Anda di halaman 1dari 7

A.

DEFINISI
Kardiomiopati peripartum (PPCM) merupakan penyakit yang langka, idiopatik,
dan merupakan salah satu bentuk kardiomiopati dilatasi yang didefinisikan sebagai
disfungsi sistolik ventrikel kiri yang terjadi pada bulan terakhir periode kehamilan atau
periode awal postpartum. Kardiomiopati merupakan kelainan otot jantungakibat iskemia
dan non-iskemia yang menyebabkan dilatasi ruang jantung terutama ventrikel kiri, tanpa
hipertrofi yang signifikan, sehingga menyebabkan gangguan disfungsi sistolik akibat
penurunan kontraktil miokardium (Honiberg, Givertz, 2019).
Kardiomiopati peripartum juga dapat terjadi pada wanita yang sudah pernah mengalami
kelainan struktural jantung atau gangguan fungsi kardiovaskular, yang fungsi ventrikel
kiri sebelumnya normal (Simahendra, 2013).

B. EPIDEMIOLOGI dan FAKTOR RESIKO


PPCM merupakan penyakit yang bisa terjadi pada semua wanita yang ada
didunia ini, namun data paling epidemiologis yaitu berasal dari Amerika Serikat, Afrika
Selatan, Nigeria dan Haiti. Insedensi yang telah diperkirakan di Amerika yaitu antara satu
dari 900 dan satu dari 4000 kelahiran hidup. Penelitian terbaru mengatakan bahwa
adanya peningkatan kejadian PPCM padasampel yang di ambil di rawat inap nasional
Amerika yaitu dari satu di 1181 kelahiran hidup padatahun 2004 menjadi satu dari 849
kelahiran hidup pada tahun 2011(Honiberg, Givertz, 2019).

Gambar 1. Data Kardiomiopati Peripartum (Honiberg, Givertz, 2019).

Terjadinya peningkatan ini dikarenakan adanya faktor yang menunjang seperti usia ibu
kanjyt, preeclampsia, dan kehamilan multiple. Kemudian meningkatnya prevalensi faktor
kardiovaskular seperti hipertensi, diabetes dan obesitas pada wanita usia produktif.
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian ibu di Ameriaka (25-
30%), yaitu setengah atau 2/3 dari kasus dengan kardiomiopati.
Table 1. worldwide variation in incidence of peripartum cardiomyopathy
(Honiberg, Givertz, 2019).

Tabel diatas merupakan kejadian PPCM secara global. Insiden tertinggi yaitu pada
Negara negeria yaitu (1dari 100 kelahiran hidup), dan Haiti (satu dari 300 kelahiran
hidup). Faktor resiko yang meungkinakan yaitu adanya genetik, tingginya prevalensi
defisiensi selenium, dan di Haiti yaitu tingginya prevalensi defisiensi seng dan
preeclampsia. Perempuan dengan kulit hitam juga merupakan faktor resiko terjadinya
peningkatan PPCM. Penelitian terbaru mengatakan bahwa setengah dari wanita dengan
kulit hitam mengalami PPCM. Insiden ini 3-4 kali lebih tinggi dari pada wanita kulit
putih, dan yang terendah pada wanita hispanik (Honiberg, Givertz, 2019).
Faktor usiajuga mempengaruhi kejadian PPCM. Kejadian PPCM pada wanita usia 20-29
tahun yaitu satu dari 1200 kelahiran hidup, satudari 790 kelahiran hidup pada wanita
berusia 30-39 tahun, dan satu dari 270 kelahiran hidup yaitu usia 40-45 tahun (Honiberg,
Givertz, 2019).
Beberapa faktor predisposisi sudah teridentifikasi sebagai faktor risiko dari PPCM, yaitu
usia maternal yang ekstrem (terlalu tua atau muda) saat kehamilan pertama, multiparitas,
kehamilan multipel, riwayat keluarga, etnis, merokok, diabetes mellitus, malnutrisi,
anemia, riwayat preeklampsia, eklampsia, hipertensi gestasional, penggunaan kronik obat
golongan agonis beta, kokain dan defisiensi selenium (Simahendra, 2013). Kebanyakan
kasus kardiomiopati peripartum tidak ditemukan riwayat keluarga dan sebagian besar
memiliki angka kematian di rumah sakit serta kebutuhan pengobatan lanjut gejala gagal
jantung yang rendah. Wanita keturunan Afrika-Amerika memiliki risiko yang lebih tinggi,
terutama disebabkan oleh tingginya prevalensi hipertensi pada populasi ini. Wanita
keturunan Afrika-Amerika memiliki angka kejadian kardiomiopati peripartum 15,7 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita bukan keturunan Afrika-Amerika (Simahendra,
2013). Selain itu, juga dilaporkan insidensi kardiomiopati peripartum lebih tinggi di
wilayah geografis Afrika yang sebagian besar disebabkan karena faktor malnutrisi dan
kebudayaan lokal pada masa nifas (Simahendra, 2013).

C. ETIOLOGI
Penyebab PPCM masih belum jelas. Penelitian yang mencari hubungan eklampsia
dan hipertensi selama kehamilan telah ditemukan. Namun, mekanisme yang
mendasarinya masih tidak jelas. Faktor resiko seperti etnik Afrika, usia, gangguan
hipertensi terkait kehamilan, multiparitas, kehamilan multipel, obesitas, hipertensi kronis
dan penggunaan tokolitik yang lama ini akan mengakibatkan peningkatan terjadinya
PPCM.
PPCM dicurigai terjadi sebagai konsekuensi ketidakseimbangan proses stress
oksidatif, menyebabkan pemotongan enzimatik hormone laktasi proklatin ehingga
berubah menjadi faktor angiostatik yang bersifat poten. Selain itu, adanya proses
microchimerism fetal, terdapatnya sel fetal yang ,asuk ke dalam sirkulasi maternal dan
menginduksi terjadinya miokarditis autoimun seta abnormalitas (Honiberg, Givertz,
2019).

D. PATOGENESIS
Pathogenesis dari PPCM masih belum jelas. Namun, Miokarditis virus sering
dianggap sebagai penyebab utama PPCM, sebagian besar didorong oleh pengamatan
infiltrate inflamasi yang sering namun bervariasi pada biopsi endomiokardial sisi kanan.
Bagaimanapun, infiltrat yang sama sering ditemukan di biopsi endomiokardial pada 26
pasien dengan PPCM dan 33 pasien dengan kondisi kardiomiopati lainnya. Proporsi
specimen yang sama di masing-masing kelompok (sekitar 30%) terseteksi genom virus.
Biopsy jantung sisi kanan tidak lagi ditujukan dalam pemeriksaan diagnostic PPCM dan
jarang dilakukan. Demikian pula, pelaporan dari MRI jantung pada PPCM fase akut
dalam sebagian kecil pasien menunjukan inflamasi pada sebagian pasien. Meskipun
evaluasi terbaru dari 40 pasien pada studi IPAC menunjukan pola yang menungkinkan
miokarditis berjumlah 1 orang. Manfaat dari MRI dalam diagnosis PPCM tidak pasti saat
ini (Honiberg, Givertz, 2019).
.
Gambar 2. (Honiberg, Givertz, 2019).

Genetic: Keluarga kemungkinan bisa menyebabkan PPCM pada beberapa kasus.


Terjadinya asosiasi genom-lebar di pasien mengidentifikasi polimorfisme nukleotida
tunggal dekat PTHLHgene yang dikaitkan dengan PPCM, dan PTHLH mungkin
mengatur homeostasis vaskuler. Pengelompokan familial PPCM telah dicatat, dan 15%
pasien dalam kelompok Jerman memiliki riwayat keluarga kardiomiopati (atau
didefinisikan sebagai PPCM, kardiomiopati idiopatik [DCM], kematian mendadak, atau
aritmia pada tingkat pertama). Dua kelompok baru-baru ini mengevaluasi silsilah langka
pasien yang dipengaruhi oleh PPCM dan DCM dan varian yang diidentifikasi pada gen
yang mengkode protein myofibrillar, termasuk TTN, gen yang mengkode titin protein
sarkomer. Apakah varian serupa akan ditemukan pada PPCM sporadis yang umum tetap
tidak pasti (Honiberg, Givertz, 2019).
Prolactin: Artikel tahun 2007 memperkenalkan gagasan bahwa PPCM adalah penyakit
vascular yang dipicu oleh perubahan hormone diakhir kehamilan. Meskipun ide itu
diusulkan dimasa lalu, dukungan penelitian masih kurang. Para penulis mengembangkan
model tikus pada PPCM dimanafactor transkripsi STAT3 itu secara genetic dihapus
khusus di kardiomiosit. Untuk mendukung pembuatan model ini, ekspresi dari STAT3
dikurangi pada LV dari pasien dengan gagal jantung stadium akhir disebabkan oleh
PPCM dibandingkan degan subjek kontrol yang tidak gagal. Hilangnya STAT3 di
jantung menyebabkan berkurangnya ekspresi gen yang melindungi jantung terhadap
spesies oksigen reaktif, terutama mangan superksida dismutase (MnSOD) yang
menetralkan superksida yang dihasilkan oleh aktivitas mitokondria yang kuat dalam
mengalahkan kardiomiosit. Konsekuensinya peningkatan spesies oksigen rekatif
mengarah ke sekresi, melalui sebuah mekanisme yang belum jelas, dari cathepsin D.
ekstraselular peptidase kemudian memotong prolactin, suatu hormone khusus untuk akhir
kehamilan, menjadi fragmen 16 kDA yang menyebabkan apoptosis pada sel endotel.
Akibatnya, STAT3 jantung knockout mice mengungkapkan signifikan vascular dropout
selama akhir kehamilan dan akibat DCM yang diinduksi kehamilan. Aspek yang paling
menarik dari penelitian ini, yaitu bukti peran kunci yang dimainkan prolactin, berasal dari
blokir sekresi prolactin dari hipofisis degan bromokriptin. Pengobatan tikus knockout
jantung STAT3 dengan bromokriptin sepenuhnya mengembalikan PPCM yang diamati
(Arany Zolt; Elkayam Uri. 2016).
Kelompok yang sama baru-baru ini menyelidiki tentang bagaimana fragmen prolactin 16
k-DA memicu kerusakan endotel dan kardiomiosit. Mereka meunjukan 16 k-DA
prolactin menginduksi sel endotel untuk mengemas miR-146a menjadi eksosom, patikel
kecil yang di enkapsulasi oleh lipid, yang kemudian diekskresikan dan diambil oleh
kardiomiosit. miR-146a diinternalisasi ke dalam kardiomiosit kemudian menekan jalur
neuregulin/ErbB, sehingga meningkatkan apoptosis kardimiosit. Secara mengejutkan,
tingkat sirkulasi miR-146a meningkat pada perempuan dengan PPCM. Selain itu,
levelnya turun secara signifikan dengan pengobatan bromokriptin, menunjukan bahwa
prolactin itu mendorong sekresi miR-146a. seperti diuraikan diatas, miR-146a mungkin
bermanfaat sebagai biomarker PPCM. Selain itu, miR-146a dapat mejadi target terapi
yang layak karena microRNA dapat secara efisien dan spesifik di hambat secara klinis.
Memang, pengobatan STAT3 PPCM dengan nukleat terkuci asam (LNA)-ligunukletida
antisense yang dimodifikasi utuk diammiR-146a menyelamatkan kepadatan kapiler
jantung sebagian dan fungsi kontraktil. Selain itu, LNA-miR-146a tidak meghambat
laktasi karea asam lilnoleat bekera dibagian hilir aksi prlaktin 16 kDA. Jadi, tidak seperti
dengan bromokriptin, terapi dengan LNA-miR-146a akan memungkinkan perawatan
lanjutan bayi yang baru lahir. Data-data ini menunjukan bahwa, setidaknya dalam hal ini
model murine, hormone peripartum (prolactin) dan kecenderungan jantung untuk memicu
vasculopati dan akibatnya PPCM (Arany Zolt; Elkayam Uri. 2016).
Mekanisme autoimun: menunjukkan bahwa auto antibody terhadap reseptor adrenergic
dan protein sarkerik lebih sering terjadi pada pasiendengan PPCM. Namun, signifikansi
klinis dari temuan ini masih belum diketahui (Honiberg, Givertz, 2019).

E. MANIFESTASI KLINIS
Kasus PPCM seringnya muncul setelah melahirkan, biasanya beberapa minggu
setelah melahirkan, sedangkan sebagian kecil terjadi pada trimester kedua atau ketiga.
Kebanyakan wanita mengalami tanda dan gejala gagal jantung, termasuk ortopnea dan
paroxysmal nocturnal dyspnea. Gejala ini mungkin dapat membingungkan karena mirip
dengan gejala kehamilan normal terutama dalam akhir kehamilan. Hal ini menyebabkan
salah dalam mendiagnosis atau terlambat dan meremehkan kondisi seperti ini.
Pemeriksaan fisik sering menunjukkan tanda gagal jantung, termasuk takikardi,
peningkatan tekanan vena jugular, ronkhi basah pada paru, dan edem perifer. Tanda
dilatasi ventrikel kiri, termasuk suara jantung ketiga dan impuls apikal yang tergantikan
terkadang dapat dikarenakan PPCM walaupun tanpa pembesaran ventrikel kiri. EKG
secara tipikal menunjukan sinus takikardi dengan perubahan non spesifik, dan radiografi
dada sering menunjukan pembesaran jantung dan kongesti vena pulmoner. Keadaan yang
sangan buruk dapat terjadi, dengan distress respirasi yang parah, dan gagal jantung
dengan output yang rendah menunjukan pentinganya dukungan mekanik dan
farmakologis (Arany Zolt; Elkayam Uri. 2016).

Gambar 2. Perbandingan perubahan hemodinamik pada saat dan setelah kehamilan, dicontohkan
pada cardiac output (CO; warna hitam), peningkatan prolaktin dan hormon soluble Fms-like
tyrosin kinase 1 (sFlt1) (merah), dan insidensi peripartum cardiomyopathy (PPCM; batang biru).
Dimodifikasi dari Elkayam dan Liu dan Arany
*Level Prl terus meningkat pada wanita yang menyusui

Ekokardiografi secara umum cukup untuk membedakannya dari penyebab-penyebab ini


dan seringkali menunjukan dilatasi ventrikel kiri, disfungsi sistolik ventrikel kiri,
pembesaran ventrikel kanan dan biatrial, regurgitasi trikuspid dan mitral, serta hipertensi
pulmoner (Arany Zolt; Elkayam Uri. 2016).

Zaccardi Mary Rodriguez., Siddique Momin S. 2019. Peripartum Cardiomyopathy. National


Center For Biotechnology Information. United States. Vol; (1). Diakses 1 Juni 2019
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482185/.

Honiberg Michael C., Givertz Michael M. 2019. Peripartum Cardiomyopathy. BMJ. USA. Vol;
(1-4).

Simahendra Agus. 2013. Gagal Jantung Pada Masa Kehamilan Sebagai Konsekuensi
Kardiomiopati Peripartum. Diinas Kesehatan Tarakan Kalimantan Timur. Indonesia. Vol; (40)
182-184.

Arany Zolt, MD, PHD., Elkayam Uri, MD. 2016. Peripartum Cardiomyopathy. American Heart
Association. Philladelpia. Vol; 1399-1403.

Anda mungkin juga menyukai