Anda di halaman 1dari 8

Gangguan Jiwa Psikotik dan Penatalaksanaannya

A. Definisi
Gangguan psikotik adalah gannguan jiwa yang ditandai dengan adanya
hubungan dengan kenyataan.
B. Simtom Gangguan Psikotik
a. Halusinasi
b. Delusi/ waham
c. Bicara kacau
d. Kesulitan berkonsentrasi
e. Mood depresi
f. Gangguan tidur
g. Cemas
h. Curiga
i. Menarik diri
j. Depresi
k. Keinginan atau percobaan bunuh diri
C. Gejala Skizofrenia
a. Gejala positif
i. Halusinasi
ii. Waham
b. Gejala negative
i. Napsu makan menurun
ii. Sulit tidur
iii. Mood sedih
iv. Kurang semangat
v. Perlambatan psikomotor
vi. Ketiadaan inisiatif
vii. Kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan
viii. Komunikasi non verbal yang buruk
c. Gejala Kognitif
d. Agresi dan hostilitas
e. Cemas dan depresi
D. Jalur Dopamin
Ada 4 jalur utama dopamine.
a. Jalur mesolimbik memproyeksikan jalur dopamine dari badan sel
didaerah ventral tegmental batang otak terminal akson daerah limbic
seperti nucleus acumben. Jalur ini di duga sangat berperan terhadap
perilaku emosional, khususnya halusinasi audiotorik dan delusi.
Hiperaktivitas dari jalur ini secara hipotesis diduga berperan penting
terhadap timbulnya gejala positif psikosis.
b. Jalur mesokortikal memproyeksikan jalur dopamine dari badan sel ke
daerah ventral tegmental batang otak (berdekatan dengan badan sel
mesolimnbic) kedaerah korteks cerebri. Gangguan pada jalur ini di duga
berperan terhadap timbulnya gangguan kognitif dan timbulnya
gangguan gejala negative psikosis.
c. Jalur nigrostriatal memproyeksikan jalur dopamine dari badan sel
substansia nigra batang otak yang menuju ke ganglia basal atau
striatum. Jalur ini merupakan bagian dari ekstrapiramidal yang berfungsi
mengontrol gerakan motorik. Gangguan ini menyebabkan pergerakan
seperti penyakit Parkinson.
d. Jalur tuberoinfindibular menghubungkan nucleus arkuatus dab neuron
preifentikuler ke hipotalamus dan pituitary posterior. Dopamine yang
dirilis oleh neuron-neuron ini secara fisiologis menghambat sekresi
prolactin.
E. Tatalaksana
a. Obat-Obat Psikotropika
i. Obat Anti-Psikosis
Antipsikosis adalah sekelompok obat-obat yang mekanisme kerjanya
menghambat reseptor dopamin tipe 2 (D2). Indikasi utamanya adalah untuk terapi
skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Menurut Kaplan dan Sadock, terdapat delapan
kelas obat yang biasanya dikelompokkan bersama-sama sebagai antipsikotik antagonis
reseptor dopamin. Tujuh dari kelas tersebut terdiri dari obat yang biasanya disebut
antipsikosis tipikal : phenotiazine, thioxanthene, dibenzoxazepine, dihydroindole,
butyrophenone, diphenylbutylpiperidine, dan benzamide. Kelas benzamide juga memiliki
suatu obat yang dianggap atipikal yaitu remoxipride. Kelas kedelapan termasuk
antipsikosis atipikal, yaitu benzisaxazole, sekarang hanya terdiri dari satu obat, yaitu
risperidone.

Tidak ada definisi yang disetujui secara umum tentang perbedaan antara
antipsikosis tipikal dan atipikal. Label “atipikal” mengesankan bahwa semua atau salah
satu karakteristik dibawah ini: disertai dengan resiko efek samping neurologis yang lebih
sedikit; kurang poten dalam menyebabkan peningkatan sekresi prolaktin; tidak adanya
antagonisme dopamin sebagai mekanisme kerja yang utamanya; memiliki aktivitas yang
bermakna pada reseptor nondopaminergik spesifik (sebagai contohnya, reseptor serotonin
dan sigma); memiliki keefektifan yang lebih besar dalam terapi gejala negatif skizofrenia
(sebagai contohnya, anhedonia). Suatu alternatif terhadap penentuan subtipe antipsikosis
yang samar-samar menjadi obat tipikal dan atipikal adalah menyadari bahwa obat
antipsikotik secara struktural dan farmakologis adalah berbeda satu sama lainnya dan
tidak menyamaratakan perbedaan tersebut.

Obat-obat yang dibicarakan disini juga dinamakan sebagai neuroleptik dan


trankuiliser mayor. Istilah “neuroleptik” menekankan efek neurologis dan motorik dari
sebagian besar obat. Perkembangan senyawa baru seperti, risperidone dan remoxipride,
yang disertai dengan efek neurologis yang sedikit menyebabkan pemakaian istilah
“neuroleptik” menjadi tidak akurat sebagai label keseluruhan untuk senyawa. Istilah
“trankuiliser mayor” secara tidak akurat menekankan bahwa efek primer dari obat adalah
untuk mensedasi pasien dan dikacaukan dengan obat yang dinamakan trankuiliser minor,
seperti benzodiazepine

Penggolongan obat antipsikosis

No Golongan Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis anjuran

I. ANTIPSIKOSIS TIPIKAL
1. Phenothiazin
a. Rantai Aliphatic Chlorpromazine Chlorpromazine Tab. 25-100 mg - PO:
( largactil) (indofarma) 150 - 600
Promacil Tab. 100 mg mg/h
(combhifar) - IM:
Meprosetil Tab. 100 mg 50-100mg
(meprofarm) Amp.50mg/2cc setiap 4-6
jam
b. Rantai Piperazine Perfenazine Perfenazine Tab. 4 mg 12 - 24
(indofarma) mg/hari
Trifalon Tab 2- 4 -8 mg
(Schering)
Trifluoperazine Stelazine Tab. 1 - 5 mg 10 -15 mg/hari
(GlaxoSmith-
kline)
Fluphenazine Anatensol Tab. 2,5 - 5 mg 10 - 15
(B-M Squibb) mg/hari
Fluphenazine Modecate Vial 25 mg/cc 25 mg (IM)
deconoate (B-M Squibb) setiap 2 - 4
mgg
c. Rantai Piperidine Thioridazine Melleril Tab.50 -100mg 150-300
(Novartis) mg/hari

2. Buthirophenon Haloperidol Haloperidol Tab. 0,5 - 1,5 - PO:


(indofarma) - 5mg 5-15mg/h
- IM:
Dores Cap. 5 mg 5-10mg
(pyridam) Tab. 1,5 mg setiap 4-6jam
Serenace Tab. 0,5 -1,5 - 5 - 50mg setiap
(pfizer- mg 2-4 minggu
pharmacia) Liq. 2 mg/ml
Amp.50 mg/cc
Haldol Tab. 2 - 5 mg
(jansen)

Govotil Tab. 2 - 5 mg
(Guarian-
pharmacia)
Lodomer Tab. 2 - 5 mg
(Mersifarma) Amp. 5 mg/cc
Haldol decanoas Amp. 50mg/cc
(Janssen)
3. Diphenil- Pimozide Orap forte Tab. 4 mg 2 – 4 mg/hari
buthilpiperidine (janssen)

II. ANTIPSIKOSIS ATIPIKAL


1. Benzamide Supiride Dogmatil Foerte Tab. 200mg 300 - 600mg/h
(Delagrange) Amp. 100mg/2cc 3 - 6 amp/hari
IM
2. Dibenzodiazapine Clozapine Clozaril Tab. 25 – 100 mg 25-100mg/hari
(Novartis)
Sizoril Tab. 25-100mg
(Meprofarm)
Olanzapine Ziprexa Tab. 5-10mg 10-20mg/hari
Quetiapine Seroquel Tab. 25 – 100 50-100mg/hari
(Astra Zeneca) - 200mg
Zotepine Lodopin Tab. 25 - 50mg 75-100mg/hari
(Kalbe Farma)
3. Benzisoxxazole Risperidone Risperidone Tab. 1 - 2 - 3mg - PO:
(Dexamedica) 2 – 6 mg/hari
Risperdal Tab. 1 - 2 - 3mg - IM :
(Janssen)
Risperdal consta Vial 25 - 50mg/cc
Neripros Tab. 1 - 2 - 3mg
(Pharos)
Persidal Tab. 1 - 2 - 3mg
(Mersifarma)
Rizodal Tab. 1-2-3mg
(Guardian-
pharmatama)
Zopredal Tab. 1-2-3mg
(Kalbefarma)
Aripiprazole Abilify (Otsuka) Tab. 5 – 10 – 15 10- 15 mg/hari
mg

ii. Mekanisme Kerja

Sindrom psikosis terjadi berkaitan dengan aktivitas neurotransmitter Dopamine


yang mengikat. (Hiperreaktivitas sistem dopaminergik sentral). Mekanisme kerja obat
anti-psikosis tipikal adalah memblokade Dopamine pada reseptor pasca-sinaptik neuron
di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (dopamine D2 receptor
antagonist). Sedangkan obat anti-psikosis yang baru (atipikal) disamping berafinitas
terhadap “Dopamine D2 Receptors”, juga terhadap “Serotonine 5 HT Receptors”
(Serotonine-dopamine antagonist).

iii. Cara Penggunaan

Umumnya dikonsumsi secara oral, yang melewati “first-pass metabolism” di


hepar. Beberapa diantaranya dapat diberikan lewat injeksi short-acting Intramuscular
(IM) atau Intra Venous (IV), Untuk beberapa obat anti-psikosis (seperti haloperidol dan
flupenthixol), bisa diberikan larutan ester bersama vegetable oil dalam bentuk “depot” IM
yang diinjeksikan setiap 1-4 minggu. Obat-obatan depot lebih mudah untuk dimonitor.
Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan
efek samping obat. Penggantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalennya. Apabila obat
psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis optimal setelah jangka
waktu memadai, dapat diganti dengan obat anti-psikosis lainnya. Jika obat anti-psikosis
tersebut sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya dapat ditolerir dengan
baik, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Dalam pemberian dosis, perlu
dipertimbangkan:

 Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu

 Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam

 Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)

 Dosis pagi dan malam berbeda untuk mengurangi dampak efek samping, sehingga
tidak menganggu kualitas hidup pasien

Mulailah dosis awal dengan dosis anjuran  dinaikkan setiap 2-3 hari  hingg
dosis efektif (sindroma psikosis reda)  dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu
dinaikkan  dosis optimal  dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) 
diturunkan setiap 2 minggu  dosis maintenance  dipertahankan selama 6 bulan – 2
tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu  tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4
minggu)  stop.

Untuk pasien dengan serangan Sindrom Psikosis yang ”multiepisode”, terapi


pemeliharaan (maintenance) diberikan paling sedikit selama 5 tahun. Pemberian yang
cukup lama inidapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5-5 kali. Pada umumnya
pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun
setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali.

Obat anti-psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun
diberikan dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan sangat kecil. Jika
dihentikan mendadak timbul gejala cholinergic rebound, yaitu: gangguan lambung, mual,
muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain dan akan mereda jika diberikan
anticholinergic agents (injeksi sulfas atropine 0,25 mg IM dan tablet trihexylfenidil 3x2
mg/hari). Obat anti-psikosis parenteral berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit
teratur makan obat atau tidak efektif dengan medikasi oral
iv. Efek Samping

Satu penyamarataan tentang efek merugikan dari antipsikosis adalah bahwa obat
potensi rendah menyebabkan efek samping yang paling non-neurologis dan obat potensi
tinggi menyebabkan efek samping yang paling neurologis.

 Efek Samping Non-neurologis


- Gangguan otonomik (penghambatan adrenergik: hipotensi ortostatik, efek
antikolinergik perifer/parasimpatolitik: mulut kering, kesulitan miksi, dan
defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, TIO meningkat, gangguan irama
jantung).
- Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynecomastia), metabolik (jaundice),
hematologik (agranulositosis), biasanya untuk pemakian jangka panjang.
 Efek Samping Neurologis
- Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akatisia, tardive dyskinesia, sindrom
parkinson: tremor, bradikinesia, rigiditas).
- Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja
psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).
- Efek antikolinergik sentral (agitasi berat, disorientasi terhadap waktu, personal,
dan tempat, halusinasi, kejang, demam tinggi, dilatasi pupil. Stupor dan koma
juga dapat timbul)
- Efek epileptogenik (perlambatan dan peningkatan sinkronisasi EEG yang
menyebabkan penurunan ambang kejang)

Anda mungkin juga menyukai