Anda di halaman 1dari 15

Referat

Anti - ansietas
Bab I
Pendahuluan

Pendahuluan
Sensasi ansietas / cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Teori
psikoanalitik menghipotesiskan bahwa ansietas adalah gejala dari konflik bawah sadar yang
tidak terselesaikan. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak
menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat,
palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan
cenderung bervariasi, pada setiap orang tidak sama. Gangguan ansietas merujuk pada kondisi
patologik. Ansietas sendiri dapat sebagai gejala saja yang terdapat pada gangguan psikiatrik,
dapat sebagai sindroma pada neurosis cemas dan dapat juga sebagai kondisi normal. Ansietas
normal sebenarnya sesuatu hal yang sehat, karena merupakan tanda bahaya tentang keadaan
jiwa dan tubuh manusia supaya dapat mempertahankan diri dan ansietas juga dapat bersifat
konstruktif.
Banyak pasien dengan gangguan kecemasan mengalami gejala fisik dan biasanya
mereka akan segera mencari dokter untuk mendapatkan pertolongan. Di samping dari begitu
banyaknya prevalensi kejadian gangguan kecemasan ini, banyak yang tidak mengetahui
bahwa mereka mempunyai gangguan kecemasan.
Pengobatan yang paling efektif untuk pasien dengan kecemasan adalah pengobatan
yang mengkombinasikan psikoterapi dan farmakotrerapi. Tinjauan pustaka ini akan
membahas obat-obatan anti-ansietas secara menyeluruh sehingga lebih memahami obat-
obatan anti-ansietas dan mampu melakukan pemilihan obat anti-ansietas dalam memberikan
tatalaksana pada pasien dengan kecemasan.

1
Bab II

Tinjauan Pustaka

Anti - Ansietas
Definisi
Obat yang digunakan untuk pengobatan ansietas ialah sedatif atau obat-obat yang
secara umum memiliki sifat yang sama dengan sedatif. Anti-ansietas merupakan kelompok
obat yang digunakan terutama untuk mengatasi kecemasan dan juga biasanya memiliki efek
sedasi, amnestik, relaksasi otot, dan mengatasi kejang. Anti-ansietas diklasifikasikan secara
menyeluruh menjadi golongan benzodiazepin dan non benzodiazepin. Golongan anti-ansietas
yang termasuk non benzodiazepin, yaitu buspiron dan zolpidem, dan barbiturat.1,2

Sinonim
Psycholeptics, minor tranquillizers, anxiolytics, antianxiety drugs, ansiolitika.3

Sejarah
Awalnya alkohol digunakan sebagai zat sedatif pada masa sebelum Masehi, lalu obat
golongan bromida baru ditemukan pada abad ke 19 sebagai zat hipnotik. Barbital merupakan
obat golongan pertama dari barbiturat, ditemukan pada tahun 1903 dan fenobarbital
ditemukan pada tahun 1912. Obat-obat golongan barbiturat merupakan lini pertama untuk
pengobatan ansietas dan insomnia sampai ditemukannya benzodiazepin pada tahun 1950
akhir.4
Benzodiazepin pertama yang ditemukan adalah chlordiazepoxixed pada tahun 1959,
kemudian diazepam baru ditemukan pada tahun 1993. Sejak ditemukannya obat golongan
benzodiazepin, menyebabkan obat golongan barbiturat sudah jarang digunakan lagi sebagai
anti-ansietas dan anti-insomnia. Saat ini anti-depresan, khususnya golongan SSRIs (Selective
Serotonin Reuptake Inhibitors) juga dapat digunakan sebagai pengganti benzodiazepin
terutama untuk kasus pasien ansietas kronik dan anti-depresan yang memiliki efek sedatif,
seperti trazodone juga dapat menggantikan benzodiazepin sebagai zat sedatif.4

2
Golongan Anti-ansietas
Obat anti-ansietas dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1. Benzodiazepin
- Diazepam
- Clobazam
- Chlordiazepoxide
- Alprazolam
- Lorazepam
- Bromazepam
2. Non-Benzodiazepine
- Buspirone
- Zolpidem
3. Gliserol
- Meprobamat
4. Barbiturat
- Fenobarbital

Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan jenis obat-obatan psikoaktif yang dapat digunakan untuk
berbagai kondisi, yang salah satunya adalah gangguan cemas. Sekitar 50% hingga 94%
pasien dengan gangguan cemas di Amerika Serikat ditatalaksana dengan menggunakan obat
golongan benzodiazepin. Benzodiazepin diindikasikan untuk gangguan cemas, memberikan
efek sedatif, efek hipnosis, merelaksasikan otot, dan dapat sebagai antikonvulsan.2,5

Mekanisme Kerja (farmakodimanik)


Otak manusia terdiri dari banyak neurotransmiter yang berbeda-beda, yang
bertanggung jawab terhadap komunikasi atau penghantaran pesan antara sel-sel otak.
Neurotransmiter dapat juga memberikan efek menenangkan (tranquilizing) atau memberikan
efek eksitasi (excitatory). Ketika seseorang mengalami keadaan cemas, otak menjadi
tereksitasi dan overaktif. Neurotransmiter yang bersifat menenangkan kemudian akan
mengirimkan pesan atau sinyal ke otak untuk memperlambat aktivitas otak dan mengurangi
gejala cemas. Gamma Amino Butyric Acid A (GABA) merupakan neurotransmiter yang
memberikan efek menenangkan. Secara selektif, reseptor GABA akan membiarkan ion
klorida masuk ke dalam sel, sehingga terjadi hiperpolarisasi neuron dan menghambat

3
pelepasan transmisi neuronal (bersifat inhibisi). Benzodiazepin bekerja dengan cara
meningkatkan atau memperkuat efek dari neurotransmiter GABA, dengan cara pengikatan
spesifik terhadap reseptor GABA, memperkuat inhibisi sehingga mengurangi pelepasan
neurotransmiter terutama noradrenalin.1,5

Farmakokinetik
Berkat sifat lipofiliknya, benzodiazepine memiliki reabsorbsi di usus baik (80-90%)
dan cepat, sedangkan kadar maksimal dalam plasma tercapai dalam waktu ½ jam- 2 jam.
Klordiazepoksida, oksazepam, dan lorazepam bersifat kurang lipofilik sehingga mencapai
puncaknya dalam plasma setelah 1-4 jam. Distribusinya dalam tubuh juga baik, terutama di
otak, hati, otot jantung dan lemak.1,2,5

Jenis, Sediaan, dan Dosis Obat


Untuk jenis, sediaan dan dosis obat, lihat Tabel 1.1

Tabel 1. Jenis, sediaan dan dosis obat golongan benzodiazepin 1


Jenis Obat Sediaan Dosis per Hari Waktu Paruh (jam)
[Metabolit Aktif]
Diazepam 2 mg. 5 mg, 10 mg (tablet) 1 x 2 – 40 mg 20 – 100 [36 – 200]
10 mg (injeksi)
Klonazepam 0,5 mg, 1 mg, 2 mg (tablet) 1 x 0,5 – 2 mg 18 – 50
Alprazolam 0,25 mg, 0,5 mg, 1 mg, 2 mg 2 – 3 x 0,5 – 2 mg 6 – 12
(tablet)
Lorazepam 0,5 mg. 1 mg, 2 mg, (tablet) 1 – 2 x 0,5 – 2 mg 10 – 20
Klobazam 10 mg tablet 2 – 3 x 5 – 10 mg 12 - 60

Obat-obatan ini direkomendasikan hanya untuk penggunaan jangka pendek, yaitu 2


minggu hingga 4 minggu. Dari tabel di atas, waktu paruh yang dimaksud adalah waktu yang
diperlukam untuk mencapai konsentrasi separuh nilai puncak plasma setelah pemberian dosis
tunggal. Dalam tanda kurung adalah waktu paruh metabolitnya. Namun, perlu diperhatikan
juga variasi antar individu dapat berbeda-beda. Walaupun semua benzodiazepin memiliki
cara kerja yang hampir sama, biasanya yang dipasarkan adalah sebagai anxiolitik (anti
ansietas), atau hipnotik. Di Inggris, klobazam diindikasikan hanya untuk anti epilepsi.
Alprazolam telah banyak digunakan untuk gangguan panik, namun saat ini tidak dianjurkan
karena potensi ketergantungannya yang lebih tinggi, juga memiliki waktu paruh yang pendek,
yang menyebabkan rentan terhadap cemas berulang dan ketergantungan psikologis.1,6,7

4
Efek Samping
Efek samping yang paling utama adalah rasa mengantuk, sakit kepala, disartri, ataxia,
dan nafsu makan meningkat. Kombinasi dengan konsumsi alkohil akan meningkatkan efek
samping tersebut. Gejala lain seperti kebingungan, gemetar, dan sakit kepala. Obat golongan
ini relatif aman, hanya perlu perhatian khusus pada kemungkinan terjadinya toleransi dan
dependensi pada pemberian dosis besar dan waktu lama. Maksud dari toleransi adalah suatu
kondisi saat seseorang tidak lagi mendapat efek yang sama dari pemberian semula, sehingga
untuk mendapatkan efek yang sama dibutuhkan dosis yang lebih besar lagi. Semakin besar
dosis tentunya akan semakin sulit penghentiannya, sehingga terjadi kondisi yang disebut
sebagai dependensi. Penghentian tiba-tiba setelah terjadi dependensi dapat mengakibatkan
kegelisahan dan rasa tidak nyaman yang disebut sebagai gejala putus zat (withdrawal effect).
Untuk menghindari gejala putus zat, perlu dilakukan penghentian obat secara bertahan
(tappering off) dengan memperhatikan dosis kesetaraan zat yang digunakan. Obat ini tidak
direkomendasikan untuk ibu hamil selama trimester pertama karena memiliki efek
teratogenik.1,5-8

Interaksi
Sebelum memulai pengobatan dengan benzodiazepin, praktisi perlu menanyakan
riwayat obat lain yang sedang dikonsumsi oleh pasien. Beberapa obat dapat menyebabkan
interaksi. Obat-obatan yang tergolong antidepresan dan kontrasepsi oral, dapat menyebabkan
penumpukan obat yang membahayakan, dan dapat memperburuk efek samping
benzodiazepin. Sebaliknya, obat-obatan tertentu seperti rifampisin dan antikolvulsan seperti
karbamazepin dan fenitoin dapat mengurangi efek dari benzodiazepin. Yang paling penting
untuk diperhatikan, pasien tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi benzodiazepin bersamaan
dengan alkohol atau opioid, karena interaksi dapat mengancam nyawa.4

Golongan Non Benzodiasepine


Buspirone
Buspirone merupakan obat anti-ansietas yang baru ditemukan dan memiliki cara kerja
yang berbeda dengan obat golongan benzodiazepine. Buspirone tidak bekerja pada gamma
aminobutyric acid (GABA) dan efek dari buspirone tidak dapat diblok oleh antagonis
benzodiazepine yaitu flumazenil. Buspirone tidak memiliki efek sedatif, hipnotik, relaksan
otot, atau antikonvulsan seperti benzodiazepine dan barbiturate. Buspirone memiliki potensi

5
yang rendah untuk disalahgunakan dan tidak disertai fenomena putus zat atau hendaya
kognitif.9

Farmakodinamis
Buspirone tidak memiliki efek pada mekanisme reseptor ion klorida terkait dengan
gama-aminobutyric acid atau GABA. Buspirone lebih bekerja sebagai agonis atau agonis
parsial pada reseptor 5-HT1A. buspirone juga memiliki aktivitas pada reseptor 5-HT2dan
reseptor dopamine tipe 2 (D2), meskipun obat ini memiliki sifat agonis dan antagonis. Fakta
bahwa buspirone memerlukan 2 hingga 3 minggu untuk menghasilkan efek traupetik
mengesankan bahwa apapun efek awalnya, efek traupetik buspirone dapat meliputi modulasi
beberapa neurotransmiter dan mekanisme intraneuronal.9
Farmakokinetis
Buspirone di absorpsi dengan baik dari saluran gastrointestinal dan tidak dipengaruhi
asupan makanan. Dalam 60 sampai 90 menit setelah pemberian, obat buspirone mencapai
kadar puncak plasma. Waktu paruh pendek (2 hingga 11 jam) sehingga diperlukan dosis 3
kali sehari.

Indikasi Teraupetik
Buspirone efektif dan aman untuk tatalaksana gangguan cemas menyeluruh.
Dibandingkan dengan dengan golongan benzodiazepine, buspirone umumnya lebih efektif
untuk gejala marah dan permusuhan, dan kurang efektif untuk gejala somatik ansietas.
Keuntungan buspirone biasanya tampak pada dosis diatas 30 mg per-hari. Buspirone
memiliki beberapa keuntungan dibandingkan benzodiazepine pada penggunaan jangka
panjang, berupa tidak timbulnya gejala putus zat pada penghentian obat dan tidak
memerlukan terapi kembali ke golongan benzodiazepine bila pemberian terapi obat buspirone
dihentikan. 9
Buspirone memilik onset kerja lambat dan tidak memiliki efek euforik, hal tersebut
yang menyebabkan buspirone tidak berpotensi disalahgunakan bahkan dalam kelompok
risiko tinggi untuk perilaku adiktif.. Buspirone tidak memiliki efek segera dan memerlukan
waktu 2 sampai 4 minggu. Jika diperlukan respon segera, maka pasien dapat memulai terapi
bersamaan dengan benzodiazepine dan kemudian dihentikan setelah efek buspirone mulai
timbul.9

6
Interaksi Obat
Pemberian buspiron bersamaan dengan haloperidol menyebabkan konsentrasi
haloperidol dalam darah meningkat. Pemberian buspiron bersamaan dengan monoamine
oxidase inhibitor (MAOI) mengakibatkan episode hipertensif. Erythromycin, itraconazole,
nefazodone, dan jus anggur dapat meningkatkan konsentrasi buspirone di dalam plasma.9

Dosis dan Pedoman Klinis


Buspirone tersedia dalam tablet bergaris satu 5 dan 10 mg serta bergaris tiga 15 dan
30 mg; terapi biasanya dimulai dengan 5 mg per oral tiga kali sehari atau 7,5 mg per oral dua
kali sehari. Dosis dapat ditingkatkan 5 mg setiap 2 hingga 4 hari dari kisaran dosis biasa 15
sampai 60 mg per hari.9

Efek Samping
Buspiron memiliki efek samping umum yang ringan, yaitu sakit kepala, gelisah,
cemas, mual, kelelahan, penglihatan buram, dan eksitasi. Efek samping dari hidrokzizin
adalah mulut kering, sedasi, tremor, peningkatan nafsu makan, fatigue, pusing, dan
konstipasi. Efek samping dari propanolol adalah pusing, fatigue, bradikardi, hipotensi, efek
saluran cerna, rash, serta bronkospasme, dan gagal jantung.10

Zolpidem
Zolpidem secara umum menyerupai golongan benzodiazepin tetapi tidak memiliki
efek antikonvulsi. Efek anti-ansietas tertutup oleh efek sedasinya yang kuat. Oleh karena itu
obat ini digunakan untuk mengobati pasien yang sulit tidur (insomnia). Zolpidem memiliki
efektivitas yang sama seperti benzodiazepine dalam mempersingkat masa tidur dan
memperpanjang masa tidur.

Farmakodinamis
Zolpidem adalah obat penenang / hipnotis yang bekerja pada otak dan saraf (sistem
saraf pusat) untuk menghasilkan efek menenangkan. Ia bekerja dengan meningkatkan efek
bahan kimia alami tertentu (gamma-aminobutyric acid - GABA) dalam tubuh. Obat ini
biasanya terbatas pada periode pengobatan jangka pendek 1-2 minggu atau kurang.15

7
Farmakokinetis
Zolpidem diabsorpsi dengan cepat melalui sistem gastrointestinal dan dimetabolisme
pada hepar melalui reaksi oksidasi menjadi metabolit inaktif. Bioavailabilitas zolpidem 70%
tetapi dapat menurun bila dengan dikonsumsi bersamaan dengan makanan. Waktu paruh obat
sekitar 2 jam dan dapat lebih lama lagi apabila pasien dengan sirosis atau pada usia lanjut.

Efek Samping
Halusinasi visual dan perilaku kompleks dengan amnesia berupa sleepwalking, micro-
sleeps atau confusional arousals dapat terjadi. Sleepwalking terjadi saat korteks sedang tidur
tetapi daerah otak yang mengatur motorik tetap aktif. Micro-sleeps terjadi pada pasien yang
sangat kelelahan saat mengkonsumsi zolpidem, pasien akan tidur dengan periode amnesia
yang lama dan walaupun pasien terbangun diantara periode micro-sleeps, pasien masih dapat
melakukan aktivitas. Confusional arousal merupakan bangun dari tidur dengan gejala
amnesia, disorientasi dan otomatisasi yang menyebabkan pasien menjadi agresif dan tingkah
laku tidak patut.15

Interaksi Obat
Penggunaan zolpidem bersamaan dengan makanan dapat menurunkan bioavailabilitas
obat tersebut. 14

Derivat Barbiturat
Penggunaan barbiturat secara praktis telah disingkirkan oleh benzodiazepine,
ansiolitik lain seperti buspiron dan hipnotik zolpidem dan zaleplon. Agen yang lebih baru
memiliki potensi penyalahgunaan yang lebih rendah serta indeks terapeutik yang lebih tinggi
dari barbiturat, namun demikian, barbiturat serta obat yang bekerja serupa masih memiliki
peranan di dalam terapi gangguan jiwa tertentu. Barbiturat merupakan derivat asam barbiturat
(2,4,6 – trioksoheksa – hidropirimidin).9

Farmakodinamik
Efek utama barbiturat adalah depresi SSP. Semua tingkat sedasi dapat dicapai, mulai
dari sedasi, hypnosis, berbagai tingkat ansietas, koma, sampai kematian. Barbiturat tidak
dapat mengurangi rasa nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran, dan dosis kecil barbiturat
dapat meningkatkan reaksi terhadap rangsangan nyeri. Efek hipnotik barbiturat meningkatkan
total lama tidur dan mempengaruhi tingkatan tidur yang bergantung kepada dosis. Barbiturat

8
dapat menyebabkan depresi napas yang sebanding dengan besarnya dosis. Pemberian
barbiturat secara kronik meningkatkan jumlah protein dan lemak pada retikuloendoplasmik
hati, serta meningkatkan aktivitas glukuronil transferase dan enzim oksidase sitokrom P450.

Farmakokinetik
Barbiturat diabsorpsi dengan baik setelah pemberian peroral. Mula kerja bervariasi
antara 10-60 menit, bergantung pada zat serta bentuk formulasinya, dan dihambat oleh
adanya makanan di lambung. Pengikatan barbiturat dengan protein plasma tinggi tetapi
kelarutan didalam lemaknya bervariasi. Setiap barbiturat dimetabolisme oleh hati dan
diekskresi oleh ginjal. Waktu paruh barbiturat sekitar dari 1-120 jam. Mekanisme kerja
barbiturate melibatkan reseptor gamma aminobutiric acid (GABA).9

Efek Samping
Efek samping dari barbiturat, yaitu:1
- Hangover / After effects, merupakan residu depresi SSP setelah efek hipnotik berakhir
yang dapat terjadi beberapa hari setelah pemberian obat dihentikan. Efek residu
mungkin berupa vertigo, mual, muntah, atau diare, timbul kelainan emosional dan
fobia dapat tambah hebat.
- Eksitasi paradoksal, pemakaian ulang barbiturat lebih menimbulkan eksitasi daripada
depresi pada beberapa individu, terutama pada penderita usia lanjut dan terbelakang.
- Rasa nyeri, barbiturat sesekali menimbulkan myalgia, neuralgia, artrargia, terutama
pada penderita psikoneuritik yang menderita insomnia. Bila diberikan dalam keadaan
nyeri, dapat menyebabkan gelisah, eksitasi, dah bahkan delirium.
- Hipersensitivitas, reaksi alergi terutama terjadi pada individu yang menderita asma,
urtikaria, dan angioderma. Segala bentuk hipersensitivitas dapat terjadi, terutama
dermatosis; erupsi pada kulit terkadang disertai demam, delirium, dan kerusakan
degeneratif hati.

Indikasi Teraupetik
Penggunaan barbiturat sebagai hipnotik-sedatif telah menurun secara nyata karena
efeknya terhadap SSP kurang spesifik. Barbiturat memiliki indeks terapi yang lebih rendah
dibandingkan benzodiazepin. Toleransi terjadi lebih sering, kecenderungan disalahgunakan
lebih besar, dan banyak terjadi interaksi obat. Barbiturat masih digunakan pada terapi darurat
kejang, seperti tetanus, eklamsia, status epilepsi, perdarahan serebral, dan keracunan
konvulsan. Fenobarbital paling sering digunakan karena aktivitas antikonvulsinya, tetapi

9
mula kerja obat ini kurang cepat untuk mencapai kadar puncak di otak. Barbiturat kerja
sangat singkat masih terus digunakan sebagai anestetik IV. Barbiturat juga digunakan pada
narkoanalisis dan narkoterapi di klinik psikiatri.1

Interaksi Obat
Area utama perhatian mengenai interaksi obat adalah efek potensial tambahan depresi
pernapasan. Barbiturat harus digunakan sangat hati-hati dengan obat SSP yang diresepkan
lainnya (termasuk anti psikotik dan anti depresan) serta agen SSP yang tidak diresepkan
(contoh: alcohol). Perhatian harus juga dilakukan ketika meresepkan barbiturat pada pasien
yang mengkonsumsi obat lain yang dimetabolisme di hati, terutama obat jantung dan
antikonvulsan. Karena memiliki sensitifitas yang luas terhadap induksi enzim yang diinduksi
oleh barbiturat, seseorang tidak bisa meramalkan seberapa besar metabolisme obat yang
diberikan bersamaan akan terpengaruh. Obat-obat yang dapat ditingkatkan metabolismenya
oleh pemberian barbiturat mencakup opioid, agen antiaritmik antibiotik, antikoagulan,
antikonvulsan, antidepresan, antagonis reseptor beta-adrenergik, antagonis resptor dopamine,
kontasepsi, dan imunosupresan.9

Dosis
Terapi barbiturat harus dimulai dengan dosis rendah yang ditingkatkan untuk
memperoleh efek klinis. Barbiturate bekerja dalam 1-2 jam pemberian. Barbiturat memiliki
waktu paruh kisaran 15-40 jam dan cenderung bertumpuk dalam tubuh. Konsentrasi darah
teraupetik untuk barbiturate pada indikasi ini berkisar 15-40mg/L.9

Derivat Gliserol

Meprobamat

Obat ini pertama kali diperkenalkan sebagau antiansietas, namun saat ini juga dipakai
sebagai hipnotik sedatif dan digunakan pada penderita insomnia usia lanjut.

Farmakodinamik

Sifat farmakologi obat ini dalam beberapa hal menyerupai benzodiazepin. Tidak dapat
menimbulkan anestesi umum. Konsumsi obat ini secara tungga dengan dosis yang sangat
besar dapat menyebabkan depresi napas yang berat hingga fatal, hipotensi, syok, gagal
jantung. Meprobamat tampaknya memiliki efek analgesik ringan pada penderita nyeri tulang
otot, dan meningkatkan efek obat analgetik yang lain.

10
Farmakokinetik

Absorpsi per oral baik. Kadar puncak dalam plasma mencapai 1-3 jam. Sedikit terikat
protein plasma. Sebagian besar dimetabolisme di hati terutama secara hidroksilasi, kinetika
eliminasi dapat bergantung kepada dosis waktu paruh meprobamat dapat diperpanjang
selama penggunaan kronik. Sebagian kecil obat diekskresikan utuh lewat urin.

Efek Samping, Penyalahgunaan, dan Intoksikasi

Pada dosis sedatif, efek samping utama ialah kantuk dan ataksia; pada dosis yang
lebih besar sangat mengurangi kemampuan belajar dan koordinasi gerak, dan memperlambat
waktu reaksi. Meprobamat meningkatkan efek depresi depresan SSP lain. Gejala efek
samping lain yang mungkin timbul antara lain: hipotensi, alergi pada kulit, purpura
nontrombositopenik akut, angioderma dan bronkospasme.

Penyalahgunaan meprobamat tetap terjadi walaupun penggunaanya secara klinik telah


menurun. Gejala putus obat dapat terjadi bila obat dihentikan secara mendadak setelah
pemberian meprobamat jangka lama. Gejala yang timbul meliputi: ansietas, insomnia, tremor,
gangguan saluran cerna, dan seringkali timbul halusinasi; bangkitan umum terjadi pada kira-
kira 10% kasus.
Takar lajak ringan dengan meprobamat (kadar plasma 30-100 μg/ml) dapat
menimbulan vertigo, ataksia, stupor, dan pingsan. Kadar plasma 100-200 μg/ml
menyebabkan koma, depresi nafas, udema paru-paru, dan gagal jantung. Dosis letal
umumnya lebih besar dari 36g, dan menghasilkan kadar plasma diatas 200 μg/ml.

11
Bab III
Penutup

Kesimpulan
Obat-obatan anti-ansietas merupakan pilihan utama dalam memberikan tatalaksana
pada pasien dengan kecemasan. Secara umum, anti-ansietas digolongkan menjadi golongan
benzodiazepin dan non-benzodiazepin. Golongan non-benzodiazepin terdiri dari buspirone
dan zolpidem, dan jenis lainnya yaitu derivat gliserol (meprobamat) dan derivat barbiturate
(fenobarbital). Pemahaman dan pengetahuan yang baik mengenai berbagai mekanisme kerja,
jenis obat, sediaan obat, dosis, efek samping, serta interaksi dengan obat lain sangat penting
dalam memberikan obat-obatan ini pada pasien dengan kecemasan.

12
Daftar Pustaka

1. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku ajar psikiatri. Edisi ketiga. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2017: h. 420-2.
2. Bandelow B, Michaelis S, Wedekind D. Treatment of anxiety disorders. Dialogues in
Clinical Neuroscience. 2017; 19(2): 94-107.
3. Maslim R. Penggunaan klinis obat psikotropik. Edisi 2014. Jakarta: Unika Atma Jaya;
2014:h.40.
4. Kaplan, Sadocks. Comprehensive textbook of psychiatry. 9th Edition. USA:Lippincott
Williams & Wilkins; 2009: p.3044.
5. Nordqvsit J. The benefits and risks of benzodiazepines. Medical News Today. March
7th 2019. Downloaded from https://www.medicalnewstoday.com/articles/262809.php,
August 9th 2019.
6. Mhatt NV, Baker MJ, Jain VB, Blenenfeld D. Anxiety disorders treatment &
management. Medscape. Maret 28th 2019. Downloaded from
https://emedicine.medscape.com/ article/286227, August 9th 2019.
7. Geddes J, Price J, McKnight. Psychiatry. 4th edition. Oxford: Oxford University
Press; 2012: p. 118-20.
8. Anderson L. Benzodiazepines. Overview and use. Drugs.com. January 21st 2019.
Downloaded from https://www.drugs.com/article/benzodiazepines.html, August 9th
2019.
9. Muttaqin H, Sihombing RNE, penyunting. Skizofrenia. Dalam: Sadock BJ, Sadock
VA. Kaplan & sadock’s concise textbook of clinical psychiatry. Edisi ke-2. Jakarta:
EGC; 2010.h.484-6.
10. Patel, DR, Feucht C, Brown Kelly, Ramsay J. Pharmacological treatment of anxiety
disorders in chlidren and adolescents. A review for practitioner. Transl Pediatr. 2018;
7(1): 23-5.
11. Drugbank. Pregabalin. Drugbank. April 24th 2019. Downloaded from https://www.
drugbank.ca/drugs/DB00230, August 9th 2019.
12. Medscape. Pregabaline. Medscape. 2019. Downloaded from
https://reference.medscape. com/drug/lyrica-cr-pregabalin-343368, August 9th 2019
13. Medscape. Venflaxine. Medscape. 2019. Downloaded from
https://reference.medscape.com/drug/effexor-venlafaxine-342963, August 9th 2019.

13
14. Victorri-Vigneau C, Dailly E, Veyrac G, Jolliet P. Evidence of zolpidem abuse and
dependence: Results of the French Centre for Evaluation and Information on
Pharmacodependence (CEIP) network survey. Br J Clin Pharmacol. 2007. h. 198–209.

14

Anda mungkin juga menyukai