TINJAUAN PUSTAKA
Obat antipsikotik adalah obat-obatan yang menghambat reseptor dopamine tipe 2 (D2).
Indikasi utama untuk pemakaian obat adalah terapi skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya
Obat yang digunakan untuk psikosis memiliki banyak sinonim antara lain antipsikotis,
neuroleptik, mayor tranquillizers, dan ataractics antipsychotics. Antipsikotik digunakan untuk
mengatasi gejala akibat gangguan mental yang berat seperti skizofrenia, gangguan delusional,
gangguan afektif berat dan gangguan psikosis organik. Antipsikosis konvensional umumnya
dapat mengurangi gejala positif, seperti: halusinasi, waham, tidak kooperatif, dan gangguan alam
berpikir seperti loncat pikir/flight of ideas maupun inkoherensi. Gejala positif skizofrenia
tersebut bereaksi secara lebih responsif terhadap obat antipsikotik, sedangkan gejala negatifnya
seperti: afek yang datar, apatis, anhedonia, dan blokade diri ternyata lebih sulit diatasi. Namun,
saat ini sudah ditemukan derivat baru untuk mengatasi gejala negatif tersebut. Obat-obatan ini
dikelompokkan dalam antipsikotik aspesifik.1
1
sederhana dengan membaginya menjadi antipsikotik generasi I (APG-I) untuk obat-obat
golongan antagonis Dopamin (DA) dan antipsikotik generasi II (APG-II) untuk obat-obat
golongan serotonin dopamin antagonis (SDA).
No Nama obat
1 Antipsikotik tipikal :
- Phenothiazine
Rantai aliphatic : chlorpromazine
Rantai piperazine : perphenazine, trifluoperazine, fluphenazine
Rantai piperidine : thioridazine
- Butyrophenone : Haloperidol
- Diphenyl-butyl-piperidine : pimozide
2 Antipsikotik atipikal :
- Benzamide : sulpiride
- Dibenzodiazepin : clozapine, olanzapine, quetiapine, zotepine
- Benzisoxazole : risperidon, aripiprazole
2
Amp 50mg/cc 50 mg (im) setiap 2-4 minggu
3 Perphenazine Tab 2-4-8 mg 12-24 mg/h
4 Fluphenazine Tab 2,5-5 mg 10-15 mg/h
Vial 25 mg/cc 25 mg(im) setiap 2-4 minggu
5 Trifluoperazine Tab 1-5 mg 10-15 mg/h
6 Thioridazine Tab 50-100 mg 150-300 mg/h
7 Sulpiride Amp 100mg/2cc 3-6 amp/h
Tab 200 mg 300-600mg/h
8 Pimozide Tab 4 mg 2-4 mg/h
9 Risperidone Tab 1-2-3 mg 2-6 mg/h
Vial 25 mg/cc 25-50 mg(im) setiap 2 minggu
Vial 50 mg/cc
10 Clozapine Tab 25-100 mg 25-100mg/h
11 Quetiapine Tab 25-100 mg 50-400 mg
200 mg
12 Olanzapine Tab 5-10mg 10-20 mg/h
13 Zotepine Tab 25-50 mg 75-100 mg/h
14 Aripiprazole Tab 10-15 mg 10-15 mg/h
Obat antipsikotik yang ada di pasaran saat ini, dapat di kelompokkan dalam dua
kelompok besar yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi kedua
(APG II). Antipsikotik generasi pertama mempunyai cara kerja dengan memblok reseptor D 2
khususnya di mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut juga dengan
Antagonist Reseptor Dopamin (ARD) atau antipsikotik konvensional atau tipikal.Dapat
menurunkan gejala positif hingga 60-70% dan hanya sedikit berpengaruh pada gejala negative.1,5
3
Dopamin merupakan neurotransmitter yang disekresikan oleh neuron-neuron yang
berasal dari substansia nigra di batang otak. Neuron-neuron ini terutama berakhir pada region
striata ganglia basalis. Pengaruh dopamin biasanya bersifat inhibisi. Pada skizofrenia diduga
terjadi produksi dopamin yang berlebihan akibat sekresi dari sekelompok neuron proyeksi
dopamine. Neuron-neuron ini menghasilkan system dopaminergik mesolimbik yang menjulurkan
serabut-serabut saraf dan sekresi dopamine ke bagian medial dan anterior dari sistem limbik,
khususnya ke dalam hipokampus, amigdala, nukleus kaudatus anterior dan sebagian lobus
prefrontalis. Semua ini merupakan pusat-pusat pengatur tingkah laku yang sangat berpengaruh.
Dengan menggunakan antipsikotik tipikal dianggap mampu mengurangi efek produksi dopamin
yang berlebihan. Potensi antipsikotik untuk menurunkan gejala psikotik sangat berhubungan
dengan afinitas obat tersebut dengan reseptor D2. Antipsikotik tipikal bekerja mengurangi
produksi dopamine yang berlebihan dengan cara menghambat atau mencegah dopamine endogen
untuk mengaktivasi reseptor.5,8
4
Antipsikotik selain menyebabkan terjadinya blokade reseptor D2 pada keempat jalur
dopamine, juga menyebabkan terjadinya blokade reseptor kolinergik muskarinik sehingga timbul
efek samping antikolinergik berupa mulut kering, pandangan kabur, konstipasi dan kognitif
tumpul. Reseptor histamin (H1) juga terblok sehingga timbul efek samping mengantuk dan
meningkatkan berat bdan. Selain itu antipsikotik juga memblok reseptor alfa1 adrenergik
sehingga dapat menimbulkan efek samping pada kardiovaskuler berupa hipotensi ortostatic,
mengantuk, pusing, dan tekanan darah menurun.2,8
5
10
6
penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan penambahan berat badan. Kombinasi dari
semua efek samping tersebut akan sangat mungkin mempengaruhi kualitas-kualitas hidup pasien
dan keinginan mereka untuk melanjutkan dan mematuhi terapi .1,2,3
7
sebaiknya pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun dilakukan pemeriksaan EKG serta
pemberian serum potassium dan magnesium.1
8
Purpura trombositopenia, anemia hemolitik, atau pansitopenia kadang-kadang dapat terjadi
pada pasien yang diobati dengan antipsikotik. 1
5. Efek Endokrin
Penghambatan reseptor dopamine pada saluran tuberinfundibular menyebabkan
peningkatan sekresi prolaktin, yang dapat menyebabkan pembesaran payudara, galaktorea,
impotensi pada laki-laki, dan amenore serta penghambatan orgasme pada wanita. Untuk
mengatasi efek samping tersebut dapat dilakukan penggantian obat antipsikotik yang
diberikan. Pada keadaan impotensi sebagai efek obat dapat diberikan bromokriptin. Untuk
gangguan pada orgasme maupun penurunan libido dapat diberikan brompheniramine
(bromfed), ephedrine (Primatene), phenylpropanolamin (Comtrex), midrione, dan imipramin
(tofranil). Priapisme dan laporan orgasme yang nyeri juga dilaporkan, kemungkinan kedua
hal tersebut terjadi akibat aktivitas antagonis adrenergic α1. Peningkatan berat badan juga
merupakan efek endokrin yang paling sering terjadi akibat penggunaan antipsikotik tipikal.
Peningkatan berat badan nantinya akan menjadi resiko terjadinya DM tipe 2, hipertensi dan
dislipidemia. Peningkatan berat badan juga didaptkan karena adanya blok pada reseptor 5
HT2c1,5,8.
9
6. Efek Dermatologis
Dermatitis alergik dan fotosensitivitas dapat terjadi pada sejumlah kecil pasien, paling
sering terjadi pada mereka yang menggunakan antipsikotik tipikal potensi rendah, khusunya
chlorpromazine. Berbagai erupsi kulit seperti urtikaria, makulopapular, peteki, dan erupsi
edematous telah dilaporkan. Erupsi terjadi pada awal terapi, biasanya dalam minggu pertama
dan menghilang dengan spontan. Reaksi fotosensitivitas yang menyerupai proses terbakar
matahari (sunburn) yang parah juga terjadi pada beberapa pasien yang menggunakan
chlorpromazine. Pasien harus diperingatkan tentang efek tersebut, yaitu agar tidak berada
dibawah sinar matahari lebih dari 30-60 menit, dan harus menggunakan tabir surya.
Penggunaan chlorpromazine juga disertai beberapa kasus diskolorasi biru-kelabu pada kulit
pada daerah yang terpapar dengan sinar matahari. 1
10
9. Overdosis Antipsikotik
Gejala overdosis antipsikotik berupa gejala ekstrapiramidal, midriasis, penurunan
reflex tendon dalam, takikardia, dan hipotensi. Gejala overdosis yang parah adalah delirium,
koma, depresi pernapasan, dan kejang. Terapi overdosis antipsikotik harus termasuk
pemakaian arang aktif (activated charcoal), jika memungkinkan lavage lambung dapat
dipertimbangkan. Terapi kejang dengan diazepam serta hipotensi dengan norepinefrin juga
merupakan terapi overdosis antipsikotik atipikal.1
11
Perbandingan wanita dengan laki-laki yang terkena parkinsonisme akibat neuroleptik
adalah 2:1 dan dapat terjadi pada setiap usia walaupun jarang terjadi pada usia lebih dari 40
tahun. Semua antipsikotik tipikal dapat menyebabkan gejala parkinsonisme, khususnya obat
potensi tinggi dengan aktivitas antikolinergik yang rendah.Penghambatan transmisi
dopaminergik dalam traktus nigrostriatal adalah penyebab dari parkinsonisme akibat
neuroleptik. 1
Gangguan berupa parkinsonisme ini dapat diobati dengan pemberian obat
antikolinergik, amantadine atau diphenhydramine. Antikolinergik harus dihentikan setelah
4-6 minggu untuk menilai apakah pasien telah mengembangkan suatu toleransi terhadap
efek parkinsonisme sebab kira-kira 50% pasien dengan parkinsonisme akibat neuroleptik
dapat meneruskan terapi.Pemberian anti Parkinson seperti levodopa lebih baik jangan
diberikan karena akan memperbuuk gejala psikotiknya.1,3,8
Pada pasien lanjut usia, setelah antipsikotik dihentikan, gejala parkinsonisme dapat
terus berjalan sampai 2 minggu dan bahkan sampai 3 bulan sehingga perlu meneruskan
pemberian antikolinergik setelah menghentikan antipsikotik sampai gejala parkinsonisme
pulih sepenuhnya. 1
12
paling sering disebabkan oleh antipsikotik potensi tinggi IM. Mekanisme kerja diperkirakan
merupakan suatu hiperaktivitas dopaminergik di ganglia basalis yang terjadi jika kadar
antipsikotik dalam SSP mulai menurun diantara pemberian dosis. 1,3,8
Profilaksis dengan antikolinergik atau obat yang berhubungan biasanya mencegah
berkembangnya distonia, walaupun risiko terapi profilaksis melebihi manfaatnya. Terapi
dengan antikolinergik IM atau diphenhydramine IV atau IM (50 mg) hampir selalu
menghilangkan gejala. Diazepam (10 mg IV), amobarbital (Amytal), caffeine sodium
benzoate dan hipnosis dilaporkan juga efektif. 1,3
3. Sindrom Neuroleptik Maligna
Sindrom neuroleptik maligna adalah komplikasi yang membahayakan yang dapat
terjadi setiap waktu selama pemberian terapi antipsikotik.Hal ini dapat terjadi karena reaksi
idiosinkrasi terhadap obat psikotik khususnya pada long acting.1
Gejala motorik dan perilaku adalah rigiditas otot dan distonia, akinesia, mutisme,
obtundasi, dan agitasi. Gejala otonomik adalah hiperpireksia, berkeringat dan peningkatan
kecepatan denyut nadi dan tekanan darah. Temuan laboratorium adalah peningkatan hitung
sel darah putih, kreatinin fosfokinase, enzim hati, mioglobin plasma, dan mioglobinuria,
kadang-kadang disertai dengan gagal ginjal. 1,3
Untuk pengobatan segera hentikan anti psikotik dan berikan perawatan suprotif dan
berikan obat dopamine agonist (bromokriptin 7,5-60 mg/h 3x sehari, l-dopa2x 100 mg/h atau
amantadine 200 mg/h). Menurut kepustakaan lain, pengobatan dengan datrolene juga efektif
dengan dosis 0,8-2,5 mg/kgbb, setiap 6 jam iv, apabila gejala berkurang diberikan oral
dengan dosis 100-200 mg/hari dapat ditambahkan bromocriptin dengan dosis 20-30 mg/hari
dalam 4x pemberian, terapi berlangsung selama 5-20 hari, bila pada penanganan SNM
membaik maka pengobatan anti psikotik dapat dilanjutkan kembali.1,3
4. Efek Epileptogenik
Pemberian antipsikotik ternyata menyebabkan perlambatan dan peningkatan
sinkronisasi EEG. Efek tersebut merupakan mekanisme dimana antipsikotik menurunkan
ambang kejang. Chlorpromazine dan antipsikotik potensi rendah lain diperkirakan lebih
epileptogenik dibandingkan obat potensi tinggi. 1,3,5
5. Sedasi
13
Sedasi terutama merupakan akibat dari penghambatan reseptor dopamine tipe-1.
Chlorpromazine adalah antipsikotik yang paling menimbulkan sedasi. Memberikan dosis
antipsikotik harian sebelum tidur biasanya menghilangkan masalah dari sedasi, dan toleransi
untuk efek merugikan tersebut dapat terjadi. 1,2
6. Efek Antikolinergik Sentral
Gejala aktivasi antikolinergik sentral adalah agitasi parah; disorientasi terhadap
waktu, orang dan tempat; halusinasi; kejang; demam tinggi; dilatasi pupil. Stupor dan koma
dapat timbul. Terapi toksisitas antikolinergik adalah pertama menghentikan obat penyebab
dan pemberian anticholinergic agents seperti injeksi sulfas atropine 0,25 mg(im), tablet
trihexyphenidyl 3x2mg/hari. Hal ini juga dapat terjadi bila pengehntian mendadak dari
antipsikotik. 1,3
APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis (SDA) atau
antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi antara serotonin dan
dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang menyebabkan efek samping EPS lebih
rendah dan sanagat efektif untuk mengatasi gejala negatif. Perbedaan antara APG I dan APG II
adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D 2 sedangkan APG II memblok secara bersamaan
reseptor serotonin (5HT2A) dan reseptor dopamin (D2). APG yang dikenal saat ini adalah
clozapine, risperidone, olanzapine, quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole. Saat ini
antipsikotik ziprasidone belum tersedia di Indonesia. 1,3,6
11
14
1. Mesokortikal Pathways
APG II dapat memperbaiki gejala negatif jauh lebih baik dibandingkan APG I karena di
jalur mesokortikal reseptor 5HT2A jumlahnya lebih banyak dari reseptor D2, dan APG II lebih
banyak berkaitan dan memblok reseptor 5HT 2A dan sedikti memblok reseptor D2 akibatnya
dopamin yang di lepas jumlahnya lebih banyak, karena itu defisit dopamin di jalur mesokrtikal
berkurang sehingga menyebabkan perbaikan gejala negatif skizofrenia.1,6,8
2. Mesolimbik Pathways
APG II di jalur mesolimbik, antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan antagonis D2 di
jalur tersebut. jadi antagonsis 5HT2A tidak dapat mempengaruhi blokade reseptor D2 di
mesolimbik, sehingga blokade reseptor D2 menang. Hal ini yang menyababkan APG II dapat
memperbaiki gejala positif skizofrenia. Pada keadaan normal serotonin akan menghambat
pelepasan dari dopamin.1,6
3. Tuberoinfundibular Pathways
APG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT2A dapat mengalahkan
antagonis reseptor D2. Hubungan antara neurotransmiter serotonin dan dopamin sifatnya
antagonis dan resiprokal dalam kontrol sekresi prolaktin dari hipofise. Dopamin akan
menghambat pengelepasan prolaktin, sedangkan serotonin menigkatkan pelepasan prolaktin.
Pemberian APG II dalam dosis terapi akan menghambat reseptor 5HT 2A sehingga menyebabkan
pelepasan dopamin menigkat. Ini mengakibatkan pelepasan prolaktin menurun sehingga tidak
terjadi hiperprolaktinemia.1,6
15
4. Nigrostriatal Pathways
1. APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil dibandingkan APG I, umunya pada dosis
terapi sangat jarang terjadi EPS.
2. APG II dapat mengurangi gejala negatif dari skzofrenia dan tidak memperburuk gejala
negatif seperti yang terjadi pada pemberian APG II.
3. APG II menurunkan gejalan afektif dari skizofrenia dan sering digunakan untuk
pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang resisten.
4. APG II menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan penyakit Alzheimer.1,6
Keuntungan yang didapatkan dari pemakaian APG II selain efek samping yang minimal
juga dapat memperbaiki gejala negatif, kognitif dan mood sehingga mengurangi
ketidaknyamanan dan ketidakpatuhan pasien akibat pemakian obat antipsikotik.
Pemakaian APG II dapat meningkatkan angka remisi dan menigkatkan kualitas hidup
penderita skizofrenia karena dapat mengembalikan fungsinya dalam masyarakat.3
RISPERIDONE
Risperidone merupakan obat APG II yang kedua diterima oleh FDA (Food and Drug
Administration) sebagai antipsikotik setelah clozapine. Absorpsi risperidone di usus tidak di
pengaruhi oleh makanan dan efek terapeutik nya terjadi dalam dosis rendah, pada dosis tinggi
dapat terjadi EPS. Pemakaian risperidone yang teratur dapat mencegah terjadinya kekambuhan
dan menurunkan jumlah dan lama perawatan sehingga baik digunakan dalam dosis
pemeliharaan.1
Risperidone dapat memperbaiki skizofrenia yang gagal di terapi dengan APG I tetapi
hasil pengobatannya tidak sebaik clozapine. Obat ini juga dapat memperbaiki fungsi kognitif
tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga pada penderita demensia misalnya demensia Alzheimer.
16
Metabolisme risperidone sebagian besar terjadi di hati oleh enzim CYP 2D6 menjadi 9-
hydroxyrisperidone dan sebagian kecil oleh enzim CYP 3A4. Hydroxyrisperiodne mempunyai
potensi afinitas terhadap reseptor dopamin yang setara dengan risperidone. Eksresi terutama
melalui urin. Metabolisme risperiodne dihambat oleh antidepresan fluoxetine dan paroxetine,
karena antidepresan ini menghambat kerja dari enzim CYP 2D6 dan CYP 3A4 sehingga pada
pemberian bersama antidepresan ini, maka dosis risperidone harus dikurangi untuk
meminimalkan timbulnya efek samping dan toksik. Metabolisme obat ini dipercepat bila
diberikan bersamaan carbamazepin, karena menginduksi CYP 3A4 sehingga perlu peningkatan
dosis risperidone pada pemberiaan bersama carbamazepin disebabkan konsentrasi risperidone di
dalam plasma rendah. 1,3,7
Indikasi :
- Skizofrenia akut dan kronik dengan gejala positif dan negatif.
- Gejala afektif pada skizofrenia (skizoafektif).1,8
Dosis :
- Hari 1 : 1 mg, hari 2 : 2mg, hari 3 : 3 mg.
- Dosis optimal 2- 6 mg / hari dengan 2 x pemberian.
- Dosis anjuran 25-50mg (im) setiap 2 minggu.
- Sediannya tab 1-2-3 mg. vial 25 mg, 50 mg/cc
- Umunya perbaikan mulai terlihat dalam 8 minggu dari pengobatan awal, jika belum
terlihat respon perlu penilaian ulang.
- Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral.1,3
17
- Konstipasi
- Takikardi
CLOZAPINE
Merupakan APG II yang pertama dikenal, kurang menyebabkan timbulnya EPS, tidak
menyebabkan terjadinya tardice dyskinesia dan tidak terjadi peningkatan dari prolaktin.
Clozapine merupakan gold standard pada pasien yang telah resisten dengan obat antipsikotik
lainnya. Profil farmakoligiknya atipikal bila dibandingkan dengan antipsikotik lain.
Dibandingkan terhadap psikotropik yang lain, clozapine menunjukkan efek dopaminergik
rendah, tetapi dapat mempengaruhi fungsi saraf dopamin pada sistem mesolimbik-mesokortikal
otak, yang berhubungan dengan fungsi emosional dan mental yang lebih tinggi, yang berbeda
dari dopamin neuron di daerah nigrostriatal (darah gerak) dan tuberoinfundibular (daerah
neruendokrin). 1
Clozapine efektif untuk menggontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang
positif (iritabilitias) maupun yang negatif (social disinterest dan incompetence, personal
neatness). Efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2 minggu, diikuti perbaikan secara
bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat ini berguna untuk pasien yang refrakter dan
terganggu berat selam pengobatan.1,3
Secara farmakokinetik, clozapine di absorpsi secara cepat dan sempurna pada pemberian
per oral. Kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 2 jam setelah pemberian obat, dengan
waktu paruh rata-rata 12 jam (antara 10-16 jam) sehingga pemberiannya dianjurkan 2 kali dalam
sehari. Distribusi dari clozapine dibandingkan obat antipsikotik lainnya lebih rendah. Umunya
afinitas dari clozapine rendah pada reseptor D2 dan tinggi pada reseptor 5HT2A sehingga
cenderung rendah untuk menyebabkan terjadinya efek samping EPS. 1,3,8
Dosis :1,3
- Hari 1 : 1 – 2 x 12,5 mg.
- Berikutnya ditingkatkan 25 – 50 mg / hari sp 300 – 450 mg / hari dengan pemberian
terbagi.
- Dosis maksimal 150-600 mg / hari.
- Sediaan tablet 25 mg dan 100 mg
18
- Ngantuk, lesu, lemah, tidur, sakit kepala, bingung, gelisah, agitasi, delirium.
- Mulut kering atau hipersalivasi, penglihatan kabur, takikardi, postural hipotensi,
hipertensi.
Kontra indikasi :
- Ada riwayat toksik/hipersensitif.
- Gangguan fungsi Sumsum tulang.
- Psikosis alkoholik dan psikosis toksik lainnya.
- Koma.
- Depresi SSP.
- Ganguan jantung dan ginjal berat.
- Gangguan liver.
OLANZAPINE
Merupakan derivat dari clozapine dan dikelompokkan dalam golongan
Thienobenzodiazepine. Absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan. Plasma puncak olanzapine
dicapai dalam waktu 5 jam setalah pemberian oral, sedangkan pada pemberian intramuskular
dapat dicapai setelah 15-45 menit dengn waktu paruh 31 jam (antara 21-54 jam) sehingga
pemberian cukup 1 kali sehari. 1,3
Olanzapine merupaka antagonis monoaminergik selektif yang mempunyai afinitas yang
kuat terhadap reseptor dopamin (D1-D4), serotonin (5HT2A/2c), Histamin (H1) dan α1 adrenergik.
Afinitas sedang dengan reseptor kolinergik muskarinik (M 1-5) dan serotonin (5HT3). Berikatan
lemah dengan reseptor GABAA, benzodiazepin dan β-adrenergik. Metabolisme olanzapine di
sitokrom P450 CYP 1A2 dan 2D6. Metabolisme akan meningkat pada penderita yang merokok
dan menurun bila diberikan bersama dengan antidepresan fluvoxamine atau antibiotik
ciprofloxacin. 1
Bila dibandingkan dengan clozapine, olanzapine memblok D2 lebih besar sehingga dosis
tinggi dapat menyebabkan peningkatan kadar prolactin dan efek pada EPS Olanzapine juga
agonis pada 5HT1a sehingga baik untuk antianxietas dan antidepresi. 1
Indikasi :1,3
- Sizofrenia atau psikosis lain dengan gejala positive dan negatif.
19
- Episode manik moderat dan severe.
- Pencegahan kekambuhan gangguan bipolar.
Dosis :1,3
- Dosis anjuran 10-20mg/ hari.
- Sedian tablet 5-10mg
- Untuk skizofrenia mulai dengan dosis 10 mg 1 x sehari.
- Untuk episode manik mulai dengan dosis 15 mg 1 x sehari.
- Untuk pecegahan kekambuhan gangguan bipolar 10 mg / hari.
Efek samping:
- Penigkatan berat badan
- Somnolen
- Hipotensi ortostatik berkaitan dengan blokade reseptor α1
- EPS dan kejang rendah
- Insiden tardive dyskinesia rendah
QUETIAPINE
Quetiapine merupakan antagonis reseptor serotonin (5HT1A dan 5HT2A), reseptor dopamin
(D1 dan D2), reseptor histamin (H1), reseptor adrenergik α1 dan α2. Afinitasnya lemah pada
reseptor muskarinik (M1) dan reseptor benzodiazepin. Cleareance quetiapine menurun 40% pada
penderita usia lanjut, sehinga perlu penyesuaian dosis yang lebih rendah dan menurun 30%-50%
pada penderita yang mengalami gangguan fungsi hati. Cleareance quetiapine meningkat apabila
pemberiannya dilakukan bersamaan dengan antiepileptik fenitoin, barbiturat, carbamazepin dan
antijamur ketokonazole.1,2,3
Quetiapine dapat memperbaiki gejala positif, negatif, kognitif dan mood. Dapat juga
memperbaiki pasien yang resisten dengan antipsikotik generasi pertama tetapi hasilnya tidak
sebaik apabila di terapi dengan clozapine. Pemberian pada pasien pertama kali mendapat
quetiapine perlu dilakukan titrasi dosis untuk mencegah terjadinya sinkope dan hipotensi
postural.Waktu untuk konsentrasi penuh setelah pemberian oral adalah 2 jam dengan waktu
paruh berkisar 3-5 jam, setelah 8-12 jam reseptor masih diduduki. 1
20
Dosis anjuran 50-400mg/hari dan sediaannya 25-100mg dan 200mg dan 300mg tablet XR
(50mg, 300mg dan 400mg). Efek samping obat ini yang sering adalah somnolen, hipotensi
postural, pusing, peningkatan berat badan, takikardi, dan hipertensi. 1,3
ARIPIPRAZOLE
Merupakan antipsikotik generasi baru, yang bersifat partial agonis pada reseptor D 2 dan
reseptor serptonin 5HT1A serta antagonis pada reseptor serotonin 5HT2A. Aripiprazole bekerja
sebagai dopamin sistem stabilizer artinya menghasilkan signal transmisi dopamin yang sama
pada keadaan hiper atau hipo-dopaminergik karena pada keadaan hiperdopaminergik
aripiprazole afinitasnya lebih kuat dari dopamin akan mengeser secara kompetitif
neurotransmiter dopamin dan berikatan dengan reseptor dopamin. Pada keadaan
hipodopaminergik maka aripiprazole dapat menggantikan peran neurotransmiter dopamin dan
akan berikatan dengan reseptro dopamin. 3,7,8
Aripiprazole di metabolisme di hati melaui isoenzim P450 pada CYP 2D6 dan CYP 3A4,
menjadi dehydro-aripiprazole. Afinitas dari hasil metabolisme ini mirip dengan aripiprazole pada
reseptor D2 dan berada di plasma sebesar 40% dari keseluruhan aripiprazole. Waktu paruh
berkisar antara 75-94 jam sehingga pemberian cukup 1 kali sehari. Absorpsi aripiprazole
mencapai konsentrasi plasma ouncak dalam waktu 3-5 jam setelah pemberian oral. Aripiprazole
sebaiknya diberikan sesudah makan, terutama pada pasien yang mempunyai keluhan dispepsia,
mual dan muntah.3,7
Indikasi : Skizofrenia.
Dosis : dosis anjuran 10—15mg/hari dan sedian tablet (5mg, 10mg dan 15mg). Pemberuannya
dapat 10 atau 15 mg 1 x sehari.
Efek samping :
- Sakit kepala.
- Mual, muntah.
- Konstipasi.
- Ansietas, insomnia, somnolens.
- Akhatisia.
21
2.3 Interaksi Obat
Antipsikosis + Antipsikosis lain = potensi efek samping obat dan tidak ada bukti lebih
efektif (tidak ada sinergis antara 2 obat anti-psikosis). Misalnya, Chlorpromazine +
Reserpine = potensiasi efek hipotensif.3
Antipsikosis + Antidepresan trisiklik = efek samping antikolinergik meningkat (hati-hati
pada pasien dengna hipertrofi prostat, glaukoma, ileus, penyakit jantung).3
Antipsikosis + anti-anxietas = efek sedasi meningkat, bermanfaat untuk kasus dengan
gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute adjunctive therapy).3
Antispikosis + ECT = dianjurkan tidak memberikan obat anti-psikosis pada pagi hari
sebelum ECT (Electro Convulsive Therapy) oleh karena angka mortalitas yang tinggi.3
Antipsikosis + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun, kemungkinan serangan
kejang meningkat, oleh karena itu dosis antikonvulsan harus lebih besar (dose-related).
Yang paling minimal menurunkan ambang kejang adalah obat anti-psikosis Haloperidol.3
Antipsikosis + Antasida = efektivitas obat antu-psikosis menurun disebabkan gangguan
absorpsi.3
22
Zotepine 50 75 - 100 + + +
Sulpiride 200 200 - 1600 + + +
Risperidone 2 2 - 9 + + +
Quetiapine 100 50 - 400 + + +
Olanzapine 10 10 - 20 + + +
Aripiprazole 10 10 - 20 + + +
Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan
efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.3
Apabila obat anti-psikosis tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah
optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat anti-psikosis lain
(sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalen-nya, dimana profil
efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti-psikosis sebelumnya, jenis obat anti-
psikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek samping-nya,
dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.
Apabila gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, hipobulia, isi pikiran miskin) lebih
menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau, perilaku tak terkendali)
pada pasien Skizofrenia, pilihan obat antipsikosis – atipikal perlu dipertimbangkan.
Khususnya pada penderita Skizofrenia yang tidak dapat mentolerir efek samping
ekstrapiramidal atau mempunyai risiko medik dengan adanya gejala ekstrapiramidal
(neuroleptic induced medical complication).3
23
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping (dosis
pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup
pasien.
Mulai dengan “dosis awal” sesuai dengan “dosis anjuran”, dinaikkan setiap 2-3 hari
sampai mencapai “dosis efektif” (mulai timbul peredaran Sindrom Psikosis)
dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan “dosis optimal” dipertahankan
sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu “dosis maintenance”
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi “drug holiday” 1-2 hari/minggu)
tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop.
24
antiparkinson, bila sudah tiba waktu penghentian obat, obat antipsikosis dihentikan lebih dahulu,
kemudian baru menyusul obat antiparkinson.
BAB III
KESIMPULAN
25
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s synopsis of psychiatry : Behavioral
sciences/clinical psychiatry.10 th edition. Philadelphia : Lippincott Williams and
WOLTERS Kluwer business.2007.Bab 13.Schizophrenia.;p.467-97.
2. Muslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.Edisi ketiga. Jakarta :
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.Bab 3. Penggolongan obat
psikotropik; p.10-11.
3. Muslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.Edisi ketiga. Jakarta :
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.Bab 3. Obat antipsikosis; p.14-22.
4. Stahl SM. Psychopharmacology of Antipsychotic.United Kingdon : Martin Dunitz
Ltd.1999.Bab 4.Conventional Antipsychotic: the classical neuroleptics;p.35-47.
5. Stahl SM. Psychopharmacology of Antipsychotic.United Kingdon : Martin Dunitz
Ltd.1999.Bab 5.Atypical Antipsychotic and Seotonine-Dopamine Antagonism;p.50-62.
6. Stahl SM. Psychopharmacology of Antipsychotic.United Kingdon : Martin Dunitz
Ltd.1999.Bab 6. Beyond the serotonine-dopamine antagonism concept : how individual
atypical antipsychotic differ;p.63-96.
7. Ebert MH, Loosen PT, Nurcombe B. Current Diagnosis & Treatment in
PSYCHIATRY.Singapore : McGraw-Hill Book.2000.Bab III.Syndrome and their
treatments in adult psychiatric : schizophrenia and other psychotic disorders; p.260-89.
26
8. Psychopharmacology Institute. First Generation of Antipsychotic. Accessed on : 3
November 2014. Available at :
http://psychopharmacologyinstitute.com/antipsychotics/first-generation-antipsychotics/
9. Medlibes online medical library. Dopamine Pathways. Accessed on : 3 November
2014.Available at : http://medlibes.com/entry/dopamine-pathways
10. Episodes Self-Negotiated Unit: Side Effects of Atypical Antipsychotic Drugs..Accessed
on 3 November 2014.Available at : http://followpics.co/episodes-self-negotiated-unit-
side-effects-of-atypical-antipsychotic-drug
27