Anda di halaman 1dari 18

1.

PENDAHULUAN
Pseudomyxoma peritonei (PMP) adalah istilah klinis yang digunakan untuk
menggambarkan temuan bahan mukoid atau gelatin di rongga pelvis dan
abdomen yang dikelilingi oleh kapsul berserat tipis. Karsinoma ovarium
musinosum yang disertai dengan asites jarang menyebabkan kondisi ini,
beberapa bukti yang dilaporkan meyakinkan bahwa tumor ovarium
musinosum

yang

terkait

dengan terjadinya

pseudomyxoma peritonei

hampir semua merupakan tumor ovarium metastasis dan bukan tumor


ovarium primer. Akibatnya, appendiks dan daerah usus lainnya perlu
dievaluasi sebagai asal muasal terjadinya pseudomyxoma peritonei.1,2
Tumor appendiks primer mungkin relatif kecil dibanding tumor ovarium
dan mungkin tidak diperhatikan secara makroskopik. Dengan demikian
pengangkatan dan pemeriksaan histologis menyeluruh apendiks ditunjukkan
dalam semua kasus pseudomyxoma peritonei.2,3
Tumor yang paling sering dihubungkan dengan pseudomyxoma peritonei
(PMP) adalah tumor ovarium musinosum dengan potensial keganasan rendah,
tetapi ada juga dilaporkan tumor ovarium musinosum yang jinak maupun
yang ganas. Pseudomyxoma peritonei dihubungkan dengan tumor ovarium
musinosum yang cenderung mengarah ke keganasan, dan khususnya jika
kedua ovarium terlibat, tumor yang sama kemungkinan dapat ditemukan juga
di appendiks. Pada kasus-kasus seperti ini, tumor ovarium merupakan
metastasis dari appendiks.1,3
Tumor primer dianggap pada dasarnya berupa neoplasma epithel musin
appendiks. Perkembangan PMP dari tumor epithel musin kecil appendiks
dijelaskan sebagai berikut. Sel-sel tumor adenomusin yang bermultiplikasi
memproduksi mucus intraluminal dalam jumlah besar dan, dengan
pertumbuhan progresif, akhirnya menyebabkan obstruksi lumen appendiks.
Akibatnya, kenaikan tekanan intraluminal menyebabkan pecahnya mucocele
appendiks dengan kebocoran cairan mucus perlahan-lahan yang mengandung
sel-sel epithel musin, kedalam rongga peritoneal. Peristiwa ini didefinisikan
sebagai tahap pertama dalam perkembangan PMP. Perforasi appendiks bisa
1

menutup kembali dan bahkan menjadi tidak kelihatan sama sekali, sementara
dalam kurun waktu berbulan-bulan atau, dalam perkembangan yang perlahanlahan, bahkan bertahun-tahun, sel-sel epithel bebas di dalam rongga
peritoneal terus berproliferasi dan memproduksi cairan ascites musin.
Jika sel epitel peritoneal menunjukkan jinak atau borderline, kondisi ini
disebut sebagai disseminated peritoneal adenomucinosis. Pasien dengan
diagnosis ini memiliki perjalanan klinis jinak atau lamban. Ketika sel epitel
peritoneal muncul ganas, perjalanan klinis selalu fatal.1,2,3
2.

DEFINISI
Pseudomyxoma Peritonei (PMP) adalah suatu penyakit loko-regional di
dalam abdomen, yang ditandai dengan adanya tumor musin pada permukaan
peritoneal yang memproduksi asites musin dalam jumlah progresif.
Pseudomyxoma Peritonei (PMP) merupakan suatu kondisi yang jarang
dengan karakteristik adanya cairan ascites musinous yang berimplantasi pada
peritoneum dan omentum. Keadaan ini ditandai dengan suatu proses penyakit
progresif didalam peritoneum, dapat bermula dari suatu adenoma atau
adenokarsinoma appendiks dan ovarium yang ruptur, ditandai dengan adanya
produksi cairan musinous dalam jumlah yang sangat banyak. Jika kondisi ini
tidak ditangani, maka akan berakibat fatal.1,3-5

3.

EPIDEMIOLOGI
Kondisi Pseudomyxoma Peritonei (PMP) jarang dijumpai, dikatakan bahwa
PMP ditemukan pada sekitar 2 per 10.000 tindakan laparatomi. Diperkirakan
ada sekitar 50 kasus baru setiap tahun di Inggris dan Wales, mengenai baik
pria maupun wanita dengan jumlah yang kurang lebih sama dengan insidensi
meningkat sehubungan dengan usia. Median angka ketahanan hidup pasien
adalah sekitar 6 tahun, 50-70% bertahan selama 5 tahun dan 10-32% bertahan
selama 10 tahun.2,4

4.

ETIOLOGI
Tumor yang paling sering dihubungkan dengan pseudomyxoma peritonei
(PMP) adalah tumor ovarium musinosum dengan potensial keganasan rendah,
tetapi ada juga dilaporkan tumor ovarium musinosum yang jinak maupun
yang ganas. Pesudomyxoma peritonei dihubungkan dengan tumor ovarium
musinosum yang cenderung mengarah ke keganasan, dan khususnya jika
kedua ovarium terlibat, tumor yang sama kemungkinan dapat ditemukan juga
di appendiks. Pada kasus-kasus seperti ini, tumor ovarium merupakan
metastasis dari appendiks.
Tumor primer dianggap pada dasarnya berupa neoplasma epithel musin
appendiks. Perkembangan PMP dari tumor epithel musin kecil appendiks
dijelaskan sebagai berikut. Sel-sel tumor adenomusin yang bermultiplikasi
memproduksi mucus intraluminal dalam jumlah besar dan dengan
pertumbuhan progresif, akhirnya menyebabkan obstruksi lumen appendiks.
Akibatnya, kenaikan tekanan intraluminal menyebabkan pecahnya mucocele
appendiks dengan kebocoran cairan mucus perlahan-lahan yang mengandung
sel-sel epithel musin, kedalam rongga peritoneal. Peristiwa ini didefinisikan
sebagai tahap pertama dalam perkembangan PMP. Perforasi appendiks bisa
menutup kembali dan bahkan menjadi tidak kelihatan sama sekali, sementara
dalam kurun waktu berbulan-bulan atau, dalam perkembangan yang perlahanlahan, bahkan bertahun-tahun, sel-sel epithel bebas di dalam rongga
peritoneal terus berproliferasi dan memproduksi cairan ascites musin.1,2,3,4
Berbeda dengan sel-sel tumor dengan asal muasal kanker kolorektal yang
berimplantasi di sektiar tumor primer, sel-sel tumor dari neoplasma appendiks
yang pecah, menyebar ke seluruh rongga peritoneal didukung oleh adanya
arus cairan intraperitoneal dan adanya gravitasi. Karakteristik hilangnya
perlekatan pada permukaan sel diduga dapat menjelaskan gerakan pasif
sedemikian. Arus cairan intraperitoneal mengangkat sel-sel tumor ke tempat
reabsorpsi dimana sel-sel tumor ini menjadi terperangkat didalam saluransaluran reabsorpsi kecil. Gravitasi bekerja menarik sel-sel tumor ini melalui
saluran parakotik menuju kearah pelvis. Akumulasi dan reproduksi sel-sel
3

tumor ini bergerak bebas dan terimplantasi, menyebabkan tumor musin


peritoneal menjadi progresif dan menimbulkan ascites, tetapi invasi dari
permukaan peritoneal menjadi progresif dan menimbulkan ascites, tetapi
invasi dari permukaan peritoneal terhadap sel-sel tumor biasanya tetap tidak
ada. Proses penyebaran khas massa peritoneal dan ascites musin ini dikenal
sebagai fenomena redistribusi.5,6
Pada PMP yang sudah lanjut, endapan-endapan tumor ditemukan terutama
didalam omentum, di daerah bawah hepar, di bawah diafragma kanan, di
Kavum Daouglas, sekitar rektum dan sigmoid, dan pada wanita dijumpai di
ovarium. Permukaan peritoneal yang dapat bergerak sekalipun, seperti
permukaan usus, terhindar pada pergerakan penyebaran penyakit ini, karena
sel-sel tumor tidak bisa melekat. Terkecuali pada bagian-bagian usus yang
memang menyatu pada netroperitoneum seperti ileocaekum, rectum dan
sigmoid. Pada penyakit stadium lanjut, saat PMP menjadi menyeluruh, maka
akan menimbulkan ascites dan tumor musinous yang akan menenggelamkan
seluruh rongga peritoneal, termasuk diafragma kiri dan limpa, sehingga
gerakan usus menjadi terbatas dan sewaktu-waktu tumor akan menginvasi
seluruh permukaan usus. Pasien dengan riwayat pembedahan abdominal
sebelumnya juga rentan terhadap adanya invasi dari permukaan luka bekas
pembedahan oleh PMP.7
5.

PATOFISOLOGI
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Connel dkk, pseudomyxoma
peritonei adalah suatu penyakit yang diekspresikan oleh sel goblet MUC2 dan
MUC5AC. Walau demikian, pada kasus-kasus yang diteliti, ekspresi gen
MUC2, dengan hibridasi insitu, secara seragam lebih menonjol peranannya
daripada ekspresi gen MUC5AC.1,3,5
Tumor musinosum ovarium primer, termasuk yang jinak mengarah ke
keganasan, dan tumor ovarium yang ganas, walaupun dihubungkan dengan
implant peritoneum, pada dasarnya tidak mengekspresikan MUC2, tetapi
mengekspresikan MUC5AC. Walau demikian, semua kasus pseudomyxoma
4

pertionei dengan metastasis ditunjukkan oleh tumor musinosum dari


appendiks dan pseudomyxoma peritonei yang melibatkan peritoneum,
ekspresi gennya termasuk MUC2 dan MUC5AC.8,9
Insidensi tinggi penyakit ini terutama ditemukan pada appendiks dan pada
ovarium pada pasien PMP perempuan, sehingga menimbulkan kebingungan
tentang asal-muasal yang sebenarnya. Dalam studi klinikopatologi, studi
genetika meolekuler dan studi immunohistokimia asal-muasal PMP dikaji
secara intensif. Hipotesa yang paling menonjol mengemukakan bahwa tumor
ovarium merupakan penyakit metastatik dari tumor primer appendiks. Sel-sel
tumor menyebar ke pelvis dari appendiks, yang memenuhi fenomena
redistribusi yang cenderung saling berikatan dengan permukaan ovarium
dengan ovulasi yang tak teratur. Bisa jadi bahwa ovarium hanya bertindak
sebagai batu loncatan karena sel-sel epithel intraperitoneal yang bergerak
bebas yang kemudian menemukan tempat perlekatan.1,2,6,8
Teori yang bertolak belakang mengemukakan bahwa kistadenoma atau
kistadenokarsinoma musin ovarium adalah tumor primer (dengan potensi
ganas, borderline atau potensi rendah), yang menyebabkan adanya
penyebaran musin intraperitoneal yang terjadi setelah pecahnya tumor kista
tersebut. Tumor ini muncul dengan ciri-ciri khas, ukurannya bisaanya lebih
besar, presentasinya unilateral dengan kista multilokulasi dan tumor
ditemukan didalam stroma dan bukan di permukaan. Dalam kasus ini, tumor
appendiks terkait, sama sekali tidak ditemukan.9
Pada kasus yang jarang, dua tumor primer dapat terjadi sinkron sekaligus
(baik di dalam appendiks maupun di ovarium) atau proses multifokal bisa
terjadi pada PMP.10
Meskipun dengan kontroversi yang terbatas ini, appendiks tetap diduga
merupakan asal-muasal utama yang terkait dengan kejadian PMP. Asalmuasal yang lain selain appendiks atau ovarium, jarang dijumpai, seperti di
pankreas, atau kolon.1,3,8

6.

DIAGNOSA
Tanda dan Gejala
Pseudomyxoma peritonei (PMP) dapat memperlihatkan berbagai variasi
gejala, termasuk mual, fatigue, nyeri abdomen, distensi abdomen atau adanya
massa di abdomen. Perubahan inflamasi dihubungkan dengan adanya
implantasi tumor di peritoneum yang dapat menimbulkan pembentukan
fislula dan adhesi yang akan menyebabkan timbulnya obstruksi usus parsial
yang kronis atau intermitten. Pasien dengan PMP sering muncul secara klinis
dengan apendisitis akut dan adanya hernia inguinalis atau umbilikalis.1,2,3,5
Gelaja yang muncul dapat dikategorikan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Gejala yang paling utama adalah adalah peningkatan ukuran lingkar perut
(Abdominal Girth 50%), yang menunjukkan progresifitas dari penyakit
dengan penyebaran di peritoneum. Adanya tanda khas jelly belly dan
adanya obstruksi intestinal, yang disebabkan oleh progresifitas jumlah
cairan musinous tumor dan adanya ascites.

Gambar 1. Peningkatan Ukuran Lingkar Perut yang Dikenal Dengan Jelly Belly
Dikutip dari Yoshida14

2. Gejala kedua, dengan karakteristik berupa gejala-gejala yang bersifat


lokal, yang menggambarkan lokasi primer ataupun lokasi metastasis dari
tumor. Pasien dengan gejala appendicitis akut (25%) harus dilakukan
appendektomi, yang mana selama operasi harus dilakukan identifikasi
6

terhadap appendiceal mucocele yang mengalami perforasi dan terinfeksi.


Pada pasien wanita (30% pasien PMP) gejala pertama yang ditemukan
adalah massa di ovarium. Umumnya, pasien berkonsultasi dengan ahli
ginekologi dengan keluhan adanya massa di pelvic. Namum diagnosis
yang sesungguhnya akan diperoleh pada pasca operasi, saat penentuan
apakah lokasi primer berasal dari tumor ovarium musinosum atau dari
appendiks yang menyebabkan metastatsis PMP.
3. Gejala ketiga terdiagnosa secara koinsidens (20%). Saat dilakukan
tindakan laparoskopi ataupun laparatomi untuk alasan apapun, atau saat
dilakukannya repair hernia, ahli bedah atau ahli ginekologi secara tidak
sengaja menemukan gambaran mucus.1,5,8,9
Pada banyak pasien PMP, dapat diidentifikasi pada gejala dan tanda awal.
Namun biasanya gejala dan tanda awal jarang menunjukkan diagnosis yang
tepat. Pasien umumnya mengeluh nyeri abdomen kanan bawah ataupun
massa di pevik yang tak jelas dan tanpa adanya pengobatan, dengan deposit
tumor yang tak terindentifikasi. Setelah beberapa bulan bahkan beberapa
tahun kemudian pasien datang dengan keluhan distensi abdomen, sehingga
biasanya, baru dilakukan analisis dari spesimen asli dari pembedahan
sebelumnya yang kemudian baru menunjukkan diagnosis yang tepat. Interval
rata-rata antara awal dijumpainya tumor (appendiks atau ovarium) primer
sampai di diagnosa dan dinyatakan sebagai PMP sekurang-kurangnya 21
bulan, tetapi interval yang lebih panjang dari waktu tersebut telah pernah
dilaporkan sebelumnya.1,10,11
7.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pencitraan (Imaging)
A. Foto Polos Abdomen
Diagnosa jarang dapat ditegakkan tanpa dilakukan laparatomi. Akan tetapi
selama beberapa tahun belakang ini, teknik radiologi pencitraan telah
terbukti sangat berguna untuk mencapai diagnosa pra-operatif. Foto polos
abdomen akan menunjukkan distensi abdomen oleh mukus yang
7

memperlihatkan perpindahan usus bagian sentral dengan hilangnya batas


otot psoas. Terkadang dapat terlihat lesi kalsifikasi kecil yang menyebar di
seluruh abdomen.7,9
Pseudomyxoma peritonei dapat juga muncul dalam waktu berbulanbulan ataupun mencapai tahunan setelah dilakukan appendektomi, jika
mucocele ditemukan dan terjadinya ruptur selama prosedur appendektomi
dilakukan. Ketika pasien muncul dengan peningkatan ukuran lingkaran
perut yang disebabkan oleh adanya ascites diagnosis biasanya ditegakkan
dengan parasentesis ataupun laparoskopi dan biopsi.7,9
B. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah teknik pencitraan pertama yang digunakan untuk
memastikan diagnosis lebih lanjut. Biasanya, para ahli radiologi
memvisualisasikan cairan intraperitoneal bebas, yang bisa diaspirasi untuk
sitologi. Kemudian aspirasi jarum memperlihatkan genangan-genangan
mukus, tanpa atau dengan sangat sedikit sel epithel (yang berdiferensiasi
baik), temuan inilah sebenarnya kunci utama pada PMP.
USG akan menunjukkan gambaran massa echogenic pada abdomen
dengan ascites, multiple septa, dan perubahan kontour hati. Suatu laporan
kasus yang dilapor oleh Tsai, dkk. pada tahun 1998 terhadap seorang pria
dengan

diagnosis

pseudomyxoma

peritonei

dan

pseudomyxoma

retroperitonei menunjukkan gambaran USG massa echodense yang


tersebar tidak merata tanpa adanya bayangan akustik pada massa. Massa
bersifat kistik dengan dinding echogenic tipis dan lapisan desain yang
anechoic. Septa ascites pada pasien ini tidak lengkap dan gambarannya
kasar.1,7,9
C. Computed Tomography (CT) Scan
Tahap berikutnya dalam proses diagnostic ialah Computed Tomography
CT Scan, yang merupakan pencitraan pathognomonik untuk PMP. CT
memperlihatkan distribusi khas ascites musinous, yang bisa dibedakan dari

ascites cairan normal dengan menganalisa sifat-sifat densitas (Hounsfield


Units [HU]).
Ascites cairan normal ditandai dengan citra densitas rendah (+/- 0 H.U)
Ascites musinous dengan densitas lebih tinggi secara signifikan (5-20
H.U). Selain itu, CT juga dapat memperlihatkan keterlibatan regio-regio
abdomen dan stadium penyakit.
Pada penyakit stadium dini, omentum, region bawah hepar, region
ileocaekum sigmoid dan ovarium bisa terlihat, dengan terhindarnya
organ visceral (visceral sparing)
Pada penyakit stadium lanjut, umumnya semua region terserang dan
musinous yang melimpah menyebabkan kompresi usus halus dan
impresi permukaan liver.1,7,9,11,12,13

Gambar 2. Ilustrasi CT Scan dari Pseudomyxoma Peritonei di Region Subdiafragma


(A), dan Ruang Subpiloric (B)
Dikutip dari Yoshida14

8.

PENATALAKSANAAN
A. Prekursor Penatalaksanaan PMP
Pada pasien dengan mucocele appendiks ataupun mucocele kista ovarium
yang mengandung neoplasma epitel musinous seperti pada kistadenoma
ovari musinosum, perforasi appendiks ataupun ruptur kista ovarium tipe
musinosum akan berperan sebagai pemicu terjadinya PMP, dimana
kadang-kadang saat dilakukan tindakan pembedahan (laparotomi) tidak
selalu terlihat secara makroskopik. Sejumlah kecil endapan mucus dan sel
tumor dapat terlihat pada permukaan luar appendiks atau kista, merupakan
prekursor terjadinya PMP, namum biasanya tidak dijumpai tanda tumor
atau mukus intraperitoneal. Walau tanda klinis PMP belum dapat
9

ditegakkan secara pasti, penyebaran mikroskopik sudah dapat dipastikan.


Pada pasien seperti ini, sikap untuk menunggu dan melihat (wait and see
policy) setelah appendektomi ataupun laparatomi dapat ditegakkan, tetapi
pemonitoran cermat dan ultrasonografi dan tumor marker merupakan hal
yang sangat esensial pada tahap awal.
Esquivel dan Sugarbaker mengemukakan bahwa pada saat pasien
datang dengan penambahan lingkar perut (abdominal girth) yang diduga
sebagai maligna, diagnosis sebaliknya ditegakkan dengan parasentesis atau
laparoskopi dan biopsi. Hal ini sering dijumpai pada wanita dengan tumor
ovarium. Pada semua keadaan parasentesis, laparoskopi dan biopsi
dilakukan dengan insisi midline pada area alba. Punksi yang dilakukan di
lateral abdomen hanya akan menyebabkan perluasan penyakit ke dinding
abdomen.7,9,10
B. Penatalaksanaan PMP
Saat tumor musin pada permukaan peritoneal atau ascites musinous
divisualisasikan pada CT Scan atau pada pembedahan abdominal,
penatalaksanaan

adekuat

atas PMP yang sudah dapat ditegakkan,

haruslah diupayakan. Pilihan strategi pengobatan dalam kasus ini sangat


bervariasi di masa lalu. Penganjur atas sikap menunggu dan melihat (wait
and see policy), merasa bahwa pada dasarnya PMP dengan perjalanan
lambat tidak berkualifikasi untuk dilakukan pembedahan. Pasien ini dapat
terhindar dari pembedahan dan komplikasi yang mengiringinya. Akan
tetapi walaupun tidak ada data studi besar mengenai kelangsungan hidup,
pasien PMP yang tidak diobati akhirnya akan mati oleh adanya obstruksi
usus akibat adanya ascites musin besar-besaran dan endapan-endapan
tumor yang besar.7,9,10

1. Penatalaksanaan non-bedah alternatif

10

Ada beberapa data yang mempresentasikan tentang pengobatan nonbedah alternatif, diantaranya adalah :
1. Pengurasan / pungsi ascites musin simptomatik secara periodik.
2. pengobatan mukolitik, dengan cara pencucian peritoneal dengan
larutan dextrose 5%, dan
3. Kemoterapi sistemik.
Penelitian

lain

melaporkan,

pada

mulanya

penatalaksanaan

pseudomyxoma peritonei adalah dengan menginstilasikan satu liter


glukosa 5% dan air ke kavum abdomen kemudian dilakukan tindakan
pengurasan/pungsi ascites untuk mengevakuasi efusi mukopolisakarida
secara berulang (periodik) dengan dilanjutkan tindakan parasentesis
satu jam kemudian.
Kelemahan utama strategi ini

adalah masih terbatasnya

laporan-

laporan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dengan intervensi


atau tindak lanjut yang terbatas.12,13
2. Penatalaksanaan bedah tradisional

Pengobatan pembedahan tradisional merupakan strategi yang lebih


diterima dan diterapkan. Literatur awal mengenai pendekatan ini
sebagian besar berasal dari laporan dari ahli ginekologi, karena di masa
lalu dugaan asal muasal PMP hanyalah berasal dari ovarium.
Pembedahan tradisional terdiri dari :

Sitoreduktif
appendektomi

pertama

dengan

melakukan

ovarektomi,

dan omentektomi, tetapi kekambuhan biasanya

bakal terjadi dan diperlukan tindakan :


Sitoreduktif kedua dengan pembilasan mekanik
Pembedahan lanjutan seperti pembedahan

usus

karena

kekambuhan ketiga biasanya disertai dengan obstruksi usus, pada


tahap ini, penanganan bersama dengan ahli bedah guna

berkonsultasi untuk pembedahan usus dan pembuatan stoma.


Kekambuhan keempat atau kelima ditangani secara paliatif,
biasanya tidak dapat diobati lagi, sering diikuti dengan kematian
11

akibat

obstruksi

masif

atau

komplikasi

dari

tindakan

penatalaksanaan yang telah dilakukan sebelumnya.


Sitoreduktif berulang-ulang sebagai penatalaksanaan untuk PMP
sebagian besar dilaporkan dalam banyak studi kasus. Namun, satu-satunya
studi

besar

hanya

dipresentasikan

oleh

Klinik

Mayo.

Mereka

mempublikasikan studi yang dilakukan terhadap 26 pasien yang


ditatalaksana dengan cara ini dengan perkiraan kelangsungan hidup 5
tahun sebesar 53%. Di akhir tindak lanjut, hanya 3% pasien yang bebas
penyakit.12,13

Gambar 3. Musin Pseudomyxoma Peritonei Intraoperatif


Dikutip dari Yoshida14

3. Pembedahan sitoreduktif agresif


Pendekatan yang lebih agresif terdiri dari pembedahan sitoreduksi
agresif dengan tujuan untuk memperoleh sitoreduksi makroskopik total
dalam satu atau lebih pembedahan. Memorial Sloan Kettering Center
melaporkan tentang strategi penatalaksanaan ini yang dianalisa atas 97
pasien PMP. Rata-rata dibutuhkan 2,2 operasi sitoreduktif untuk
mencapai sitoreduksi total pada 55% pasien. Strategi pengobatan
mereka menghasilkan kelangsungan hidup actual 10 tahun 21%, dan
angka bebas penyakit di akhir tindak lanjut 12%. Kerugian utama dari
pembedahan sitoreduktif berulang-ulang ialah terjadinya kekambuhan

12

segera atau penyakit menjadi lebih progresif sebagai akibat dari residu
tumor mikroskopik.12,13
4. Kombinasi pembedahan sitoreduktif dengan kemoterapi
Pendekatan pengobatan yang relatif baru, yang terdiri dari metode
kombinasi pembedahan dan kemoterapeutik, ternyata telah menjadi
penatalaksanaan standar untuk penyakit permukaan peritoneal dari
semua asal-muasal. Untuk pasien PMP, strategi pentalaksanaan baru ini
diperkenalkan di awal tahun 1990-an oleh ahli bedah Sugarbaker.
Metode

pembedahan

Sugarbaker,

terdiri

dari

prosedur

peritonektomi dengan reseksi organ viscera yang terlibat, yang


bertujuan memotong permukaan peritoneal pada bidang bebas-tumor,
yang dengan demikian memudahkan pencapaian sitoreduksi total secara
makroskopik.
Untuk

tujuan

membasmi

residu

tumor

makroskopik

atau

mikroskopik untuk mencegah terjadinya kekambuhan, kemudian


pembedahan dikombinasikan dengan Hyperthermia Intra Peritoneal
Chemotherapy (HIPEC) dan Intra Peritoneal Chemotherapy (IPEC).
Penatalaksanaan kombinasi ini adalah pendekatan lekoregional yang
bisa

ditegaskan

sebagai

pendekatan

terbaru

dengan

tujuan

penyembuhan, terutama pada pasien PMP karena pola penyebaran khas


dan karakternya non-invasif. Alasan rasional dari penggunaan metode
ini adalah untuk mereseksi semua penyakit yang tampak (makroskopik
dan mikroskopik) dan mengantisipasi semua penyakit yang berulang
dapat ditatalaksana dengan kemoterapi dosis tinggi dan hipertermia
yang cukup potensial.12,13
Pada awal tahun 1990-an, Sugarbaker mengemukakan suatu
pendekatan sistematik ke semua region peritoneum yang terkena yang
dikenal sebagai Prosedur Sugarbaker, yaitu dengan melakukan
peritonektomi visceral dan parletal dengan tujuan sitoreduksi komplit
dan tujuan penyembuhan.
13

Operasi ini memerlukan waktu sekitar 10 jam dan termasuk :


Pengangkatan hemikolon kanan, limpa, kantong empedu, omentum

mayor dan omentum minor


Memisahkan peritoneum dan pelvis dan diafragma
Memisahkan tumor dari permukaan hepar
Pengangkatan uterus dan ovarium pada pasien wanita
Gastrektomi total atau parsial
Pengangkatan rektum pada kasus tertentu
Sitoreduksi komplik didefinisikan sebagai ukuran nodul tumor yang

tertinggal setelah operasi ialah ukuran nodul kurang dari 2,5 mm. secara
bersamaan,

dilakukan

kemoterapi

intraperitoneum

hiperthermik

(HIPEC) segera setelah reseksi dilanjutkan dengan kemoterapi


intraperitoneum perioperatif (IPEC), menggunakan teknik open atau
closed abdomen, dengan cisplatin, mitomucin C, dan belakangan ini,
oxiplatin.
HIPEC dimulai setelah reseksi tumor dengan Mitomycin C,
dipanaskan sampai 40-440C, diinstalasi dalam larutan dialisis peritoneal
melalui kateter Tenckhoff. Manipulasi bagian viseral terus-menerus
dilakukan dengan menggunakan tangan oleh ahli bedah selama 90
menit untuk memastikan seluruh permukaan menerima pemaparan
kemoterapi yang seragam.
Keuntungan pemakaian HIPEC adalah sebagai berikut :
Panas

meningkatkan

penetrasi

obat

sampai

3-4

mm

dan

memungkinkan destruksi nodul residual yang kecil.


Panas meningkatkan sitotoksisitas agen kemoterapi tertentu
Panas memiliki efek anti tumor yang potensial
Kemoterapi intraoperatif memungkinkan distribusi obat dan
distribusi panas secara manual dan merata ke seluruh permukaan
abdomen dan pelvis
Mual dan muntah dapat dihindari karena pasien dalam keadaan
anestesi.

14

HIPEC diteruskan hingga selama 5 hari pasca operasi, bisaanya dengan


kemoterapi

5-Fluorouracil.

Siklus

kemoterapi

sistemik

dan

intraperitoneal mungkin digunakan. Kemoterapi ini harus dilakukan


sebelum munculnya onset dan penyembuhan luka. Sekali lapisan
fibrosa telah tumbuh, kemoterapi ini tidak akan mencapai cell
carcinoma yang residual dan kekambuhan lokal akan muncul.
Sekarang ini bedah sitoreduksi dengan HIPEC semakin banyak
digunakan sebagai pengobatan untuk pasien PMP diseluruh dunia
dengan hasil yang menyakinkan. Walaupun tidak ada percobaan acak
mengenai hal ini karena rendahnya residensi dan masalah etika, namun
hasil berbagai studi yang dilaksanakan dalam 7 tahun terakhir
menunjukkan bahwa penatalaksanaan kombinasi ternyata

lebih

menguntungkan daripada pembedahan sitoreduktif serial dengan


kemoterapi intraperitoneal yang tidak baku. Variasi antar-institusi yang
diamati memang mencolok dan mungkin akan dapat dijelaskan oleh
perbedaan dalam seleksi pasien, klasifikasi dan tindak lanjut.12,13
Hasil
dibandingkan

menguntungkan
dengan

dari

penatalaksanaan

penatalaksanaan

pembedahan

kombinasi
tradisional

mungkin terkait dengan usaha untuk mencapai sitoreduksi total bukan


hanya makroskopik tetapi juga mikroskopik. MIPEC dianggap member
kontribusi kepada pencegahan kekambuhan atau perkembangan
lanjutan pada pasien dengan residu tumor mikroskopik hingga
makroskopik mineral, karena studi farmakokinetik menunjukkan bahwa
efek sitotoksik potensial ialah hingga kedalaman tumor mencapai 2,5
mm.12,13
Jones, dkk. adalah salah satu dari sebagian kecil yang melaporkan
kasus PMP yang mungkin disembuhkan, yang sekunder terhadap primer
ovarium. Namun sebagian besar studi mempertanyakan reaksi objektif
PMP terhadap kemoterapi sistemik dan menganggap kemoterapi
sistemik pada pasien dengan penyakit kambuhan atau progrsif.12,13

15

Beller, dkk. pada tahun 1986 melaporan bahwa instilasi mukolitik


intraperitoneal seperti dekstran sulfat, dengan konsentrasi mencapai
5%, dan aktivator plasminogen seperti urokinase, mungkin berguna
untuk

pencegahan

dan

penatalaksanaan

rekurensi

kasus

ini.

Kebanyakan pasien cenderung menjalani laparatomi atau laparatomi


berulang untuk membuang tumor yang tersisa atau kambuh lagi.12,13,16,17
9.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering dilaporkan adalah komplikasi operasi
termasuk kebocoran anastomasis, pembentukan fistula, infeksi luka,
perdarahan pasca operasi, perforasi atau obstruksi usus kecil, dan pankreatitis.
Sutu studi oleh Witkam, dkk. melaporkan terjadinya ileus berkepanjangan
pada satu pasien. Tingkat morbiditas dilaporkan sektiar 36-39%. Juga
dilaporkan terjadinya toksisitas akibat kemoterapi.
Pada penyakit stadium lanjut, bila abomen keseluruhan sudah dipenuhi
dengan tumor musin dan ascites, penatalaksanaan kombinasi ternyata
kehilangan manfaatnya.
Pada kasus ini prosedur dua tahap mungkin pantas diupayakan :
1. Pertama, reseksi paling layak (ileocecum, omentum dan bila perlu
ovarium) dilaksanakan
2. Pada tahap dua, bila pasien sudah pulih, sitoreduksi bisa diselesaikan
dengan HIPEC intraoperatif
Efek kemoterapi sistemik pada PMP tampaknya masih dipertanyakan.
Penyebaran loko-regional tumor yang terdiferensiasi dengan jelas dengan
penyebaran melalui alirah darah yang buruk, sangat mengurangi efikasi dan
manfaat yang mungkin dari terapi sistemik.1,2,3,4,11,12,13,15,16

10. RINGKASAN

16

Pseudomyxoma peritonei (PMP) adalah istilah klinis yang digunakan untuk


menggambarkan temuan bahan mukoid atau gelatin di rongga pelvis dan
abdomen yang dikelilingi oleh kapsul berserat tipis. Tumor ini paling sering
dihubungkan dengan pseudomyxoma peritonei (PMP) adalah tumor ovarium
musinosum dengan potensial keganasan rendah.
PMP ditemukan pada sekitar 2 per 10.000 tindakan laparatomi.
Tumor primer dianggap pada dasarnya berupa neoplasma epithel musin
appendiks
Pseudomyxoma peritonei (PMP) dapat memperlihatkan berbagai variasi
gejala, termasuk mual, fatigue, nyeri abdomen, distensi abdomen atau
adanya massa di abdomen. Gejala yang paling utama adalah

adalah

peningkatan ukuran lingkar perut (Abdominal Girth 50%), Adanya tanda


khas jelly belly dan adanya obstruksi intestinal
Pemeriksaan penunjang dengan foto polos abdomen, ultrasonografi,
Computed Tomography (CT) Scan
Penatalaksanaan antara lain: prekursor penatalaksanaan PMP, non-bedah
alternatif, bedah tradisional, sitoreduktif agresif, kombinasi sitoreduktif
dengan kemoterapi.
Komplikasi yang paling sering dilaporkan adalah komplikasi operasi
termasuk kebocoran anastomasis, pembentukan fistula, infeksi luka,
perdarahan pasca operasi, perforasi atau obstruksi usus kecil, dan
pankreatitis

17

11. RUJUKAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

OConnel JT, Tomlinson JS, Robert A, et al. Pseudomyxoma Peritonei is disease of


MUC-2-expressing Goblet Cells. American Journal of Pathology 2002;161:551-64.
Andrijono dkk. 2009. Pseudomyxoma Peritonei. Dalam Bab Kanker Ovarium hal 224.
Sinopsis Kanker Ginekologi. Edisi 3. Pustaka Spirit. Jakarta
Berek JS, Rinehart RD, Adam HP. 2007. Psudomyxoma Peritonei. In: Novaks
Textbook of Gynecology Chapter 32. Ovarian Cancer. 14 edition. Lippincott Williams
& Willkins. USA. p. 1248-9.
Lynda J. 2001. Penyakit Tumor Jinak dan Ganas Ginekologi. Ch. Pseudomyxoma
Peritonei. Fox and Langley. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Dachman AH, Leichenstein JE, Friedman AC. Mucocele of the appendix and
pseudomyxoma peritonei. J AJR 2005;144: 923-929.
Doenges, E, Marilyn. 2002. Tumor Ovarium Ganas. Jakarta: EGC.
Harschen R, Jyothirmayi R, Mithal N. Overview of Psudomyxoma Peritonei. J Clinical
Oncology 2003(15):73-77.
Kim SH, Lim HK, Lee MU, Lim JH. Byun JY. Mucocele of the appendix:
ultrasonographic and findings Abdominal Imaging 1998; 23: 292-296.
Isaacs KL, Warshauer DM. Mucocele of the appendix: computed tomographic,
endoscopic and pathologic correlation. Am. J Gastroenterol, 2002; 87: 787-789.
Lowdermilk, perta. 2005. Womens Health Care in Gynecology disease. Seventh
edition. Philadelphia : Mosby.
Seshul MB. Coulam CM. Pseudomyxoma Peritonei : Computed Tomography and
Sonography. American Journal of Radiology 1999;136:803-06.
Sugarbaker PH, Chang D. Results of treatment of 385 patients with peritoneal surface
spread of appendiceal malignancy. Ann Surg Oncol 2000;6(8):727-31.
Vaira M, Cioppa T, DE Marco G, Bing C, Management of pseudomyxoma peritonei
by cytoreduction + HIPEC (hyperthermic intraperitoneal chemotherapy): results
analysis of a twelve-year experience. J In Vivo. 2009 Jul-Aug;23(4):639-44.
Yoshida R, Yoshioka K, Yoshitaka H, et al. Pseudomyxoma peritonei of

appendiceal cancer with metastasis to the stomach: report of a case. Surg


Today 2002;32:547-50.
15. Miner TJ. The impact of therapy in the treatment of pseudomyxoma peritonei.
Cancer Treat Res 2007;134:329-42.
16. Van Ruth S, Verwaal VJ, Hart AA, van Slooten GW, Zoetmulder FA. Heat
penetration in locally applied hyperthermia in the abdomen during intraoperative hyperthermic intraperitoneal chemotherapy. Anticancer Res
2003;23:1501-8.
17. Yan TD, Bijelic L, Sugarbaker PH. Critical analysis of treatment failure after
complete
cytoreductive
surgery
and
perioperative
intraperitoneal
chemotherapy for peritoneal dissemination from appendiceal mucinous
neoplasms. Ann Surg Oncol 2007;14:2289-99.

18

Anda mungkin juga menyukai