Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH FARMAKOLOGI II

PENGGOLONGAN OBAT ANTI PSIKOSIS DAN ANTI MANIA

Disusun Oleh:

1. Hikmah Rifa’ Hasani (170105030)


2. Nur Hida Rafik AL Hafizh (170105049)
3. Riska Norma Sarita (170105058)
4. Uri Istiani (170105065)

PROGRAM STUDI S! FARMASI


UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
kemudahan kepada kami selaku penyusun, sehingga tugas ini dapat selesai sesuai dengan
tenggal waktu yang telah ditentukan. Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah
Farmakologi II yang mana dengan tugas ini, kami sebagai mahasiswa mampu mengetahui
dan memahami lebih dalam mengenai materi ajar yang diberikan oleh dosen pengampu.
Semoga, makalah ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi mengenai
Penggolongan Obat Antipsikosis dan Antimania.

Dalam pembuatan makalah ini, kami bekerja sebagai tim penyusun sehingga tentunya
hasil penulisan ini bukan merupakan klaim perorangan saja. Selain itu, pertolongan dari
berbagai pihak juga sangat membantu dalam proses penyusunannya. Untuk itu, kami
sampaikan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini.

Lepas dari semua, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dari banyak sisi. Untuk itu, kritik dan saran serta tinjauan langsung mengenai kelengkapan
data, sangat kami perlukan demi perbaikan di kemudian hari.

Akhir kata, kami selaku tim penyusun berharap agar makalah ini bermanfaat bagi
semua pihak.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Purwokerto, 12 Mei 2019


DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obat antipsikotik merupakan obat yang ditunjukan untuk sindrom psikosis.

Anti psikotik adalah golongan obat yang digunakan dalam penanganan gangguan

mental untuk mengendalikan dan mengurangi gejala. Dengan obat antipsikotik,

gejala-gejala berupa munculnya keyakinan yang salah dan tidak sesuai kenyataan

(Waham atau delusi), mengalami pengalaman panca indera yang tidak nyata seperti

mendengar suara tanpa ada orang yang berbicara (halusinasi), kecemasan dan

kegelisahan yang berlebihan, gangguan pemikiran yang mengakibatkan pembicaraan

tidak dapat dipahami (inkoherensi), atau perilaku kasar dan membahayakan, dapat

ditekan.

Di dalam otak, ada salah satu zat neurotransmitter yang disebut dengan

dopamin. Jika dopamin terlalu aktif, maka bisa mengalami halusinasi, delusi, dan

gangguan pikiran. Selain itu, dopamine juga berperan dalam mengendalikan

pergerakan otot. Dalam mengatasi gejala-gejala psikosis, obat antipsikotik bekerja

dengan cara mempengaruhi dopamine.

Sedangkan mania, mania ditandai dengan aktivitas fisik yang berlebihan dan

perasaangembira yang luar biasa yang secara keseluruhan tidak sebanding

denganperistiwa positif yang terjadi. Obat yang digunakan untuk mengobati mania

disebut mood modulators, mood stabilizer atau anti manics. Penderita mania

mengalami elasi (suasana perasaan yang meningkat) disertai dengan energi yang

meningkat, sehingga terjadi aktivitas yang berlebihan, percepatan, kebanyakan bicara

dan berkurangnya kebutuhan tidur. Pengendalian yang normal dalam kelakuan sosial

terlepas, perhatian terpusat tidak dapat dipertahankan dan seringkali perhatian sangat
mudah dialihkan. Kadang juga dapat ditemukan harga diriyang membumbung,

pemikiran yang serba hebat dan terlalu optimistis dinyatakandengan bebas. Tujuan

dari penatalaksanaan mania adalah menekan secara menyeluruh semua gejala-gejala

yang muncul dan mengembalikan pasien kekeadaaan dan status mental sebelumnya

(keadaan paling baik). Mood, pikiran, dankebiasaan harus dikembalikan ke kondisi

normal, meskipun beberapa gejalamempunyai tingkat keparahan yang berbeda.

Antimania dikenal sebagai mood stabilizer karena kerjanya terutama

mencegah naik turunnya mood pada pasien dengan gangguan bipolar (manik

depresif). Obat acuan utama adalah litium kabonat. Obat antimania tentunya memiliki

efek samping yang perlu diketahui agar pengobatan klinis bisa efisien dan sesuai

dengan proporsi dan tentunya agar mencapai target terapi. Untuk itu kita harus

mengenali obat antimania ini terlebih dahulu, karena selain manfaatnya, antipsikotik

juga mempunyai kerugian yang menyertainya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang di Maksud Psikosis ?

2. Bagaimana Penggolongan Obat Psikosis?

3. Apa yang di maksud dengan Mania?

4. Bagaimana Jenis Anti mania?

C. Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui psikosis.

2. Untuk mengetahui penggolongan obat anti psikotik.

3. Untuk mengetahui mania.

4. Untuk mengetahui jenis-jenis anti mania.


BAB II

PEMBAHASAN

I. PSIKOSIS

A. Pengertian

Obat antipsikotik merupakan obat yang ditunjukan untuk sindrom

psikosis. Anti psikotik adalah golongan obat yang digunakan dalam

penanganan gangguan mental untuk mengendalikan dan mengurangi gejala.

Dengan obat antipsikotik, gejala-gejala berupa munculnya keyakinan yang

salah dan tidak sesuai kenyataan (Waham atau delusi), mengalami pengalaman

panca indera yang tidak nyata seperti mendengar suara tanpa ada orang yang

berbicara (halusinasi), kecemasan dan kegelisahan yang berlebihan, gangguan

pemikiran yang mengakibatkan pembicaraan tidak dapat dipahami

(inkoherensi), atau perilaku kasar dan membahayakan, dapat ditekan.

No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis


Anjuran

1. Chlorpromazine Chlorpromazine Tab. 25-100 mg 150 –  600


Promactil Tab. 100 mg Tab. mg/hr
Meprosetil 100 mg Tab. 100 50 –  100
Cepezet mg Ampul 50 mg/2 mg (i.m)
cc setiap 4-6
jam

2. Haloperidol Haloperidol Tab. 0,5-1,5 mg 5-15 mg/hr


Dores Serenace Tab. 5 mg Cap. 5 5-10 mg
Haldol Govotil mg Tab. 1,5 mg (i.m) setiap
Lodomer Haldol Tab. 0,5-1,5 mg 4-6 jam 5-
Decanoas Tab. 5 mg Liq. 2 mg 10 mg
/ ml Amp. 5 mg / cc (i.m) setiap
Tab. 2-5 mg Tab. 2- 4-6 jam 50
5 mg Tab. 2-5 mg mg (i.m)
Amp. 5 mg / cc setiap 2-4
Amp. 50 mg / cc minggu

3. Perphenazine Perphenazine Tab. 4 mg Tab. 2-4- 12 –  24


Trilafon 8 mg mg / hr

4 Fluphenazine Anatensol Tab. 2,5 -5 10-15 mg / hr


Fluphenazine Modecate mg Vial 25 25 mg (i.m)
decanoate mg / cc setiap 2-4
minggu

5 Trifluoperazine Stelazine Tab. 1-5 mg 10-15 mg/hr

6 Thloridazine Melleril Tab. 50-100 150-300


mg mg /hr

7 Sulpiride Dogmatil Amp. 100 3-6 amp/hr


Forte mg/ 2 cc (im) 300-600
mg / hr

8 Pimozide Orap Forte Tab. 4 mg 2-4 mg/ hr

9 Risperidone Risperidone Tab. 1-2-3 mg 2-6 mg / hr


Risperdal Tab. 1-2-3 mg 25-50 mg
Risperdal Vial 25 mg / (im) setiap 2
Consta cc Vial 50 minggu
Neripros mg/cc Tab. 1-
Persidal 2-3 mg Tab.
Rizodal 1-2-3 mg Tab.
Zofredal 1-2-3 mg Tab.
1-2-3 mg

10 Clozapine Clozaril Tab. 25-100 25-100 mg /


mg Tab. 25- hr
Sizoril 100 mg
11 Clozapine Seroquel Tab. 25-100 50-400 mg /
mg Tab. 200 hr
mg

12 Olanzapine Zyprexa Tab. 5-10 mg 10-20 mg / hr

13 Zotepine Lodorin Tab. 25-50 75 –  100


mg mg / hr

14 Aripiprazole Abilify Tab. 10-15 10- 15 mg / hr


mg

B. PENGGOLONGAN OBAT

I. OBAT ANTI-PSIKOSIS TIPIKAL (TYPI CAL ANTI PSYCH OTICS) 

1. Phenothiazine

 rantai Aliphatic: Chlorpromazine (Largactil)

 rantai Piperazine: Perphenazine (Trilafon) Trifluoperazine (Stelazine)

Fluphenazine (Anatensol)

 rantai Piperidine: Thioridazine (Melleril)

2. Butyrophenone : Haloperidol (Haldol, Serenace, dll)

3. Diphenyl-butyl- : Pimozide (Orap) Piperidine

II. OBAT ANTI-PSIKOSI ATIPIKAL (ATYPI CAL ANTI PSYCH OTICS) 


1. Benzamide : Supiride (Dogmatil)

2. Dibenzodiazepine : Clozapine (Clozaril) Olanzapine (Zyprexa) Quetiapine

(Seroquel) Zotepine (Ludopine)

3. Benzisoxale : Risperidone (Risperdal) Aripiprazole (Ability)

III. INDIKASI PENGGUNAAN

Gejala sasaran (target syndrome): SINDROM PSIKOSIS

Butir-butir diagnostik Sindrom Psikosis

 Hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas (reality testing

ability),  bermanifestasi dalam gejala: kesadaran diri (awareness) yang

terganggu, daya nilai norma sosial (judgement) terganggu, dan daya tilikan

diri (insight) terganggu.

 Hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi dalam gejala

POSITIF: gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikiran yang tidak

wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak

sesuai dengan situasi),  perilaku yang aneh atau tidak terkendali

(disorganized), dan gejala NEGATIF: gangguan perasaan (afek tumpul,

respons emosi minimal), gangguan hubungan sosial (menarik diri, pasif,

apatis), gangguan proses pikir (lambat, terhambat), isi pikiran yang

stereotip dan tidak ada inisiatif, perilaku yang sangat terbatas dan

cenderung menyendiri (abulia).

 Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam

gejala: tidak mampu bekerja, menjalin hubungan sosial, dan melakukan

kegiatan rutin.

Sindrom Psikosis dapat terjadi pada:


 Sindrom Psikosis Fungsional : Skizofrenia, Psikosis Paranoid, Psikosis

Afektif, Psikosis Reaktif Singkat, dll.

 Sindrom Psikosis Organik : Sindrom Delirium, Dementia, Intoksikasi

Alkohol, dll.

IV. MEKANISME KERJA

Hipotesis: Sindrom Psikosis terjadi berkaitan dengan aktivitas neurotransmitter

Dopamine yang meningkat. (Hiperaktivitas sistem dopaminergik sentral)

Mekanisme kerja obat anti-psikosis tipikal adalah mem-blokade Dopamine pada

reseptor  pasca-sinaptik neuron di Otak, khususnya di sistem limbic dan sistem

ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonists) sehingga efektif untuk gejala

POSITIF . Sedangkan obat anti- psikosis atipikal disamping berafinitas terhadap

“Dopamine D2 Receptors” juga terhadap “Serotonin 5 HT2 Receptors” (Serotonin-

Dopamine antagonists), sehingga efektif juga untuk gejala NEGATIF.

V. PROFIL EFEK SAMPING

Efek samping obat anti-psikosis dapat berupa:

 Sedasi dan inibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,

kinerja  psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).

 Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering,

kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan

intraokuler meninggi, gangguan irama jantung).

 Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom Parkinson:

tremor,  bradikinesia, rigiditas). Gangguan endokrin (amenorrhoe,

gynaecomastia), metabolic (Jaundice), hematologic (agranulocytosis),

biasanya pada pemakaian jangka panjang.


Efek samping ini ada yang dapat ditolerir oleh pasien, ada yang lambat, dan ada

yang sampai membutuhkan obat simtomatis untuk meringankan penderitaan pasien.

Dalam penggunaan obat anti-psikosis yang ingin dicapai adalah “optimal response

with minimal side effects”.

Efek samping dapat juga “irreversible” : tardive dyskinesia  (gerakan berulang

involunter pada : lidah , wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu

tidur gejala tersebut menghilang). Biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang

(terapi  pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan

dengan dosis obat anti psikosis (non dose related). Bila terjadi gejala tersebut: obat

anti psikosis perlahan-lahan dihentikan, bisa dicoba  pemberian obat Reserpine 2,5

mg/h, (dopamine depleting agent), pemberian obat antiparkinson atau I-dopa dapat

memperburuk keadaan. Obat pengganti anti-psikosis yang  paling baik adalah

Clozapine 50-100 mg/h. Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara

periodic harus dilakukan pemeriksaan laboratorium  : darah rutin, urine lengkap,

fungsi hati, fungsi ginjal, untuk deteksi dini perubahan akibat efek samping obat. Obat

anti psikosis hamper tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat overdosis

atau untuk bunuh diri. Namun demikian untuk menghindari akibat yang kurang

menguntungkan sebaiknya dilakukan “lavage lambung” bila obat belum lama

dimakan.

VI. INTERAKSI OBAT

 Antipsikosis + antipsikosis lain = potensiasi efek samping obat dan tidak ada

bukti lebih efektif (tidak ada efek sinergis antara 2 obat antipsikosis).

Misalnya: Chlorpromazine + Reserpine = potensiasi efek hipotensif.


 Antipsikosis + Antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat

(hatihati pada pasien dengan hipertrofi prostat, glaucoma, ileus, penyakit

jantung).

 Antipsikosis + Antianxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus

dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive therapy).

 Antipsikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat anti psikosis pada

pagi hari sebelum dilakukan ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena

angka mortalitas yang tinggi.

 Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan

serangan kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebi

besar (dose related). Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah

obat anti psikosis Haloperidol.

 Antipsikosis + Antasida = efektivitas obat anti psikosis menurun dosebabkan

gangguan absorpsi.

II. MANIA

A. Pengertian

Mania merupakan gangguan mood atau perasaan ditandai dengan

aktivitasfisik yang berlebihan dan perasaan gembira yang luar biasa yang

secara keseluruhantidak sebanding dengan peristiwa positif yang terjadi. Hal

ini terjadi dalam jangkawaktu paling sedikit satu minggu hampir setiap hari

terdapat keadaan afek (mood,suasana perasaan) yang meningkat ekspresif atau

iritabel. Sindroma maniadisebabkan oleh tingginya kadar serotonin dalam

celah sinaps neuron, khususnyapada sistem limbik, yang berdampak terhadap

“dopamine receptor supersensitivity”. Lithium karbonat merupakan obat


pilihan utama untuk meredakan sindroma maniaakut dan profilaksis terhadap

serangan sindroma mania yang kambuh pada gangguanafektif bipolar. Bentuk

mania yang lebih ringan adalah hipomania. Mania seringkalimerupakan

bagian dari kelainan bipolar (penyakit manik-depresif). Beberapa orangyang

tampaknya hanya menderita mania, mungkin sesungguhnya mengalami

episodedepresi yang ringan atau singkat. Baik mania maupun hipomania lebih

jarang terjadidibandingkan dengan depresi. Mania dan hipomania agak sulit

dikenali, kesedihanyang berat dan berkelanjutan akan mendorong seseorang

untuk berobat ke dokter, sedangkan kegembiraan jarang mendorong seseorang

untuk berobat ke dokter karena penderita mania tidak menyadari adanya

sesuatu yang salah dalam keadaan maupun perilaku mentalnya.

B. Sejarah

Lithium pertama kali digunakan pada abad ke-19 sebagai pengobatan

untuk gout setelah ilmuwan menemukan, setidaknya di laboratorium, lithium

bisa melarutkan kristal asam urat diisolasi dari ginjal. $ingkat lithium yang

dibutuhkan untuk melarutkan asam urat dalam tubuh, namun, yang beracun.

Karena teori umum menghubungkan kelebihan asam urat untuk berbagai

gangguan, termasuk depresi dan gangguan manik, Carl Lange di Denmark dan

William Alexander Hammond di New York digunakan lithium untuk

mengobati mania dari tahun 1870 dan seterusnya, meskipun digunakan dalam

bentuk mata air untuk mengobati mania dilaporkan pada Zaman Romawi dan

Yunani kuno. Pada pergantian abad ke-20, ini penggunaan lithium sebagian

besar ditinggalkan, menurut Susan Greenfield, karena keengganan dari

industri farmasi untuk berinvestasi dalam obat yang tidak bisa dipatenkan.
Seperti mengumpulkan pengetahuan menunjukkan peran asupan

sodium berlebih dalam hipertensi dan penyakit jantung, garam lithium yang

diresepkan untuk pasien untuk digunakan sebagai pengganti garam meja diet

(natrium klorida). Praktek ini dihentikan pada tahun 1949 ketika laporan efek

samping dan kematian diterbitkan, menyebabkan larangan penjualan lithium.

Penggunaan garam lithium untuk mengobati mania ditemukan kembali

oleh psikiater Australia John Cade pada tahun 1949. Cade menyuntikkan tikus

dengan ekstrak urin yang diambil dari pasien skizofrenia, dalam upaya untuk

mengisolasi senyawa metabolik yang mungkin menyebabkan gejala-gejala

mental. Karena asam urat dalam gout dikenal sangat psikoaktif (reseptor

adenosin pada neuron dirangsang oleh itu, kafein blok mereka), Cade

diperlukan urat larut untuk kontrol. Dia menggunakan lithium urat, sudah

dikenal sebagai senyawa urat yang paling larut, dan mengamati hal ini

menyebabkan tikus untuk ditenangkan. Cade ditelusuri efek pada ion lithium

itu sendiri. Segera, Cade mengusulkan garam lithium sebagai obat penenang,

dan segera berhasil mengendalikan mania pada pasien kronis dirawat di rumah

sakit dengan mereka. Ini adalah salah satu aplikasi yang berhasil pertama dari

obat untuk mengobati penyakit mental, dan membuka pintu bagi

pengembangan obat-obatan untuk masalah mental lainnyadalam dekade

mendatang.

Pada tahun 1949, lithium karbonat digunakan sebagai pelarut baru

untukbatu di kandung kemih. Pada tahun 1859, beberapa dokter

merekomendasikanterapi dengan garam lithium untuk sejumlah penyakit,

termasuk asam urat, batuurine, rematik, mania, depresi, dan sakit kepala. Pada

tahun 1949, John Cade menemukan efek anti-manik ion lithium. Temuan ini
dipimpin lithium, khususnyalithium karbonat, yang akan digunakan untuk

mengobati mania terkait dengangangguan bipolar.

Lithium karbonat digunakan untuk mengobati mania, fase peningkatan

gangguan bipolar. Ion Lithium mengganggu proses transportasi ion (lihat

“natrium pompa”) yang menyampaikan pesan dan memperkuat dibawa ke sel-

selotak Mania dikaitkan dengan peningkatan teratur dalam protein kinase C

(PKC) aktivitas di dalam otak. Lithium karbonat dan natrium valproate, obat

laintradisional digunakan untuk mengobati gangguan, bertindak di otak

dengan menghambat aktivitas PKC dan membantu menghasilkan senyawa lain

yang juga menghambat PKC tombol. Meskipun temuan ini, banyak hal yang

masih belumdiketahui tentang suasana hati lithium ini mengendalikan sifat.

Beberapa studi telah menyarankan manfaat terapeutik dari

lithiumkarbonat dalam kondisi neuromuskuler tertentu seperti amyotrophic

lateralsclerosis (ALS) dan atrofi otot tulang belakang. Sebuah uji coba

terkontrol 2.010 lithium karbonat di LSA tidak mengkonfirmasi saran

sebelumnya,menemukan senyawa yang tidak efektif dan mungkin beracun

pada pasien LSA.

Carbamazepine ditemukan oleh kimiawan Walter Schindler di JR

Geigy AG (sekarang bagian dari Novartis) di Basel, Swiss, pada tahun 1953.

Schindler kemudian disintesis obat pada tahun 1960, sebelum sifat anti-

epilepsiyang telah ditemukan.

Carbamazepine pertama kali dipasarkan sebagai obat untuk

mengobatitrigeminal neuralgia (sebelumnya dikenal sebagai tic douloureux)

pada tahun1962. Telah digunakan sebagai antikonvulsan dan antiepilepsi di

Inggris sejak tahun 1965, dan telah disetujui di AS sejak tahun 1974.
Pada tahun 1971, Drs. Takezaki dan Hanaoka pertama kali digunakan

carbamazepine untuk mengontrol mania pada pasien refrakter

terhadapantipsikotik (lithium tidak tersedia di Jepang pada waktu itu). Dr

Okuma, bekerjasecara mandiri, melakukan hal yang sama dengan sukses.

Karena mereka jugaepileptologists, mereka memiliki beberapa keakraban

dengan efek anti-agresi obat ini. Carbamazepine akan dipelajari untuk

gangguan bipolar sepanjang tahun 1970-an.

Asam valproik pertama kali disintesis pada tahun 1882 oleh BSBurton

sebagai analog dari asam valeric, ditemukan secara alami dalam valerian.

Iamemiliki dua kelompok propil, maka nama “val.pro ~ ic”. Asam valproik

adalahasam karboksilat, cairan bening pada suhu kamar. Untuk beberapa

dekade, hanyapenggunaannya berada di laboratorium sebagai “metabolik

lembam” pelarut untuk senyawa organik. Pada tahun 1962, peneliti Perancis

Pierre Eymard kebetulanmenemukan sifat antikonvulsan asam valproik saat

menggunakannya sebagaikendaraan untuk sejumlah senyawa lain yang sedang

diperiksa untuk kegiatan anti kejang. Dia menemukan itu mencegah

pentylenetetrazol-induced kejang padantikus laboratorium. Hal ini disetujui

sebagai obat antiepilepsi pada tahun 1967 diPerancis dan telah menjadi yang

paling banyak diresepkan di seluruh dunia obat antiepilepsi Asam valproat

juga telah digunakan untuk profilaksis migrain dangangguan bipolar.

Haloperidol itu disintesis pada 11 Feb 1958 di Laboratories Janssen, di Belgia.

Segera setelah sintesis dan studi hewan, yang menyarankan untuk Paul

Janssen dan rekan-rekannya bahwa obat butyrophenone ini akan menjadi

sangatmenarik karena aksinya itu serupa tapi jauh lebih kuat daripada

klorpromazin,haloperidol diberikan kepada manusia di rumah sakit Liege.


Studi klinisselanjutnya mengkonfirmasi bahwa ini obat baru terutama aktif

terhadap delusidan halusinasi. Pengenalan haloperidol di Amerika Serikat of

America adalah sulitbagi alasan klinis dan legal. Selama bertahun-tahun,

haloperidol telah banyak digunakan di negara-negara Barat, sampai

pengenalan “antipsikotik baru.”

C. Jenis-Jenis Antimania

1. Litium Karbonat

Lithium karbonat adalah jenis garam lithium yang paling sering

digunakan untuk mengatasi gangguan bipolar, menyusul kemudian lithium

sitrat. Sejak disahkan oleh Food and Drug Administration (FDA) pada

tahun 1970 untuk mengatasi mania akut, lithium masih efektif dalam

menstabilkan mood pasien dengan gangguan bipolar. Efek samping yang

ditimbulkan dari penggunaan lithium hampir serupa dengan efek

mengonsumsi banyak garam, yakni tekanan darah tinggi, retensi air, dan

konstipasi. Oleh karena itu, selama penggunan obat ini harus dilakukan tes

darah secara teratur untuk menentukan kadar lithium mengingat dosis

terapeutik lithium berdekatan dengan dosis toksik. Bagaimana kerja

lithium sebenarnya dalam mengatasi mania belum diketahui secara pasti,

diduga ion lithium menimbulkan efek menstabilkan mood dengan

menghambat inositol monophosphatase (IMPase) dengan subsitusi satu

dari dua ion magnesium pada sisi aktif IMPase. IMPase merupakan enzim

yang diyakini sebagai penyebab beberapa gangguan bipolar. Pendapat lain

mengatakan bahwa efek antimania lithium disebabkan oleh

kemampuannya mengurangi dopamine receptor supersensitivity dengan


meningkatkan cholinergic-muscarinicactivity dan menghambat Cyclic

AMP.

a. Indikasi

Mengatasi episode mania. Gejala hilang dalam jangka waktu 1-3

minggu setelah minum obat. Lithium juga digunakan untuk mencegah atau

mengurangi intensitas serangan ulang pasien bipolar dengan riwayat

mania.

b. Dosis

Dosis lithium tergantung pada kebutuhan medis pasien, umur, berat

badan dan fungsi ginjal. Dosis dari lithium berkisar antara 600-2400 mg per

hari,meskipun sebagian besar pasien akan stabil pada 600-1200 mg per hari.

Untuktablet atau kapsul immediate releasebiasa diberikan 3 dan 4 kali sehari.

Sedangkan tablet controlled release diberikan dua kali sehari, interval 12

jam. Pemberian dosis lithium harus dilakukan hati-hati dan individual, yakni

berdasarkan kadar dalam serum dan respon klinis. Pada mania akut,

pasienbiasanya memberikan respon optimal terhadap lithium karbonat jika

diberikan dosis 1800 mg per hari, dengan dosis terbagi.

Dosis ini secara normal akan menghasilkan kadar lithium serum

yangdiinginkan berkisar antara 1 dan 1,5 mEq/l. Kontrol jangka panjang,

kadar serumlithium yang diinginkan adalah 0,6-1,2 mEq/l. Dosis bervariasi

per individu, tapi biasanya berkisar 900- 1200 mg per hari dalam dosis
terbagi. Monitor serum dilakukan setiap dua bulan. Pada pasien yang sangat

sensitif biasanyamemperlihatkan tanda toksik pada kadar lithium serum

dibawah 1,0 mEq/l.

c. Interaksi Obat

Penggunaan diuretik bersama lithium harus dilakukan hati-hati. Hal

inidikarenakan diuretik yang menginduksi pengeluaran natrium, bisa

mengurangiklirens renal lithium yang akan menyebabkan kadar lithium

serum meningkat danrisiko toksisitas juga meningkat. Begitu juga pada

pemberian bersamaan dengan beberapa obat lain seperti NSAID dan ACE

inhibitor. Lithium sebaiknya tidak diberikan pada pasien jantung dan ginjal.

Tapi jika kondisi psikiatri pasien mengancam jiwa dan pasien tidak berespon

dengan obat lain, maka lithium bisa diberikan dengan pengawasan yang

sangat ketat.

Pemeriksaan kadar lithium serum dilakukan tiap hari dan kemudian

dilakukan pengaturan dosis. Lithium sebaiknya tidak diberikan pada wanita

hamil karena diduga bisa mendatangkan efek merugikan bagi janin. Lithium

juga disekresikan melalui air susu ibu, sehingga tidak dianjurkan diberikan

pada wanita yang menyusui. Penggunaan lithium pada anak usia dibawah 12

tahun sebaiknya tidak dilakukan mengingat data keamanan dan keefektifan

dari obat ini padapopulasi ini belum ada. Pemberian lithium pada orang tua

harus dilakukan pengaturan dosis.

2. Karbamazepin
Karbamazepin adalah suatu obat iminodibenzyl yang secara structural

mirip dengan imipramine (tofranil) dan disetujui digunakan di Amerika Serikat

sebagai anti epilepsi. Struktur molekul adalah serupa dengan struk trisiklik dari

imipramin. Karbamazepin sering digunakan sebagai terapi alternative

pengganti lithium walaupun efeknya tidak sekuat lithium. Cara kerja

karbamazepin belum diketahui dengan pasti, dapat digunakan sebagai anti

mania akut dan terapi profilaksis. Efek sampingnya jauh lebih sedikit

dibandingkan dengan lithium.

a. Indikasi

Karbamazepin pertama-tama digunakan untuk pengobatan

trigeminalneuralgia, kemudian ternyata bahwa obat ini efektif terhadap

bangkitan parsialkompleks dan bangkitan tonik-klonik (anti konvulsan) dan

sebagai mood modulator. Saat ini karbamazepin merupakan anti epilepsi

utama di Amerika Serikat untuk mengatasi berbagai bangkitan kecuali

bangkitan lena. Karbamazepin juga dapat digunakan sebagai anti mania dan

terapi profilaksis.

Indikasi penggunaan terapeutik penggunaan karbamazepin adalah:

 Epilepsi

 Gangguan bipolar (mania, depresi)

 Skizofrenia dan gangguan skizoafektif

 Gangguan depresif

 Gangguan Pengendalian Impuls

b. Dosis
Karbamazepin biasanya dimulai dengan dosis 200-400 mg per hari

dalam 3 atau 4 dosis dan ditingkatkan menjadi 800-1000 mg per hari pada

akhir minggu pertama pengobatan. Bila kemajuan terapi tidak tercapai pada

akhir minggu ke-2 pengobatan dan pasien tidak mempunyai efek intoleransi

obat maka dosis karbamazepin dapat ditingkatkan sampai 1600 mg per hari.

Dosis Anjuran untuk karbamazepin adalah 400-600 mg per hari 2-3 kali

pemberian.

Dalam buku Farmakologi dan Terapi FK Universitas Indonesia

diterangkan bahwa dosis untuk anak di bawah 6 tahun adalah 100 mg per

hari, anak usia 6-12 tahun adalah 2 kali 100mg per hari. Dosis awal untuk

dewasa 2 kali 255 mg hari pertama, selanjutnya dosis ditingkatkan secara

bertahap.Dosis penunjang berkisar antara 800-1200 mg per hari untuk

dewasa dan 20-30 mg per KgBB untuk anak. Dengan dosis ini umumnya

tercapai kadar terapi dalam serum 6-8 µg/ml.

c. Interaksi Obat

Pemberian bersama lithium, obat anti psikotik, verapamil atau

nifedipindapat mencetuskan efek merugikan sistem saraf pusat akibat

karbamazepin. Karbamazepin dapat menurunkan kadar kontrasepsi oral

dalam darah, dan menyebabkan perdarahan banyak. Karbamazepin tidak

boleh digunakan bersama monoamin oksidase inhibitor (MOAI) dan MOAI

harus dihentikan sekurang-kurangnya dua minggu sebelum terapi

karbamzepin dimulai. Fenobarbital dan Fenitoin dapat meningkatkan kadar

Karbamazepin, dan biotransformasi karbamazepin dapat dihambat oleh

eritromisin. Konversi primidon menjadi fenobarbital ditingkatkan oleh


karbamazepin, sedangkan pemberian karbamazepin bersama asam valproate

akan menurunkan kadar asam valproate.

3. Natrium Divalproex

Natrium divalproex adalah obat antikonvulsan, namun juga digunakan

dalam terapi mania dan untuk membantu mencegah sakit kepala migrain.

Di Amerika Serikat dijual dengan berbagai nama dagang seperti Depacon,

Depakene, Depakote dan Depakote sprinkle.

Obat ini secara kimia dibentuk oleh gabungan antara natrium valproat

dan asam valproat dengan perbandingan 1:1.Pertama kali ditemukan pada

tahun 1963 mempunyai efek sebagai antikonvulsan dan pada tahun 1978

diperbolehkan digunakan di Amerika Serikat.Melalui penelitian yang

dilakukan pada tahun 1995 ditemukan bahwa natrium divalproex juga

efektif sebagai antimania.

a. Indikasi

Obat ini efektif untuk penanganan epilepsi, baik bangkitan

sederhana, kompleks, absen, campuran dan tonik klonik (grand mall).

Natrium divalproex ini juga digunakan untuk penanganan gangguan

bipolar episode manik pada dewasa, dan mencegah sakit kepala

migrain.

Natrium divalproex juga merupakan alternatif terapi yang penting

sebagai pengganti lithium dalam penggunaan dengan tujuan

pemeliharaan untuk kasuskasus gangguan bipolar (terutama pada


pasien dengan siklus berulang), penderita dengan riwayat disforia atau

mania campuran, gangguan anxietas, atau penyakit otak organik.

b. Dosis

Sedian natrium divalproex tersedia dalam tablet 125 mg, 250 mg, 500

mg, bentuk kapsul 125 mg dan bentuk sirup 250 mg per 5 ml. Untuk

penanganan mania, terapi diawali dengan dosis harian 750 mg. pada

beberapa pasien dosis harus ditingkatkan sampai 1000 mg per hari.

c. Efek Samping

Tabel 1. Efek samping penggunaan natrium divalproex

Sangat Sering Sering Jarang

 Kram perut ringan  Kram perut hebat  Gangguan


 Gangguan siklus atau nausea dan keseimbangan
menstruasi vomiting  Konstipasi
 Diare berkelanjutan  Pusing, rasa
 Allopesia  Perubahan mood, berputar dan sakit
 Penurunan gairah kebiasaan dan pola kepala
hidup berfikir  Ruam kulit
 Mual dan muntah  diplopia
 Tremor pada  Kelelahan berat
ekstremitas  Mudah lebam dan
 Penurunan atau berdarah
penambahan berat  Jaundice
badan  Kekakuan
pergerakan bola
mata

d. Interaksi Obat

Natrium divalproex dimetabolisme di hati. Konsentrasi obat lain dalam

tubuh yang dimetabolisme di hati dapat sangat menurun atau sangat

meningkat bila dikombinasikan dengan natrium divalproex. Tingkat


konsentrasi natrium divalproex dapat meningkat apabila dikombinasikan

dengan felbamat, isoniazid, asam salisilat (aspirin), klaritomisin, eritromisin

dan troleandomisin. Obat ini juga meningkatkan kadar karbamazepin,

fenitoin, lamotrigin, nimodipin, fenobarbital dan zidovudin. Penggunaan

dengan klonazepam mungkin dapat menimbulkan bangkitan lena.

Kolestiramin dan kolestipol dapat mengurangi absorsi dan konsentrasi

natrium divalproex dalam darah.

4. Haloperidol

Haloperidol adalah turunan butiropenon yang mempunyai aktivitas

sebagai antipsikotik dan efektif untuk pengelolaan hiperaktivitas, agitasi dan

mania.Reaksi ekstrapiramidal timbul pada 80% penderita yang diobati dengan

haloperidol.

Pada orang normal efek haloperidol mirip fenotiazin piperazin.

Haloperidol memperlihatkan efek antipsikotik yang kuat dan efektif untuk

mania dan skizofrenia. Efek penotiazin piperazin dan butiropenon berbeda

secara kuantitatif karena butiropenon selain menghambat efek dopamin, juga

meningkatkan turn over ratenya.

Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam

plasma tercapai dalam waktu 2-6 jam sejak obat diminum, menetap sampai 72

jam dan masih dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu.

Obat ini ditimbun dalam hati dan kira-kira 1% dari dosis yang diberikan

dieksresikan melalui empedu.Eksresi haloperidol lambat melalui ginjal, kira-

kira 40% obat dikeluarkan selama 5 hari sesudah pemberian dosis tunggal.
a. Indikasi

Haloperidol diindikasikan pada keadaan

- Psikosis akut dan kronis

- Halusinasi pada skizofrenia

- Kelainan sikap dan tingkah laku pada anak

Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang

mengalami eksitasi. Efek sedatif haloperidol kurang kuat dibanding

klorpromazin (CPZ), sedangkan efek haloperidol terhadap EEG menyerupai

CPZ yakni memperlambat gelombang teta.

Haloperidol dan CPZ sama kuat menurunkan ambang rangsang

konvulsif. Haloperidol menghambat sistem dopamin dan hipotalamus, juga

menghambat muntah yang ditimbulkan oleh apomorfin.Efek haloperidol

terhadap sistem saraf otonom lebih kecil daripada anti psikotik lain,

walaupun haloperidol dapat menyebabkan pandangan mata menjadi kabur

(Blurring of Vision). Obat ini menghambat aktivitas reseptor alpa yang

disebabkan oleh amin simpatomimetik, tetapi hambatannya tidak sekuat

hambatan CPZ.

Haloperidol menyebabkan hipotensi, tetapi tidak sesering dan sehebat

hipotensi akibat CPZ. Haloperidol menyebabkan takikardi meskipun

kelainan EKG belum pernah dilaporkan.Seperti halnya CPZ, haloperidol

menyebabkan galaktore.

c. Dosis

Sedian haloperidol terdapat dalam bentuk tablet : 0,5 mg, 1,5 mg dan 5

mg, serta dalam bentuk likuor (injeksi) : 2 mg/ml dan 5 mg/ml. Besarnya
dosis tergantung kepada umur, keadaan fisik dan derajat kehebatan

gejalanya.

Untuk dewasa dan anak-anak di atas 12 tahun :

 Dosis awal bila gejala sedang : 0,5 mg – 2 mg pemberian 2-3 kali

per hari.

 Dosis awal bila gejala berat : 3 mg – 5 mg pemberian 2-3 kali per

hari.

Untuk anak 3 -12 tahun : 0,05 mg – 0,15 mg per KgBB per hari terbagi

dalam 2-3 dosis pemberian.

Selanjutnya dosis secara bertahap disesuaikan dengan kebutuhan dan

toleransi tubuh.

d. Efek samping

Haloperidol menimbulkan reaksi ekstrapiramidal dengan insiden tinggi,

terutama pada penderita usia muda. Efek samping ekstrapiramidal akibat

penggunaan haloperidol memberikan gejala Parkinsonisme, akatisia,

distonia juga bisa terjadi opistotonus dan okulogirik krisis. Pengobatan

dengan haloperidol harus dimulai dengan hati-hati. Dapat terjadi depresi

akibat reverse keadaan mania atau sebagai efek samping yang sebenarnya.

Perubahan hematologik ringan dan selintas dapat terjadi, tetapi hanya

leukopenia dan agranulositosis yang sering dilaporkan. Frekuensi kejadian

ikterus akibat haloperidol rendah. Haloperidol sebaiknya tidak diberikan

pada wanita hamil sampai obat ini terbukti tidak teratogenik.


Efek samping yang bisa ditimbulkan oleh haloperidol adalah tardif

diskinesia.Gejala ini muncul pada pasien dengan terapi jangka panjang atau

muncul setelah terapi dihentikan.Risiko lebih besar terjadi pada orang tua,

pada terapi dosis tinggi. Gambaran klinis yang terjadi adalah gerakan

involunter dan berirama, pergerakan lidah, wajah, rahang atau

mulut.Kadang-kadang bisamuncul gerakan involunter pada kaki.

Pengobatan yang diberikan untuk gejala tardif diskinesia antara lain adalah

pemberian antiparkinson.

e. Intraindikasi Obat

Pemberian haloperidol dengan lithium akan mengurangi metabolisme

masing-masing obat, sehingga konsentrasi plasma kedua obat tidak akan

meningkat. Pemberian haloperidol bersama dengan methyldopa

akanmenimbulkan efek aditif hipotensif. Pemberian haloperidol bersamaan

denganantikonvulsan, alkohol, depresan sistem saraf pusat dan golongan

opioid dapat menimbulkan efek potensiasi.Amfetamin dapat menurunkan

efek haloperido. Pembeian dengan epinefrin akan menimbulkan hipotensi

berat.

5. Asam Valproat

Valproat (depakene) juga disebut asam valproat karena obat ini dengan

cepat diubah menjadi bentuk asam di dalam lambung. Pertama kali

diperkenalkan sebagai obat anti epileptik yang efektif di tahun 1963.Di

samping itu valproat dan karbamazepin telah terbukti efektif dalam terapi

gangguan bipolar.
Pemberian valproat per oral cepat diabsorsi dan kadar maksimal serum

tercapai setelah 1 sampai 3 jam. Dengan masa paruh 8-10 jam kadar dalam

darah stabil setelah 48 jam terapi.Dari suatu uji klinik terkendali, dosis

valproat 1200 mg sehari, hanya menyebabkan kantuk, ataksia, dan mual

selintas. Terlalu dini untuk mengatakan bahwa obat ini aman untuk

digunakan karena penggunaannya masih terbatas. Sebelum penggunaan

asam valproat dianjurkan untuk melakukan uji darah komplit dan

pemeriksaan faal hepar.

a. Indikasi

Indikasi pemberian asam valproat adalah :

- Epilepsi

- Gangguan bipolar

- Gangguan skizoafektif

Gangguan mental lain : gangguan depresif berat, gangguan panik, gangguan

stres pasca trauma, gangguan bulimia nervosa, putus alkohol, dan hipnotik

atau ansiolitik dan gangguan eksplosif intermiten.

b. Dosis

Asam valproat tersedia dalam bentuk kapsul 250 mg dan bentuk sirup

250 per 5 ml. Dosis hari pertama adalah 250 mg diberikan bersama

makanan. Dosis dapat dinaikkan sampai 250 mg per oral 3 kali per hari

selama 3 sampai 6 hari.Kadar plasma teraputik untuk mengendalikan

kejang adalah 50 dan 100 mg per ml bila obat ditoleransi dengan baik.

Dosis anak yang disarankan berkisar antara 2030 mg per KgBB per hari.
c. Efek Samping Obat

Toksisitas asam valproat berupa gangguan saluran cerna, sistem saraf,

hati, ruam kulit dan allopesia. Gangguan saluran cerna berupa anoreksia,

mual dan muntah terjadi pada 16% kasus. Efek terhadap sistem saraf pusat

berupa kantuk, ataksia, dan tremor, menghilang dengan penurunan dosis.

Gangguan pada hati berupa peninggian aktivitas enzim-enzim hati, dan

sesekali terjadi nekrosis hati yang sering berakibat fatal.Kira-kira 60 kasus

kematian telah dilaporkan akibat penggunaan obat ini. Efek samping pada

penggunaan asam valproat dapat dilihat lebih rinci pada tabel berikut:

Tabel 3. Efek samping penggunaan asam valproate

Sering Jarang Jarang

 Allopesia  Pankreatitis akut  Hepatotolsisitas


 Gangguan  Anemia  Hipofibrinogenemia
gastrointestinal  Ataksia  Hiponatremia
 Sedasi  Penekanan  Inkoordinasi
 Tremor sumsum tulang  Leukopenia
 Peningkatan atau  Pembesaran  Makrositosis
penurunan berat payudara  Nistagmus
badan  Koma  Pembesaran kelenja
 Dermatitis  parotis
 Diplopia dan  Photosensitivitas
pusing  Pruritus
 Disarthria  Limfositosis relatif
 Edema ekstremitas  Amenorrhea sekunder
 Encephalopathi
dengan demam
 Enuresis

d. Interaksi Obat
Asam valproat akan meningkatkan kadar fenobarbital 40% karena

terjadi penghambatan hidroksi fenobarbital. Sedangkan interaksinya dengan

fenitoin terjadi melalui mekanisme yang lebih kompleks. Fenitoin total

dalam plasma akan turun, karena biotransformasinya yang meningkat dan

pergeseran fenitoin dari ikatan protein plasma, sedangkan fenitoin bebas

dalam darah mungkin tidak dipengaruhi.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Obat antipsikotik merupakan obat yang ditunjukan untuk sindrom psikosis.

Anti psikotik adalah golongan obat yang digunakan dalam penanganan gangguan

mental untuk mengendalikan dan mengurangi gejala. Dengan obat antipsikotik,

gejala-gejala berupa munculnya keyakinan yang salah dan tidak sesuai kenyataan

(Waham atau delusi).

Penggolongan Obat antipsokotik dibagi menjadi 2, yaitu tipikal

(Chlorpromazine, haloperidol, trifluoperazine, dll) dan atipikal (Clozapine,

olanzapine, quetiapine, dll)

. Obat yang digunakan untuk mengobati mania disebut mood modulators,

mood stabilizer atau anti manics. Penderita mania mengalami elasi (suasana perasaan

yang meningkat) disertai dengan energi yang meningkat, sehingga terjadi aktivitas

yang berlebihan, percepatan, kebanyakan bicara dan berkurangnya kebutuhan tidur.

Jenis obat anti mania adalah Lithium karbonat, Natrium Divalproex,

Karbamazepin, dll).

B. SARAN

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis

akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan

sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan.


DAFTAR PUSTAKA

DirektoratKesehatanJiwaDepartemenKesehatan RI. 1993.PedomanPenggolongan Diagnosis

GangguanJiwan di Indonesia III. Edisiketiga.Jakarta :DepartemenKesehatanRepublik

Indonesia.

Katzung BG. 2006. Basic and Clinical Pharmacology.10th Edition. San Francisco: McGraw

& Hill.

Lieberman JA, Tasman A. 2006. Handbook of Psychiatric Drugs. Chester city: John

Wiley&Sons Ltd.

Maslim R. 2007. Panduan Praktis: Penggunaan Obat Psikotropik (Psychotropic

Medication). Edisiketiga. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Ama Jaya.

Rusdi Maslim. Obat Anti Psikosis: Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik

Edisi Ketiga.

Santoso SO, Wiria MSS. 2001. Psikotropik. Dalam :FarmakologidanTerapi. Edisikeempat.

Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai