Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

ULTRASONOGRAFI KEHAMILAN EKTOPIK

Oleh :

dr. Wahyuridistia Marhenriyanto

Pembimbing :

dr. H. Dovy Djanas, Sp.OG (K)

Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)


Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
RSUP Dr. M. Djamil Padang
2016
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


DAFTAR TABEL ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................3
A. Definisi Kehamilan Ektopik ........................................................................3
B. Epidemiologi ...............................................................................................4
C. Patogenesis & Faktor Resiko Kehamilan Ektopik .......................................4
D. Tanda dan Gejala ..........................................................................................6
E. Lokasi Kehamilan Ektopik ...........................................................................7
1. Kehamilan Ektopik Tuba ..........................................................................8
2. Kehamilan Ektopik Interstisial (Cornu) ....................................................9
3. Kehamilan Cervix .....................................................................................9
4. Kehamilan Ovarium ................................................................................ 11
5. Kehamilan Abdominal ............................................................................12
6. Kehamilan Heterotopik ...........................................................................14
7. Kehamilan Lokasi tidak Diketahui .........................................................14
F. Definisi Ultrasonografi ...............................................................................15
G. Pemeriksaan Ultrasonografi Kehamilan Ektopik .......................................17
1. Penggunaan USG Transvaginal ..............................................................17
2. Pemeriksaan Color Doppler ....................................................................18
3. USG Kehamilan Heterotopik ..................................................................20
4. Double Decidual Sign .............................................................................22
5. Pseudosac ................................................................................................22
6. Darah pada Cavum Douglas ...................................................................24
BAB III. KESIMPULAN & SARAN ....................................................................25
A. Kesimpulan ...............................................................................................25
B. Saran .........................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................27
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria USG kehamilan servikal………………………………………………. 10


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Frekwensi kehamilan ektopik……………………………………………….. 7


Gambar 2. Lokasi 1800 kehamilan ektopik dari 10 tahun penelitian berbasis populasi... 8
Gambar 3. Kehamilan serviks…………………………………………………………… 11
Gambar 4. Kehamilan intrauterine……………………………………………………….. 18
Gambar 5. Ring of fire kehamilan ektopik………………………………………………. 19
Gambar 6. Ring of fire pada kehamilan ektopik………………………………………… 20
Gambar 7. Kehamilan heterotopic………………………………………………………. 21
Gambar 8. Dual decidual sign…………………………………………………………… 22
Gambar 9. Dual decidual sign…………………………………………………………… 22
Gambar 10. Pseudosac…………………………………………………………………… 23
Gambar 11. Pseudosac dan kehamilan ektopic………………………………………….. 24
Gambar 12. Darah intraperitoneal diatas fundus uteri…………………………………… 24
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS) FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS

Lembar Pengesahan

Nama : dr. Wahyuridistia Marhenriyanto


Semester : II (dua)
Materi : Ultrasonografi pada Kehamilan Ektopik

Telah mendapatkan bimbingan Referat Ultrasonografi pada Kehamilan Ektopik.

Padang, 23 Desember 2016

Mengetahui/Menyetujui Pembimbing Peserta PPDS 0


Obstetri & Ginekologi

(dr. H. Dovy Djanas, Sp.OG(K))


(dr. Wahyuridistia Marhenriyanto)

Mengetahui
KPS PPDS OBGIN
FK UNAND RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

(Dr. dr. H. Joserizal Serudji, Sp.OG(K))

BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan merupakan sebuah berkah bagi pasangan suami istri. Kehadiran anak adalah hal yang
ditunggu-tunggu oleh pasangan yang baru menikah. Kehamilan dianggap penting karena anak merupakan
cara seseorang melanjutkan keturunan. Masa kehamilan diharapkan berlangsung baik dan optimal, namun
tidak sedikit kehamilan mengalami kegagalan contohnya jika terjadi kehamilan di luar rahim.
Produk kehamilan berupa kantong kehamilan beserta janin normalnya berada didalam Rahim, namun
pada kondisi tertentu kehamilan dapat berkembang di tempat yang tidak seharusnya misalnya di saluran
tuba, cornu, fimbria, ovarium maupun intraabdomen. Kehamilan dengan tempat implantasi yang tidak
seharusnya mempunyai potensi besar untuk mengalami kegagalan yang mengakibatkan keguguran atau
bahkan hingga perdarahan yang mengancam keselamatan ibu.
Wanita yang sedang hamil terutama hamil muda dengan keluhan nyeri perut wajib dicurigai adanya
kehamilan diluar rahim. Gejala kehamilan di luar rahim bermacam-macam dan sering tidak jelas jika masih
berlangsung dalam periode awal, oleh karenanya diperlukan pemeriksaan yang lengkap dan teliti untuk dapat
mendeteksi kelainan ini.
Kehamilan di luar rahim pada periode awal merupakan kelainan dengan gejala minimal atau tanpa
gejala sama sekali. Kehamilan ini disebut kehamilan ektopik (KE). Kehamilan ektopik jarang terdiagnosis
sejak awal karena adanya beberapa faktor yaitu :
1. Jarang bergejala.
2. Banyak pasien tidak melakukan pemeriksaan kehamilan lengkap pada awal kehamilan terutama
pemeriksaan ultrasonografi.
3. Tidak terdiagnosis oleh dokter spesialis kebidanan saat kunjungan.
Kehamilan ektopik jika dibiarkan akan berkembang menjadi kehamilan ektopik terganggu (KET). KET
ini ditandai dengan munculnya komplikasi atau gangguan pada ibu misalnya nyeri perut, perdarahan hingga
shock hipovolemik. Jika KET ini dapat dideteksi dan diterapi secara adekuat maka pasien akan dapat
diselamatkan, namun tidak jarang pasien datang sudah dalam kondisi shock atau bahkan meninggal.
Ultrasonografi (USG) merupakan pemeriksaan penunjang atau alat diagnosis yang banyak digunakan
untuk mendiagnosis KE atau KET. Dengan menggunakan USG, dokter yang terlatih dapat mengenali
kelainan ini sejak awal dan menatalaksana pasien. Alat USG ini walaupun mahal, sudah banyak dimiliki dan
tersebar di Indonesia, namun dibutuhkan dokter spesialis yang terlatih dalam mengidentifikasi dan
mendiagnosis kasus ini.
KET merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu hamil. KE yang tidak terdiagnosis
sejak awal akan berubah menjadi KET yang mengancam nyawa ibu. Mengingat pentingnya diagnosis
KE/KET dengan USG, maka penulis mengangkatnya sebagai referat. Harapannya referat ini dapat
membekali dokter untuk dapat mengidentifikasi dini KE maupun KET sehingga dapat menekan angka
morbiditas dan mortalitas ibu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kehamilan Ektopik


Kehamilan ektopik adalah implantasi ovum yang telah dibuahi di luar cavum uteri.
Total 93% kehamilan ektopik berlokasi di tuba (Harry & Tjokorda, 2002).
Setelah terjadinya fertilisasi dan transit pada tuba falopi, normalnya blastokis
berimplantasi pada endometrial line pada kavum uteri. Implantasi selain di tempat lain
selain itu dapat dipertimbangkan sebagai kehamilan ektopik (Williams 24th ed, 2014).
Kehamilan ektopik sebagai salah satu bentuk komplikasi kehamilan dalam
trimester pertama dan yang merupakan problema besar kesehatan pada golongan wanita
usia reproduksi tidak jarang dijumpai di Indonesia. Di negara-negara maju kejadian
kehamilan ektopik terlihat meningkat karena meningkatnya faktor-faktor risiko tinggi bagi
kehamilan ektopik, disamping teknologi diagnosis yang lebih canggih yang dapat
mendeteksi kehamilan ektopik lebih dini yang pada tahun-tahun yang silam tidak
terdeteksi berkat tes kehamilan yang jauh lebih peka dan penggunaan ultrasound
transvaginal (Ilmu Kedokteran Fetomaternal, 2004).
Di Amerika kehamilan ektopik merupakan penyebab utama kematian maternal
dalam trimester pertama kehamilan. Kehamilan ektopik sering keliru disebut sebagai
kehamilan luar rahim atau kehamilan di luar kandungan. Sebenarnya kehamilan ektopik
berbeda dengan kehamilam di luar rahim atau di luar kandungan. Kehamilan ektopik
adalah kehamilan yang terjadi dari implantasi blastokista dan berkembangnya embrio
diluar lokasi yang biasa. Biasanya peristiwa implantasi terjadi di endometrium dalam
rongga rahim tetapi bukan pada serviks dan kornu. Dengan kata lain kehamilan yang
berkembang di dalam serviks dan atau di dalam kornu atau bagian interstisial dari uterus
adalah kehamilan ektopik walaupun itu adalah kehamilan intrauterin. Sebutan kehamilan
di luar kandungan malah jauh menyimpang karena tuba Fallopii, ovarium, dan uterus
semuanya adalah alat kandungan atau genitalia interna, padahal kehamilan ektopik yang
terbanyak adalah kehamilan yang terjadi di dalam tuba. Satu-satunya kehamilan yang bisa
disebut kehamilan di luar kandungan adalah kehamilan abdominal (Ilmu Kedokteran
Fetomaternal, 2004).
Berdasarkan lokasi dimana implantasi dan perkembangan embrio berlangsung
maka kehamilan ektopik yang paling sering terjadi yaitu dalam tuba Fallopii dibicarakan
lebih dulu. Dibicarakan juga perlakuan terhadap golongan risiko tinggi akan kehamilan
ektopik serta kontroversi etiologi disamping orientasi sikap dalam penanganan yang
sekarang lebih cenderung dilakukan secara medik dan mengutamakan kelestarian
keutuhan fungsi reproduksi dengan menyelamatkan lokasi kehamilan ektopik (Ilmu
Kedokteran Fetomaternal, 2004).

B. Epidemiologi
Kehamilan ektopik terjadi pada 1-2% dari seluruh kehamilan di Amerika Serikat.
Proporsi yang kecil ini menggambarkan 6% dari kematian terkait kehamilan (Berg, 2010;
Stulberg, 2013).
Keberhasilan kehamilan selanjutnya akan berkurang setelah terjadi kehamilan
ektopik. Untungnya, pemeriksaan urine dan serum beta hCG dan USG transvaginal dapat
mendiagnosis dini kelainan ini, dan sebagai hasilnya baik kemungkinan hidup ibu dan
kemungkinan reproduktif selanjutnya meningkat (Williams 24th ed, 2014).
Insidensi kehamilan heterotopic berkisar 1 dalam 30.000 kehamilan. Namun
karena adanya teknologi reproduksi berbantu, insidensinya meningkat hingga 1 dalam
7.000 kehamilan, terkait induksi ovulasi, insidensinya setinggi 0,5-1% (Williams 24th ed,
2014). Jarang terjadi 2 kehamilan ektopik dalam 1 tuba atau 1 pada setiap tuba (Eze, 2012;
Svirsky, 2010).
Terjadinya kehamilan heterotopic merupakan hal yang langka dengan estimasi
kejadian antara 1 dalam 30.000 kehamilan. Kemungkinan terjadinya kehamilan
heterotopic akan meningkat pada wanita yang menjalani induksi ovulasi dengan
gonadotropin dan wanita yang sedang menjalani fertilisasi in vitro (Clinnical obstetrics 3rd
ed, 2011).

C. Patogenesis & Faktor Resiko Kehamilan Ektopik

Kerusakan tuba merupakan akibat dari inflamasi, infeksi dan pembedahan.


Inflamasi dan infeksi dapat menyebabkan kerusakan tanpa obstruksi tuba total. Obstruksi
total dapat disebabkan oleh salphingitis, ligase tuba inkomplet, bedah fertilitas tuba,
salfingektomi parsial atau atresia tuba midsegmen kongenital. Kerusakan pada bagian
mukosa tuba atau fimbria merupakan penyebab pada kurang lebih separuh kehamilan tuba.
Divertikel tuba dapat mengakibatkan abnormalitas yang menjerat atau menghambat
transport blastokista. Kehamilan tuba dapat terjadi pada tuba terobstruksi dengan patensi
tuba kontralateral, sperma bermigrasi melalui abdomen dan membuahi ovum yang
dilepaskan pada sisi tuba yang terobstruksi (Harry & Tjokorda, 2002).
Aktifitas mioelektrik bertanggung jawab terhadap aktifitas propulsive tuba uterine.
Aktifitas ini memfasilitasi pergerakan sperma dan ovum untuk saling mendekat dan
mengeluarkan zigot ke dalam kavum uteri. Estrogen meningkatkan aktifitas otot polos dan
progesterone menurunkan tonus otot. Penuaan mengakibatkan hilangnya aktifitas
mioelektrikal secara progresif sepanjang tuba uterine, yang dapat menjelaskan
peningkatan insiden kehamilan tuba pada wanita perimenopouse. Control hormonal
aktifitas muscular pada tuba uterine dapat menjelaskan peningkatan insiden kehamilan
tuba yang berhubungan dengan kegagalan morning-after pill, minipil, IUD yang
mengandung progesterone dan induksi ovulasi. Blighted ovum terjadi lebih sering pada
konsepsi tuba dibandingkan pada konsepsi intrauteri, namun tidak ada peningkatan
insidensi abnormalitas kromosom pada kehamilan ektopik. Factor resiko independen yang
terbukti meningkatkan resiko kehamilan tuba secara konsisten adalah sebagai berikut :
1. Sebelumnya secara laparoskopik terbukti mengidap penyakit radang panggul
2. Kehamilan tuba sebelumnya
3. Sedang memakai IUD
4. Bedah tuba sebelumnya (Harry & Tjokorda, 2002).
Faktor utama dari terjadinya kehamilan ektopik adalah obstruksi dan cedera tuba.
Riwayat pelvic inflammatory disease (PID), terutama yang diakibatkan oleh clamidia
trachomatis adalah faktor resiko besar terjadinya kehamilan ektopik. Faktor resiko lain
adalah kehamilan ektopik sebelumnya (mempunyai kemungkinan 10x lipat lebih besar
terulang), riwayat infertilitas (terutama fertilisasi in vitro), perokok (mengakibatkan
perubahan motilitas tuba dan aktifitas cilia), riwayat operasi tuba, paparan
diethylstilbestrol (yang merubah morfologi tuba falopi) dan usia lanjut wanita (Clinnical
obstetrics 3rd ed, 2011).
Penggunaan IUD, kontrasepsi berbasis progesterone dan prosedur sterilisasi
melindungi wanita dari kehamilan ektopik, namun jika sampai terjadi kehamilan maka
resiko kehamilan ektopik akan meningkat 6-10 kali lipat karena metode kontrasepsi ini
memberikan perlindungan lebih besar pada kehamilan intrauterine dibandingkan
kehamilan ektopik. 2 tahun awal setelah prosedur sterilisasi merupakan periode yang
mempunyai resiko tertinggi untuk terjadi kehamilan terutama kehamilan ektopik
(Clinnical obstetrics 3rd ed, 2011).
Resiko kehamilan ektopik meningkat pada wanita yang mengikuti program
reproduksi berbantu terutama IVF. Perubahan hormone selama induksi ovulasi dapat
menyebabkan perubahan pada fungsi tuba dan aktifitas peristaltiknya. Penyebab lain yang
mungkin adalah salfingitis ismika nodusa, pencucian vagina dengan bahan-bahan asing
dan berganti-ganti pasangan seksual (keduanya mengarah kepada peningkatan faktor
resiko untuk terjadi infeksi pelvis) (Clinnical obstetrics 3rd ed, 2011).
Hampir 95% dari kehamilan ektopik berimplantasi pada berbagai segmen dari tuba
falopi baik fimbria, ampula, ismika atau interstisial. Ampula adalah tempat tersering
terjadinya kehamilan ektopik, diikuti dengan istmus. Sisa 5% adalah kehamilan ektopik
non tuba seperti ovarium, kavum peritoneum, serviks atau scar bekas luka operasi cesar.
Terkadang, kehamilan multifetal terdiri dari 1 konsepsi didalam kavum uteri dan yang lain
ektopik.
D. Tanda & Gejala
Manifestasi klinik dari kehamilan ektopik bervariasi dan bergantung apakah terjadi rupture
atau tidak. Gejala klasik trias kehamilan ektopik adalah amenorea, perdarahan vagina irregular dan
nyeri abdomen bagian bawah. Meskipun begitu, gejala tersebut hanya Nampak pada 50% pasien dan
terutama hanya pada pasien dengan rupture. Gejala tersering yang muncul adalah nyeri perut berat yang
dating tiba-tiba yang terjadi pada 90% pasien (Clinnical obstetrics 3rd ed, 2011).
Pemeriksaan fisik lain harus meliputi pemeriksaan vital sign. Ketegangan perut dan pelvis
terutama nyeri tekan abdomen sangat sering muncul terutama pada pasien dengan rupture (75%).
Pemeriksaan pelvis sebelum terjadi rupture biasanya tidak spesifik dan palpasi massa pada pemeriksaan
bimanual hanya dapat mendiagnosis 50% kasus. Akurasi pemeriksaan klinis pasien hanya 50% dan
diperlukan pemeriksaan tambahan untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik (Clinnical
obstetrics 3rd ed, 2011).
Kehamilan ektopik dapat muncul dengan nyeri abdomen dengan atau tanpa perdarahan per
vaginam. Pada kelompok pasien tertentu beresiko tinggi, mereka dengan patologi atau pembedahan
tuba sebelumnya, dan mereka dengan alat kontrasepsi dalam Rahim. Kemungkinan kehamilan ektopik
harus dipikirkan pada pasien beresiko tinggi, meskipun tanpa gejala (Harry & Tjokorda, 2002).

E. Lokasi Kehamilan Ektopik


Terdapat beberapa lokasi kehamilan ektopik yang dapat terjadi diantaranya :
1. Ampula
2. Ismika
3. Fimbria
4. Cornu/Interstisial
5. Abdominal
6. Ovarium
7. Cervical
Disamping lokasi diatas kehamilan ektopik dapat juga terjadi pada kehamilan pada
ligamentum, heterotopic dan kehamilan dengan lokasi yang tidak dapat ditemukan.
Gambar 1. Frekwensi kehamilan ektopik. A. Ampula 80%, B. Ismika 12%, C. Fimbria 5%, D.
Cornu/Interstisial 2%, E.Abdominal 1,4%, F. Ovarium 0,2%, G. Cervical 0,2% (Donna, 2008)

8 (Callen, 2000; Bouyer, 2003).

1. Kehamilan Ektopik Tuba

Ovum yang telah dibuahi dapat melekat pada setiap bagian dari tuba mulai dari
ampula, ismika dan tuba interstisial. Pada kasus yang jarang ovum yang telah dibuahi
dapat menempel pada fimbria. Ampula adalah tempat tersering terjadinya kehamilan
ektopik diikuti dengan istmus. Kehamilan interstisial berjumlah <3% dari seluruh
kehamilan tuba.
Karena tuba mengandung sedikit lapisan submucosa, ovum yang telah dibuahi
tertanam dalam epitelium, dan zigot terletak di dalam dinding otot. Pada bagian perifer
zigot terdapat kapsul trofoblas berproliferasi cepat yang kemudian menginvasi dan
mengerosi dinding otot. Pada waktu yang sama, terbukalah pembuluh darah maternal
sehingga darah mengisi tempat didalam trofoblas atau antara jaringan diantaranya.
Dinding tuba yang berkontak dengan zigot hanya mempunyai sedikit resistensi
terhadap invasi trofoblas yang nantinya akan tertembus. Embrio atau fetus pada
kehamilan ektopik sering tidak terbentuk atau kerdil.
Frekwensi dari aborsi tuba bergantung dari tempat implasntasinya. Aborsi tuba
sering terjadi pada kehamilan ektopik ampula, dimana rupture merupakan outcome
yang sering pada kehamilan ismika. Konsekwensi langsung dari perdarahan adalah
putusnya koneksi antara plasenta dengan membrane dan dinding tuba. Jika pemisahan
ini komplit, keseluruhan produk konsepsi akan keluar melalui fimbria dan masuk ke
dalam cavum peritoneum. Pada titik ini, perdarahan akan berhenti dan gejala akan
perlahan-lahan menghilang. Perdarahan akan tetap terjadi jika hasil konsepsi atau sisa
hasil konsepsi masih berada pada saluran telur. Darah akan perlahan-lahan menetes
dari fimbria tuba kedalam cavum peritoneum sehingga membentuk kumpulan darah di
cavum douglas. Jika ujung fimbria tersumbat, maka darah akan menumpuk pada tuba
falopi dan akhirnya membentuk hematosalphing.

2. Kehamilan Ektopik Interstisial (Cornu)


Kehamilan interstisial terjadi pada 1,1-6,3% dari semua kehamilan ektopik.
Kehamilan ini cenderung muncul pada umur kehamilan yang lebih lanjut
dibandingkan dengan kehamilan tuba. Kehamilan interstisial sering berhubungan
dengan rupture uteri. Terapinya adalah reseksi kornual dengan laparotomy, namun
penanganan laparoskopik juga telah dikemukakan. Kehamilan interstisial
berimplantasi pada bagian interstisial tuba uterine, implantasi ovum yang telah dibuahi
lebih mungkin terjadi pada bagian interstisial tuba uterine (Harry & Tjokorda, 2002).
Diagnosis kehamilan interstisial melalui USG dibuat jika hasil konsepsi
terlihat pada uterus aspek lateral atas, diluar cavum uteri dan setidaknya sebagian
dikelilingi oleh myometrium. Segmen interstisial tuba proksimal yang bergabung
dengan uterus pada kehamilan ektopik dapat divisualisasikan (Harry & Tjokorda,
2002).
Biasanya kehamilan interstisial diterapi secara bedah melalui laparotomy
karena biasanya tidak terdiagnosis sampai terjadi rupture. Presentasi klinis rupture
kehamilan interstisial berat dan sering dipersulit dengan perdarahan hebat, hingga
histerektomi. Kehamilan kornual atau interstisial sering memerlukan laparotomy
walaupun penanganan laparoskopi dapat dilakukan jika pasien stabil. Laparoskopi
memiliki keuntungan bila dibandingkan dengan laparotomy untuk penanganan
kehamilan ektopik (Harry & Tjokorda, 2002).

3. Kehamilan Cervix
Insiden kehamilan servikal antara 1 dalam 2.400 samapai 1 dalam 50.000
kehamilan. Kehamilan serviks terjadi jika konsepsi berimplantasi di bawah level
ostium interna. Berbagai keadaan diperkirakan sebagai predisposisi terjadinya
kehamilan servikal, mencakup riwayat abortus terapeutik, sindrom asherman, riwayat
seksio cesaria, paparan etilstilbestrol, leiomyoma dan fertilisasi in vitro. Kriteria
diagnostic untuk kehamilan servikal ditetapkan berdasarkan analisis histologis dari
specimen histerektomi. Kriteria klinis mencakup temuan sebagai berikut :
a. Uterus lebih kecil dari serviks yang berdistensi.
b. Ostium uteri interna tidak berdilatasi
c. Kuretase kavum endometrial tidak menghasilkan jaringan plasenta
d. Ostium uteri eksterna membuka lebih awal dibandingkan abortus spontan.
Kriteria diagnostik USG juga telah dijelaskan dan berguna dalam membedakan kehamilan
servikal sejati dari abortus spontan yang sedang berlangsung. MRI pervis juga dapat digunakan
dalam keadaan ini. Diagnosis banding lain dari kehamilan servikal antara lain karsinoma servik,
leiomyoma servikal atau submucosa yang prolapse, tumor trofoblastik, plasenta previa dan
plasenta letak rendah.
 Kavum uteri echo-free atau hanya ada kantong gestasi palsu
 Transformasi desidua endometrium dengan struktur echo-dense
 Struktur dinding uterus yang difus
 Uterus berbentuk hourglass
 Kanalis servikalis membalon
 Kantong gestasi didalam endoserviks
 Jaringan plasenta didalam kanalis servikalis
 Tertutupnya ostium interna
Tabel 1. Kriteria USG kehamilan servikal (Harry & Tjokorda, 2002).

Bila kehamilan servikal didiagnosis sebelum pembedahan, persiapan preoperative harus


mencakup pemeriksaan golongan darah dan cross-match, memasang jalur intravena dan informed
consent yang terperinci. Informed consent mencakup kemungkinan perdarahan yang mungkin
memerlukan transfuse atau histerektomi. Terapi non bedah dapat dipertimbangkan pada ukuran
yang kecil yaitu pemberian metotrext intraamniotik dan sistemik (Harry & Tjokorda, 2002).
Diagnosis ini mungkin tidak dicurigai sampai pasien mengalami suction kuretase pada
suspek abortus inkomplet dan perdarahan. Pada beberapa kasus terjadi perdarahan ringan,
sedangkan pada yang lainnya terdapat perdarahan hebat. Berbagai teknik dapat digunakan untuk
mengontrol perdarahan yaitu packing uterus, ligase pembuluh darah serviks lateral, pemasangan
cerclage dan insersi kateter folley 30 ml intraserviks untuk tampon perdarahan. Alternatif lain
adalah embolisasi arteri secara angiografik atau bila laparotomy diperlukan dapat dilakukan usaha
meligasi arteri uterine atau iliaka interna. Bila semua metode tersebut tidak berhasil, histerektomi
harus dilakukan (Harry & Tjokorda, 2002).
Ostium interna dapat terbuka pada kehamilan servik yang besar atau pada yang
berimplantasi tinggi di kanalis servikalis. Diagnosis kehamilan serviks hanya dapat ditegakkan
dengan mudah jika terdapat aktifitas jantung. Pada wanita dengan kehamilan intrauterine yang
telah lepas dari kavum uteri dan tertahan sementara dalam kanalis servikalis, tekanan lembut
dengan probe akan menunjukkan pergeseran antara kantong kehamilan dengan kanalis servikalis.
Tanda ini tidak terdapat pada kehamilan serviks yang sebenarnya (Harry & Tjokorda, 2002).
Jika kehamilan servik berlanjut, dinding servik yang tipis dengan dilatasi sebagian bagian
eksternal dapat menjadi bukti. Diatas massa servik ditemukan fundus uteri yang sedikit membesar
yang kemungkinan dapat dipalpasi. Kehamilan servik jarang melebihi umur 20 minggu dan
biasanya diterminasi karena munculnya perdarahan (William Obstetrics 22th ed, 2007).
Gambar 3. Tampilan longitudinal USG pada pasien kehamilan serviks usia 11 minggu (William
Obstetrics 22th ed, 2007).

4. Kehamilan Ovarium
Kehamilan pada ovarium terjadi pada 0,5-1,5% dari semua kehamilan ektopik
dan paling sering dari seluruh kehamilan ektopik non-tuba. Insidensinya 1 dalam 4.000
sampai 1 dalam 7.000 kehamilan. Kriteris diagnostic dijelaskan pada tahun 1878 oleh
Spielberg. Tidak seperti gestasi tuba, kehamilan ovarium tidak berhubungan dengan
penyakit radang panggul maupun infertilitas. Salah satu factor resiko yang
berhubungan dengan kehamilan ovarium adalah penggunaan IUD (Harry & Tjokorda,
2002).
Untuk mendiagnosis kehamilan ovarium, tuba ipsilateral harus intak, kantong
kehamilan harus berada didalam ovarium, ovarium harus terhubung dengan uterus
melalui ligamentum ovarii propium dan jaringan ovarium harus berada di dalam
dinding kantong kehamilan (Harry & Tjokorda, 2002).
Pada USG kehamilan ovarium dapat terdiagnosis jika kantong kehamilan tidak
dapat dipindahkan dari ovarium. Jika kantong kehamilan tampak kosong, operator
perlu mengidentifikasi korpus luteum secara terpisah dengan kantong kehamilan untuk
menghindari kesalahan interpretasi korpus luteum sebagai kehamilan ovarium.
Diagnosis kehamilan ovarium positif palsu juga dapat terjadi pada wanita dengan
adhesi pelvis yaitu tuba uterine ke ovarium. Pada kasus ini, operator tidak mungkin
memisahkan kantong kehamilan dari ovarium menggunakan tekanan probe (Harry &
Tjokorda, 2002).
Pasien memiliki gejala yang sama dengan kehamilan ektopik di tempat lain.
Kesalahan diagnosis sering terjadi karena serupa dengan rupture korpus luteum hingga
75% kasus. Seperti halnya dengan kehamilan ektopik yang lain, kehamilan ovarium
juga dilaporkan terjadi setelah histerektomi. USG memungkinkan diagnosis preopertif
pada beberapa kasus (Harry & Tjokorda, 2002).
Terapi kehamilan ovarium telah berubah, ooforektomi dianjurkan pada masa
lalu, sekarang kistektomi ovarium menjadi terapi yang lebih dipilih. Untuk melakukan
kistektomi dapat digunakan laparoskopi. Terapi dengan injeksi metotrexat atau
prostaglandin juga dapat diberikan. Kehamilan ektopik ovarium biasanya diterapi
dengan eksisi local yang dapat dilakukan secara laparoskopik. Diagnosis USG
preoperative sulit ditegakkan dan belum ada laporan mengenai terapi kehamilan atau
terapi medis pada kehamilan ovarium, meskipun pilihan terapi tersebut mungkin lebih
aman daripada pembedahan pada banyak kasus (Harry & Tjokorda, 2002).

5. Kehamilan abdominal
Kehamilan abdominal diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder.
Kehamilan abdominal sekunder jauh lebih sering terjadi akibat abortus atau rupture
tuba, atau yang lebih jarang akibat implantasi implantasi dalam abdomen setelah
rupture uterus. Insiden kehamilan abdominal bervariasi dari 1 sampai 372 kehamilan
hingga 1 dalam 9.714 kehamilan. Kehamilan abdominal menyebabkan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi, dengan resiko kematian 7-8 kali lebih besar dari kehamilan
ektopik tuba dan 90 kali lebih besar dari kehamilan intrauteri. Terdapat laporan yang
sporadic dari kehamilan abdominal aterm. Morbiditas dan mortalitas prenatal yang
tinggi biasanya akibat dari restriksi pertumbuhan dan anomaly kongenital seperti
hypoplasia paru janin, deformitas tekanan dan asimetri wajah dan ektremitas. Insiden
anomaly kongenital sebesar 20-40% (Harry & Tjokorda, 2002).
Penampakan pasien dengan kehamilan abdominal bervariasi dan tergantung
dari umur kehamilannya. Pada trimester pertama dan awal trimester kedua, gejalanya
mungkin sama dengan gejala gestasi ektopik tuba. Pada kehamilan ektopik abdominal
lanjut, presentasi klinis lebih bervariasi. Pasien mungkin mengeluh nyeri hebat akibat
gerakan janin, gerakan janin yang meningkat atau berkurang didalam abdomen secara
mendadak. Pemeriksaan fisik dapat menemukan letak janin abnormal persisten, nyeri
abdomen, serviks uteri yang bergeser, palpasi bagian-bagian janin dengan mudah dan
palpasi uterus terpisah dari gestasi (Harry & Tjokorda, 2002).
Diagnosis dapat dicurigai bila tidak terdapat kontraksi uterus setelah infus
oksitosin. Pembantu diagnosis lainnya mencakup rontgen abdomen, USG andomen,
CT-Scan dan MRI (Harry & Tjokorda, 2002).
Kehamilan abdominal terjadi bila implantasi intraperitoneal dengan lokasi
nidasi bukan pada intratubal, ovarium atau intraligamen. Untuk membuat diagnosis
trimester pertama, kantong kehamilan atau bagian janin biasanya terlihat dibelakang
uterus, dalam kavum douglas atau disebelah lateral dalam ligamentum latum uteri
(Harry & Tjokorda, 2002).
Karena kehamilan dapat berlanjut sampai aterm, morbiditas dan mortalitas
maternal potensial sangat tinggi. Sebagai akibatnya, intervensi bedah dianjurkan bila
kehamilan abdominal didiagnosis. Saat pembedahan, plasenta dapat diangkat bila
suplai vascular dapat diidentifikasi dan diligasi, akan tetapi perdarahan dapat terjadi
sehingga memerlukan packing abdominal yang dibiarkan dan diangkat setelah 24-48
jam. Embolisasi arterial angiografis telah dikemukakan. Bila suplai vascular tidak
dapat diidentifikasi, tali pusat diligasi didekat plasenta dan plasenta dibiarkan tetap
pada tempatnya. Involusi plasenta dapat dipantau dengan pemeriksaan USG dan kadar
hCG serial. Komplikasi potensial dari tindakan meninggalkan plasenta adalah terjadi
ileus obstruktif, pembentukan fistula dan sepsis. Terapi metotrexat merupakan
kontraindikasi karena angka komplikasi yang tinggi telah dilaporkan yaitu sepsis dan
kematian, serta dapat menimbulkan nekrosis jaringan yang cepat (Harry & Tjokorda,
2002).

6. Kehamilan Heterotopik
Kehamilan heterotopic terjadi bila terdapat kehamilan intrauteri dan ektopik
secara bersamaan. Insidensi bervariasi antara 1 dalam 100 hingga 1 dalam 30.000
kehamilan. Pasien yang menjalani induksi ovulasi memiliki insiden kehamilan
heterotopic yang jauh lebih tinggi disbanding mereka yang mengalami konsepsi
spontan. Kehamilan intrauteri terlihat selama pemeriksaan USG dan kehamilan
ekstrauteri dapat mudah terlewatkan. Pemeriksaan hCG serial sering tidak membantu
karena kehamilan intrauteri menyebabkan peningkatan kadar hCG yang sesuai. Terapi
kehamilan ektopik ini adalah operatif, setelah kehamilan ektopik diangkat, kehamilan
intrauteri berlanjut pada sebagian besar pasien. Terapi medis non kemoterapi seperti
injeksi langsung KCI trasvaginal atau secara laparoskopik dapat menjadi terapi
kehamilan ektopik ini. Gestasi ektopik ganda atau manjemuk lebih jarang terjadi
daripada gestasi heterotopic dan dapat terlihat pada berbagai lokasi dan kombinasi.
Walaupun pada sebagian besar laporan terjadi gestasi tuba ganda, gestasi ganda
ovarium, interstisial dan abdominal juga telah dilaporkan. Gestasi ganda dan triplet
telah dilaporkan setelah salfingektomi parsial dan fertilisasi in vitro. Penanganan sama
dengan kehamilan ektopik yang lain dan tergantung pada lokasi kehamilan (Harry &
Tjokorda, 2002).

7. Kehamilan Lokasi tidak Diketahui


Sonografi transvaginal memungkinkan diagnosis konklusif abortus dan
kehamilan ektopik pada sebagian besar kasus. Oleh karena itu, cara ini telah banyak
digunakan sebagai metode pilihan untuk penilaian awal wanita dengan kecurigaan
abnormalitas pada kehamilan muda. Bagaimanapun pada 8-31% wanita dengan suspek
kehamilan muda yang abnormal, diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan USG pada
kunjungan pertama. Studi telah menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil dari
kehamilan ini yang akan membutuhkan intervensi aktif karena banyak kehamilan yang
tidak dapat divisualisasikan adalah kehamilan intrauteri atau kehamilan ektopik yang
gagal dan akan mengalami resolusi spontan (Harry & Tjokorda, 2002).
Diagnosis yang paling mungkin adalah kehamilan yang masih sangat muda
yang belum dapat divisualisasikan dengan USG. Kemampuan memprediksi prognosis
akhir dengan hCG serum dan progesterone memfasilitasi penggunaan terapi kehamilan
pada kasus ini tanpa melewatkan kehamilan ektopik yang berpotensi berbahaya.
Intervensi hampir selalu dapat dihindari pada wanita dengan kehamilan intrauteri
normal, sehingga intervensi ini dapat dilakukan hanya pada pasien dengan perburukan
gejala klinis atau kadar hCG yang tidak turun (Harry & Tjokorda, 2002).
Kehamilan interligamentosa adalah bentuk yang jarang dari kehamilan ektopik
dan terjadi pada sekitar 1 dari 300 kehamilan ektopik. Kehamilan interligamentosa
biasanya terjadi akibat penetrasi trofoblastik dari kehamilan tuba melalui serosa tuba
ke dalam mesosalfing, dengan implantasi sekunder di antara ligamentum latum. Juga
dapat terjadi bila fistula uteri terjadi diantara kavitas endometrial dan kavum
retroperitoneal. Seperti pada kehamilan abdominal, plasenta dapat melekat pada
uterus, kandung kemih atau dinding pelvis. Bila memungkinkan, plasenta harus
diangkat, bila tidak mungkin, plasenta dapat ditinggalkan in situ dan diharapkan
mengalami resorpsi. Seperti pada kehamilan abdominal, terdapat kasus-kasus
kelahiran hidup yang dilaporkan dari gestasi ektopik jenis ini (Harry & Tjokorda,
2002).

F. Definisi Ultrasonografi
Ultrasound adalah suara berfrekwensi tinggi. Manusia dapat mendengar suara dengan
frekwensi antara 20 Hz hingga 20 kHz. Walaupun pada beberapa binatang seperti kelelawar dan lumba-
lumba dapat memproduksi dan menangkap suara dengan frekwensi >20 kHz. Vibrasi mekanik dengan
frekwensi diatas 20 kHz disebut ultrasound/ultrasonic dan dibawah 20Hz disebut infrasound/infrasonic
(Obstetric Ultrasound 3rd ed, 2004).

Pada bidang medis digunakan suara berfrekwensi diatas 20kHz, dengan penggunaan normal
antara 3-15 MHz. frekwensi ini tidak dapat diproduksi secara normal dan hanya dapat dibuat dengan
menggunakan teknologi dan akhirnya dideteksi kembali dengan cara lain (Obstetric Ultrasound 3rd ed,
2004).

Sejarah perkembangan USG diawali dengan kemampuan alat ultrasonic untuk mendeteksi
benda di bawah air seperti kapal selam di dasar laut saat perang dunia pertama dan kedu. Alat ini dikenal
sebagai SONAR (Sound Navigation and Ranging). Sonar ini kemudian dipakai sebagai dasar logika
penerapan teknologi ini di bidang medis. uSG sangat berguna dalam diagnostic medis karena dapat
memberikan citra dari jaringan dan struktur organ di dalam tubuh secara non invasive. Alat USG
bekerja berdasarkan pantulan suara (echo) (Harry & Tjokorda, 2002).

Berkat kemajuan teknologi, para ahli mampu menciptakan alat USG portable yang mempunyai
kemampuan yang tidak kalah dibandingkan USG berukuran besar pada generasi sebelumnya, oleh
karena bentuknya yang semakin ringan menjadikan alat ini dapat berperan sebagai stetoskop visual
versi modern saat ini yaitu ultrascope. Pada tahun 1880, Curies bersaudara, Jacques dan Pierre,
menemukan suatu bahan Kristal dinamakan Piezoelektrik. Bahan Kristal yang dipakai sebagai
transducer ini, mempunyai karakteristik yang sangat penting dalam penerapan USG sebagai alat
pencitraan diagnostic. Kristal piezoelektrik akan berubah bentuk apabila diberi pulsasi atau arus listrik
dan sebaliknya, pemberian energy mekanis akan menghasilkan arus listrik (Harry & Tjokorda, 2002).

Ultrasonografi (USG) merupakan suatu metoda diagnostik dengan menggunakan gelombang


ultrasonik, untuk mempelajari struktur jaringan berdasarkan gambaran echo dari gelombang ultrasonik
yang dipantulkan oleh jaringan (Obstetric Ultrasound 3rd ed, 2004).

Peralatan real-time saat ini tersedia dengan berbagai ukuran, bentuk dan kompleksitas, tetapi
selalu dengan 5 komponen dasar yaitu :

1. Probe, tempat transducer terletak


2. Panel control
3. Freeze frame
4. Fasilitas untuk mengukur

Peralatan menyimpan gambar, bila memungkinkan dengan mesin cetak (printer). Saat ini
media untuk menyimpan gambar juga bisa dalam bentuk digital, disimpan dalam hard disk, compact
disk (CD) atau media digital lainnya (Obstetric Ultrasound 3rd ed, 2004).

Keuntungan USG :
1. Non invansif
2. Aman
3. Praktis
4. Hasil cukup akurat
USG dapat digunakan dalam kehamilan termasuk dalam membantu diagnosis kehamilan dan
lokasi kehamilan. Pemeriksaan penunjang utama dari kehamilan ektopik adalah dengan menggunakan
USG.

G. Pemeriksaan Ultrasonografi Kehamilan Ektopik


1. Pengunaan USG Transvaginal

Diagnosis terbaik untuk menegakkan kehamilan ektopik adalah dengan visualisasi


kehamilan ekstrauterin, namun hal ini tidak selalu ditemukan pada semua kasus. Diperkirakan 90%
dari kehamilan ektopik dapat divisualisasikan dengan USG transvaginal saat umur kehamilan 5
minggu dari hari pertama haid terakhir (Clinical Obstetrics 3rd ed, 2007).

Penggunaan USG transvaginal secara signifikan meningkatkan pemeriksaan sonografi


pada pasien dengan kehamilan ektopik. Terutama visualisasi adanya GS intrauterine dapat dideteksi
1 minggu lebih awal dibandingkan USG abdominal. Sebagai tambahan, massa adneksa yang
terbentuk dari kehamilan ektopik lebih sering dideteksi dengan USG transvaginal (Sonography in
Obstetric & Ginecology 6th ed, 2001).

Temuan endometrial, pada wanita yang dicurigai dengan kehamilan ektopik, transvaginal
USG digunakan untuk menentukan kehamilan intrauteri atau ektopik. Selama pemeriksaan kavum
endometrium, kantong gestasi intrauterine biasanya terlihat saat minggu ke 4-5 kehamilan. Yolk sac
muncul antara 5-6 minggu kehamilan, GS dengan aktifitas jantung dapat terdeteksi pada umur
kehamilan 5,5-6 minggu. Dengan transabdominal struktur ini tervisualisasikan lebih lambat
(Williams 24th ed, 2011).

Kehamilan intrauterine yang viable dapat dilihat melalui USG transvaginal saat usia gestasi
5,5 minggu atau pada kadar beta hCG antara 1000-2000 mIU/mL dengan sensitifitas hampir
mencapai 100%. Saat kadar hCG melebihi zona diskriminasi transvaginal, tidak tervisualisasinya
kantong gestasi intrauterine mengindikasikan kehamilan ektopik, namun diferensial diagnosis
meliputi kegagalan kehamilan intrauterine. Sensitifitas USG transvaginal untuk mendeteksi
kehamilan ektopik berkisar antara 20,1-84% dengan spesifitas antara 98,9-100%. Kombinasi dari
hCG yang positif dan USG transvaginal mempunyai nilai prediksi positif 95% untuk deteksi
kehamilan ektopik (Clinical Obstetrics 3rd ed, 2007).
Gambar 4. Kehamilan intrauterine. A. Gambaran longitudinal, B. Gambaran transversal
(Obstetric Ultrasound 3rd ed, 2004).

2. Pemeriksaan Color Doppler

Color Doppler USG transvaginal dapat digunakan untuk memonitor perkembangan terapi.
Color Doppler USG transvaginal mempunyai peranan penting untuk menentukan jenis terapi
(medis, metotrexat local atau injeksi KCI) yang paling tepat berdasarkan vaskularisasi dari
choriodecidua didalam tuba dan tidak terdeteksinya denyut jantung janin (Sonography in Obstetric
& Ginecology 6th ed, 2001).

Uterus yang kosong dengan tes beta hCG positif adalah satu tanda kehamilan ektopik
namun tidak spesifik. Keadaan ini juga terlihat pada awal kehamilan normal dan kehamilan yang
gagal sebelum terlihatnya GS. Jika kadar hCG berada diatas kadar kehamilan normal, USG
seharusnya sudah dapat mendeteksi GS intrauterine. Color Doppler dapat membantu mendeteksi
tanda vascular pada kehamilan awal baik yang normal maupun yang gagal. Tanda vascular ini sering
disebut ring of fire (Sonography in Obstetric & Ginecology 6th ed, 2001).

Cincin tuba atau tanda ring of fire dapat terlihat saat color Doppler lesi hipervaskular
tampak pada adneksa. Walaupun tanda ring of fire sering dikaitkan dengan kehamilan ektopik, tanda
ini dapat pula ditemukan pada kista korpus luteum yang dapat terlihat hingga trimester kedua.
Walaupun pasien dengan tanda ring of fire berada pada keadaan yang tidak stabil dan mempunyai
kehamilan ektopik, penting untuk kita selalu berpikir mengenai diagnosis kita corpus luteum pada
pasien yang terlihat stabil (Sonography in Obstetric & Ginecology 6th ed, 2001).

Gambar 5. Ring of fire kehamilan ektopik (Sonography in Obstetric & Ginecology 6th ed,
2001).

Gambar 6. Ring of fire pada kehamilan ektopik (Sonography in Obstetric & Ginecology 6th
ed, 2001).
Dengan kecurigaan kehamilan ektopik, pemeriksaan USG transvaginal sebaiknya
dilanjutkan dengan pemeriksaan color Doppler untuk meningkatkan spesifitas diagnosis. Deteksi
dari embrio yang hidup di dalam adneksa adalah tanda spesifik adanya kehamilan ektopik. Dengan
mendeteksi karakteristik pola aliran vascular dalam massa kehamilan ektopik, color Doppler USG
transvaginal dapat menambah keyakinan diagnosis non invasive kehamilan ektopik (Sonography in
Obstetric & Ginecology 6th ed, 2001).

Visualisasi dari corpus luteum dapat memberikan deteksi yang salah mengenai kehamilan
ektopik karena 78% dari kehamilan ektopik berlokasi ipsilateral dari corpus luteum. Sering kali
susah untuk membedakan antara corpus luteum dengan kehamilan ektopik karena keduanya
menunjukkan gambaran ring of fire. Tanda sliding organ dapat membantu untuk membedakan
antara tonjolan corpus luteum dengan kehamilan ektopik. Dengan teknik ini, tekanan ringan dengan
menggunakan ujung dari probe digunakan untuk melihat apakah massa tersebut terpisah dari
ovarium atau tidak (Obstetric Ultrasound 3rd ed, 2004).

3. USG Kehamilan Heterotopik

Kehamilan heterotopik ialah kehamilan ektopik yang terdapat bersama dengan kehamilan
intrauterine (Ilmu Kedokteran Fetomaternal, 2004). Jika kehamilan intrauterine dideteksi lewat
USG, ini tidak mutlak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik karena adanya
kemungkinan kehamilan heterotopic.

Kehamilan heterotopic walaupun langka namun dapat terjadi dengan insidensi 1 dalam
30.000 kehamilan normal. Walaupun begitu saat ini insidensi kehamilan heterotopic meningkat
karena adanya teknologi reproduksi berbantu dengan insidensi mencapai 1 dalam 100 kehamilan
normal (Clinical obstetrics 3rd ed, 2007). 94% kehamilan heterotopik tuba, dan 6% kehamilan
heterotopik pada ovarium. Pada proses kehamilan dengan bantuan teknologi (assisted reprodructive
technologi) risiko kejadiannya meningkat menjadi 70 kali lipat. Kejadiannya juga meningkat pada
wanita yang diberi induksi ovulasi (Ilmu Kedokteran Fetomaternal, 2004).

Serupa dengan kehamilan ektopik pada tuba, keluhan yang terbanyak adalah nyeri
abdomen bagian bawah (82%), iritasi peritoneum (44%), bercak melalui vagina (32%). Ultrasound
hanya mampu mendeteksi 50% dari kehamilan heterotopik pada tuba, selebihnya baru terdiagnosa
pada waktu laparoskopi atau lapotomi ketika telah terjadi gejala-gejala ruptur dan pasien umumnya
masuk dalam keadaan gawat. Pemeriksaan β- hCG serial tidak akan membantu berhubung ada
kehamilan intrauterin bersama-sama (Ilmu Kedokteran Fetomaternal, 2004).
Gambar 7. Kehamilan heterotopic. GS 2 terletak intrauterine, GS 1 kehamilan sevix (Obstetric
Ultrasound 3rd ed, 2004).

4. Double Decidual Sign / Dual Decidual Sign

Gambaran awal USG pada GS normal mempunyai karakteristik double (dual) decidual sac
yang merupakan gambaran 2 ring terkonsentrasi echogenic yang terpisah oleh ruang hipoechogenik.
Tanda dua decidual ini terdiri dari desidua capsularis dan desidua parietalis. Tanda dua desidua ini
berguna bagi dokter untuk mendiagnosis kehamilan dini intrauterine dan untuk menyingkirkan
kemungkinan kehamilan ektopik (Clinical Obstetrics 3rd ed, 2007).

Gambar 8. Dual decidual sign (Obstetric Ultrasound 3rd ed, 2004).


Gambar 9. Dual decidual sign (Sonography in Obstetric & Ginecology 6th ed, 2001).

5. Pseudosac
Kumpulan cairan anechoic, yang normalnya merupakan tanda awal kehamilan
intrauterine dapat juga terlihat pada kehamilan ektopik. Kumpulan cairan ini disebut
psudosac karena memberikan gambaran mirip gestasional sac (GS). Awalnya
pseudosac merupakan kumpulan cairan antara lapisan endometrium dan sesuai dengan
bentuk kavum. Jika pseudosac ditemukan, resiko untuk ditemukan kehamilan ektopik
bertambah (Hill, 1990; Nyberg, 1987).
Pada kehamilan ektopik, kadang-kadang terlihat cairan yang terkumpul di
dalam kavum uteri dan memberikan gambaran kantung gestasi palsu
(pseudogestational sac) (Ilmu Kedokteran Fetomaternal, 2004)
American College of Obstetricians and Gynecologists (2011) menyarankan
untuk berhati-hati menegakkan kehamilan intrauterine dimana tidak tervisualisasi yolk
sac atau embrio (Williams 24th ed, 2011).
Chiang & Coauthors (1998) menemukan sensitifitas diagnosis kehamilan intrauterine
berdasarkan desidual sign meningkat saat kadar hCG sama atau lebih besar dari 2.000mIU/mL atau
saat diameter kantong gestasi sama atau lebih besar dari 3 mm. Gambaran dari kantong intrauterine
(pseudosac) dapat terlihat pada beberapa kasus dari kehamilan ektopik yang merupakan cairan
intrauterine atau darah yang menumpuk. Pseudosac adalah kantong intrauterine tanpa adanya
gambaran cincin dual desidua ataupun yolk sac. Memang temuan pseudosac terkait erat dengan
diagnosis positif palsu kehamilan ektopik. Ahmed dkk (2001) menyimpulkan bahwa diagnosis dari
pseudosac tidak boleh diintepretasikan langsung sebagai kehamilan ektopik. Color flow Doppler
dapat berguna untuk membedakan antara kantong kehamilan intrauterine dengan pseudosac, namun
hal ini membutuhkan skill teknis lanjut (Clinical Obstetrics 3rd ed, 2007).
Gambar 10. Pseudosac (Sonography in Obstetric & Ginecology 6th ed, 2001).

Gambar 11. Pseudosac dan kehamilan ektopic. Panah hitam menunjukkan pseudosac sedang
panah putih menunjukkan kehamilan ektopik pada region adnexa (Sonography in Obstetric &
Ginecology 6th ed, 2001).

6. Darah pada Cavum Douglas


Adanya cairan pada cavum douglas dihubungkan dengan kemungkinan 20-
25% kehamilan ektopik. Darah dan bekuan darah dapat terlihat sebagai cairan
hyperechoic pada pemeriksaan ultrasound. Visualisasi ini mengindikasikan aborsi
tuba atau rupture kehamilan ektopik. Meskipun begitu, darah dalam cavum douglas
dapat juga terlihat pada wanita dengan rupture kista corpus luteum (Obstetric
Ultrasound 3rd ed, 2004). Sejumlah besar cairan intraperitoneal sehingga terlihat pada
kantong hepatorenal, ini biasanya dikaitkan dengan rupture kehamilan ektopik
(Sonography in Obstetric & Ginecology 6th ed, 2001).
Gambar 12. Darah intraperitoneal diatas fundus uteri (Sonography in Obstetric & Ginecology 6th
ed, 2001).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kehamilan ektopik merupakan suatu kasus kehamilan dimana hasil konsepsi
menempel di tempat selain cavum uteri. Kehamilan ektopik merupakan kasus yang
berbahaya karena pasien mempunyai kemungkinan terjadi ruptur seiring berkembangnya
kehamilan. Rupture pada kehamilan ektopik dapat membahayakan kehamilan terutama
nyawa ibu.
Kehamilan ektopik dapat berlokasi pada banyak tempat diantaranya tuba, cornu,
ovarium, interligamenter, intraabdomen, cervik maupun kehamilan heterotopik. Diantara
semua lokasi, tuba merupakan tempat tersering melekatnya produk kehamilan. Tuba
dibagi menjadi beberapa segmen untuk tempat melekatnya produk kehamilan diantaranya
ampulla, istmica dan fimbria. Diantara ketiga tempat tersebut ampula merupakan lokasi
tersering untuk melekat.
Kehamilan ektopik dapat berkembang menjadi kehamilan ektopik terganggu jika
dibiarkan. Kehamilan ektopik terganggu sering dijumpai karena tidak terdiagnosisnya
kehamilan ektopik pada saat pasien control kehamilan. Kehamilan ektopik terganggu
dapat membahayakan nyawa ibu.
Diagnosis sedini mungkin kehamilan ektopik dapat meminimalkan morbiditas dan
mortalitas pasien. Ultrasonografi merupakan modalitas penegakan diagnosis yang umum
digunakan untuk mendiagnosis kehamilan ektopik. Dengan menggunakan USG terutama
transvaginal, kehamilan ektopik dapat terdeteksi lebih awal sehingga penanganan dapat
dilakukan sesegera mungkin.
Temuan USG yang penting diperhatikan pada kasus kehamilan ektopik adalah
adanya gambaran GS ekstrauterin dan temuan cairan intraperitoneal pada cavum douglas.
Gambaran USG ekstrauterin merupakan tanda adanya kehamilan ektopik. Temuan cairan
atau darah pada cavum douglas didapatkan pada 20% kasus kehamilan ektopik. Pemeriksa
harus dapat membedakan antara GS dengan pseudosac agar tidak terjadi kesalahan dalam
penegakan diagnosis. GS mempunyai dual desidual sign sedangkan pseudosac tidak.
Gambaran GS harus dibedakan dengan corpus luteum dengan tanda sliding organ, karena
keduanya memberikan gambaran yang sama yaitu ring of fire. Jika pada pemeriksaan
didapatkan GS intrauterine, pemeriksa tetap harus melanjutkan pemeriksaan USG secara
menyeluruh untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan heterotopic. Pada kasus
kehamilan heterotopic, selain GS intrauterine, didapatkan GS lain yang terletak
ekstrauterin.
Kehamilan ektopik yang dideteksi dini dapat ditatalaksana secara adekuat dan
mempunyai keluaran yang baik. Pengetahuan dan kemampuan sonographer mutlak
diperlukan dalam diagnosis kehamilan ektopik. Dengan beragamnya lokasi tempat
perlekatan, ketelitian dalam pemeriksaan USG trimester pertama menjadi penting bagi
dokter agar tidak terjadi miss diagnosis kasus kehamilan ektopik.

B. Saran
Referat ini dibuat untuk membantu dokter dalam mendiagnosis kehamilan ektopik.
Materi dan contoh gambaran USG pada referat ini masih jauh dari cukup, oleh karenanya
dibutuhkan saran masukan guna perbaikan referat ini.
DAFTAR PUSTAKA

E Albert Reece, John C Hobbins : Clinnical Obstetrics the Fetus and Mother third ed : Ectopic
and heterotopic pregnancy, Blackwell Publishing, 2007, IV : 161.

F Garry Cunningham, Kenneth J Leveno, Steven L Bloom, John C Hauth, Larry C Gilstrap III,
Katharine D Wenstrom : William Obstetrics twenty-second edition : Ectopic pregnancy,
McGraw-Hill’s Medicine, 2007, X.

R Hariadi : Ilmu kedokteran fetomaternal edisi perdana : Kehamilan ektopik, Himpunan


kedokteran fetomaternal, 2004, VI : 336.

Trish Chudleigh, Basky Thilaganathan : Obstetric ultrasound third edition : Ultrasound finding
of ectopic pregnancy, Elsevier, 2004, IV : 55.

Arthur C Fleischer, Frank A Manning, Phillipe Jeanty, Roberto Romero : Sonography in


Obstetric and Ginecology Sixth edition : Transvaginal sonography of ectopic pregnancy,
McGraww-Hill, 2001, IV.

F Garry Cunningham, Kenneth J Leveno, Steven L Bloom, Katherine Y Spong, Jodi S Dashe,
Barbara L Hoffman, Brian M Casey, Jeanne S Sheffield : William Obstetrics twenty-forth
edition : Ectopic pregnancy, McGraw-Hill’s Medicine, 2007, VI-19 : 2479

Anda mungkin juga menyukai