Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

SMF ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

“PERIPARTUM CARDIOMYOPATHY DALAM KEHAMILAN”

Disusun oleh :

Eka Fitria Sari


18710008

Pembimbing :

dr. Pramudyo Dwiputro, Sp. OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

DI RSUD KABUPATEN SIDOARJO

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga referat yang berjudul “Peripartum Cardiomyopathy dalam Kehamilan” ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa penulis juga menyampaikan banyak terima kasih atas
bantuan segala pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan referat ini, khususnya pihak
dokter pembimbing Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
Umum Daerah Sidoarjo yang telah memberikan dasar materi yang dapat membantu
mengarahkan penulisan referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan memiliki banyak
kekurangan, karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan segala saran dan kritik yang membangun demi terciptanya
kesempurnaan referat ini. Harapan penulis adalah referat ini dapat bermanfaat baik bagi
penulis sendiri maupun bagi pembaca.

Sidoarjo, Januari 2019

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul……………………………………………………………………. i

Kata Pengantar……………………………………………………………………. ii

Daftar Isi………………………………………………………………………….. iii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….... 3

A. Definisi………………………………………………………………. 3
B. Epidemiologi...………………………………………………………. 3
C. Faktor Resiko………………………………………………………... 4
D. Etiologi dan Patogenesis….…………………………………………. 4
E. Manifestasi Klinis.……...…………………………………………... 8
F. Diagnosis…………………………………………...………………... 9
G. Penatalaksanaan….………………………………………………….. 11
H. Komplikasi.……...…………………………………………………... 13
I. Prognosis……...……………….…………………………………….. 13
J. Pencegahan………………………………………………………….. 14

BAB III KESIMPULAN…………………………………………………...…….. 16

Daftar Pustaka……………………………………………………………….….... 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan adalah suatu proses fisiologis yang terjadi pada seorang wanita ketika
terdapat embrio atau fetus di dalam tubuhnya dimana sebelumnya telah terjadi fertilisasi
atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum, dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.
Kehamilan normal biasanya berlangsung dalam waktu 40 minggu terhitung mulai dari saat
fertilisasi sampai kelahiran bayi. Usia kehamilan tersebut dibagi menjadi tiga trimester yang
masing-masing berlangsung dalam beberapa minggu. Trimester pertama selama 12 minggu,
trimester kedua selama 15 minggu (minggu ke-13 sampai minggu ke-27), dan trimester
ketiga selama 13 minggu (minggu ke-28 sampai minggu ke-40).¹
Selama masa kehamilan akan terdapat beberapa perubahan yang terjadi pada tubuh
ibu sebagai manifestasi adaptasi seiring dengan kemajuan pertumbuhan dan perkembangan
janin. Perubahan – perubahan tersebut meliputi sistem reproduksi, payudara, kulit,
perubahan metabolik dan kenaikan berat badan, perubahan hematologis, sistem
kardiovaskuler, sistem pernapasan, sistem urinaria, sitem muskuloskeletal, sistem
persarafan dan sistem pencernaan. Selain perubahan yang terjadi pada tubuh ibu selama
masa kehamilan, juga terdapat resiko kehamilan yang merupakan suatu keadaan
menyimpang dari normal dan secara langsung dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas
terhadap ibu maupun janin. Risiko kehamilan yang terdapat pada setiap ibu hamil terbagi
menjadi risiko rendah, sedang dan tinggi dengan kriteria masing – masing. Ibu hamil yang
berisiko adalah ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan risiko tinggi. Salah satu risiko
tinggi pada kehamilan yaitu, penyakit jantung atau kardiovaskular.¹
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab penting mortalitas dan morbiditas
selama kehamilan. Peripartum cardiomyopathy (PPCM) adalah bentuk kardiomiopati
idiopatik yang parah, yang dapat terjadi selama masa akhir kehamilan atau postpartum, yang
dapat mengancam keselamatan jiwa ². Kematian ibu menurut definisi WHO adalah kematian
selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua
sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan
disebabkan oleh kecelakaan atau cidera.³ Kejadian PPCM yang dilaporankan dari beberapa
negara sangat bervariasi, dengan 1: 299 kelahiran hidup di Haiti, 1: 1.000 kelahiran hidup
di Afrika Selatan, dan 1: 1.149 hingga 4.000 kelahiran hidup di Amerika Serikat. Faktor

1
risiko terjadinya PPCM antara lain ibu hamil di usia lanjut (≥ 35 tahun), multiparitas, dan
hipertensi gestasional atau preeklampsia.²
Oleh karena uraian diatas, referat ini akan memberikan uraian mengenai Peripartum
Cardiomyopathy dalam kehamilan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kardiomiopati peripartum (peripartum cardiomyopathy, PPCM) adalah
keadaan kardiomiopati idiopatik, berhubungan dengan kehamilan, bermanifestasi
sebagai gagal jantung karena disfungsi sistolik ventrikel kiri, biasanya terjadi selama
satu bulan terakhir kehamilan sampai lima bulan post partum. Merupakan diagnosis
eksklusi pada wanita tanpa penyakit kardiovaskular lain, tidak harus disertai dilatasi
ventrikel kiri, namun fraksi ejeksi biasanya hampir selalu <45%.⁴

B. Epidemiologi
Peripartum cardiomyopathy memiliki insiden rendah yang mempengaruhi
0,1% kehamilan, tetapi memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi.⁵ PPCM adalah
salah satu penyebab utama kematian ibu di seluruh dunia. Data di AS menunjukkan
kejadian PPCM mencapai satu dari 2.500 hingga 4.000 kehamilan, sementara insiden
di Indonesia melalui data SDKI 2012 (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia)
menunjukkan gagal jantung, termasuk PPCM, sebagai penyebab tingginya angka
kematian ibu di Indonesia mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup. PPCM berbeda
dari bentuk kardiomiopati dilatasi lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan 40-43%
pasien dengan PPCM mungkin memiliki reversibilitas fungsi ventrikel kiri dalam waktu
enam bulan setelah melahirkan, jika terdeteksi sedini mungkin dan segera mendapatkan
perawatan.⁶‫׳‬⁷
Dari berbagai literatur, kejadian PPCM sekitar 1:1000 (Afrika Selatan) dan
1:300 (Haiti). Di Asia didapati 1:1374 (Rumah Sakit Tersier di India), 1:1000 (Jepang),
1:837 (Pakistan), 34:100000 (Malaysia). Analisis retrospektif di pusat kesehatan tersier
di Singapura tercatat insiden 0.89:1000 kelahiran hidup. Kasus tertinggi dilaporkan di
Nigeria, sebesar 1% dari semua kelahiran hidup. Hal ini karena budaya orang Nigeria
yang mengharuskan setiap ibu postpartum memakan kanwa (garam danau yang sudah
dikeringkan) sembari tidur di atas tempat tidur lempung yang dipanaskan dua hari sekali
selama 40 hari setelah melahirkan. Tingginya masukan garam menyebabkan overload
cairan.⁴

3
C. Faktor Resiko
Secara garis besar, faktor risiko PPCM meliputi penyakit yang menyebabkan
gangguan kardiovaskuler, seperti hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg pada usia
kehamilan ≥ 20 minggu), diabetes melitus, dan merokok. Sedangkan faktor risiko yang
berhubungan dengan kehamilan antara lain, umur ibu saat hamil > 32 tahun, multipara
(melahirkan > 3 kali), kehamilan multifetal atau gemelli, pre-eclampsia, penggunaan
obat - obatan untuk membantu proses melahirkan, dan malnutrisi terutama obesitas
(BMI >30). Ras yang merupakan faktor risiko adalah Afrika-Amerika. Masih belum
jelas apakah ras merepresentasikan faktor risiko independent atau suatu interaksi dari
kebudayaan dan hipertensi yang meningkatkan risiko PPCM.⁴‫׳‬⁸

D. Etiologi dan Patogenesis


Etiologi peripartum cardiomyopathy masih belum diketahui, namun perkiraan
penyebab utamanya adalah ketidakseimbangan dari stres oksidatif dan penurunan
angiogenesis yang mungkin disebabkan oleh miokarditis virus, respon imun dan
hemodinamik yang abnormal terhadap kehamilan, interaksi hormonal, malnutrisi,
peradangan, dan apoptosis. Sel - sel janin sering lolos ke dalam sirkulasi maternal tetapi
dihancurkan oleh sistem imun ibu. Chimerisme janin ini dapat lolos dari imunitas ibu
yang melemah dan menetap di dalam miokardium ibu. Pendapat lain menunjukkan
bahwa stres oksidatif selama kehamilan akhir mengarah ke pembelahan proteolitik
prolaktin. Fragmen prolaktin 16-kDa yang dihasilkan berupa anti angiogenik yang
bersifat kardiotoksik dan dapat mengganggu metabolisme dan kontraktilitas
kardiomiosit pada jantung ibu sehingga menyebabkan gagal jantung.⁹‫׳‬¹⁰
PPCM dibedakan dari bentuk kardiomiopati lainnya dengan onset terjadinya
selama kehamilan. Selian beberapa penyebab yang telah disebutkan sebelumnya,
terdapat laporan bahwa faktor genetik dari keluarga juga dapat memicu timbulnya
PPCM, namun belum dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai gen yang spesifik
mengarah pada peripartum cardiomyopathy. Untuk saat ini, The European Society of
Cardiology atau Perhimpunan Kardiologi Eropa mengklasifikasikan PPCM sebagai
bentuk non familial, non genetik kardiomiopati dilatasi.¹¹
Stres Oksidatif
Stres oksidatif adalah suatu stimulus poten untuk mengaktivasi Cathepsin D
dan Matrix Metalloproteinase-2 (MMP-2), suatu enzim yang dapat menggenerasi
prolaktin 16kDa. Stress oksidatif, prolactin-cleaving protease cathepsin D, dan
4
prolaktin berperan dalam patofisiologi PPCM. Belakangan ini ditemukan korelasi erat
antara N terminal brain natriuretic peptide (NTproBNP), suatu marker tingkat stres
dinding ventrikel dan gagal jantung, prolaktin, dan marker untuk stres oksidatif (LDL
teroksidasi) dan inflamasi (interferon-gama).⁴
Prolaktin, Prolaktin 16 kDa dan Katepsin D

Gambar 1 Patofisiologi Vaskulo Hormonal dari PPCM.¹²

Stres oksidatif sebagai trigger aktivasi cathepsin D dalam kardiomiosit akan


memotong prolactin menjadi angiostatic and pro-apoptotic subfragment. Pasien PPCM
akut mempunyai kadar low density lipoprotein (LDL) yang tinggi dalam serumnya
(suatu indikasi stress oksidatif tinggi) dan juga peningkatan kadar serum katepsin D
yang teraktivasi, prolaktin total dan fragmen prolaktin 16kDa yang bersifat angiostatik.
Pada penelitian mencit, fragmen prolactin 16kDa mempunyai efek merusak
kardiovaskular yang dapat menjelaskan patofisiologi PPCM. Fragmen tersebut
menginhibisi proliferasi dan migrasi sel endotel, menginduksi apoptosis dan merusak
struktur sel endotel / kapiler yang telah terbentuk. Bentuk prolaktin ini meningkatkan
vasokonstriksi dan merusak fungsi kardiomiosit. Kadar prolaktin 16kDa yang tinggi

5
tanpa keadaan PPCM telah terbukti merusak mikrovaskuler jantung, menurunkan
fungsi jantung dan meningkatkan dilatasi ventrikel.⁴‫׳‬¹²
Efek prolaktin 16kDa berlawanan dengan efek kardioprotektif prolaktin
bentuk lengkap. Prolaktin 16kDa tidak berfungsi melalui reseptor prolaktin bentuk
lengkap. Pro-apoptotic serum markers (soluble death receptor sFas/Apo-1) telah
ditemukan kadarnya meningkat pada pasien PPCM. Marker ini juga dapat memprediksi
status fungsional, dan mortalitas penderita PPCM. Data eksperimental pada model
mencit PPCM (mencit dengan cardiomyocyte restricted deletion of the signal
transducer and activator of transcription-3, STAT3) menyatakan bahwa suatu
mekanisme defensif terhadap antioksidan yang rusak mungkin bertanggung jawab atas
terjadinya PPCM.⁴‫׳‬¹²
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa prolaktin 16kDa menginduksi sel
endotelial untuk mengemas miR-146a menjadi partikel eksosom, enkapsulasi lipid
kecil, yang kemudian disekresikan dan diambil oleh kardiomiosit. MiR-146a
diinternalisasi ke dalam kardiomiosit kemudian menekan jalur neuregulin / ErbB,
sehingga meningkatkan apoptosis kardiomiosit. Secara mengejutkan, tingkat sirkulasi
miR-146a secara dramatis meningkat pada wanita dengan PPCM. Selain itu, kadar turun
secara signifikan dengan pengobatan bromocriptine, menunjukkan bahwa prolaktin
mendorong sekresi miR-146a. Seperti yang diuraikan di atas, miR-146a dengan
demikian dapat bermanfaat sebagai biomarker PPCM. Selain itu, miR-146a dapat
menjadi target terapi yang layak karena microRNA dapat secara efisien dan spesifik
dihambat secara klinis.¹²
Pengobatan model STAT3 PPCM dengan modifikasi asam nukleat terkunci
(LNA) antisense oligonukleotida bertujuan menahan miR-146a untuk mempertahankan
kepadatan sel endotel jantung dan fungsi kontraksinya. Selain itu, LNA-miR-146a tidak
menghambat laktasi karena asam linoleat bekerja di bagian perifer dari aksi prolaktin
16-kDa. Jadi, tidak seperti bromocriptine, terapi dengan LNA-miR-146a akan
memungkinkan perawatan lanjutan pada bayi baru lahir. Dengan demikian, dapat
ditunjukkan bahwa setidaknya dalam model murine ini, hormon peripartum (prolaktin)
ditambah kecenderungan jantung (dalam hal ini, tidak adanya STAT3 di jantung) saling
mendukung dalam memicu vasculopathy dan menyebabkan terjadinya PPCM.¹²
Virus Myokarditis
Melvin et al, menemukan miokarditis selama biopsi endomiokardial pada tiga
wanita dengan PPCM. Spesimen biopsi menunjukkan infiltrasi limfositik padat dengan
6
jumlah variabel edema miosit, nekrosis, dan fibrosis. Dalam sebuah studi oleh Felker et
al, 62% wanita dengan PPCM memiliki miokarditis atau ambang miokarditis pada
biopsi. Namun, hasil klinis tidak berbeda antara wanita dengan dan tanpa miokarditis.¹¹
Penelitian sebelumnya telah menyampaikan peran peradangan pada PPCM. Satu
laporan menunjukkan adanya genom virus dalam inflamasi interstitial pada 31% kasus
PPCM. Terdapat banyak TNF α, interferon γ, IL 6, C‑reactive protein, dan Fas/apoptosis
antigen 1 ditemukan dalam PPCM. Faktor inflamasi dari sitokin mengganggu adaptasi
jantung selama kehamilan dan dapat menyebabkan fibrosis jantung.²
Misalnya, dalam satu penelitian, 71% wanita dengan PPCM dan 73% dari
subyek kontrol yang cocok menyimpan bukti infeksi coxsackie atau echovirus.
Demikian pula, sebeuah penelitian dengan PCR pada spesimen biopsi endomiokardial
dari 26 pasien dengan PPCM mengungkapkan 30,7% prevalensi genom virus yang
sering terlibat dalam miokarditis, termasuk parvovirus B19, tetapi prevalensinya identik
(30,3%) pada kelompok kontrol. Spesifisitas dari temuan ini sangat buruk, dan peran
miokarditis dalam PPCM tetap tidak pasti.¹²
Autoimun
Serum pasien PPCM ditemukan mempengaruhi maturisasi sel dendrit in vitro,
berbeda dibandingkan dengan serum wanita postpartum sehat. Serum wanita PPCM
mengandung titer autoantibodi tinggi terhadap protein jaringan kardium yang tidak
terdapat pada pasien kardiomiopati idiopatik. Warraich dkk. menyatakan bahwa tidak
seperti yang ditemukan pada DCM, yaitu up-regulation selektif G3 subclass
immunoglobulin (IgG3s), pada PPCM terdapat kenaikan kelas G dan semua subclass
immunoglobulin terhadap myosin heavy chain.⁴
Autoantibodi berasal dari sel fetal (microchimerism) (yang dapat masuk ke
dalam sirkulasi maternal), dan beberapa protein (seperti aktin dan miosin) yang
dilepaskan oleh uterus selama proses melahirkan telah terdeteksi pada pasien PPCM.
Autoantibodi ini bereaksi dengan protein miokardium maternal yang kemudian
menyebabkan PPCM. Multiparitas adalah faktor risiko PPCM, menyimpulkan adanya
pajanan terhadap antigen fetal atau paternal dapat menyebabkan respon inflamasi
miokardium abnormal.⁴
Genetik
The European Society of Cardiology mengklasifikasikan PPCM sebagai suatu
bentuk DCM nonfamilial dan nongenetik berhubungan dengan kehamilan. Tetapi
beberapa kasus PPCM telah terbukti berhubungan dengan faktor genetik.⁴
7
Beberapa literatur melaporkan wanita PPCM mempunyai ibu atau saudara
perempuan didiagnosis PPCM, ada pula yang melaporkan hubungan antara first degree
relative berjenis kelamin perempuan. Ada juga yang melaporkan bahwa perempuan
yang mempunyai gen DCM (dilated cardiomyopahty), dapat berujung pada PPCM
setelah kehamilan karena adanya stres hemodinamik. Selain itu, terdapat hubungan
antara wanita dengan keluarga laki-laki yang mempunyai DCM.⁴
Penelitian 90 keluarga familial DCM dan PPCM mengungkapkan adanya
causative mutation yang dapat dideteksi lebih awal dengan penapisan. Penelitian
tersebut menemukan adanya mutasi (c.149A>G, p.Gln50Arg) di dalam gen yang
mengkode cardiac troponin C (TNNC1). Adanya variasi genetik dalam JAK/STAT
signaling cascade juga dapat menjadi salah satu penyebab PPCM.⁴

E. Manifestasi Klinis
Presentasi klinis PPCM kurang lebih sama dengan gagal jantung sistolik
sekunder terhadap kardiomiopati. Tanda dan gejala awal PPCM biasanya menyerupai
temuan normal fisiologis kehamilan, termasuk edema pedis, dyspneu d’effort, ortopnea,
paroxysmal nocturnal dyspnea, dan batuk persisten. Oleh karena itu, penegakkan
diagnosis PPCM sering terlambat karena dianggap sebagai gejala kehamilan biasa atau
kelelahan karena melahirkan dan sering terbangun malam. Tanda dan gejala tambahan
pasien PPCM adalah abdominal discomfort sekunder terhadap kongesti hepar, pusing,
nyeri sekitar jantung dan epigastrium, palpitasi atau takikardi, pada stadium lanjut dapat
terjadi hipotensi postural, peningkatan tekanan vena jugularis, murmur regurgitasi yang
tidak ditemukan sebelumnya, serta gallop S3 dan S4. Tekanan darah sering normal atau
menurun. EKG biasanya menunjukkan sinus takikardia dengan perubahan tidak
spesifik, dan radiografi dada biasanya menunjukkan pembesaran jantung dan edema
paru.⁴‫׳‬⁸‫׳‬¹¹‫׳‬¹²
Menurut NYHA (New York Heart Association), PPCM diklasifikasikan
menjadi 4 class sebagai berikut :⁸
1. Class I : Keadaan tanpa gejala.
2. Class II : Gejala ringan atau timbul gejala hanya pada aktivitas berat.
3. Class III – Gejala timbul pada aktivitas ringan.
4. Class IV – Gejala ada pada saat istirahat.
Pada mayoritas pasien, 78% gejala didapati pada 4 bulan setelah melahirkan,
hanya 9% pasien menunjukkan gejala pada bulan terakhir kehamilan. Tanda dan gejala
8
paling sering dijumpai pada saat pasien datang adalah dengan NYHA functional class
III atau IV. Kadang pasien datang dengan ventrikel takikardi atau cardiac arrest.
Trombosis ventrikel kiri tidak jarang ditemui pada pasien PPCM dengan LVEF <35%.
Komplikasi lain yang dapat dijumpai adalah embolisme perifer, termasuk emboli
serebral dengan konsekuensi neurologis serius dan embolisme koroner mesenterium.⁴‫׳‬¹¹

Gambar 2 Perbandingan waktu dari perubahan hemodinamik selama dan setelah


kehamilan, digambarkan sebagai curah jantung (CO atau cardiac output, garis hitam),
peningkatan prolaktin dan soluble Fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt1) hormones (garis
merah), dan kejadian peripartum cardiomyopathy (PPCM, grafik biru). *Tingkat prl
tetap meningkat pada wanita yang menyusui.¹²

F. Diagnosis
Kriteria diagnostik PPCM, yaitu gagal jantung yang timbul pada bulan – bulan
terakhir kehamilan atau dalam kurun waktu lima bulan setelah melahirkan, tidak ada
riwayat penyakit jantung yang diketahui sebelumnya, tidak ada penyebab penyakit
jantung yang dapat diidentifikasi.⁸ Selain itu, juga harus dipertimbangkan beberapa
kriteria berikut, yaitu keadaan kardiomiopati idiopatik, berhubungan dengan kehamilan,
bermanifestasi sebagai gagal jantung karena disfungsi sistolik ventrikel kiri, biasanya
terjadi selama satu bulan terakhir kehamilan sampai lima bulan masa postpartum, adalah
diagnosis eksklusi, terjadi pada wanita tanpa penyakit kardiovaskular lain, tidak harus
disertai dilatasi ventrikel kiri, namun fraksi ejeksi biasanya selalu <45%.⁴ Meskipun
istilah kardiomiopati peripartum telah digunakan secara luas, setidaknya sampai saat
ini, sedikit bukti yang mendukung kardiomiopati yang disebabkan oleh kehamilan.¹⁰

9
Diagnosis pasti PPCM tergantung pada pemeriksaan ekokardiografi yang
dilakukan sejak awal terjadinya gagal jantung selama periode waktu nifas. Diagnosis
PPCM membuat pengecualian dari penyebab lain gagal jantung, yaitu infark miokard,
sepsis, preeklamsia berat, emboli paru, penyakit katup, dan bentuk kardiomiopati
lainnya. Radiografi toraks harus dilakukan dalam kasus yang diduga PPCM. Radiografi
thoraks dapat membantu dalam edema paru akut, tetapi sangat kurang jika tidak ada
bukti klinis kongestif paru yang terungkap. Indikasi radiologis dari gagal jantung seperti
kardiomegali, kongesti paru, dan efusi pleura mungkin jelas. Namun, mendiagnosis
kardiomegali berdasarkan rontgen dada pada pasien hamil sulit karena jantung
terdorong ke atas dan ke samping, sehingga tampak kardiomegali yang mungkin salah.
Elektrokardiogram juga harus dilakukan. Dalam PPCM, hasil yang didapat mungkin
normal atau mungkin menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri, kelainan gelombang ST-T,
disritmia, tampak gelombang Q pada bagian anteroseptal, dan pemanjangan interval PR
dan QRS. Pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan, antara lain sel darah lengkap
dan kadar serum troponin, urea, kreatinin, dan elektrolit. Tes fungsi hati dan kadar
thyroid stimulating hormone harus diukur. Dalam evaluasi awal, kadar serum troponin
dapat membantu dalam menyingkirkan infark miokard, namun peningkatan troponin
juga dapat terjadi pada fase akut PPCM tanpa infark miokard. Tingkat B-type natriuretic
peptide dan N-terminal pro B-type natriuretic peptide dapat membantu dalam
menegakkan diagnosis.¹¹
Tidak seperti penggunaan kateterisasi arteri pulmonalis, ekokardiografi
diperbolehkan untuk evaluasi rutin pada wanita hamil karena bersifat non invasive.
Ekokardiografi serial dengan Doppler digunakan untuk mengevaluasi dan memantau
fungsi ventrikel kiri dan kanan secara regional dan global, struktur dan fungsi katup,
kemungkinan perubahan patologis perikardial, dan komplikasi mekanis. Temuan pada
wanita dengan PPCM sama dengan temuan pada gagal jantung, didapatkan penurunan
fraksi ejeksi, dilatasi global, dan dinding jantung yang menipis. MRI jantung telah
disarankan sebagai alat pelengkap dalam menegakkan diagnosis dan evaluasi wanita
dengan PPCM. Pencitraan tersebut dapat digunakan untuk mengukur seluruh dan atau
sebagian kontraksi miokard, dapat membantu dalam menggolongkan patogenesis
penyakit, dan dapat menunjukkan adanya proses inflamasi. Baruteau dkk berpendapat
bahwa karena MRI jantung dapat digunakan untuk membedakan peradangan dari
patogenesis non-peradangan, hal ini dapat membantu evaluasi awal pada seorang wanita

10
dengan PPCM untuk menentukan patofisiologi dan untuk memandu pilihan terapi lebih
lanjut.¹¹

Gambar 3 Peripartum cardiomyopathy dengan edema paru ringan. Foto thoraks AP


seorang wanita dengan kardiomegali dan tampak gambaran radioopak perihilar ringan
sesuai dengan keadaan dilated cardiomyopathy.¹⁰

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan PPCM mengikuti standar pengobatan untuk gagal jantung
sistolik lainnya. Obat – obatan yang diperlukan sebelum melahirkan, sesuai dengan
toksisitas janin. Tujuannya adalah untuk meningkatkan status hemodinamik, untuk
meminimalkan gejala gagal jantung, dan untuk mengoptimalkan hasil jangka panjang.
Kesejahteraan janin antepartum adalah hasil yang sangat penting. Pendekatan tim
dengan kolaborasi antara ahli jantung, dokter kandungan, dokter anak, dan ahli anestesi
sangat diperlukan.²
Sampai saat ini tidak ada uji klinis untuk menilai manajemen gagal jantung
akut yang tepat karena PPCM. Oleh karena itu, manajemen standar untuk gagal jantung
sistolik akut digunakan dalam kasus ini. Pada wanita yang mengalami dekompensasi
gagal jantung akut yang berat, penting untuk membebaskan jalan napas, mengatur

11
pernapasan, dan mempertahankan sirkulasi. Intubasi atau tekanan saluran napas positif
bilevel mungkin diperlukan untuk memberikan oksigenasi yang tepat, terutama dalam
pengaturan edema paru akut. Loop diuretik aman untuk antepartum dan postpartum,
serta memiliki efek diuresis yang diperlukan. Infus vasodilator yang terus menerus,
seperti nitrogliserin dan nitroprusside dapat mengurangi afterload dan preload. Jika ada
disfungsi jantung yang signifikan, pemberian inotropik seperti milrinone atau
dobutamine dapat dimulai untuk memberikan dukungan, dukungan mekanis lainnya
seperti, pompa balon intra aorta, alat bantu ventrikel kiri, atau oksigenasi membran
ekstrakorporeal mungkin diperlukan untuk syok kardiogenik yang lebih parah. Jika
muncul saat antepartum, pemantauan janin sangat penting selama periode
dekompensasi. Jika fraksi ejeksi <35%, heparin dengan berat molekul rendah dapat
digunakan untuk mencegah terjadinya trombus ventrikel kiri pada pasien yang berisiko
tinggi mengalami pembekuan pada periode antepartum dan Coumadin dapat digunakan
pada periode postpartum. Pengobatan akan berlangsung selama tiga hingga enam bulan
setelah melahirkan atau sampai terjadi pemulihan ventrikel kiri.⁹
Pada pasien PPCM antepartum, kelahiran janin dapat mengurangi stres
hemodinamik pada jantung dengan cara melahirkan berdasarkan indikasi obstetrik. Jika
terjadi gagal jantung refrakter dengan upaya yang ekstensif ini, disarankan untuk
menunda menyusui dan memulai terapi bromocriptine untuk menekan produksi
prolaktin. Sebuah studi terbaru oleh Hilfiker-Kleiner et al. mengungkapkan bahwa
pasien yang menerima pengobatan bromocriptine, bahkan jika hanya selama satu
minggu, memiliki tingkat pemulihan ventrikel kiri yang lebih tinggi dengan morbiditas
dan mortalitas yang lebih rendah dibandingkan dengan wanita dengan PPCM tidak
diobati dengan bromocriptine. Dalam sebuah penelitian dikatakan bahwa pasien yang
menerima obat selama seminggu memiliki peningkatan dalam fraksi ejeksi sekitar 20%.
Sebaliknya, survei terhadap wanita dengan riwayat PPCM mengungkapkan bahwa
menyusui dikaitkan dengan tingkat pemulihan fungsi ventrikel kiri yang lebih tinggi.
Setelah stabil, manajemen gagal jantung pada periode antepartum menggunakan obat –
obatan yang paling tidak teratogenik. β-blocker, khususnya carvedilol dan metoprolol
suksinat, hidralazin untuk vasodilatasi, digoksin, dan loop diuretik semuanya membawa
risiko komplikasi janin yang rendah.⁹
Pada periode postpartum, pemilihan obat dibuat berdasarkan keinginan wanita
untuk menyusui. Hipotensi berat pada bayi dapat terjadi pada penggunaan angiotensin
receptor blockers (ARBs) atau angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEIs),
12
terutama dalam beberapa minggu pertama kehidupan neonatal. ARB tidak dianjurkan
pada wanita menyusui setiap saat karena alasan yang sama. Enalapril, captopril, dan
quinapril adalah ACEI yang dapat diterima dan lebih disukai untuk digunakan setelah
bayi berusia beberapa bulan. Semua obat gagal jantung lainnya sesuai untuk digunakan
oleh ibu baru, yaitu loop diuretik, hydralazine, isosorbide dinitrate, dan antagonis
aldosteron. β-blocker juga sangat penting untuk pemulihan ventrikel kiri pada pasien
gagal jantung ini. Penggunaan implantable cardioverter defibrillator (ICD) harus
ditunda sampai pasien pulih. Proporsi yang signifikan dari wanita dengan PPCM
memiliki normalisasi fraksi ejeksi dalam 6 bulan setelah diagnosis, dengan hanya 3%
memiliki defisit residual yang menjamin penggunaan ICD. Sambil menunggu
pemulihan fungsi ventrikel kiri, defibrillator eksternal dapat dipakai untuk mencegah
terjadinya aritmia ventrikel sementara waktu.⁹

H. Komplikasi
PPCM merupakan penyebab peningkatan angka morbiditas dan mortalitas
pada pasien hamil. Komplikasi yang terkait dengan penyakit ini termasuk gagal jantung
berat, syok kardiogenik, aritmia, komplikasi tromboemboli, serangan jantung, dan
kematian. Tingkat kematian yang dilaporkan sampai saat ini adalah sekitar 15%, kurang
dari bentuk kardiomiopati lain yang terkait. Dalam serangkaian 17 kasus kematian pada
pasien PPCM, 18% kematian terjadi dalam satu minggu setelah melahirkan dan 87%
dalam waktu enam bulan setelah melahirkan. Penyebab kematian dalam kasus ini adalah
cardiac arrest atau gagal jantung yang memberat. Perbedaan geografis berhubungan
dengan tingkat kematian lebih tinggi yang dilaporkan di Haiti, Afrika Selatan, dan Turki
dibandingkan dengan risiko kematian di Amerika Serikat. Resiko kematian meningkat
pada usia yang lebih tua, multiparitas, ras Afrika-Amerika, disfungsi LV parah (LVEF
<25%), dan keterlambatan dalam diagnosis.¹³ Selain itu juga dapat terjadi komplikasi
terhadap janin, yaitu fetal distress oleh karena hipoksia.¹⁴

I. Prognosis
Pemulihan biasanya terjadi tiga hingga enam bulan pasca persalinan, tetapi
bisa sampai 48 bulan setelah melahirkan. Beberapa faktor terkait dengan prognosis yang
baik, antara lain :¹⁴
1. Dimensi diastolik LV kecil (kurang dari 5,5 cm).

13
2. LVEF lebih besar dari 30% hingga 35% dan fraksinasi pemendekan lebih besar dari
20% pada saat diagnosis.
3. Tidak adanya elevasi troponin.
4. Tidak adanya LV thrombus.
5. Etnis Amerika non-Afrika

Sedangkan faktor – faktor berikut dapat mengindikasikan prognosis yang


buruk, meliputi :¹⁴

1. QRS lebih besar dari 120 milliseconds.


2. Keterlambatan diagnosis.
3. Kelas NYHA tinggi.
4. Multiparitas, dan
5. Keturunan Afrika.
Kekambuhan PPCM dapat meningkat pada kehamilan berikutnya, dan pasien
disarankan untuk tidak hamil lagi dan dipantau secara ketat.¹⁴
Persalinan pervaginam selalu lebih baik jika status hemodinamik pasien stabil
dan tidak ada indikasi obstetrik untuk persalinan perabdominal. Diperlukan pemantauan
ketat terhadap status hemodinamik pasien dengan PPCM. Telah dilaporkan 17% pasien
dengan persalinan prematur tidak menimbulkan efek negatif pada anak. Terminasi harus
segera dilakukan pada wanita dengan gagal jantung dan ketidakstabilan hemodinamik
meskipun telah diobati, tanpa mempertimbangkan usia kehamilan. Operasi caesar
direkomendasikan dengan kombinasi anestesi spinal dan epidural. Kerjasama tim antar
interdisipliner yang berpengalaman sangat dibutuhkan.¹⁵

J. Pencegahan
Saat ini, tidak ada perkiraan risiko untuk membantu menentukan probabilitas
munculnya PPCM pada seorang wanita. Dalam upaya mencegah perkembangan PPCM,
wanita harus memulai gaya hidup yang mendukung untuk kesehatan jantung. Olahraga
teratur, tidak mengkonsumsi alkohol dan rokok, serta diet seimbang akan menjaga
kesehatan jantung. Bromocriptine mungkin bermanfaat dalam mengurangi mortalitas
dan mencegah pengurangan fraksi ejeksi lebih lanjut pada wanita dengan riwayat PPCM
ketika mengalami kehamilan berikutnya.⁹
Edukasi pasien penting untuk mencegah terulang kembali gagal jantung pada
kehamilan sebelum kehamilan berikutnya, antara lain :⁸

14
1. Harus kontrol ekokardiografi dan jika normal, lakukan dobutamin stress
echocardiography.
2. Kehamilan tidak dianjurkan pada pasien dengan gangguan jantung kiri persisten.
3. Pasien dengan ekokardiografi normal tetapi terdapat penurunan kontraktilitas pada
stres ekokardiografi harus diperingatkan bahwa dia tidak mempunyai toleransi
terhadap peningkatan hemodinamik selama kehamilan.
4. Pasien PPCM dengan perbaikan penuh harus diberitahu bahwa dapat hamil kembali
dengan kehamilan normal dan angka kematian rendah.

15
BAB III

KESIMPULAN

Peripartum cardiomyopathy adalah keadaan kardiomiopati idiopatik, berhubungan


dengan kehamilan, bermanifestasi sebagai gagal jantung karena disfungsi sistolik ventrikel
kiri, biasanya terjadi pada satu bulan terakhir kehamilan sampai lima bulan masa
postpartum, adalah diagnosis eksklusi, terjadi pada wanita tanpa penyakit kardiovaskular
lain, tidak harus disertai dengan dilatasi ventrikel kiri, namun fraksi ejeksi biasanya selalu
<45%. Faktor risiko PPCM termasuk multipara, umur ibu lebih dari 30 tahun, kehamilan
dengan bayi lebih dari satu atau gemeli, hipertensi gestasional, dan ras Afrika-Amerika.
Bermacam teori etiopatogenesis PPCM antara lain stress oksidatif, prolaktin, autoimun dan
genetik. Manifestasi klinis PPCM hampir sama dengan gagal jantung kongestif pada
umumnya, namun dapat dibedakan melalui anamnesis dan pemeriksaan penunjang, terutama
ekokardiografi sebagai gold standart. Ekokardiografi bermanfaat untuk skrining, diagnosis,
dan tindak lanjut setelah perawatan. Penanganan medis PPCM mirip dengan penanganan
pada penyakit gagal jantung. Pengobatan utama adalah pembatasan cairan dan garam,
digoksin, diuretik, vasodilator dan antikoagulan. Kehamilan dan menyusui harus selalu
menjadi pertimbangan sebelum memilih obat. PPCM selama periode antepartum
memerlukan pemantauan janin dan ibu yang intensif. PPCM yang disertai edema paru, PEB
dan usia kehamilan diatas 34 minggu merupakan indikasi dari terapi aktif yaitu terminasi
persalinan.²‫׳‬⁴‫׳‬⁸
Hipertensi pada kehamilan memiliki hubungan yang kuat dengan PPCM. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hipertensi pada kehamilan dan riwayat hipertensi pada
kehamilan sebelumnya adalah faktor risiko utama yang memiliki pengaruh paling signifikan
terhadap kejadian PPCM. Memang, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui
mekanisme pre eklampsia yang tumpang tindih dengan PPCM. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, yang mengarah ke perawatan komprehensif
terhadap pasien dengan hipertensi dalam kehamilan, serta menjadi salah satu bagian dari
bukti hubungan antara patogenesis hipertensi dalam kehamilan dengan timbulnya PPCM.⁶
Kardiomiopati peripartum merupakan kegawatdaruratan medis yang harus segera
didiagnosis secara tepat untuk memperbaiki prognosis melalui penanganan yang tepat. Jika
ukuran ventrikel dapat kembali normal setelah kehamilan dan masa postpartum, prognosis

16
jangka pendek sangat baik, walaupun sequele untuk kehamilan berikutnya tidak begitu
dipahami. Kegagalan jantung untuk kembali normal dihubungkan dengan morbiditas dan
mortalitas tinggi.⁴

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Ardiani, Anindita Kusuma. 2013. Perbedaan Curah Saliva pada Wanita Hamil
Trimester 1, Trimester 2 dan Trimester 3. Universitas Diponegoro. Jurnal Media
Medika.
2. Kim, Mi-Jeong, & Mi-Seung Shin. Practical Management of Peripartum
Cardiomyopathy. Korean J Intern Med 2017;32:393-403.
3. Kementrian Kesehatan RI. Pusat Data dan Informasi. Infodatin Ibu. 2014. Jakarta
Selatan.
4. Setiantiningrum, Monique, & Rehatta Vallentino. 2014. Definisi, Etiopatogenesis dan
Diagnosis Kardiomiopati Peripartum. Jurnal CDK-218. vol. 41 no. 7.
5. Hariyanto, Hori, et al. A tale of broken heart : peripartum cardiomyopathy, case report.
Medical Journal of Indonesia 2016, Vol. 25, No.1.
6. Prameswari, Hawani Sasmaya, et al. Hypertension in pregnancy as the most influential
risk factor for PPCM. Br J Cardiol 2018;25:111–4. doi:10.5837/bjc.2018.021.
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
8. Rodiani, & Gheavani Legowo. Multigravida Hamil 36 Minggu dengan Gemeli dan
Peripartum Kardiomiopati. J Agromed Unila 2017,Volume 4, Nomor 1.
9. Gupta, Divya, & Nanette K. Wenger. Peripartum Cardiomyopathy : Status 2018.
Clinical Cardiology. 2018;41:217–219.
10. Cunningham, et al. 2019. Chapter 49 : Cardiovascular Disorders. Williams Obstetric
25th Edition, hal. 1491 – 1493.
11. Coyle, Leah Johnson, et al. Peripartum Cardiomyopathy : Review and Practice
Guidelines. AJCC AMERICAN JOURNAL OF CRITICAL CARE, March 2012,
Volume 21, No. 2. doi: http://dx.doi.org/10.4037/ ajcc2012163.
12. Arany, Zolt, et al. Peripartum Cardiomyopathy. American Heart Association.
Circulation. 2016;133:1397-1409. DOI: 10.1161/CIRCULATIONAHA.115.020491.
13. Sharma, Kavita, & Stuart D Russell. An Update on Peripartum Cardiomyopathy in the
21st Century. International Journal of Clinical Cardiology 2015, 2:3.
14. Ziccardi, Mary Rodriguez, & Momin S Siddique. Peripartum Cardiomyopathy.
National Center for Biotechnology Information, U.S. National Library of Medicine
2018. Bookshelf ID: NBK482185.

18
15. ESC Guidelines on the management of cardiovascular diseases during pregnancy.
European Heart Journal (2011) 32, 3147–3197. doi:10.1093/eurheartj/ehr218.

19

Anda mungkin juga menyukai