PENDAHULUAN
1
1.2. Tujuan
1. Case Report ini dibuat untuk memenuhi syarat dalam kepaniteraan klinik
senior pada Departemen Pediatri dan Perinatologi RSUD M. Natsir.
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang Kejang demam sederhana.
1.3. Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh(suhu diatas 380C,
dengan metode pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial.1
Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts
Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis) adalah kejang yang
disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan
saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa
riwayat kejang sebelumnya.1,2
2.2. Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-5% anak berumur 6 bulan – 5 tahun.2 Anak
yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam.3 Kejang disertai demam pada bayi berumur
kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.3 Bila anak berumur
kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam,
pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP.2,3
2.3. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam.
Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga
tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul
pada suhu yang tinggi. Kadang kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat
menyebabkan kejang.
Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak, penyebab
tersering adalah infeksi akut ( ekstra dan intracranial). Penyebab yang lebih jarang
pada bayi adalah tetani, epilepsi idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, insufisiensi
3
ginjal, keracunan, asfiksia, perdarahan intracranial spontan dan trombosis, trauma
post natal, dan lain-lain.
Penyebab lain setelah masa bayi adalah kelainan congenital otak, sisa
kerusakan otak akibat trauma, infeksi, keracunan timbale, tumor otak,
glomerulonefritis akut dan kronik, penyakit degenerativf otak tertentu.
2.4. Klasifikasi
Menurut kriteria Nationall Collaborative Perinatal Project, klasifikasi
Kejang demam, yaitu :
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit,
dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan
atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24
jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang
demam.3,4
4
2.5. Patofisiologi
Mekanisme dasar terjadinya kejang akibat loncatan muatan listrik yang
berlebihan dan sinkron pada otak atau depolarisasi otak yang mengakibatkan
gerakan yang berulang. Terjadinya depolarisasi pada syaraf akibat masukknya
Natrium dan depolarisasi terjadi karena keluarnya kalium melalui membran sel.
Untuk mempertahankan potensial membran memerlukan energi yang berasal dari
ATP dan tergantung pada mekanisme pompa yaitu keluarnya Natrium dan
masuknya kalium.2,7,8
Depolarisasi yang berlebihan dapat terjadi paling tidak akibat beberpa hal:
1. Gangguan produksi energi energi dapat mengakibatkan gangguan
mekanisme pompa Natrium dan Kalium. Hipoksemia dan mengakibatkan
penurunan yang tajam produksi energi.
2. Peningkatan eksitasi dibanding inhibisi neurotransmitter dapat
mengakibatkan kecepatan depolarisasi yang berlebihan.2,9
Perubahan fisiologis selama kejang berupa penurunan yang tajam kadar
glukosa otak dibanding kadar glukosa darah yang tetap normal atau meningkat
disertai peningkatan laktat. Keadaan ini menunjukkan mekanisme transportasi
pada otak tidak dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan yang ada. Kebutuhan
oksigen dan aliran darah otak juga meningkat untuk mencukupi kebutuhan
oksigen dan g;ukosa. Laktat terakumulasi selama terjadi kejang. Dan PH arteri
sangat menurun. Tekanan darah sistemik meningkat dan aliran darah otak naik.
Efek dramatis jangka pendek ini diikuti oleh penurunan struktur sel dan hubungan
sinaptik.2,9
Fenomena kejang pada BBL dijelaskan oleh Volpe karena keadaan
anatomi dan fisiologi pada masa perinatal yang sebagai berikut:
Keadaan Anatomi susunan Syaraf pusat perinatal:
- Susunan dendrit dan remifikasi axonal yang masih dalam proses
pertumbuhan.
- Sinaptogensis belum sempurna
- Mielinisasi pada sistem efferent di cortical belum lengkap.
5
Keadaan fisiologis perinatal :
- Sinaps exitatori berkembang mendahului inhibisi
- Neuron kortikal dan hipocampal masih imatur.
- Inhibisi kejang oleh sistim substansia nigra belum berkembang.
6
Kriteria kejang demam menurut LivingStone :
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh
criteria modifikasi LivingStone diatas digolongkan pada epilepsy yang
diprovokasi oleh demam.
Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya
berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 39°C atau lebih. Kejang khas yang
menyeluruh, tonik-klonik beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode
mengantuk singkat pasca-kejang. Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15
menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik yang
memerlukan pengamatan menyeluruh.12
7
2.7. Diagnosa
Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis
kejang demam antara lain:4,11,13
1. Anamnesis, dibutuhkan beberapa informasi yang dapat mendukung
diagnosis ke arah kejang demam, seperti:
- Menentukan adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang,
suhu sebelum dan saat kejang, frekuensi, interval pasca kejang,
penyebab demam diluar susunan saraf pusat.
- Beberapa hal yang \ dapat meningkatkan risiko kejang demam,
seperti genetik, menderita penyakit tertentu yang disertai demam
tinggi, serangan kejang pertama disertai suhu dibawah 39° C.
- Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya kejang demam
berulang adalah usia <15 bulan saat kejang demam pertama,
riwayat kejang demam dalam keluarga, kejang segera setelah
demam atau saat suhu sudah relatif normal, riwayat demam yang
sering, kejang demam pertama berupa kejang demam kompleks.
2. Gambaran Klinis, yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah:
- Suhu tubuh mencapai 39°C.
- Anak sering kehilangan kesadaran saat kejang.
- Kepala anak sering terlempar keatas, mata mendelik, tungkai dan
lengan mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala
kejang tergantung pada jenis kejang.
- Kulit pucat dan mungkin menjadi biru.
- Serangan terjadi beberapa menit setelah anak itu sadar.
8
darah perifer, elektrolit dan gula darah (level II-2 dan level III,
rekomendasi D).2,8
2.8.2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk me-negakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:2,9
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.2,9
2.8.3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam.
Pemeriksaan EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk
menentukan adanya focus kejang di otak yang membutuhkan adanya
evaluasi lebih lanjut.23
2.8.4. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,
tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:11
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema13,14,15
9
2.9. Penatalaksanaan
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat
yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg
perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 10 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh
orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal (level II-2, level II-3,
rekomendasi B). Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg
untuk berat badan lebih dari 12 kg.15,16,
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapa
t diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5
menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang,
dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti
diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali
dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang
berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah
dosis awal.17,18
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat
di ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
10
Ibuprofen 5-10 mg/ kg/kali ,3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam
asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak
kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak
dianjurkan (level III, rekomendasi E). 18
Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus,
begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam
pada suhu > 38,5 ˚C (level I, rekomendasi A). Dosis tersebut cukup
tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat
pada 25-39% kasus. 18
Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak
berguna untuk mencegah kejang demam (level II rekomendasi E).17
11
o Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak
mempunyai fokus organik.
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang (level I). Berdasarkan
bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya
diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek
(rekomendasi D). Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50%
kasus.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40
mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam
1-2 dosis.5,7,10
Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
Dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5,17
12
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.
d. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e. Tetap bersama pasien selama kejang
f. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
g. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih.17
2.10. Prognosis
1. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis. Kejadian
kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan
kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya
terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum
atau fokal.11,12
2. Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
3. Kemungkinan berulangnya kejang demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus.
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :
- Riwayat kejang demam dalam keluarga
- Usia kurang dari 12 bulan
- Temperatur yang rendah saat kejang
- Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang
demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut
kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan
berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.5,15
13
BAB III
ANALISA KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Ahmad Rifki
Alamat : Selayo
No RM : 19 10 12
ANAMNESA
Diberikan oleh : Ibu kandung pasien
Demam sejak + 3 hari yang lalu, demam dirasakan hilang timbul dan tidak
dipengaruhi oleh waktu, demam tidak menggigil dan tidak berkeringat, demam
turun ketika minum obat, namun setelah itu demam tinggi lagi.
Muntah ada sejak 1 hari SMRS, muntah tidak menyemprot. Frekunsi muntah >5x
sehari ini, muntah berwarna kuning dan berisi apa yang di makan dan di minum.
Oleh karna muntah anak jadi tidak nafsu makan dan sedikit susah untuk minum.
14
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Persalinan :
Panjang Lahir : 48 cm
Bayi :
Riwayat Imunisasi
BCG 2 bulan
DPT:
1 2 bulan
2 3 bulan
3 4 bulan
POLIO:
1 2 bulan
15
2 3 bulan
3 4 bulan
HEPATITIS B
1 2 bulan
2 3 bulan
3 4 bulan
HAEMOFILUS INFLUENZA B
1 2 bulan
2 3 bulan
3 4 bulan
CAMPAK
Perkembangan
Ketawa 3 bulan
Tengkurap 4 bulan
Duduk
Berdiri
Lari
16
Riwayat Keluarga
Ayah Ibu
Pekarangan : Bersih
Sampah : TPA
17
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran Compos Mentis
Pernafasan 32 x/mnt
Tinggi badan 64 cm
Berat badan 7,5 kg
Kulit Baik
Kepala Normochepal, 43 cm
18
Rambut Hitam, tidak mudah rontok
Gigi dan Mulut Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
19
Akral hangat, edema tidak ada, CRT < 2
Extremitas ‘’, sianosis tidak ada
Diagnosa Kerja:
Penatalaksanaan :
Non Medikamentosa
- Bed rest
Medikamentosa
Rencana Pemeriksaan
Follow Up
O/ KU Kes HR RR T BB
20
- Diazepam 3x2 mg (pulv) bila kejang
O/ KU Kes HR RR T BB
- kejang (-)
O/ KU K HR RR T BB
21
BAB IV
PENUTUP
22
DAFTAR PUSTAKA
23
15. M. Sholeha Kosim, dkk. 2010. Buku Ajar Neonatologi. Cetakan Kedua.
Ikatan Dokter anak Indonesia. Badan penerbit IDAI.
16. Knudsen FU. Intermitten diazepam prophylaxis in febrile convulsions:
Pros and cos. Acta Neurol Scand 1991; 83(suppl.135):1-24.
24