Anda di halaman 1dari 9

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat


STATUS ILMU PENYAKIT KANDUNGAN
Presentasi Kasus : Ketuban Pecah Dini
SMF ILMU KEBIDANAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
Nama Mahasiswa
: Kevin Rianto Putra
TandaTangan:
NIM
: 11.2014.315
Dokter Pembimbing : dr. Nunki Febriastuti, SpOG
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Alamat

II.

Ny. Rahmawati
32 Tahun
SMP
Ibu rumah tangga
Kristen
Jl. Kalibaru Barat

Suami
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Tanggal Masuk

Tn. Yasir Samuel


25 Tahun
SMP
Tidak bekerja
Kristen
02-04-2016

ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 2 April 2016, pukul 18.30
a. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan keluar cairan dari kemaluannya sejak kemarin malam (1
April 2016, pukul 22.00)
b. Keluhan Tambahan
Pasien juga mengeluhkan keluar darah beserta lendir sejak pukul 02.00
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa ke RSUD Koja karena keluar cairan dari kemaluannya sejak kemarin
malam. Cairan yang keluar berwarna bening, dan awalnya banyak, namun semakin
lama semakin berkurang. Pasien juga mengatakan keluar darah dan lendir sejak subuh.
Darah dan lendir yang keluar hanya sedikit. Menurut pasien saat ini usia kehamilannya
38 minggu. Awalnya pasien tidak merasakan mules, namun setelah diberikan

perangsang pagi tadi, saat ini pasien mulai merasakan mules. Pasien tidak merasakan
demam. Sebelum ini pasien mengatakan tidak melakukan hubungan seksual.
d. Riwayat Haid
Pasien mengatakan haid pertama pasien pada umur 14 tahun dan siklus haid teratur
dengan siklus 28 hari dan lamanya haid selama 7 hari. Hari pertama haid terkahir
pasien tidak ingat.
e. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah yang pertama, menikah pada tahun 2015.
f. Riwayat Kehamilan/KB
Kehamilan saat ini merupakan kehamilan pertama pasien. Pasien belum pernah ataupun
tidak menggunakan KB dalam bentuk apapun sebelumnya.
g. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, asma, alergi baik
terhadap obat ataupun makanan.
h. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah pasien memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 110 x/ menit

Pernapasan

: 24 x/ menit

Suhu

: 36,6 C

Status gizi

:
2

Kepala
Mata
Leher
Jantung
Paru
Abdomen
Ekstremitas

: Normocephali
: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/: Tidak tampak pembesaran KGB maupun Tiroid
: Bunyi jantung I & II reguler, murmur (-), gallop (-)
: Suara napas vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
: pada pemeriksaan obstetrik
: Superior : akral hangat dan tidak ada edema keduanya
Inferior

: akral hangat dan tidak ada edema

keduanya
STATUS OBSTETRIK
Inspeksi
o Mammae : simetris, retraksi -/-, ASI -, hiperpigmentasi areola mammae +/+
o Abdomen : membuncit, striae gravidarum +, linea nigra +, tidak tampak luka

bekas operasi
Palpasi :
o Leopold I : teraba massa lunak, TFU: 28 cm
o Leopold II : teraba punggung pada bagian kiri dan teraba bagian-bagian kecil
pada bagian kanan
o Leopold III : teraba kepala pada bagian terbawah
o Leopold IV : bagian terbawah janin belum memasuki pintu atas panggul
HIS : 1 kali dalam 10 menit dan lamanya 15 detik
Auskultasi : DJJ : 146 x/menit (via Doppler)

PEMERIKSAAN DALAM/INSPEKULO/VT

Inspekulo : tidak dilakukan

VT : portio teraba tebal dan lunak, pembukaan serviks 3 cm, ketuban (-),
penurunan kepala hodge 1

PEMERIKSAAN PANGGUL/PELVIOMETRI KLINIS


Tidak dilakukan
IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium 2 April 2016 pukul 06.00
Darah Rutin
HGB
HCT
Jumlah

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

11.0
33.4
7.93

g/dL
%
10^3/uL

12.5-16.0
37.0-47.0
4.00-10.50
3

Leukosit
Trombosit
Hemostatis
PT
APTT
Serologi
Anti HIV
HbsAg
2. CTG

371

10^3/uL

182- 369

9.0
28.1

detik
detik

9.9- 11.8
31- 47

Non reaktif
Non reaktif

Non reaktif
Non reaktif

3. Pemeriksaan lakmus
V.

RESUME
-

Ny. R, 32 tahun, dengan G1P0A0, usia kehamilan 38 minggu datang ke RSUD


Koja dengan keluhan keluar cairan berwarna bening sejak kemarin malam. Cairan
awalnya banyak namun semakin lama semakin berkurang. Selain cairan juga
keluar darah yang disertai dengan lendir.

Pada pemeriksaan obstetrik didapatkan:


o Pemeriksaan Luar :
Leopold I : teraba massa lunak, TFU: 28 cm
Leopold II : teraba punggung pada bagian kiri dan teraba bagian-bagian

kecil pada bagian kanan


Leopold III : teraba kepala pada bagian terbawah
Leopold IV : bagian terbawah janin belum memasuki pintu atas panggul
HIS : 1 kali dalam 10 menit dan lamanya 15 detik
Auskultasi : DJJ : 146 x/menit (via Doppler)

o Pemeriksaan Dalam :

VT : portio teraba tebal dan lunak, pembukaan serviks 3 cm, ketuban (-),
penurunan kepala hodge 1

V.

DAFTAR MASALAH
G1P0A0 dengan KPD 24 jam + gagal induksi

VII. PENATALAKSANAAN
Rencana Diagnosis
o Observasi tanda-tanda vital ibu, observasi denyut jantung janin.
4

Rencana Terapi
o Terminasi kehamilan dengan sectio cesaria.
o Ceftriaxon 1 gr IV pre operasi.
Rencana Edukasi
o Bed rest dengan posisi yang nyaman untuk pasien ( miring ke kiri)
o Beri Pasien makanan dan minum
o Diet protein
o Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai keadaan kehamilan
dan terapi.
VIII. PROGNOSIS
Ibu
o Ad Functionam : Dubia ad bonam
o Ad Vitam

: Dubia ad bonam

Anak
o Ad Functionam : Dubia
o Ad Vitam

: Dubia

TINJAUAN PUSTAKA
Ketuban Pecah Dini
Definisi
Ketuban pecah dini merupakan rupturnya ketuban secara spontan yang terjadi pada usia
kehamilan lebih dari 28 minggu namun sebelum mulainya onset persalinan. Ruptur ketuban yang
terjadi setelah usia kehamilan 37 minggu namun sebelum mulainya onset persalinan disebut
pecah ketuban dini term. Ruptur ketuban yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut
ketuban pecah dini preterm. Ruptur ketuban yang terjadi lebih dari 24 jam sebelum persalinan
disebut pecah ketuban dini berkepanjangan, dan berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi
intra amnion.1-6
Etiologi

Secara garis besar, penyebab ketuban pecah dini belum diketahui. Kemungkinan
penyebab adalah peningkatan kerapuhan membran, penurunan kekuatan tensa ketuban,
polihidramnion, inkompetensi serviks, kehamilan berulang, infeksi (korioamnionitis, infeksi
saluran kemih, infeksi saluran genital bawah), panjang serviks kurang dari 2,5 cm, riwayat
persalinan preterm atau ketuban pecah dini sebelumnya, dan body mass index (BMI) yang rendah
(<19 kg/m2).1-4
Epidemiologi
Ketuban pecah dini terjadi kurang lebih pada 10% kemahilan. Pada 94% kasus, ketuban
pecah dini terjadi setelah usia kehamilan 37 minggu (sekitar 20% merupakan ketuban pecah dini
berkepanjangan). Hanya sekitar 5% yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu.1,2,4-6
Manifestasi Klinis
Pasien dengan ketuban pecah dini datang dengan keluarnya cairan atau discharge dari
vagina, perdarahan vagina, dan tekanan pada pelvis, namun tidak ada kontraksi. Keluarnya
cairan dapat langsung memancar banyak, atau hanya merembes.1,5
Diagnosis
Tindakan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis harus efisien, sehingga
mengurangi jumlah pemeriksaan dalam, yang juga akan mengurangi risiko korioamnionitis.
Anamnesis merupakan kunci untuk menegakkan diagnosis. Pasien biasanya mengeluhkan
adanya cairan yang keluar tiba-tiba atau terus-menerus. Gejala lain yang dapat membantu
penegakkan diagnosis adalah warna dan konsistensi cairan, adanya flek verniks atau mekonium,
ukuran uterus yang berkurang, serta penonjolan fetus yang semakin teraba saat palpasi.
Keluarnya cairan ini terjadi sebelum adanya kontraksi.1-5
Patofisiologi
Selama bertahun-tahun, ahli obstetri seringkali mengkorelasikan ketuban pecah dini
dengan stres fisik, namun sekarang ini sudah disadari bahwa pecahnya selaput ketuban yang
prematur terjadi secara multifaktorial. Namun, bila dikumpulkan kesemua sebab yang dapat
menyebabkan ketuban pecah dini, dan kondisi yang secara simultan menyebabkan ketuban pecah
dini pada banyak kasus, maka akan didapatkan gambaran patofisiologis yang mungkin dari
kondisi klinis ini. Dasarnya, pecahnya selaput ketuban terjadi akibat proses biokimia, mencakup
gangguan dari kolagen di dalam matriks ekstraseluler amnion dan korion, serta diikuti dengan
kematian sel terprogram dari membran fetal yang dapat dirangsang oleh beberapa hal, yaitu
6

infeksi, yang mana infeksi koriodesidua atau peradangan dapat memainkan peranan untuk
menjadi sebab pecahnya selaput ketuban terutama pada usia kehamilan sangat awal.
Berkurangnya kandungan kolagen membran juga sudah diduga terjadi pada kondisi ketuban
pecah dini. Selain infeksi, terdapat pula beberapa keadaan yang mendasari proses patologis
pecahnya selaput ketuban ini, antara lain defek pada fusi jaringan koriodesidual, disregulasi
pertumbuhan janin, aktivasi dari apoptosis membran, up-regulation matriks metalloproteinase
dan inhibisi dari inhibitor matriks metalloproteinase jaringan, faktor nutrisi dan merokok.1,2,4,5
Penatalaksanaan
Tatalaksana terkait ketuban pecah dini terutama terbagi atas 2 jenis, baik berupa
manajemen ekspektan atau dilakukannya induksi untuk segera dilahirkan mengingat komplikasi
yang mungkin timbul. Ketuban pecah dini yang terjadi pada usia kehamilan aterm atau cukup
bulan memerlukan persalinan segera kecuali terdapat alasan-alasan tertentu yang mengharuskan
untuk menunggu dilakukannya persalinan spontan. Dalam menangani ketuban pecah dini, maka
diperlukan kerjasama pasien terutama untuk ikut mempertimbangkan risiko dan keuntungan dari
tatalaksana yang akan diberikan, sehingga pasien dikutsertakan dalam mengambil keputusan
terkait tindakan yang akan dilakukan kepadanya. Apabila keputusan untuk dilakukan manajemen
ekspektan diambil, maka pemberian antibiotik spektrum luas segera dipertimbangkan. Antibiotik
yang dapat diberikan berdasarkan National Institute of Child Health and Human Development
Maternal Fetal Medicine Units (NIHCD-MFMU) dan percobaan ORACLE, ialah antibiotik
intravena selama 48 jam seperti ampisilin 2 gram setiap 6 jam dan eritromisin 250 mg setiap 6
jam. Pasien kemudian dilanjutkan dengan terapi oral beripa amoksisilin 250 mg setiap 8 jam dan
eritromisin tablet salut enterik 333 mg setiap 8 jam untuk melengkapi pemberian antibiotik
selama 7 hari.1,4,5
Penggunaan kortikosteroid untuk mempercapat pematangan paru juga sebaiknya
dipertimbangkan dalam semua pasien dengan PPROM yang memiliki risiko lahir bayi prematur
terutama pada pasien dengan usia kehamilan antara 24 hingga 34 minggu. Penggunaan
kortikosteroid dinyatakan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas neonatal. Insidens dari
sindrom distres pernapasan, necrotizing enterocolitis, dan perdarahan intraventrikuler dinyatakan
menurun dengan pemberian baik betametason 12 mg IM 2 kali dalam interval 24 jam atau
dengan deksametasone 6 mg setiap 12 jam diberikan untuk 4 dosis. Betametason lebih siap untuk

melewati sawar plasenta dibandingkan dengan deksametason, sedangkan prednison memiliki


kemungkinan kecil berpindah melalui sawar plasenta.1,4,5
Tatalaksana ekspektan terutama lebih disukai pada pasien-pasien dengan ketuban pecah
dini prematur yang mana usia gestasi belum mencapai 34 minggu, kondisi ibu dan janin stabil,
tanpa adanya tanda-tanda persalinan aktif, infeksi atau gawat janin. Di atas usia kehamilan 32
minggu dan lebih spesifik lagi setelah usia kehamilan 34 minggu, maka pemberlakuan
manajemen ekspektan patut dipertanyakan dan membutuhkan evaluasi ulang. Tujuan utama dari
manajemen ketuban pecah dini ialah mengestimasi usia kehamilan dan berat janin secara akurat,
evaluasi dari kesejahteraan janin, dan deteksi dini infeksi atau persalinan prematur. Sehingga
untuk mendukung manajemen ini, diperlukan riwayat obstetri dan ginekologi yang detil.
Penggunaan tokolitik pada manajemen ketuban pecah dini masih belum menemukan tempatnya,
bahkan belum terdapat data yang membuktikan bahwa penggunaan tokolitik memberi
keuntungan untuk neonatus. Sehingga pemberian tokolitik masih menjadi kontroversi dalam
manajemen ketuban pecah dini.1,4,5
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada kondisi pecahnya selaput ketuban dini, antara lain
infeksi maternal dan neonatal mencakup korioamnionitis (13-60%), endometritis (2-13%), sepsis
(<1%), kematian ibu (1-2 kasus dari 1000), abrupsio plasenta (4-1%), retensio plasenta yang
selanjutnya menyebabkan perdarah postpartum dan membutuhkan kuretase, persalinan prematur,
hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau
gagal persalinan normal.1-5
Prognosis
Prognosis umumnya baik untuk KPD dengan usia gestasi lebih dari 32 minggu selama
tidak ada faktor komplikasi. Prognosis untuk KPD prematur lebih buruk, terutama pada trimester
kedua dengan risiko prematuritas yang tinggi.1,5

Daftar Pustaka
1. Prelabor rupture of the membranes. In: Dutta DC. DC Duttas textbook of obstetrics. 8 th
ed. New Delhi: Jaypee; 2015. P. 369-71.
2. Premature rupture of the membranes. In: Norwitz ER, Schorge JO. Obstetrics and
gynecology: at a glance. 4th ed. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2013. P. 126-7.
3. Preterm and premature rupture of membranes. In: Callahan TL, Caughey AB. Blueprints
obstetrics & gynecology. 6th ed. Baltimore: Lipincott Williams & Wilkins; 2013. P. 80-1.
4. Premature rupture of membranes. Current diagnosis & treatment: obstetrics &
gynecology. 11th ed. Singapore: McGraw Hill; 2013. P. 257-60.
5. Jazayeri A. Premature rupture of membranes. 14 September 2015. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview; 3 April 2016.
6. Prelabour term rupture of the membranes. Impey L, Child T. Obstetrics & gynaecology.
4th ed. West Sussex: Wiley-Blackwell; 2012. P. 267-9.

Anda mungkin juga menyukai