Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

ILMU KESEHATAN JIWA

Obat Anti Ansietas

Oleh:
Samiyah

122011101060

Jasmine Fachrunnisa

122011101001

Dokter Pembimbing:
dr. Alif Mardijana, Sp.KJ
Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya
SMF Psikiatri di RSD dr.Soebandi Jember

LAB/SMF PSIKIATRI RSD DR. SOEBANDI JEMBER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER

2016

REFERAT

disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF/Lab. Psikiatri RSD dr. Soebandi Jember

Oleh:

Samiyah

122011101060

Jasmine Fachrunnisa

122011101001

Dokter Pembimbing:

dr. Alif Mardijana, Sp. KJ

SMF/LAB. PSIKIATRI RSD dr. SOEBANDI JEMBER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

BAB I
PENDAHULUAN

Terapi obat dan terapi organik terhadap gangguan mental dapat


didefinisikan sebagai suatu usaha untuk memodifikasi atau mengkoreksi perilaku,
pikiran, atau mood yang patologis dengan zat kimia atau cara fisik lainnya.
Hubungan antara keadaan fisik dan otak sangat kompleks dan tidak dimengerti
seluruhnya. Tetapi berbagai parameter perilaku normal dan abnormal seperti
persepsi, afek dan kognisi mungkin dipengaruhi oleh perubahan fisik dalam
sistem saraf pusat (seperti penyakit serebrovaskular, epilepsi, obat yang legal dan
obat terlarang).[1]
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara
selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap
aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang
berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien.[1]
Psikotropik adalah obat yang mempengaruhi fungsi perilaku, emosi, dan
pikiran yang biasa digunakan dalam bidang psikiatri atau ilmu kedokteran jiwa.
Sedangkan psikofarmakologi dalah ilmu yang mempelajari kimiawi, mekanisme
kerja serta farmakologi klinik dari psikotropik. Psikofarmakologi berkembang
dengan pesat sejak ditemukannya reserpin dan klorpromazin yang ternyata efektif
untuk mengobati kelainan psikiatrik. Berbeda dengan antibiotik, pengobatan
dengan psikotropik bersifat simtomatik dan lebih didasarkan atas pengetahuan
empirik. Hal ini dapat dipahami, karena patofisiologi penyakit jiwa itu sendiri
belum jelas. Psikotropik hanya mengubah keadaan jiwa pasien sehingga lebih
kooperatif dan dapat menerima psikoterapi dengan baik. Berdasarkan penggunaan
klinik, psikotropik dapat dibedakan menjadi 4 golongan yaitu antipsikosis,
antiansietas, antidepresi, dan antimania.[1]
Obat

anti

ansietas

terutama

berguna

utnuk

simtomatik

penyakit

psikoneurosis (neurosis, keluhan subjektif tanpa gangguan somatik yang nyata


dengan fungsi mental-kognitif tidak terganggu) dan berguna untuk terapi
tambahan penyakit somatic dengan ciri ansietas (perasaan cemas) dan ketegengan
mental. Ansietas didefinisikan sebagai perasaan khawatir atau ketakutan yang
ditandai dengan gejala fisik seperti palpitasi, berkeringat dan tanda-tanda stress
lainnya. Obat anti-ansietas mempunyai beberapa sinonim, antara lain psikoleptik,

transquilizer minor dan anksioliktik.Obat antiansietas disebut anxiolitika yaitu


obat yang dapat mengurang antiansietas dan patologik, ketegangan dan agitasi
obat-obat ini tidak berpengaruh pada proses kognitif dan persepsi, efek otonomik
dan ekstra piramidal tetapi menurunkan ambang kejang dan berpotensi untuk
ketergantungan obat apabila digunakan dalam dosis tinggi dan jangka panjang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anti Anxietas


1.1.1 Definisi dan golongan
Anti anxietas adalah obat obat yang digunakan untuk mengatasi kecemasan
dan juga mempunyai efek sedative, relaksasi otot, amnestic, dan antiepileptic.5
Obat antiansietas dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Golongan Benzodiazepine
2. Golongan Non-Benzodiazepin
Anti anxietas yang terutama adalah benzodiazepine. Banyak golongan obat
yang mendepresi system saraf pusat (SSP) lain telah digunakan untuk sedasi siang
hari pada pengobatan ansietas, namun penggunaannya saat ini telah ditinggalkan.
Alasannya ialah antara lain golongan barbiturate dan meprobamat, lebih toksik
pada takar lajak (overdoses). 5
Dari golongan benzodiazepine, yang dianjurkan untuk antiansietas adalah
klordiazepoksid, diazepam, oksazepam, klorazepat, lorazepam, prazepam,
alprazolam, dan halozepam. Sedangkan klorazepam lebih dianjurkan untuk
pengobatan panic disorder. 5
Selain golongan benzodiazepin dan non-benzodiazepin seperti buspiron terapi
farmakologis lain yang dapat diberikan meliputi antridepresan, hydroxyzine dan
propanolol. Efektifitas penggunaan antidepresan lebih efektif dibandingkan
penggunaan placebo.6

1.1.2 Indikasi
Indikasi Penggunaan adalah untuk mengatasi sindrom anxietas. Butir
butir diagnostik sindrom ansietas :5

Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistik terhadap 2 atau
lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman, perasaan ini menyebabkan
individu tidak mampu istirahat dengan tenang (inability to relax).
Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala
: penurunan kemampuan kerja, hububngan sosial dan melakukan kegiatan
rutin.
Terdapat paling sedikit 6 dari 18 gejala gejala berupa ketegangan
motorik seperti kedutan otot atau rasa gemetar,otot tegang/kaku/pegal
linu, tidak bisa diam, mudah menjadi lelah. Hiperaktivitas otonomik
berupa nafas pendek/terasa berat, jantung berdebar-debar, telapak tangan
basah-dingin, mulut kering, kepala pusing/rasa melayang, mual, mencret,
perut tidak enak, muka panas/badan menggigil, buang air kecil lebih
sering, sukar menelan/rasa tersumbat. Kewaspadaan yang berlebihan dan
Penangkapan berkurang (mudah terkejut/kaget, sulit konsentrasi pikiran,
sukar tidur, mudah tersinggung).

1.1.3 Mekanisme Kerja


Sindrom ansietas disebabkan hiperaktivitas dari system limbic SSP yang
terdiri

dari

dopaminergic,

noradrenergic,

serotoninnergic

neurons

yang

dikendalikan oleh GABA-ergic neurons. Mayoritas neurotransmitter yang


melakukan inhibisi di otak adalah asam amino GABA (gamma-aminobutyric acid
A). Secara selektif reseptor GABA akan membiarkan ion Chlorida masuk ke
dalam sel, sehingga terjadi hiperpolarisasi neuron dam menghambat penglepasan
transmisi neuronal. Secara umum obat obat antiansietas ini bekerja di reseptor

GABA. Benzodiazepine menghasilkan efek pengikatan terhadap reseptor GABA


tersebut.3 Anti-ansietas non benzodiazepin seperti buspirone menimbulkan efek
ansiolitik yaitu dengan bekerja sebagai agonis sebagian pada reseptor 5-HT1A.7

2.2 Alprazolam
Alprazolam merupakan salah satu dari golongan obat benzodiazepin atau
disebut juga Minor Transquillizer dimana golongan ini merupakan obat yang
paling umum digunakan sebagai anti ansietas. Alprazolam merupakan obat anti
ansietas dan anti panik yang efektif digunakan untuk mengurangi rangsangan
abnormal pada otak, menghambat neurotransmitter asam gama-aminobutirat
(GABA) dalam otak sehingga menyebabkan efek penenang.4

2.2.1 Farmakokinetik dan Farmakodinamik

Alprazolam diabsorbsi dengan baik di dalam saluran pencernaan dan bekerja


cepat dalam mengatasi gejala ansietas pada minggu pertama pemakaian.
Alprazolam memiliki waktu paruh yang pendek yaitu 12 15 jam dan efek sedasi
(mengantuk) lebih pendek dibanding benzodiazepine lainnya, sehingga tidak akan
terlalu mengganggu aktivitas. Alprazolam juga aman digunakan bagi penderita
gangguan fungsi hati dan ginjal dengan pemakaian di bawah pengawasan dokter.4

2.2.2 Mekanisme Kerja

Kegunaan obat ini terutama untuk Anti-anxietas dan anti panik. Pada saat
keadaan cemas dan panik terjadi penurunan sensitivitas terhadap reseptor 5HT1A,
5HT2A/2C, meningkatnya sensitivitas discharge dari reseptor adrenergic pada

saraf pusat, terutama reseptor alfa-2 katekolamin, meningkatnya aktivitas locus


coereleus yang mengakibatkan teraktivasinya aksis hipotalamus-pituitari-adrenal
(biasanya berespons abnormal terhadap klonidin pada pasien dengan panic
disorder), meningkatnya aktivitas metabolic sehingga terjadi peningkatan laktat
(biasanya sodium laktat yang kemudian diubah menjadi CO2(hiperseansitivitas
batang otak terhadap CO2), menurunnya sensitivitas reseptor GABA-A sehingga
menyebabkan efek eksitatorik melalui amigdala dari thalamus melalui nucleus
intraamygdaloid circuitries, model neuroanatomik memprediksikan panic attack
dimediasi oleh fear network pada otak yang melibatkan amygdale, hypothalamus,
dan pusat batang otak.4

2.2.3 Dosis dan Cara Penggunaan

Mengatasi ansietas dengan dosis 0,25-0,5 mg per oral selama 6-8 hari, bisa
ditingkatkan dalam 3-4 hari, namun tidak lebih dari 4 mg/hari. Mengatasi
gangguan panik dengan dosis 0,5 mg per oral selama 8 hari , ditingkatkan dalam
3-4 hari kurang 1mg/hari.5

2.2.4 Efek Samping


Obat ini memiliki potensi ketergantungan yang besar jika dipakai lebih dari
dua minggu. Sulit lepas ini juga disebabkan karena efek putus zat yang sangat
tidak nyaman. Belakangan karena potensi ketergantungan, toleransi dan reaksi
putus zat, obat ini sudah tidak menjadi pilihan pertama lagi sebagai obat
anticemas di Amerika Serikat, di sana lebih cenderung menggunakan
Antidepresan gol SSRI seperti Sertraline, Fluoxetine, Paroxetine (Paxil). Selain

itu ESO yang ditimbulkan SSP : depresi, mengantuk, disartria (gangguan


berbicara), lelah, sakit kepala, hiperresponsif, kepala terasa ringan, gangguan
ingatan, sedasi; Metabolisme-endokrin : penurunan libido, gangguan menstruasi;
Saluran cerna : peningkatan atau penurunan selera makan, penurunan salivasi,
penurunan/peningkatan berat badan, mulut kering (xerostomia).4

2.3 Buspirone
Buspirone merupakan contoh dari golongan azaspirodekandion yang
potensial berguna dalam pengobatan ansietas. Semua golongan obat ini
dikembangkan sebagai anti psikosis. Buspirone digunakan dalam terapi gangguan
kecemasan yang umum.8,9
2.3.1

Farmakokinetik dan Farmakodinamik

Buspirone diabsorbsi dengan baik dari saluran gastrointestinal dan tidak


dipengaruhi asupan makanan. Obat ini mencapai kadar puncak plasma dalam 60
hingga 90 menit setelah pemberian oral. Waktu paruh yang pendek (2 hingga 11
jam) memerlukan dosis 3 kali sehari.8
2.3.2

Mekanisme kerja

Berlawanan dengan benzodiazepine dan barbiturat yang bekerja pada


saluran ion klorida terkaitaminobutyric acid (GABA), buspirone tidak
memiliki efek pada mekanisme reseptor ini. Buspirone lebih bekerja sebagai
agonis atau agonis parsial pada reseptor serotonin 5-HTIA. Buspirone juga
memiliki aktivitas pada reseptor 5-HT2 dan reseptor dopamine tipe 2 (D2),

meskipun makna efek pada reseptor ini tidak diketahui. Pada reseptor D2, obat
ini memilikisifat agonis dan antagonis. Fakta bahwa buspirone memerlukan 2
hingga 3 minggu untuk menghasilkan efek terapeutik mengesankan bahwa
apapun efek awalnya, efek terapeutik buspirone dapat meliputi modulasi
beberapa neurotransmitter dan mekanisme intraneuronal.8
2.3.3

Dosis dan Cara Penggunaan

Mengatasi ansietas dengan dosis 15 30 mg/hari, yang dapat diberikan


sebanyak 3 kali sehari dengan dosis 5 mg atau 10 mg selama 2 3 minggu.9
2.3.4

Efek Samping

Efek samping buspirone yang paling lazim terjadi adalah sakit kepala, mual,
pusing, dan insomnia (jarang). Buspirone tidak disertai dengan sedasi. Beberapa
orang dapat melaporkan adanya perasaan gelisah ringan, meskipun gejala
ini dapat mencerminkan gangguan ansietas yang tidak diterapi secara utuh. Tidak
ada kematian dialporkan akibat over dosis buspirone, dan dosis letal median
(LD50) diperkirakan 160 hingga 550 kali dengan dosis harian yang dianjurkan.
Buspirone harus digunakan dengan hati-hati pada orang dengan gangguan hati
dan ginjal, perempuan hamil, dan ibu yang menyusui. Obat ini dapat digunakan
dengan aman oleh lansia.8,9
2.4 Fluoxetin
Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) merupakan grup kimia
antidepresan yang hanya menghambat ambilan serotonin secara spesifik. Berbeda
dengan antidepresan trisiklik yang menghambat tanpa seleksi ambilan-ambilan

norepinefrin, serotonin, reseptor muskarinik, H,-histaminik dan a,-adrenergik.


Dibanding dengan antidepresan trisiklik, SSRI menyebabkan efek antikolinergik
lebih kecil dan kordiotoksisitas lebih rendah. 10,11
2.4.1 Farmakokinetik dan farmakodinamik
Fluoksetin dalam terapi terdapat sebagai campuran R dan enantiomer S yang
lebih

aktif'

Kedua

senyawa

mengalami

demetilasi

menjadi

metabolit

aktif,norfluoksetin. Fluoksetin dan norfluoksetin dikeluarkan secara lambat dari


tubuh dengan waktu paruh 1 sampai 10 hari untuk senyawa asli dari 3-30 hari
untuk metabolit aktif . Dosis terapi fluoksetin diberikan oral dan konsentrasi
plasma yang mantap tercapai setelah beberapa minggu pengobatan Fluoksetin
merupakan inhibitor kuat untuk isoenzim sitokrom P-450 hati yang berfungsi
untuk eliminasi obat antidepresan trisiklik, obat neuroleptika dan beberapa obat
antiaritmia dan antagonis B-adrenergik. Sekitar 7% kulit putih tidak mempunyai
enzim P-450 sehingga metabolisme fluoksetin sangat lambat.10,11
2.4.2 Mekanisme Kerja
Meringankn gejala dengan menghambat reabsorpsi atau pengambilan kembali
serotonin oleh beberapa nervus dalam otak. Sehingga meninggalkan lebih banyak
serotonin yang tersedia sehingga dapat memperbaiki mood. SMemiliki efek
samping yang lebih ringan dibandingkan dengan antidepresan trisiklik. Obat ini
dipertimbangkan sebagai pengobatan efektif untuk mengatasi anxietas., walaupun
untuk pengobatan pada OCD memerlukan dosis yang lebih besar.12

2.4.3 Dosis dan cara penggunaan

10

Pemberian SSRI dimulai dengan dosis kecil yang ditingkatkan secara


bertahap 2-3 minggu. Reaksi optimal didapat setelah 4-6 minggu. Pada pasien
usia lanjut, disfungsi ginjal dan hepar, berikan dosis rendah.puskes dimulai degan
dosis tunggal 10 mg pada pagi hari. Reaksi klinis setelah beberapa minggu
pemberian. Dosis dapat ditingkatkan secara bertahap setelah 2 minggu pemerian
menjadi 20 mg, 40 mg dan dosis maksimal adalah 60 mg. Untuk bulimia nervosa
dosis awal 60mg/hari.10,11
2.4.4 Efek Samping
SSRI secara selektif menghambat ambilan kembali serotonin dan dapat
menyebabkan efek samping dizzines sementara, mengantuk, tremor, berkeringat,
sakit kepala, mulut kering, diare, mual, muntah, penurunan berat badan
(sementara), di fungsikan seksual. SSRI kadang-kadang juga memyebabkan
efeksamping insomnia (fluoxetin), somnolen atau mengantuk berat (paroxetin),
diare (sertralin). Pada minggu pertama terapi dengan SSRI, sering menimbulkan
gejala cemas, gelisah, insomnis, dan gangguan pada pencernaan. Apabila tidak
dijelaskan kepada pasien bahwa gejala tersebut akan menghilang dengan
berlalunya

waktu,

pasien

sering

kali

menghentikan

obat.

Pemberian

benzodiazepin sementara (misalnya alprazolam) dapat mengurangi lama dan


beratnya gejala. 10,11

BAB III
KESIMPULAN
Memilih diantara beberapa obat yang dapat mengobati anxietas tidaklah

11

mudah. Antidepressan dan buspiron membutuhkan waktu beberapa minggu agar


bisa bekerja secara efektif, dan berbanding terbalik dengan obat golongan
benzodiazepin yang langsung bekerja efektif dengan cepat. Namun dibaik
keuntungan ini, obat golongan benzodiazepin menjadi kurang efektif jika
digunakan

untuk

jangka

panjang

dibandingkan

dengan

menggunakan

antidepresan, dan yang terpenting obat golongan benzodiazepin memiliki efek


samping neuro adaptasi dan gejala putus obat yang sangat tidak nyaman bagi
penderita. Oleh karena itu untuk penggunaan singkat dan segera menghilangkan
gejala seperti pada serangan panik dapat digunakan golongan benzodiaepin,
namun untuk jangka panjang lebih baik menggunakan non benzodiazepin maupun
SSRI. Dapat juga dilakukan pemberian golongan benzodiazepin terlebih dahulu
kemudian swicth dengan SSRI dengan cara tappering off dan pemberian
bersamaan dengan buspiron untuk menghindari eksaserbasi.

12

DAFTAR PUSTAKA

1.

DR. Rusdi Maslim S, MKes. Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan


Gangguan Terkait Stress. In: Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan
PPDGJ-III dan DSM-5. PT Nuh Jaya: Jakarta; 2013. p. 72.

2.

Hermawan, Triyoga A. Dukungan sosial keluarga pada pasien gangguan


ansietas menyeluruh di instalasi rawat jalan rumah sakit baptis kediri.
STIKES RS. Baptis Kediri 2011;4.

3.

Arozal W, Gan S. Psikotropik. In: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi,


editors. Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 5
ed; 2007. p. 161,169-171.

4.

Sweetman SC. Et.al. Martindale:The complete drug reference, 34th ed.,


Pharmaceuticall Press 2005.

5.

Dr. Rusdi Maslim S. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik ( psyhotropic


Medication). PT Nuh Jaya-Jakarta; 2007.

6.

Keller MB. The long-term clinical course of generalized anxiety disorder. The
Journal of Clinical Psychiatry 2002;63(Suppl 8):1116.

7.

Tanu, ian. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : FK UI. 2009. Hal 169171.

8.

Sadock, Benjamin. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta :
EGC. 2010. Hal 484-485.

9.

Solanki, Gaurav. Anti Anxiety Drugs. India : Jodhpur National University.


2009.

10. Gunawan SG, Setabudy R, Nafrialdi, dan Elysabeth. Farmakologi dan terapi.
Edisi ke-lima. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. 2007.
hal. 171-7

13

11. Hollister LE. Obat antidepresan. Dalam: Farmakologi dasar dan klinik.
Katzung BG. Edisi ke-enam.1998. Jakarta: EGC. hal. 467-77.
12. Anxiety and Depression Association of America. Diakses pada tanggal 30
Januari
2016
pukul
20.00
pada:
http://www.adaa.org/findinghelp/treatment/medication

14

Anda mungkin juga menyukai