Anda di halaman 1dari 6

ATONIA UTERI INTRA OPERATIF SECTIO CAESAREA

NO. DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN


RSKIA
ANNISA 0 6
PAYAKUMBUH

TANGGAL REVISI DITETAPKAN DIREKTUR UTAMA


PANDUAN 10 DESEMBER 2019
PRAKTEK KLINIK

1. Pengertian Kegagalan uterus untuk berkontraksi adekuat setelah proses persalinan


(definisi) sehimngga gagal mengurangi perdarahan dari pembuluh darah dari
implantasi plasenta. (Cunningham, 2018).

Faktor resiko (Cunningham, 2018) :


- Primipara
- Paritas tinggi
- Overdistensi uterus (anak besar, kehamilan ganda,
polihidramnion)
- Induksi persalinan
- Riwayat HPP sebelumnya

2. Anamnesis 1. Riwayat HPP sebelumnya

3. Pemeriksaan 1. Dapat terjadi anemia


Fisik 2. Vital sign dapat terganggu (presyok hingga syok)
3. Kontraksi uterus lembek intraoperasi
4. Perdarahan > 1000 cc

4. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan darah (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, PT, APTT)


Penunjang

5. Kriteria Uterus tidak berkontraksi adekuat setelah lahir bayi dan plasenta.
Diagnosis

6. Diagnosis 1. Laserasi
Banding 2. Ruptur uteri
3. Gangguan pembekuan darah

7. Terapi Uterotonika
1. Oksitosin 5 IU IV atau 10 IU IM, atau 20-40 IU/L IV infus, atau
2. Methylergometrin 0,2 mg IM, diulang 2-4 jam maksimal 1 g/24 jam,
atau
3. Misoprostol 800 Mg sublingual, atau
4. Carboprost 0,25 mg setiap 15 menit (maksimal 2 mg)

B-lynch
1. Uterus dikeluarkan dari rongga abdomen (exteriosasi)
2. Eksplorasi kavum tueri, bila ada sisa jaringan plasenta atau bekuan
darah, dikeluarkan
3. Asisten I melakukan elevasi uterus keatas dengan mencengkam
corpus uteri bagian cranial sehingga dinding SBR lebih tampak jelas
4. Dengan jarum semisirkuler (no 8 dan round), atraumatik atau french
eye, tusukkan benang monocril no 1 atau benang kromik no 2 pada 3
cm dari bawah sayatan SBR, 3 cm dari tepi lateral kiri hingga
menembus dinding dalam SBR.
5. Secara avue tusukkan jarum dari sisa dalam cavum uteris 3 cm di
atas sayatan SBR 4 cm dari tepi lateral uterus sehingga jarum keluar
pada dinding depan uterus.
6. Jarum ditarik melingkari sisi atas fundus uteri, dibawa ke sisi belakang
uterus, ditusukkan dari sisi luar belakang uterus ke cavum uteri
setinggi sayatan SBR.
7. Scara avue, jarum ditarik ke luar cavum uteri dan dituskkan kembali
ke sisi kontralateral cavum uteri sejajar dengan tusukan sebelumnya
hingga menembus dinding belakang uterus.
8. Jarum ditarik ke atas, dibawa ke sisi depan uterus dengan melewati
fundus uteri sejajar dengan yang pertama.
9. Jarum ditusukkan pada tepi dengan kontralateral dan sejajar jahitan
pertama, masuk ke cavum uteri pada 3 cm diatas sayatan SBR 4 cm
dari tepi lateral uterus.
10. Selanjutnya secara avue dilakukan penusukan dari sisi dalam cavum
uteri keluar dari dinding depan uterus sejajar tusukan pertama, yaitu 3
cm dibawah SBR dan 3 cm dari tepi lateral uterus.
11. Asisten I melakukan penekukan uterus ke anterior inferir sehingga
uterus menjadi antefleksi dan anteversi.
12. Operator menarik dan mengikat kedua ujung benang pada sisi depan
uterus dibawah sayatan SBR sedemikian rupa sehingga tarikan
benang cukup untuk menggantikan penekanan tangan asisten I
13. Dilakukan penjahitan pada sayatan SBR
14. Asisten II melakukan evaluasi pada vagina, apakah perdarahan telah
berhenti.
15. Bila perdarahan berhenti, dilakukan penutupan cavum abdomen
secara lapos demi lapis.

Ligasi arteri uterina


1. Ambil pengait arteri atau ujung mosquito untuk mengambil arteri
uterina kanan atau kiri kemudian ikat dengan kromik 1 dengan jarak 1
sm percabangan ramus ascendens dan decendens
2. Perhatikan perdarahan yang terjadi sambil melakukan stimulasi taktil
pada dinding uterus
Bila sulit untuk membebaskan lapisan serosa untuk
mengidentifikasi arteri uterina dan waktu sangat terbatas, :
1. Angkat dan keluarkan uterus dari kavum pelvis
2. Lakukan palpasi pada dinding lateral uterus (perbatasan segmen
bawah uterus dengan serviks
3. Tentukan pulsasi arteri uterina pada dinding lateral tersebut (kecuali
bila kondisi pasien kurang memungkinkan untuk perabaan pulsasi)
4. Bila pulpasi tidak teraba, tentukan titik ikatan cabang ascendens
dengan jalan mengukur 2 sm lateral atas dari ujung sayatan SBR (bila
sesaat setelah seksio sesar) atau 1 jari lateral atas dari batas uterus
dan serviks
5. Lakukan pengikatan cabang ascendens dengan jalan menusukkan
jarum kedinding uterus (pada bagian yang telah ditentukan tersebut
diatas) dari anterior jalannya arteri ke posterior (sekitar 1 sm
melingkupi arteri uterina) kemudian ikat dengan kromik 0 dengan
simpul kunci
6. Lakukan hal yang sama pada sisi lateral yang lain
7. Agar upaya hemostasis berlangsung efektif, lakukan pula pengikatan
arteri uterosovarika, yaitu dengan melakukan pengikatan pada 1 jari
atau 2 lateral bawah pangkal ligamentum suspensorium ovarii kiri dan
kanan

Ligasi arteri hipogastrika


1. Ligamentum rotundum dibuka daerah antara ligamentum infundibulo
pelvikum dan ligamentum rotundum di insisi

2. Ureter disisihkan ke medial, jaringan areolar pada kavum


retroperitoneal didiseksi menjauh secara hati-hati
3. Cabang arteria iliaka komunis yang mempunyai cabang interna dan
eksterna diidentifikasi
4. Arteria iliaka interna dipegang dengan klem Babcock dan secara hati-
hati ditarik keatas
5. Dengan jarum sutera besar dilewatkan dibawah arteria kurang lebih
2-3 cm distal Bifurkasio dimana terdapat lokasi divisi anterior dari
arteria hipogastrika
6. Ujung klem kemudian dilewatkan dari medial ke lateral untuk
mengurangi cederanya pembuluh darah
7. Jahitan kemudian diikat tetapi arteri tidak dipotong

Histerektomi
1. Dilakukan identifikasi kedua adneksa dalam batas normal. Rencana :
Histerektomi supravaginal
2. Ligamentum rotundum kiri dan kanan diklem dan dipotong, kemudian
dijahit.
3. Ligamentum infundibulumpelvikum diidentifikasi kiri dan kanan,
kemudian di klem dan dipotong, kemudian dijahit.
4. Plika vesiko uterine dibuka sedikit lebih kurang 1 cm, dijepit pakai
klem pean, selanjutnya diperlebar semilunar kekiri dan kekanan
dengan gunting, kemudian vesika urinaria dibebaskan secara tumpul
dengan still deaper dan didorong kebawah kemudian ditahan dengan
spekulum.
5. Identifikasi arteri uterina kiri dan kanan, diklem dan dipotong,
kemudian dijahit.
6. Dilakukan histerektomi supravaginal
7. Dilakukan penjahitan tunggul vagina, dilanjutkan dengan penjahitan
plica vesicouterina.
8. Setelah dipastikan tidak ada perdarahan, dilakukan reperitonisasi.

8. Edukasi 1. Informed consent (dapat terjadi kematian ibu dan anak selama
tindakan, perdarahan hebat, trauma pada saluran kemih, trauma
saluran pencernaan, angkat rahim, resiko transfusi darah, resiko
Disseminated Intravascular Coagulation, resiko infeksi, emboli)
2. Informasi paska tindakan (peningkatan lama rawat dan kemungkinan
rawat ulang, perawatan ICU, tindakan bedah sekunder (re-operasi),
timbulnya infeksi dan menopause dini (Sheehan syndrome)

9. Prognosis 1. Morbiditas dan mortalitas ibu yang disebabkan oleh perdarahan,


infeksi.
2. Morbiditas dan mortalitas ibu paska operasi histerektomi (resiko
operasi, resiko penyakit, resiko pengobatan, resiko anestesi).

10. Tingkat I
Evidens
11. Tingkat A
Rekomendasi
12. Tingkat III
Severitas
13. Kualifikasi DPJP Sp.OG (SK Direktur Utama RSKIA Annisa Payakumbuh)
Utama
14. Penelaah Dikonsultasikan dengan bidang pelayanan
Kritis
15. Indikator Temuan klinis pada intraoperatif
Medis
16. Kepustakaan Cunningham, F. et al., 2018. Obstetrical Hemorrhage. In: Williams
Obstetrics 25edition. New York: The McGraw-Hill Companies, p. Chapter
41.

DIBUAT OLEH DITINJAU OLEH DISAHKAN OLEH

NAMA dr. Mikhail Nurhari, Sp.OG dr. Suhadi, Sp.OG dr. Loli, MARS

JABATAN Dokter Spesialis Ketua Komite Medik Direktur Utama


Kebidanan & Peny.
Kandungan

TANDA
TANGAN

Anda mungkin juga menyukai