329:79-84
14. Hardiono D Pusponegoro, Dwi Putro Widodo, Sofyan Ismael. 2009. Unit
Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia.

23
15. M. Sholeha Kosim, dkk. 2010. Buku Ajar Neonatologi. Cetakan Kedua.
Ikatan Dokter anak Indonesia. Badan penerbit IDAI.
16. Knudsen FU. Intermitten diazepam prophylaxis in febrile convulsions:
Pros and cos. Acta Neurol Scand 1991; 83(suppl.135):1-24.

24

Anda mungkin juga menyukai