Definisi………………………………………………………………………………… 2
Etiologi………………………………………………………………………………… 4
Epidemiologi…………………………………………………………………………... 5
Faktor Resiko………………………………………………………………………….. 5
Etiopatogenesis………………………………………………………………………... 6
Manifestasi Klinis……………………………………………………………………… 9
Diagnosis………………………………………………………………………………. 10
Pemeriksaan Tambahan………………………………………………………………… 12
Tatalaksana……………………………………………………………………………… 14
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………... 15
1
Peripartum Cardiomyopathy (PCCM)
Definisi
idiopatik, berhubungan dengan kehamilan, bermanifestasi sebagai gagal jantung karena disfungsi
sistolik ventrikel kiri, biasanya terjadi selama 1 bulan terakhir kehamilan sampai 5 bulan
postpartum. Merupakan diagnosis eksklusi pada wanita tanpa penyakit kardiovaskular lain, tidak
harus disertai dilatasi ventrikel kiri, namun fraksi ejeksi biasanya selalu <45%.
PPCM adalah suatu bentuk non-familial, non-genetik dari dilated cardiomyopathy yang
2
berhubungan dengan kehamilan. American Heart Association mendefinisikan PPCM sebagai
penyakit langka dan adanya DCM (Dillatated Cardio Myopathy) primer yang didapat
National Heart Lung and Blood Institute and the Office of Rare Diseases menyatakan PPCM jika
gagal jantung timbul pada bulan terakhir kehamilan atau pada 5 bulan post-partum, tidak ada
penyebab pasti timbulnya gagal jantung tidak ada penyakit jantung yang ditemukan sebelum
kehamilan disfungsi sistolik yang dapat dipastikan oleh echocardiography dengan kriteria fraksi
ejeksi ventrikel kiri <45%, pemendekan fractional <30% atau keduanya, dengan atau tanpa
Heart Failure Association of the European Society of Cardiology Working Group on PPCM pada
tahun 2010 yang menyatakan bahwa PPCM adalah suatu keadaan kardiomiopati idiopatik,
berhubungan dengan kehamilan, bermanifestasi sebagai gagal jantung karena disfungsi sistolik
ventrikel kiri, biasanya terjadi pada 1 bulan terakhir kehamilan sampai 5 bulan masa
postpartum; adalah diagnosis eksklusi, terjadi pada wanita tanpa penyakit kardiovaskular lain,
tidak harus disertai dengan dilatasi ventrikel kiri, namun fraksi ejeksi biasanya selalu <45%.
memiliki gejala PPCM pada awal kehamilan mereka dan secara eksplisit mendefiniskan bahwa
tidak semua kasus PPCM terjadi dengan dilatasi ventrikel kiri. Oleh karena itu PPCM menolong
supaya dokter tidak salah dalam mendiagnosa kondisi lain yang terjadi dengan edema pulmo di
PPCM lebih sering terjadi pada wanita multipara. Telah dilaporkan bahwa PPCM lebih sering
terjadi pada kelahiran kembar dan pre-eklampsia pada kehamilan. Tetapi, kedua kondisi ini
3
berhubungan dengan tekanan onkotik rendah yang dapat menyebabkan noncardiogenic
pulmonary edema.
Berikut adalah klasifikasi tingkat keparahan tanda atau gejala dari pasien dengan PPCM menurut
Class 2 Gejala yang dirasakan ringan, gejala dirasakan apabila melakukan aktivitas yang
berat
Etiologi
Kardiomiopati peripartum merupakan salah satu bentuk dari penyakit miokardial primer
etiologi dari penyakit tersebut yang diperkirakan selama ini, tetapi tidak satupunyang dapat
menjelaskan dengan pasti.Beberapa kejadian yang diperkirakan dapat menjadi penyebab ataupun
Chimerism
4
Apoptosis dan inflamasi
selamakehamilan dengan meningkatnya volume darah dan curah jantung serta menurunnyaafterload,
sehingga respon dari ventrikel kiri untuk penyesuaian menyebabkan terjadinya hipertrofi
sesaat.
Faktor-faktor penyebab lain : efek tokolisis yang lama, kardiomiopati dilatasi idiopatik,
abnormalitas dari relaxine, defisiensi selenium dll. Sedangkan faktor-faktor resiko yang
adalah; multiparitas, usia maternal yang lanjut (walaupun penyakit ini dapat mengenai
semua usia, insidensi akan meningkat pada wanita berusia > 30 tahun), kehamilan
Epidemiologi
Tidak banyak yang diketahui tentang PPCM, dari berbagai literature kejadian PPCM sekitar
1:2200-4000 (USA), 1:1000 (Afrika Selatan), dan 1:300 (Haiti). Di Asia didapati 1:1374 (Rumah
Sakit Tersier di India), 1:1000 (Jepang), 1:837 (Pakistan), 34:100000 (Malaysia). Analisis
hidup. Kasus tertinggi dilaporkan di Nigeria, sebesar 1% dari semua kelahiran hidup. Hal ini
karena budaya orang Nigeria yang mengharuskan setiap ibu postpartum memakan kanwa (garam
danau yang sudah dikeringkan) sembari tidur di atas tempat tidur lempung yang dipanaskan 2
hari sekali selama 40 hari setelah melahirkan. Tingginya masukan garam menyebabkan
didapatkan umur rerata penderita 31 ± 6 tahun, sedangkan di India 31,81 ± 3,7 tahun. Sebagai
acuan, umur rerata kejadian PPCM adalah wanita antara 19-38 tahun.
5
Faktor Resiko
Secara garis besar, faktor risiko PPCM Diidentifikasi berupa penyakit yang menyebabkan
gangguan kardiovaskuler, seperti hipertensi (tekanan darah >140/90 mmHg setelah kehamilan
minggu ke-20), diabetes melitus, dan merokok. Sedangkan faktor risiko yang berhubungan
dengan kehamilan antara lain, umur saat hamil >32 tahun, multipara (>3 kali hamil), kehamilan
malnutrisi terutama obesitas (BMI >30). Ras yang merupakan faktor risiko adalah Afrika-
Amerika. Masih belum jelas apakah ras merepresentasikan faktor risiko independen atau suatu
Etiopatogenesis
1. Stres Oksidatif
dan prolaktin pada patofisiologi PPCM. Stres oksidatif adalah suatu stimulus poten untuk
mengaktivasi Cathepsin D dan Matrix Metalloproteinase-2 (MMP-2), suatu enzim yang dapat
menggenerasi prolaktin 16 kDa. Belakangan ini ditemukan korelasi erat antara N-terminal brain
natriuretic peptid (NT-proBNP), suatu markertingkat stres dinding ventrikel dan gagal jantung,
prolaktin, dan markeruntuk stres oksidatif (LDL teroksidasi) dan inflamasi (interferon-gama).
Stres oksidatif sebagai trigger aktivasi cathepsin D dalam kardiomiosit akan me-motong
prolactin menjadi angiostatic and pro-apoptotic subfragment. Pasien PPCM akut mempunyai
kadar low density lipoprotein (LDL) serum tinggi (suatu indikasi stres oksidatif tinggi) dan juga
6
peningkatan kadar serum katepsin D yang teraktivasi, prolaktin total dan fragmen prolaktin
16kDa yang bersifat angiostatik. Pada penelitian mencit, fragmen prolaktin 16 kDa mempunyai
efek merusak kardiovaskular yang dapat menjelaskan patofisiologi PPCM. Fragmen tersebut
menginhibisi proliferasi dan migrasi sel endotel, menginduksi apoptosis dan merusak struktur
kapiler yang telah terbentuk. Bentuk prolaktin ini meningkatkan vasokonstriksi dan merusak
fungsi kardiomiosit. Kadar prolaktin 16kDa yang tinggi tanpa keadaan PPCM telah terbukti
merusak mikrovaskuler jantung, menurunkan fungsi jantung dan meningkatkan dilatasi ventrikel.
Efek prolaktin 16kDa berlawanan dengan efek kardio-protektif prolaktin bentuk lengkap.
Prolaktin 16kDa tidak berfungsi melalui reseptor prolaktin bentuk lengkap. Pro-apoptotic serum
markers (soluble death receptor sFas/Apo-1) telah ditemukan kadar-nya meningkat pada pasien
PPCM. Marker ini juga dapat memprediksi status fungsional, dan mortalitas penderita PPCM.
Data eksperimental pada model mencit PPCM (mencit dengan cardiomyocyte-restricted deletion
of the signal transducer and activator of transcription-3, STAT3) menyatakan bahwa suatu
mekanisme defensif terhadap antioksidan yang rusak mungkin ber-tanggung jawab atas
terjadinya PPCM.Hasil penelitian ini ditunjang dengan data bahwa penekanan produksi prolaktin
3. Miokarditis
Selain stres oksidatif, miokarditis juga diketahui telah berhubungan dengan PPCM. Salah satu
penelitian hubungan miokarditis dengan PPCM mengemukakan bahwa dari 26 pasien, 8 pasien
menunjukkan adanya viral genome pada biopsi miokardium. Virus tersebut antara lain,
parvovirus B19, human herpes virus 6, Epstein-Barr virus, dan human cytomegalovirus.
Penelitian itu berdasarkan hipotesis bahwa perubahan sistem imun saat hamil dapat
mengeksaserbasi infeksi de novo atau mereaktivasi virus laten pada wanita hamil, menyebabkan
7
miokarditis yang berujung pada kardiomiopati. Marker inflamasi yang terdapat di serum
(termasuk soluble death receptor sFas/Apo-1), C-reactive protein, interferon gama (IFN-(γ), dan
IL-6, ditemukan meningkat pada penderita PPCM. Mekanisme ini didukung dengan non-
randomized trial pada 58 pasien menggunakan pentoxifylline. Juga ditemukan bahwa kegagalan
perbaikan klinis behubungan dengan kadar IFN-(γ) yang tetap tinggi; hal ini penting sebagai
faktor penentu prognosis PPCM. Infeksi virus pada jantung merupakan salah satu etiologi yang
4. Autoimun
Serum pasien PPCM ditemukan mempengaruhi maturisasi sel dendritin vitro, berbeda
dibandingkan dengan serum wanita postpartum sehat. Serum wanita PPCM mengandung titer
auto antibodi tinggi terhadap protein jaringan kardium yang tidak terdapat pada pasien
kardiomiopati idiopatik. Warraich dkk. menyatakan bahwa tidak seperti yang ditemukan pada
kenaikan kelas G dan semua subclass immunoglobulin terhadap myosin heavy chain.
Autoantibodi berasal dari sel fetal (micro-chimerism) (yang dapat masuk ke dalam sirkulasi
maternal), dan beberapa protein (seperti aktin dan miosin) yang dilepaskan oleh uterus selama
proses melahirkan telah terdeteksi pada pasien PPCM. Autoantibodi ini bereaksi dengan protein
PPCM, menyimpulkan adanya pajanan terhadap antigen fetal atau paternal dapat menyebab-kan
5. Genetik
8
The European Society of Cardiology mengklasifikasikan PPCM sebagai suatu bentuk DCM
nonfamilial dan nongenetik berhubungan dengan kehamilan. Tetapi beberapa kasus PPCM telah
mempunyai ibu atau saudara perempuan didiagnosis PPCM, ada pula yang melaporkan
hubungan antara first-degree relativeberjenis kelamin perempuan. Ada juga yang melaporkan
bahwa perempuan yang mempunyai gen DCM (dilated cardiomyopahty), dapat berujung pada
PPCM setelah kehamilan karena adanya stres hemodinamik. Selain itu, terdapat hubungan antara
wanita dengan keluarga laki-laki yang mempunyai DCM. Penelitian 90 keluarga familial DCM
dan PPCM mengungkapkan adanya causative mutationyang dapat dideteksi lebih awal dengan
penapisan. Penelitian tersebut menemukan adanya mutasi (c.149A>G, p.Gln50Arg) di dalam gen
yang mengkode cardiac troponin C (TNNC1). Adanya variasi genetik dalam JAK/STAT
Manifestasi Klinis
Kehamilan normal dihubungkan dengan perubahan fisiologis sistem kardiovaskuler seperti
resistensi vaskuler dengan adanya dilatasi ringan ventrikel dan peningkatan curah
jantung.Karenanya, awal manifestasi klinis PPCM mudah terselubung. Presentasi klinis PPCM
kurang lebih sama dengan gagal jantung sistolik sekunder terhadap kardiomiopati. Tanda dan
gejala awal PPCM biasanya menyerupai temuan normal fisiologis kehamilan, termasuk oedem
pedis, dyspneu d’effort, ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, dan batuk persisten. Tanda dan
gejala tambahan pasien PPCM adalah: abdominal discomfort sekunder terhadap kongesti hepar,
pusing, nyeri sekitar jantung dan epigastrium, palpitasi, pada stadium lanjut didapat hipotensi
pasien, 78% gejala didapati pada 4 bulan setelah melahirkan, hanya 9% pasien menunjukkan
gejala pada bulan terakhir kehamilan.Tanda dan gejala paling sering dijumpai pada saat pasien
datang adalah dengan NYHA functional class III atau IV. Kadang pasien datang dengan aritmi
ventrikel atau cardiac arrest. Gejala PPCM diklasifikasikan menggunakan sistem New York
Trombosis ventrikel kiri tidak jarang ditemui pada pasien PPCM dengan LVEF
<35%.Komplikasi lain yang dapat dijumpai adalah embolisme perifer, termasuk emboli serebral
Diagnosis
Definisi PPCM pertama kali dikemukakan pada tahun 1971 sebagai perkembangan penyakit
miokardial yang terjadi pertama kali pada akhir atau awal kehamilan.Modifikasi definisi klasik
ini menambahkan kriteria ekocardiografi yang ketat. The National Heart, Lung, and Blood
Institute and the Office of Rare Diseases workshop mengadopsi defi nisi tersebut pada tahun
2000. Pada tahun 2010, the European Society of Cardiology Working Group on Peripartum
adalah diagnosis eksklusi, pasien harus telah diperiksa dan disingkirkan penyebab lain gagal
jantung selain kehamilan.Hal ini untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis idiopathic dilated
PPCM, sehingga antigen dan antibody terhadap agen penyebab miokarditis dapat ditemukan, hal
ini biasanya tidak ditemukan pada IDCM. Ukuran jantung dapat kembali normal pada PPCM,
namun dapat juga menjadi progresif dan mempunyai prognosis buruk jika tidak segera
jantung karena disfungsi sistolik ventrikel kiri, biasanya terjadi selama 1 bulan terakhir
kehamilan sampai 5 bulan masa postpartum, adalah diagnosis eksklusi, terjadi pada wanita tanpa
penyakit kardiovaskular lain, tidak harus disertai dilatasi ventrikel kiri, namun fraksi ejeksi
Pemeriksaan laboratorik pada PPCM biasanya tidak menunjukkan abnormalitas kecuali telah
terjadi komplikasi hipoksia lanjut. Pemeriksaan dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis
pulmonary edema selama kehamilan adalah suatu keadaan tekanan onkotik rendah, digambarkan
dengan penurunan kadar albumin serum (kadar yang diharapkan ~3,2 mg/dL); sehingga ketika
ada stressor lain, dapat terjadi edema pulmonar dengan tekanan pengisian jantung normal; trigger
paling sering antara lain pyelonephritis dan infeksi lain, corticosteroids, dan tocolytics seperti
Akibat peningkatan LV end-diastolic pressure karena disfungsi sistolik, sebagian besar pasien
PPCM memiliki konsentrasi BNP plasma atau N-terminal pro-BNP (NT-proBNP) meningkat.
Dari 38 pasien PPCM, semua mempunyai kadar NT-proBNP plasma abnormal (rata-rata 1727,2
11
fmol/mL) dibandingkan dengan 21 wanita postpartum sehat (rata-rata 339,5 fmol/mL);
p<0,0001.
Pemeriksaan Tambahan
Diagnosis harus cepat ditegakkan. Dispnea akut, takikardia atau hipoksia, harus disertai Ro
thorax untuk mendeteksi edema pulmoner, mencari etiologi dan menyingkirkan pneumonia;
Sedangkan batasan yang diterima untuk fetal radiation exposure selama kehamilan adalah 5 rads.
kardiomegali, dan efusi pleura, mengindikasikan adanya gagal jantung kongestif. Harus
dipertimbangkan bahwa noncardiogenic pulmonary edema dapat ditemukan jika wanita hamil
terkena infeksi berulang, juga pada keadaan tekanan jantung normal dan tidak ditemukan adanya
2. Elektrokardiografi (EKG)
Pada dua penelitan melibatkan 97 pasien Afrika Selatan, didapatkan 66% mempunyai hipertrofi
ventrikel kiri dan 96% mempunyai gelombang ST-T abnormal. Kadang terdapat aritmia kordis
kronis.QRS kompleks memanjang lebih dari 120 ms pada EKG pasien PPCM sebagai prediktor
mortalitas.
3. Pencitraan Jantung
Pencitraan jantung diindikasikan untuk semua wanita peripartum dengan tanda dan gejala
Ekocardiografi merupakan baku emas diagnosis PPCM.Tidak semua pasien datang dengan
dilatasi LV, tetapi LV end-diastolic diameter >60 mm memprediksi kesembuhan minimal fungsi
LV (sama halnya dengan LVEF <30%). Kriteria diagnosis juga termasuk EF <45% dan fractional
shortening <30%.Pencitraan diperlukan untuk mencari trombus yang terbentuk akibat gangguan
LVEF. Ekocardiografi dianjurkan diulang sebelum pasien pulang, pada 6 minggu, 6 bulan dan
kemudian setiap tahun untuk menilai efikasi terapi medis. Morfologi katup jantung biasanya
dalam batas normal, tetapi dilatasi ventrikel kiri bisa menyebabkan regurgitasi mitral sekunder
terhadap dilatasi anulus. Efusi perikardium minimal dapat juga ditemukan pada awal dan
Lebih akurat untuk menilai volume ruang jantung dan fungsi ventrikel dibandingkan
ekokardiografi , juga lebih sensitif untuk melihat trombus. Magnetic resonance imaging dapat
mengukur kontraksi miokard secara segmental dan dapat mengidentifikasi perubahan miokard
secara detail. Magnetic resonance imagingmenggunakan gadolinium jauh lebih sensitif untuk
menyingkirkan diagnosis PPCM dari miokarditis lainnya, tetapi gadolinium harus dihindari pada
wanita hamil.
Tata Laksana
Dalam melakukan penanganan disfungsi sistolik pada PPCM, beberapa data menunjukan
dengan nitrat, beta- adrenergic blocking agents ( metoprolol dan carvedilol ), calcium channel
13
blocker ( amlodipine ), loop diuretic ( furosemide ), dan potassium-sparing diuretic
( spironolacrone )
Dahulu kala hydralazine dan nitrat menjadi pilihan utama dalam pengobatan pada pasien PCCM
namun, pada dewasa ini pemberian hydralazine dan nitrat dikombinasikan dengan beta-
Terapi Digoxin diberikan pada wanita dengan gangguan ejeksi, digoxin merupakan pilihan obat
yang digunakan pada wanita hamil. Pemberian dobutamine secara intravena perlu
dipertimbangkan ketika terjadi hipotensi dan atau syok kardiogenik. Meningkatkan cardiac
hemodinamik untuk mengetahui respon terhadap terapi. Obat-obat ini cocok diberikan meskipun
Nitrat dapat digunakan untuk mengurangi preload maternal apabila sesuai dengan indikasi
pemberian. Nitrat aman digunakan bagi ibu dan fetus serta dapat diberikan pada kondisi ibu
menyusui. Penurunan tekanan darah dapat terjadi pada hipoperfusi dan distress pada fetal, hal ini
dapat disebabkan karena efek dari pemberian obat-obatan. Oleh karena itu, pemberian secara
intravena harus secara pelan dan keadaan ibu harus selalu dipantau.
3. Beta- blocker
Pemberian Carvedilol dinilai bersifat efektif pada pasien dengan disfungsi sistolik yang tidak
hamil. Obat-obat ini aman digunakan sebagai lini kedua pada masa kehamilan. Vasodilator
seharusnya mulai diberikan dengan dosis yang rendah. Namun, pada wanita hamil clearance di
hepar dan renal lebih cepat sehingga dosis yang diberikan perlu ditingkatkan.
14
Calcium Channel Blockers
4. Antikoagulan
Pada anak dengan PPCM memiliki resiko tinggi untuk terjadi tromboembolik events sehingga,
5. Antiplatelet
Pada pasien dengan PPCM jangan diberikan Pentoxifylline dikarenakan poor outcome.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.kalbemed.com/Portals/6/06_218CME_Definisi%20Etiopatogenesis%20dan
%20Diagnosis%20Kardiomiopati%20Peripartum.pdf
3. Pearson GD, et al. Peripartum cardiomyopathy: National Heart, Lung, and Blood Institute
and Office of Rare Diseases (National Institutes of Health) Workshop Recommendation
and Review. JAMA2000; 283(9):1183-8.
http://jama.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=192436
4. Mishra VN, Mishra N, Devanshi. Review article: Peripartum cardiomyopathy.
JAPI2013;61:268-73.
http://www.japi.org/april_2013/06_ra_peripartum_cardiomyopathy.pdf
5. Lim CP, Sim DKL. Peripartum cardiomyopathy: experience in an Asian tertiary centre.
Singapore Med J 2013;54(1):24-7.
http://www.sma.org.sg/UploadedImg/fi les/SMJ/5401/5401a1.pdf
15
7. Elkayam U, et al. Heart Failure; Pregnancy-asscociated cardiomyopathy: Clinical
characteristics and a comparison between early and late presentation.
Circulation2005;111:2050-5.
http://circ.ahajournals.org/content/111/16/2050.full.pdf+htm
16
17
18
19
20
21
22
23