Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI……………………………………..

Definisi………………………………………………………………………………… 2

Etiologi………………………………………………………………………………… 4

Epidemiologi…………………………………………………………………………... 5

Faktor Resiko………………………………………………………………………….. 5

Etiopatogenesis………………………………………………………………………... 6

Manifestasi Klinis……………………………………………………………………… 9

Diagnosis………………………………………………………………………………. 10

Pemeriksaan Tambahan………………………………………………………………… 12

Tatalaksana……………………………………………………………………………… 14

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………... 15

1
Peripartum Cardiomyopathy (PCCM)

Definisi

Kardiomiopati peripartum (peripartum cardiomyopathy, PPCM) adalah keadaan kardiomiopati

idiopatik, berhubungan dengan kehamilan, bermanifestasi sebagai gagal jantung karena disfungsi

sistolik ventrikel kiri, biasanya terjadi selama 1 bulan terakhir kehamilan sampai 5 bulan

postpartum. Merupakan diagnosis eksklusi pada wanita tanpa penyakit kardiovaskular lain, tidak

harus disertai dilatasi ventrikel kiri, namun fraksi ejeksi biasanya selalu <45%.

European Society of Cardiology on the classification of cardiomyopathies menyatakan bahwa

PPCM adalah suatu bentuk non-familial, non-genetik dari dilated cardiomyopathy yang

2
berhubungan dengan kehamilan. American Heart Association mendefinisikan PPCM sebagai

penyakit langka dan adanya DCM (Dillatated Cardio Myopathy) primer yang didapat

berhubungan dengan disfungsi ventrikel kiri dan gagal jantung.

National Heart Lung and Blood Institute and the Office of Rare Diseases menyatakan PPCM jika

gagal jantung timbul pada bulan terakhir kehamilan atau pada 5 bulan post-partum, tidak ada

penyebab pasti timbulnya gagal jantung tidak ada penyakit jantung yang ditemukan sebelum

kehamilan disfungsi sistolik yang dapat dipastikan oleh echocardiography dengan kriteria fraksi

ejeksi ventrikel kiri <45%, pemendekan fractional <30% atau keduanya, dengan atau tanpa

dimensi end diastolic ventrikel kiri >2.7cm/m body surface area.

Heart Failure Association of the European Society of Cardiology Working Group on PPCM pada

tahun 2010 yang menyatakan bahwa PPCM adalah suatu keadaan kardiomiopati idiopatik,

berhubungan dengan kehamilan, bermanifestasi sebagai gagal jantung karena disfungsi sistolik

ventrikel kiri, biasanya terjadi pada 1 bulan terakhir kehamilan sampai 5 bulan masa

postpartum; adalah diagnosis eksklusi, terjadi pada wanita tanpa penyakit kardiovaskular lain,

tidak harus disertai dengan dilatasi ventrikel kiri, namun fraksi ejeksi biasanya selalu <45%.

Heart Failure Association mendefinisikan secara spesifik mengecualikan perempuan yang

memiliki gejala PPCM pada awal kehamilan mereka dan secara eksplisit mendefiniskan bahwa

tidak semua kasus PPCM terjadi dengan dilatasi ventrikel kiri. Oleh karena itu PPCM menolong

supaya dokter tidak salah dalam mendiagnosa kondisi lain yang terjadi dengan edema pulmo di

kehamilan seperti disfungsi diastolic dari pre-eklampsi dan kelainan lain.

PPCM lebih sering terjadi pada wanita multipara. Telah dilaporkan bahwa PPCM lebih sering

terjadi pada kelahiran kembar dan pre-eklampsia pada kehamilan. Tetapi, kedua kondisi ini

3
berhubungan dengan tekanan onkotik rendah yang dapat menyebabkan noncardiogenic

pulmonary edema.

Berikut adalah klasifikasi tingkat keparahan tanda atau gejala dari pasien dengan PPCM menurut

New York Heart Association :

Class 1 Tanpa disertai gejala

Class 2 Gejala yang dirasakan ringan, gejala dirasakan apabila melakukan aktivitas yang

berat

Class 3 Gejala timbul pada aktivitas yang ringan

Class 4 Gejala timbul pada saat beristirahat

Etiologi
Kardiomiopati peripartum merupakan salah satu bentuk dari penyakit miokardial primer

idiopatik yang berhubungan dengan kehamilan. Meskipun beberapa kemungkinanmekanisme

etiologi dari penyakit tersebut yang diperkirakan selama ini, tetapi tidak satupunyang dapat

menjelaskan dengan pasti.Beberapa kejadian yang diperkirakan dapat menjadi penyebab ataupun

mekanismekardiomiopati peripartum, adalah :

 Miokarditis : Melvin dkk pernah membuktikan adanya miokarditis dari biopsy

endomiokardial pada pasien dengan kardiomiopati peripartum. Dikatakan bahwahipotesis

menurunnya sistem imnunitas selama hamil, dapat meningkatkan replikasivirus dan

kemungkinan untuk terjadinya miokarditis akan meningkat.

 Infeksi viral yang bersifat kardiotropik

 Chimerism

4
 Apoptosis dan inflamasi

 Respon abnormal hemodinamik pada kehamilan : perubahan hemodinamik

selamakehamilan dengan meningkatnya volume darah dan curah jantung serta menurunnyaafterload,

sehingga respon dari ventrikel kiri untuk penyesuaian menyebabkan terjadinya hipertrofi

sesaat.

 Faktor-faktor penyebab lain : efek tokolisis yang lama, kardiomiopati dilatasi idiopatik,

abnormalitas dari relaxine, defisiensi selenium dll. Sedangkan faktor-faktor resiko yang

dapat menyebabkan seorang wanita mengalami kardiomiopati peripartum, diantaranya

adalah; multiparitas, usia maternal yang lanjut (walaupun penyakit ini dapat mengenai

semua usia, insidensi akan meningkat pada wanita berusia > 30 tahun), kehamilan

multifetal, pre-eklamsia, hipertensi gestasional dan ras Afrika Amerika

Epidemiologi
Tidak banyak yang diketahui tentang PPCM, dari berbagai literature kejadian PPCM sekitar

1:2200-4000 (USA), 1:1000 (Afrika Selatan), dan 1:300 (Haiti). Di Asia didapati 1:1374 (Rumah

Sakit Tersier di India), 1:1000 (Jepang), 1:837 (Pakistan), 34:100000 (Malaysia). Analisis

retrospektif di pusat kesehatan tersier di Singapura mendapatkan insiden 0.89:1000 kelahiran

hidup. Kasus tertinggi dilaporkan di Nigeria, sebesar 1% dari semua kelahiran hidup. Hal ini

karena budaya orang Nigeria yang mengharuskan setiap ibu postpartum memakan kanwa (garam

danau yang sudah dikeringkan) sembari tidur di atas tempat tidur lempung yang dipanaskan 2

hari sekali selama 40 hari setelah melahirkan. Tingginya masukan garam menyebabkan

overloadcairan.Kardiomiopati peripartum unik untuk wanita hamil usia reproduktif. Di Amerika

didapatkan umur rerata penderita 31 ± 6 tahun, sedangkan di India 31,81 ± 3,7 tahun. Sebagai

acuan, umur rerata kejadian PPCM adalah wanita antara 19-38 tahun.
5
Faktor Resiko
Secara garis besar, faktor risiko PPCM Diidentifikasi berupa penyakit yang menyebabkan

gangguan kardiovaskuler, seperti hipertensi (tekanan darah >140/90 mmHg setelah kehamilan

minggu ke-20), diabetes melitus, dan merokok. Sedangkan faktor risiko yang berhubungan

dengan kehamilan antara lain, umur saat hamil >32 tahun, multipara (>3 kali hamil), kehamilan

multifetal, preeklampsia, penggunaan obat-obatan untuk membantu proses melahirkan, dan

malnutrisi terutama obesitas (BMI >30). Ras yang merupakan faktor risiko adalah Afrika-

Amerika. Masih belum jelas apakah ras merepresentasikan faktor risiko independen atau suatu

interaksi dari kebudayaan dan hipertensi yang meningkatkan risiko PPCM.

Etiopatogenesis

1. Stres Oksidatif

Data baru menunjukkan keterlibatan stress oksidatif, prolactin-cleaving protease cathepsin D ,

dan prolaktin pada patofisiologi PPCM. Stres oksidatif adalah suatu stimulus poten untuk

mengaktivasi Cathepsin D dan Matrix Metalloproteinase-2 (MMP-2), suatu enzim yang dapat

menggenerasi prolaktin 16 kDa. Belakangan ini ditemukan korelasi erat antara N-terminal brain

natriuretic peptid (NT-proBNP), suatu markertingkat stres dinding ventrikel dan gagal jantung,

prolaktin, dan markeruntuk stres oksidatif (LDL teroksidasi) dan inflamasi (interferon-gama).

2. Prolaktin 16 Kda dan Katepsin D

Stres oksidatif sebagai trigger aktivasi cathepsin D dalam kardiomiosit akan me-motong

prolactin menjadi angiostatic and pro-apoptotic subfragment. Pasien PPCM akut mempunyai

kadar low density lipoprotein (LDL) serum tinggi (suatu indikasi stres oksidatif tinggi) dan juga

6
peningkatan kadar serum katepsin D yang teraktivasi, prolaktin total dan fragmen prolaktin

16kDa yang bersifat angiostatik. Pada penelitian mencit, fragmen prolaktin 16 kDa mempunyai

efek merusak kardiovaskular yang dapat menjelaskan patofisiologi PPCM. Fragmen tersebut

menginhibisi proliferasi dan migrasi sel endotel, menginduksi apoptosis dan merusak struktur

kapiler yang telah terbentuk. Bentuk prolaktin ini meningkatkan vasokonstriksi dan merusak

fungsi kardiomiosit. Kadar prolaktin 16kDa yang tinggi tanpa keadaan PPCM telah terbukti

merusak mikrovaskuler jantung, menurunkan fungsi jantung dan meningkatkan dilatasi ventrikel.

Efek prolaktin 16kDa berlawanan dengan efek kardio-protektif prolaktin bentuk lengkap.

Prolaktin 16kDa tidak berfungsi melalui reseptor prolaktin bentuk lengkap. Pro-apoptotic serum

markers (soluble death receptor sFas/Apo-1) telah ditemukan kadar-nya meningkat pada pasien

PPCM. Marker ini juga dapat memprediksi status fungsional, dan mortalitas penderita PPCM.

Data eksperimental pada model mencit PPCM (mencit dengan cardiomyocyte-restricted deletion

of the signal transducer and activator of transcription-3, STAT3) menyatakan bahwa suatu

mekanisme defensif terhadap antioksidan yang rusak mungkin ber-tanggung jawab atas

terjadinya PPCM.Hasil penelitian ini ditunjang dengan data bahwa penekanan produksi prolaktin

oleh agonis reseptor dopamin D, bromokriptin, dapat mencegah terjadinya PPCM.

3. Miokarditis

Selain stres oksidatif, miokarditis juga diketahui telah berhubungan dengan PPCM. Salah satu

penelitian hubungan miokarditis dengan PPCM mengemukakan bahwa dari 26 pasien, 8 pasien

menunjukkan adanya viral genome pada biopsi miokardium. Virus tersebut antara lain,

parvovirus B19, human herpes virus 6, Epstein-Barr virus, dan human cytomegalovirus.

Penelitian itu berdasarkan hipotesis bahwa perubahan sistem imun saat hamil dapat

mengeksaserbasi infeksi de novo atau mereaktivasi virus laten pada wanita hamil, menyebabkan

7
miokarditis yang berujung pada kardiomiopati. Marker inflamasi yang terdapat di serum

(termasuk soluble death receptor sFas/Apo-1), C-reactive protein, interferon gama (IFN-(γ), dan

IL-6, ditemukan meningkat pada penderita PPCM. Mekanisme ini didukung dengan non-

randomized trial pada 58 pasien menggunakan pentoxifylline. Juga ditemukan bahwa kegagalan

perbaikan klinis behubungan dengan kadar IFN-(γ) yang tetap tinggi; hal ini penting sebagai

faktor penentu prognosis PPCM. Infeksi virus pada jantung merupakan salah satu etiologi yang

mungkin menyebabkan inflamasi peripartum. Beberapa penelitian melaporkan bahwa sejenis

cardiotropic enterovirus bertanggung jawab atas terjadi-nya PPCM.

4. Autoimun

Serum pasien PPCM ditemukan mempengaruhi maturisasi sel dendritin vitro, berbeda

dibandingkan dengan serum wanita postpartum sehat. Serum wanita PPCM mengandung titer

auto antibodi tinggi terhadap protein jaringan kardium yang tidak terdapat pada pasien

kardiomiopati idiopatik. Warraich dkk. menyatakan bahwa tidak seperti yang ditemukan pada

DCM, yaitu up-regulationselektif G3 subclass immunoglobulin (IgG3s), pada PPCM terdapat

kenaikan kelas G dan semua subclass immunoglobulin terhadap myosin heavy chain.

Autoantibodi berasal dari sel fetal (micro-chimerism) (yang dapat masuk ke dalam sirkulasi

maternal), dan beberapa protein (seperti aktin dan miosin) yang dilepaskan oleh uterus selama

proses melahirkan telah terdeteksi pada pasien PPCM. Autoantibodi ini bereaksi dengan protein

miokardium maternal yang kemudian menyebabkan PPCM.Multiparitas adalah faktor risiko

PPCM, menyimpulkan adanya pajanan terhadap antigen fetal atau paternal dapat menyebab-kan

respon infl amasi miokardium abnormal.

5. Genetik

8
The European Society of Cardiology mengklasifikasikan PPCM sebagai suatu bentuk DCM

nonfamilial dan nongenetik berhubungan dengan kehamilan. Tetapi beberapa kasus PPCM telah

terbukti berhubungan dengan faktor genetik.Beberapa literatur melaporkan wanita PPCM

mempunyai ibu atau saudara perempuan didiagnosis PPCM, ada pula yang melaporkan

hubungan antara first-degree relativeberjenis kelamin perempuan. Ada juga yang melaporkan

bahwa perempuan yang mempunyai gen DCM (dilated cardiomyopahty), dapat berujung pada

PPCM setelah kehamilan karena adanya stres hemodinamik. Selain itu, terdapat hubungan antara

wanita dengan keluarga laki-laki yang mempunyai DCM. Penelitian 90 keluarga familial DCM

dan PPCM mengungkapkan adanya causative mutationyang dapat dideteksi lebih awal dengan

penapisan. Penelitian tersebut menemukan adanya mutasi (c.149A>G, p.Gln50Arg) di dalam gen

yang mengkode cardiac troponin C (TNNC1). Adanya variasi genetik dalam JAK/STAT

signaling cascadejuga dapat menjadi salah satu penyebab PPCM.

Manifestasi Klinis
Kehamilan normal dihubungkan dengan perubahan fisiologis sistem kardiovaskuler seperti

peningkatan volume darah, peningkatan kebutuhan metabolik, anemia ringan, perubahan

resistensi vaskuler dengan adanya dilatasi ringan ventrikel dan peningkatan curah

jantung.Karenanya, awal manifestasi klinis PPCM mudah terselubung. Presentasi klinis PPCM

kurang lebih sama dengan gagal jantung sistolik sekunder terhadap kardiomiopati. Tanda dan

gejala awal PPCM biasanya menyerupai temuan normal fisiologis kehamilan, termasuk oedem

pedis, dyspneu d’effort, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, dan batuk persisten. Tanda dan

gejala tambahan pasien PPCM adalah: abdominal discomfort sekunder terhadap kongesti hepar,

pusing, nyeri sekitar jantung dan epigastrium, palpitasi, pada stadium lanjut didapat hipotensi

postural, peningkatan tekanan vena jugularis,


9
murmur regurgitasi yang tidak ditemukan sebelumnya, serta gallopS3 dan S4.Pada mayoritas

pasien, 78% gejala didapati pada 4 bulan setelah melahirkan, hanya 9% pasien menunjukkan

gejala pada bulan terakhir kehamilan.Tanda dan gejala paling sering dijumpai pada saat pasien

datang adalah dengan NYHA functional class III atau IV. Kadang pasien datang dengan aritmi

ventrikel atau cardiac arrest. Gejala PPCM diklasifikasikan menggunakan sistem New York

Heart Association sebagai berikut :

Kelas 1 Keadaan tanpa gejala

Kelas 2 Gejala ringan pada aktivitas yang berat

Kelas 3 Gejala berat pada aktivitas yang ringan

Kelas 4 Gejala timbul pada saat istirahat

Trombosis ventrikel kiri tidak jarang ditemui pada pasien PPCM dengan LVEF

<35%.Komplikasi lain yang dapat dijumpai adalah embolisme perifer, termasuk emboli serebral

dengan konsekuensi neurologis serius dan embolisme koroner mesenterium.

Diagnosis
Definisi PPCM pertama kali dikemukakan pada tahun 1971 sebagai perkembangan penyakit

miokardial yang terjadi pertama kali pada akhir atau awal kehamilan.Modifikasi definisi klasik

ini menambahkan kriteria ekocardiografi yang ketat. The National Heart, Lung, and Blood

Institute and the Office of Rare Diseases workshop mengadopsi defi nisi tersebut pada tahun

2000. Pada tahun 2010, the European Society of Cardiology Working Group on Peripartum

Cardiomyopathy mengemukakan usulan modifikasi definisi PPCM Kardiomiopati peripartum

adalah diagnosis eksklusi, pasien harus telah diperiksa dan disingkirkan penyebab lain gagal

jantung selain kehamilan.Hal ini untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis idiopathic dilated

cardiomyopathy (IDCM).Pertimbangan diagnosis PPCM biasanya pada masa postpartum,


10
sedangkan IDCM pada trimester ke-2 kehamilan. Kejadian miokarditis banyak ditemukan pada

PPCM, sehingga antigen dan antibody terhadap agen penyebab miokarditis dapat ditemukan, hal

ini biasanya tidak ditemukan pada IDCM. Ukuran jantung dapat kembali normal pada PPCM,

namun dapat juga menjadi progresif dan mempunyai prognosis buruk jika tidak segera

ditanganiSetelah berbagai etiologi telah disingkirkan, harus dipertimbangkan kriteria berikut:

keadaan kardiomiopati idiopatik, berhubungan dengan kehamilan, bermanifestasi sebagai gagal

jantung karena disfungsi sistolik ventrikel kiri, biasanya terjadi selama 1 bulan terakhir

kehamilan sampai 5 bulan masa postpartum, adalah diagnosis eksklusi, terjadi pada wanita tanpa

penyakit kardiovaskular lain, tidak harus disertai dilatasi ventrikel kiri, namun fraksi ejeksi

biasanya selalu <45%.

Pemeriksaan laboratorik pada PPCM biasanya tidak menunjukkan abnormalitas kecuali telah

terjadi komplikasi hipoksia lanjut. Pemeriksaan dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis

diferensial seperti preeclampsia dan noncardiogenic pulmonary edema. Noncardiogenic

pulmonary edema selama kehamilan adalah suatu keadaan tekanan onkotik rendah, digambarkan

dengan penurunan kadar albumin serum (kadar yang diharapkan ~3,2 mg/dL); sehingga ketika

ada stressor lain, dapat terjadi edema pulmonar dengan tekanan pengisian jantung normal; trigger

paling sering antara lain pyelonephritis dan infeksi lain, corticosteroids, dan tocolytics seperti

beta agonists dan magnesium sulfat.

1. B-type natriuretic peptid

Akibat peningkatan LV end-diastolic pressure karena disfungsi sistolik, sebagian besar pasien

PPCM memiliki konsentrasi BNP plasma atau N-terminal pro-BNP (NT-proBNP) meningkat.

Dari 38 pasien PPCM, semua mempunyai kadar NT-proBNP plasma abnormal (rata-rata 1727,2

11
fmol/mL) dibandingkan dengan 21 wanita postpartum sehat (rata-rata 339,5 fmol/mL);

p<0,0001.

Pemeriksaan Tambahan

1. Foto Rontgen Toraks

Diagnosis harus cepat ditegakkan. Dispnea akut, takikardia atau hipoksia, harus disertai Ro

thorax untuk mendeteksi edema pulmoner, mencari etiologi dan menyingkirkan pneumonia;

dilaksanakan dengan menggunakan pelindung abdomen. Fetal radiation exposure dengan 2

maternal chest radiographsmenggunakan abdominal shieldingadalah sekitar 0.00007 rads.

Sedangkan batasan yang diterima untuk fetal radiation exposure selama kehamilan adalah 5 rads.

Patchy infiltrat di daerah paru bawah, dengan vascular redistribution/cephalization,

kardiomegali, dan efusi pleura, mengindikasikan adanya gagal jantung kongestif. Harus

dipertimbangkan bahwa noncardiogenic pulmonary edema dapat ditemukan jika wanita hamil

terkena infeksi berulang, juga pada keadaan tekanan jantung normal dan tidak ditemukan adanya

cephalization pembuluh darah.

2. Elektrokardiografi (EKG)

Pada dua penelitan melibatkan 97 pasien Afrika Selatan, didapatkan 66% mempunyai hipertrofi

ventrikel kiri dan 96% mempunyai gelombang ST-T abnormal. Kadang terdapat aritmia kordis

kronis.QRS kompleks memanjang lebih dari 120 ms pada EKG pasien PPCM sebagai prediktor

mortalitas.

3. Pencitraan Jantung

Pencitraan jantung diindikasikan untuk semua wanita peripartum dengan tanda dan gejala

gagal jantung untuk menegakkan diagnosis dan prognosis.


12
4. Ekocardiografi

Ekocardiografi merupakan baku emas diagnosis PPCM.Tidak semua pasien datang dengan

dilatasi LV, tetapi LV end-diastolic diameter >60 mm memprediksi kesembuhan minimal fungsi

LV (sama halnya dengan LVEF <30%). Kriteria diagnosis juga termasuk EF <45% dan fractional

shortening <30%.Pencitraan diperlukan untuk mencari trombus yang terbentuk akibat gangguan

LVEF. Ekocardiografi dianjurkan diulang sebelum pasien pulang, pada 6 minggu, 6 bulan dan

kemudian setiap tahun untuk menilai efikasi terapi medis. Morfologi katup jantung biasanya

dalam batas normal, tetapi dilatasi ventrikel kiri bisa menyebabkan regurgitasi mitral sekunder

terhadap dilatasi anulus. Efusi perikardium minimal dapat juga ditemukan pada awal dan

pertengahan periode postpartum.

5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Lebih akurat untuk menilai volume ruang jantung dan fungsi ventrikel dibandingkan

ekokardiografi , juga lebih sensitif untuk melihat trombus. Magnetic resonance imaging dapat

mengukur kontraksi miokard secara segmental dan dapat mengidentifikasi perubahan miokard

secara detail. Magnetic resonance imagingmenggunakan gadolinium jauh lebih sensitif untuk

menyingkirkan diagnosis PPCM dari miokarditis lainnya, tetapi gadolinium harus dihindari pada

wanita hamil.

Tata Laksana
Dalam melakukan penanganan disfungsi sistolik pada PPCM, beberapa data menunjukan

keuntungan dalam menggunakan beberapa pengobatan seperti digoxin, kombinasi vasodilatator

dengan nitrat, beta- adrenergic blocking agents ( metoprolol dan carvedilol ), calcium channel

13
blocker ( amlodipine ), loop diuretic ( furosemide ), dan potassium-sparing diuretic

( spironolacrone )

Dahulu kala hydralazine dan nitrat menjadi pilihan utama dalam pengobatan pada pasien PCCM

namun, pada dewasa ini pemberian hydralazine dan nitrat dikombinasikan dengan beta-

adrenergic blocker karena telah teruji memiliki efektivitas lebih baik.

1. Digoxin dan Inotropic

Terapi Digoxin diberikan pada wanita dengan gangguan ejeksi, digoxin merupakan pilihan obat

yang digunakan pada wanita hamil. Pemberian dobutamine secara intravena perlu

dipertimbangkan ketika terjadi hipotensi dan atau syok kardiogenik. Meningkatkan cardiac

output dapat membuat perfusi uteroplacental lebih adekwat. Pertimbangkan monitoring

hemodinamik untuk mengetahui respon terhadap terapi. Obat-obat ini cocok diberikan meskipun

pada kondisi ibu menyusui.

2. Hydralazine dan Nitrat

Nitrat dapat digunakan untuk mengurangi preload maternal apabila sesuai dengan indikasi

pemberian. Nitrat aman digunakan bagi ibu dan fetus serta dapat diberikan pada kondisi ibu

menyusui. Penurunan tekanan darah dapat terjadi pada hipoperfusi dan distress pada fetal, hal ini

dapat disebabkan karena efek dari pemberian obat-obatan. Oleh karena itu, pemberian secara

intravena harus secara pelan dan keadaan ibu harus selalu dipantau.

3. Beta- blocker

Pemberian Carvedilol dinilai bersifat efektif pada pasien dengan disfungsi sistolik yang tidak

hamil. Obat-obat ini aman digunakan sebagai lini kedua pada masa kehamilan. Vasodilator

seharusnya mulai diberikan dengan dosis yang rendah. Namun, pada wanita hamil clearance di

hepar dan renal lebih cepat sehingga dosis yang diberikan perlu ditingkatkan.

14
Calcium Channel Blockers

Efek CCB memblok masuknya calcium ke sel jantung.

4. Antikoagulan

Pada anak dengan PPCM memiliki resiko tinggi untuk terjadi tromboembolik events sehingga,

pemberian antikoagulan sebagai tromboembolik profilaksis.

5. Antiplatelet

Pada pasien dengan PPCM jangan diberikan Pentoxifylline dikarenakan poor outcome.

DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.kalbemed.com/Portals/6/06_218CME_Definisi%20Etiopatogenesis%20dan

%20Diagnosis%20Kardiomiopati%20Peripartum.pdf

2. Sliwa K, et al. Position statement on current state of kowledge on aetiology, diagnosis,


management, and therapy of peripartum cardiomyopathy: a position statement from the
Heart Failure Association of the European Society of Cardiology Working Group on
Peripartum Cardiomyopathy. European J. Heart Failure2012;12:767-78.
http://eurjhf.oxfordjournals.org/content/12/8/767.full.pdf+html

3. Pearson GD, et al. Peripartum cardiomyopathy: National Heart, Lung, and Blood Institute
and Office of Rare Diseases (National Institutes of Health) Workshop Recommendation
and Review. JAMA2000; 283(9):1183-8.
http://jama.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=192436
4. Mishra VN, Mishra N, Devanshi. Review article: Peripartum cardiomyopathy.
JAPI2013;61:268-73.
http://www.japi.org/april_2013/06_ra_peripartum_cardiomyopathy.pdf

5. Lim CP, Sim DKL. Peripartum cardiomyopathy: experience in an Asian tertiary centre.
Singapore Med J 2013;54(1):24-7.
http://www.sma.org.sg/UploadedImg/fi les/SMJ/5401/5401a1.pdf

6. Carson MP. Peripartum cardiomyopathy. Emedicine online 2013.


http://emedicine.medscape.com/article/153153-overview.

15
7. Elkayam U, et al. Heart Failure; Pregnancy-asscociated cardiomyopathy: Clinical
characteristics and a comparison between early and late presentation.
Circulation2005;111:2050-5.
http://circ.ahajournals.org/content/111/16/2050.full.pdf+htm

16
17
18
19
20
21
22
23

Anda mungkin juga menyukai