TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Fetal Distress
Fetal Distress (Gawat janin) adalah gangguan pada janin dapat terjadi pada masa
antepartum atau intrapartum. Kegawatan janin antepartum menjadi nyata dalam bentuk etardasi
pertumbuhan intrauterin. Hipoksia janin peningkatan tahanan vaskular pada pembuluh darah
janin. (Nelson, Ilmu Kesehatan Anak)
Fetal Distress (Gawat janin) terjadi bila janin tidak menerima Oksigen cukup,
sehingga mengalami hipoksia. (Abdul Bari Saifuddin dkk.2002 )
Fetal Distress (gawat janin) adalah kondisi hipoksia yang bila tidak di lakukan
penyelamatan akan berakibat buruk. Hipoksia ialah keadaan jaringan yang kurang oksigen,
sedangkan hipoksemia ialah kadar oksigen darah yang kurang. Asidemia adalah keadaan lanjut
dari hipoksemia yang dapat disebabkan menurunnya fungsi respirasi atau akumulasi asam.
Asfiksia atau hipoksia dapat di tentukan dengan beberapa indikator yaitu :
a.
b.
c.
d.
a.
glikolisis (pemecahan glukosa) anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH janin yang
menurun. ( Dr. Sutrisno dan Dr. I. Edward Kurnia S.L )
Fetal Distress adalah bradikardia janin persisten yang bila tidak diperbaiki akan
menimbulkan dekompresi respon fisiologis dan menyebabkan kerusakan permanen SSP dan
organ lain serta kematian.
Fetal distress merupakan asfiksia janin yang progresif yang dapat menimbulkan
berbagai dampak seperti dekompresi dan gangguan sistem saraf pusat serta kematian.
B. ETIOLOGI
1. Etiologi fetal distress- Ibu :
a) Penurunan kemampuan membawa oksigen ibu
b) Anemia yang signifikan
c) Penurunan aliran darah uterin
d) Posisi supine atau hipotensi lain, preeklampsia
e) Kondisi ibu yang kronis
f) Hipertensi
2. Etiologi Faktor Uteroplasental :
a) Kontraksi uterus seperti hiperstimulas dan solusio plasenta
b) Disfungsi uteroplasental
infark plasental
korioamnionitis
oligohidramnion
C. PATOFISIOLOGI
Ada beberapa proses atau tahapan terjadinya peristiwa Fetal Distress, antara lain :
1. Perubahan pada kehamilan Postterm
Terjadi beberapa perubahan cairan amnion, plasenta dan janin pada kehamilan postterm.
Dengan mengetahui perubahan tersebut sebagai dasar untuk mengelola persalinan postterm.
2. Perubahan cairan amnion
Terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan amnion. Jumlah cairan amnion mencapai
puncak pada usia kehamilan 38 minggu sekitar 1000 ml dan menurun sekitar 800 ml pada 40
minggu. Penurunan jumlah cairan amnion berlangsung terus menjadi sekitar 480 ml , 250 ml,
160 ml pada usia kehamilan 42 dan 43 minggu.
Penurunan tersebut berhubungan dengan produksi urin janin yang berkurang. Dilaporkan
bahwa aliran darah janin menurun pada kehamilan postterm dan menyebabkan oligohidramnion.
Selain perubahan volume terjadi pula perubahan komposisi cairan amnion menjadi
kental dan keruh. Hal ini terjadi karena lepasnya vernik kaseosa dan komposisi phosphilipid.
Dengan lepasnya sejumlah lamellar bodies dari paru-paru janin dan perbandingan Lechitin
terhadap Spingomielin menjadi 4 : 1 atau lebih besar. Dengan adanya pengeluaran mekonium
maka cairan amnion menjadi hijau atau kuning.
Evaluasi volume cairan amnion sangat penting. Dilaporkan kematian perinatal
meningkat dengan adanya oligohidramnion yang menyebabkan kompresi tali pusat. Keadaan ini
menyebabkan fetal distress intra partum pada persalinan postterm.
meningkat sampai 10 g / 100 g jaringan plasenta kering, sedangkan kehamilan atterm hanya 2
3 g / 100 g jaringan plasenta kering.
Secara histology plasenta pada kehamilan postterm meningkatkan infark plasenta,
kalsifikasi, thrombosis intervilosus, deposit fibrin perivillosus, thrombosis arterial dan
endarteritis arterial. Keadaan ini menurunkan fungsi plasenta sebagai suplai makanan dan
pertukaran gas. Hal ini menyebabkan malnutrisi dan asfiksia.
Dengan pemeriksaan ultrasonografi dapat diketahui tingkat kematangan plasenta. Pada
kehamilan postterm terjadi perubahan sebagai berikut :
1. Piring korion : lekukan garis batas piring korion mencapai daerah basal.
2. Jaringan plasenta : berbentuk sirkuler, bebas gema di tengah, berasal dari satu kotiledon ( ada
darah dengan densitas gema tinggi dari proses kalsifikasi, mungkin memberikan bayangan
akustik ) .
3. Lapisan basal : daerah basal dengan gema kuat dan memberikan gambaran bayangan akustik.
Keadaan plasenta ini di kategorikan tingkat 3.
4. Perubahan pada janin
Sekitar 45 % janin yang tidak di lahirkan setelah hari perkiraan lahir, terus
berlanjut tumbuh dalam uterus. Ini terjadi bila plasenta belum mengalami insufisiensi. Dengan
penambahan berat badan setiap minggu dapat terjadi berat lebih dari 4000 g. keadaan ini sering
disebut janin besar. Pada umur kehamilan 38 40 minggu insiden janin besar sekitar 10 % dan
E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul jika janin mengalami gawat janin yaitu :
Asfiksia
2. Menyebabkan kematian janin jika tidak segera ditangani dengan baik.
1.
F. Penatalaksanaan
Prinsip Umum :
a.
b.
c.
a.
Posisikan ibu dalam keadaan miring sebagai usaha untuk membebaskan kompresi aortokaval
dan memperbaiki aliran darah balik, curah jantung dan aliran darah uteroplasenter. Perubahan
b.
c.
d.
e.
f.
persalinan.
Pengisapan mekonium dari jalan napas bayi baru lahir mengurangi risiko aspirasi mekoneum.
Segera setelah kepala bayi lahir, hidung dan mulut dibersihkan dari mekoneum dengan kateter
pengisap. Segera setelah kelahiran, pita suara harus dilihat dengan laringoskopi langsung sebagai
usaha untuk menyingkirkan mekoneum dengan pipa endotrakeal.
(Abdul Bari Saifuddin dkk.2002 )
G. Pengelolaan Antepartum
Gerak janin
Dalam 30 menit minimal ada 3
gerak janin yang terpisah
Gerak kurang dari 3 kali
Tonus
Ada gerak ekstensi dan fleksi
sempurna, atau gerak membuka
dan menutup tangan
Tidak ada gerak/ekstensi
lambat disusul fleksi parsial
NST reaktif
Dalam 30 menit minimal 2
akselerasi selama 15 detik dengan
amplitudo 15 kali/menit
Kurang dari 2 akselerasi,
kurang dari 15 kali/menit
Cairan amnion
Minimal ada satu kantung amnion
dengan ukuran vertikal >1 cm
Kantung amnion < >
Penatalaksanaan:
Nilai 10 : janin normal, dengan risiko rendah terjadi asfiksia kronik. Pada postterm pemeriksaan diulang 2 kali
seminggu
Nilai 8
: Janin normal, dengan risiko rendah terjadi asfiksia kronik. Bila ada ologohidramnion
dilakukan terminasi kehamilan.
Nilai < >
Pemeriksaan amniosintesis dapat dikerjakan untuk menentukan adanya mekonium di dalam
cairan amnion. Bila kental maka indikasi janin segera dilahirkan dan memerlukan amnioinfusion
untuk mengencerkan mekonium.
Dilaporkan 92% wanita hamil 42 minggu mempunyai serviks tidak matang dengan Bishop
score kurang dari 7. Ditemukan 40% dari 3047 wanita dengan kehamilan 41 minggu mempunyai
serviks tidak dilatasi. Sebanyak 800 wanita hamil postterm diinduksi dan dievaluasi di Rumah
Sakit Parkland. Pada wanita dengan serviks tidak dilatasi, dua kali meningkatkan seksio cesarea
karena distosia.
H. Pengelolaan Intrapartum
Persalinan pada kehamilan postterm mempunyai risiko terjadi bahaya pada janin. Sebelum
menentukan jenis pengelolaan harus dipastikan adakah disporposi kepala panggul, profil biofisik
janin baik. Induksi kehamilan 42 minggu menjadi satu putusan bila serviks belum matang
denganmonitoring janin secara serial. Pilihan persalinan tergantung dari tanda adanya fetal
compromise. Bila tidak ada kelainan kehamilan 41 minggu atau lebih dilakukan dua pengelolaan.
Pengelolaan tersebut adalah induksi persalinan dan monitoring janin. Dilakukan pemeriksaan
pola denyut jantung janin.
Selama persalinan dapat terjadi fetal distress yang disebabkan kompresi tali pusat oleh karena
oligohidramnion. Fetal distress dimonitor dengan memeriksa pola denyut jantung janin. Bila
ditemukan variabel deselerasi, satu atau lebih deselerasi yang panjang maka seksio cesarea
segera dilakukan karena janin dalam bahaya.
Bila cairan amnion kental dan terdapat mekonium maka kemungkinan terjadi aspirasi sangat
besar. Aspirasi mekonium dapat menyebabkan disfungsi paru berat dan kematian janin. Keadaan
ini dapat dikurangi tetapi tidak dapat menghilangkan dengan penghisapan yang efektif pada
faring setelah kepala lahir dan sebelum dada lahir. Jika didapatkan mekonium, trakea harus
diaspirasi segera mungkin setelah lahir. Selanjutnya janin memerlukan ventilasi.
The American College of Obstetricians and Gynecologist mempertimbangkan bahwa
kehamilan postterm (42 minggu) adalah indikasi induksi persalinan. Penelitian menyarankan
induksi persalinan antara umur kehamilan 41-42 minggu menurunkan angka kematian janin dan
biaya monitoring janin lebih rendah.
Ringkasan :
Pada kehamilan postterm terjadi perubahan plasenta, cairan amnion dan janin. Keadaan
tersebut meningkatkan risiko terjadi luaran janin yang buruk. Untuk menurunkan risiko tersebut
perlu pemeriksaan dan monitoring janin yang tepat selama kehamilan dan persalinan.
Putusan pengelolaan persalinan pervaginam atau perabdominal berdasarkan pemeriksaan
pematangan serviks dan memprediksi kesulitan persalinan dan menilai risiko bahaya janin.
Selama persalinan dilakukan pengawasan ketat terhadap pola denyut jantung janin dan keadaan
ibu.
KAJIAN PUSTAKA
2)
3)
4)
b.
1)
2)
3)
c.
d.
oksitosin.
Hipotensi ibu, anestesi epidural,kompresi vena kava, posisi terlentang.
Solusio plasenta.
Plasenta previa dengan pendarahan.
Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu lama)
Penyakit hipertensi
Diabetes melitus
Postmaturitas atau imaturitas
Kompresi (penekanan) tali pusat
Isoimunisasi Rh.
3. PATOFISIOLOGI
Ada beberapa patofisiologi yang mendasari gawat janin:
1. Dahulu janin dianggap mempunyai tegangan oksigen yang lebih rendah karena janin dianggap
hidup di lingkungan hipoksia dan asidosis yang kronik, tetapi sebenarnya janin hidup dalam
lingkungan yang sesuai dan konsumsi oksigen per gram berat badan sama dengan orang dewasa,
kecuali bila janin mengalami stress.
2. Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglabin, dan kapasitas angkut oksigen pada janin lebih
besar dibandingkan dengan orang dewasa. Demikian juga halnya dengan curah jantung
dan kecepatan arus darah lebih besar dari pada orang dewasa. Dengan demikian
penyaluran
oksigen
melalui
plasenta
kepada janin
dan
jaringan
perifer
dapat
Mekonium kental berwarna hijau terdapat di cairan ketuban pada letak kepala Takikardi/
bradikardi/ iregularitas dari denyut jantung janin untuk mengetahui adanya tanda-tanda
seperti di atas dilakukan pemantauan menggunakan kardiotokografi. Asidosis janin
Diperiksa dengan cara mengambil sampel darah janin.
Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan pada denyut jantung janin yang abnormal.
Diagnosis lebih pasti jika disertai air ketuban hijau dan kental/ sedikit. Gawat janin dapat terjadi
dalam persalinan karena partus lama, Infuse oksitosin, perdarahan, infeksi, insufisiensi plasenta,
ibu diabetes, kehamilan pre dan posterm atau prolapsus tali pusat. Hal ini harus segera dideteksi
dan perlu penanganan segera.
4.
a.
1)
2)
3)
PENANGANAN
Prinsip Umum :
Bebaskan setiap kompresi tali pusat
Perbaiki aliran darah uteroplasenter
Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau kelahiran segera merupakan indikasi.
Rencana kelahiran (pervaginam atau perabdominam) didasarkan pada fakjtor-faktor etiologi,
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono, Prof. Dr. SPOG.2009. Ilmu Kebidanan Edisi IV. Yayasan Bina Pustaka:
Jakarta
Mochtar, Rustam, Prof. Dr. M. Ph,1998. Synopsis Obstetri, Jilid I, Edisi 2,EGC: Jakarta
Abdul Bari Saifuddin dkk.2006.Buku Panduan Praktis Pelayanan kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta
Joseph Hk, dkk. 2010. Catatan Kuliah Ginekologi dan Obstetri (Obsgyn). Nuha Medica:
Jogyakarta.
Rukiyah, Ai Yeyeh, S.siT, MKM. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). CV Trans
Info Media: Jakarta.
www.puskesmasdwn1.files.wordpress.com
www.situskebidanan.com
Label: Cintoh MAKALAH ASKEB IV (PATOLOGI) DISTOSIA KELAINAN GAWAT JANIN
http://www.artikelkedokteran.com/120/gawat-janin-fetal-distress.html
http://yunitamahubessy.blogspot.com/2012/10/gawat-janin.html
I. PENGERTIAN
Gawat janin adalah keadaan / reaksi ketika janin tidak memperoleh oksigen yang cukup.
Gawat janin terjadi jika janin tidak menerima oksigen yang cukup, sehingga mengalami
hipoksia. Situasi ini dapat terjadi kronik (dalam jangka waktu lama) atau akut. (Maternal
Neonatal, 2002 : 334)
Gawat janin menunjukkan suatu keadaan bahaya yang relatif dari janin yang secara serius
dapat mengancam kesehatan janin. (Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi, 1994 :
211)
Kesimpulan :
Gawat janin adalah keadaan janin tidak memperoleh oksigen yang cukup, sehingga
mengalami hipoksia dan dapat mengancam kesehatan janin.
II. KLASIFIKASI
a. gawat janin sebelum persalinan
gawat janin kronik
dapat timbul setelah periode yang panjang selama periode antenatal bila status
fisiologi
menetap, glikolisis anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH janin yang menurun. (Kapita
Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekkologi, 1994 : 211-213)
III. ETIOLOGI
1. insufisiensi uteroplasental akut
a.
b. Hipotensi ibu
c.
Solusio plasenta
penyakit hipertensi
b. diabetes militus
c.
isoimunisasi Rh
3. kompresi tali pusat
4. anestesia blok paraservikal
5. infeksi virus toxoplasmosis
6. kehamilan postmatur
7. medikasi pada ibu (antropine, sikopolamin, diazepam, fenobarbital, magnesium,
analgesiknarkotik)
Denyut jantung janin lebih dari 160 kali/menit dalam kehamilan variabilitas dasarnya dan
menunjukkan deselerasi lanjut pada kontaksi uterus. Bila Hipoksia menetap glikolisis anaerob
menghasilkan asam laktat dengan PH janin yang menurun.
Adapun janin yang beresiko tinggi untuk mengalami gawat janin adalah :
a. Janin yang pertumbuhannya terhambat.
b. Janin dari ibu dengan diabetes melitus.
c. Janin Preterm dan Posterm.
d. Janin dengan kelainan letak.
e. Janin kelainan bawaan atau infeksi.
IV. TANDA-TANDA GAWAT JANIN
Gawat Janin dapat diketahui dari tanda-tanda sbb :
Frekwensi bunyi jantung janin kurang dari 120 x / menit atau lebih dari 160 x / menit.
Berkurangnya gerakan janin ( janin normal bergerak lebih dari 10 kali per hari ).
Adanya air ketuban bercampur mekonium, warna kehijauan ( jika bayi lahir dengan letak
kepala ).
Indikasi-indikasi dari kemungkinan gawat janin:
1. Beradikardia, denyut jantung janin (+) yang kurang dari 120 kali/menit.
2. Takikardia, akselerasi denyut jantung janin yang memanjang lebih dari 160x/menit. Dapat
dihubungkan dengan demam ibu sekunder terhadap infeksi intrauteri. Prematuritas dan
atropin juga di hubungkan dengan denyut jantung dasar yang meningkat.
3. Variabililtas denyut jantung dasar yang menurun, yang berarti depresi sistem syaraf
anatomi janin untuk medikasi ibu (atropin, skopopamin, diazepam, fenolbarbitas,
magnesium dan analgesic naikotik)
4. Pola deselerasi, deselerasi lanjut menunjukkan hipoksia janin yang disebabkan oleh
isufisiensi uteroplasma. Deselerasi yang bervariasi tidak berhubungan dengan uterus adalah
lebih sering dan muncul untuk menjalankan kompresi sementara waktu saja dari
pembuluh darah umbillikus. Peningkatan hipoksia janin adalah deselerasi lanjut, penurunan
variabilitas, bradikaria yang menetap dan pola gelombang sinus.
V. DIAGNOSIS
Gawat janin intrapartum memerlukan diagnosisi dini yang tepat, dapat dilakukan
dengan :
1. pemantauan elektronik dengan kardiotografi
Tujuan dasar monitoring kecepatan DJJ secara elektronik untuk mendeteksi tanda-tanda
gangguan pada janin.
2. pemeriksaan darah janin
Bila pola kecepatan DJJ mencurigai / mengancam, maka diperjelas dengan pengukuran
pH darah dari kulit kepala.
3. pemantauan USG
Pengukuran diameter biparietal secara seri dapat mengungkapkan bukti dini dari retardasi
petumbuhan intrauterin. Gerakan pernafasan dan aktivitas janin, dan volume cairan ketuban
memberikan penilaian tambahan dari kesehatan janin. Oligohidramnion memberi kesan anomali
janin atau retardasi pertumbuhan.
4. pemeriksaan kadar estriol
Kadar estriol dalam darah atau urin ibu memberikan suatu pengukuran fungsi janin dan
plasenta, karena pembentukan estriol memerlukan aktivitas dari enzim dalam hati dan kelenjar
adrenal seperti dalam plasenta karena kehamilan berlanjut, kadar estriol meningkat. Kadar estriol
yang normal merupakan indikator dari unit fungsional fetoplasental normal dan menentramkan.
5. pemeriksaan HPL (Human Placental Lactogen)
HPL dalam darah ibu : 4 mcg / ml atau kurang setelah kehamilan 30 minggu memberi
kesan fungsi plasenta yang abnormal dan janin dalam bahaya.
VII. PROGNOSA
Bagi Ibu : Partus Lama, Perdarahan, Infeksi
janin,
yang
sepanjang
penyebab gawat
janin:
a. Jika terdapat perdarahan dengan nyeri yang hilang timbul atau menetap,
pikirkan
untuk amnionitis.
c. Jika tali pusat terletak di bawah janin atau dalam vagina lakukan penanganan
prolaps tali
pusat.
6. Jika denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat tanda-tanda lain gawat
(mekonium kental pada cairan amnion, rencanakan persalinan).
http://revyghn.blogspot.com/2012/04/gawat-janin.html
janin
http://bisnis-febta-asuhankeperawatan.blogspot.com/2012/01/asuhan-kebidananpada-klien-dengan.html
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seksio sesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat inisisi pada
dinding abdomen dan uterus. Proses kehamilan, persalinan, dan nifas tidak senantiasa
berlangsung secara fisologi namun dapat pula secara patologi. Oleh karena itu
pengawasan yang teliti dan terus menerus selama berlangsungnya ketiga proses itu
harus dilakukan dengan seksama. Pengawasan bertujuan menemukan sedini mungkin
kelainankelainan
yang
dapat
mempengaruhi
prosesproses
tersebut,
agar
berdasarkan survai demografi dan kesehatan tahun 2009 2010 mencatat angka
persalinan seksio sesarea secara nasional berjumlah kurang lebih 20,5% dari total
persalinan seksio sesarea. berdampak terhadap perkembangan walau tidak memiliki
kondisi medis paling banyak disebabkan oleh adanya ketakutan menghadapi persalinan
normal, selain itu juga karena faktor usia, dan paritas. (Anggreni L, online, diakses 19
Januari, 2012).
Kehamilan patologi seperti plasenta previa, malpresentasi janin, panggul
sempit,
disproporsi sefalopelviks, dan gawat janin dapat diakhiri dengan seksio sesarea
(Wiknojosastro, 2007, hal 118).
Efek samping dari persalinan seksio sesarea dapat berdampak komplikasi seperti
infeksi atau perdarahan sehingga dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
terhadap ibu (Sriastuti,online, diakses 25 Agustus 2012).
Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui
suatu inisisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan
utuh serta berat janin diatas 500 gram. (Sarwono, 2005, hal 134).
Tindakan seksio sesarea merupakan salah satu jalan untuk menolong persalinan
sehingga tercapai Well born baby and well health mother. Kini tindakan seksio
sesarea sudah dapat diterima oleh masyarakat, bahkan sering dijumpai permintaan
persalinan dengan operasi seksio sesarea (Manuaba IBG, 2002, hal 158).
Dewasa ini seksio sesarea jauh lebih aman dari pada dulu karena pemberian
antibiotika, transfusi darah, anestesi, dan tekhnik operasi yang lebih sempurna serta
perawatan yang intensif. Karena itu saat ini ada kecenderungan untuk melakukan
operasi tanpa dasar indikasi yang cukup kuat. Namun perlu diingat, bahwa seorang
wanita yang telah mengalami operasi pasti akan menimbulkan cacat dan parut pada
rahim yang dapat membahayakan kehamilan dan persalinan berikutnya, walaupun
bahaya tersebut relatif kecil. (Manuaba EGC, 2002, hal 176).
Beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian seksio sesarea adalah umur ibu,
paritas, penyulit persalinan, riwayat seksio sesarea karena panggul sempit dan umur
kehamilan.
Umur ibu yang terlalu muda secara biologis perkembangan alat reproduksinya
belum sepenuhnya optimal sehingga beresiko sebesar satu sampai dua kali dibanding
yang berumur optimum berproduksi antara 2035 tahun, atau umur yang terlalu tua
juga berisiko sama. Indikasi seksio sesarea juga harus dipertimbangkan pada primitua,
riwayat infertilitas, dan pada wanita dengan riwayat obstetrik yang kurang baik
( Sriastuti, online, diakses 25 Agustus 2012).
Ibu yang mengalami kehamilan pertama dan yang berulangulang (paritas tinggi)
dapat memberi risiko dua kali menjalani persalinan sesarea dibanding yang sedikit
terlebih dengan jarak kehamilan yang dekat akan berisiko sampai tiga kali hal ini
disebabkan kehamilan yang berulang akan membuat uterus menjadi renggang
sehingga dapat menyebabkan kelainan letak janin dan kelainan implantasi plasenta
yang berakibat buruk pada proses persalinan (Sriastuti, online, diakses 25 Agustus
2012).
Proses melahirkan yang mengalami gangguan atau adanya penyulit persalinan
baik dari ibu ataupun dari janin berisiko tiga sampai empat kali untuk terjadinya
persalinan sesarea. Kejadian paling sering adalah bayi yang terlalu besar, panggul ibu
yang terlalu kecil, dan letak bayi yang melintang ( Sriastuti, online, diakses 25 Agustus
2012).
Seorang ibu yang pada persalinan sebelumnya melahirkan dengan cara seksio
sesarea kemungkinan pada persalinan berikutnya akan mengalami hal yang sama. Ibu
yang mempunyai riwayat seksio sesarea sebelumnya memiliki risiko sebesar empat kali
untuk terjadinya persalinan seksio sesarea ( Sriastuti, online, diakses 25 Agustus 2012).
Data yang didapatkan dari dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2009
ditemukan 4,305 kasus seksio sesarea dan meningkat 530,44 % pada tahun 2010
menjadi 8366 kasus (profil dinas kesehatan Sulawesi Selatan).
Khusus di Rumah Sakit Salewangan Maros pada tahun 2009 ditemukan angka
Persalinan seksio sesarea sebanyak 135 kasus dan pada tahun 2010 terjadi
peningkatan 23,32 % menjadi 165 kasus.
Untuk mendeteksi secara dini apakah ibu hamil akan mengalami seksio sesarea
atau tidak sebaiknya ibu hamil rajin memeriksakan kehamilannya.
Mengingat besarnya resiko dari persalinan seksio sesarea dan tingginya angka
kejadian seksio sesarea dari tahun ke tahun memberi motivasi kepada peneliti untuk
melakukan penelitian tentang gambaran indikasi seksio sesarea yang dibatasi menurut
umur ibu dan paritas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan halhal yang telah diuraikan dalam latar belakang di atas maka
dirumuskan masalah:
1.
Bagaimanakah gambaran
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran Persalinan seksio sesarea di Rumah Sakit Salewangang
Kabupaten Maros Tahun 2011.
2. Tujuan khusus
a.
b. Diketahuinya gambaran seksio sesarea menurut umur ibu.
c. Diketahuinya gambaran seksio sesarea menurut paritas ibu.
D. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi instansi kesehatan khususnya kebidanan dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan ibu dan menurunkan angka kematian ibu.
2. Sebagai pengalaman yang berharga bagi peneliti dalam mengaplikasikan ilmu (teori)
yang selama ini diperoleh di bangku kuliah.
3. Sebagai sumber informasi dan bacaan bagi masyarakat dan penelitian selanjutnya
dalam rangka mengembangkan pengetahuan yang berhubungan dengan seksio
sesarea.
4. Dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi
masyarakat dan peneliti selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7) Distosia serviks
Pada distosia serviks primer penanganannya adalah pengawasan persalinan
secara seksama di rumah sakit. Sedangkan pada distosia serviks sekunder
penangannya harus segera dilakukan seksio sesarea sebelum jaringan parut serviks
yang dapat menjalar ke atas sampai segmen bawah uterus (William R, 2010, hal 466).
8) Pernah seksio sesarea sebelumnya
Pada wanita yang pernah mengalami seksio sesarea sebelumnya biasanya
kembali mengalami hal yang sama pada kehamilan dan persalinan berikutnya, hal ini
disebabkan karena mengingat adanya bahaya ruptura uteri karena seksio sesarea
sebelumnya. Namun wanita yang pernah mengalami seksio sesarea sebelumnya dapat
diperbolehkan untuk bersalin pervaginam kecuali jika sebab seksio sesarea sebelumya
adalah mutlak karena adanya kesempitan panggul (William R, 2010, hal 635).
b. Indikasi janin
1) Gawat janin
Tindakan operasi dilakukan pada kasus gawat janin dalam rahim, gangguan
pertumbuhan janin dalam rahim, kematian janin dalam rahim, tali pusat janin
menumbung. pada kehamilan dan persalinan kala I yang dapat menyebabkan gawat
janin harus segera dilakukan seksio sesarea (Manuaba, 2002, hal 165).
2) Malpresentasi janin
a) Letak lintang (William R, 2010, hal 237)
Greenhill dan Eastman berpendapat bahwa:
(1) Bila ada kesempitan panggul maka seksio sesarea Sadalah cara terbaik dalam segala
letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa.
(2) Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan seksio sesarea
walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit.
(3) Pada multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan caracara lain.
b) Letak sungsang
Seksio sesarea dianjurkan pada letak sungsang apabila ada indikasi panggul
sempit, janin besar, primigravida, dan anak mahal dengan komplikasi pertolongan
persalinan letak sungsang melalui jalan vaginal sebagian besar pertolongan persalinan
di lakukan dengan seksio sesarea. (Manuaba, 2010, hal 503).
c) Presentasi dahi
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal tidak dapat lahir
spontan pervaginam sehingga harus dilahirkan secara seksio sesarea (Arif, M, 2007,
hal 306).
d) Presentasi muka
Indikasi untuk melakukan seksio sesarea pada presentasi muka adalah mento
posterior persistens, kesempitan panggul, dan kesulitan turunnya kepala dalam rongga
panggul (Arif M, 2007, hal 305).
e) Gemelli
Seksio sesarea pada kehamilan kembar dilakukan atas indikasi janin pertama pada
letak lintang, plasenta previa, prolapsus funikuli, dan interlocking yaitu janin pertama
dalam letak sungsang dan janin kedua dalam presentasi kepala (Arif M, 2007, hal,
309).
Dalam praktek obstetri modern pada hakekatnya tidak terdapat kontra indikasi,
meskipun
demikian
perlu
diingat
bahwa
seksio
sesarea
dilakukan
untuk
menyelamatkan ibu maupun janin, oleh sebab itu seksio sesarea dilakukan hanya
dalam keadaan bila ada indikasi (Cunningham, 2002, hal 511).
4. Komplikasi Seksio Sesarea (Manuaba IBG, 2002, hal 339)
a. Pada ibu
Terjadi trias komplikasi ibu yaitu perdarahan, infeksi, dan trauma jalan lahir.
1) Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi yang paling gawat, memerlukan tranfusi darah dan
merupakan penyebab kematian ibu yang paling utama. Penyebab perdarahan pada
tindakan operasi adalah:
a) Atonia uteri: sumber perdarahan berasal dari implantasi plasenta.
b) Robekan jalan lahir: ruptura uteri, robekan serviks, robekan forniks (kolfoporeksis),
robekan vagina, robekan perineum, dan semuanya dapat menimbulkan perdarahan
ringan sampai berat.
c) Perdarahan karena molahidatidosa/korio karsinoma.
d) Gangguan pembekuan darah: kematian janin dalam rahim melebihi 6 minggu, pada
solusio plasenta, dan emboli air ketuban.
e) Retensio plasenta atau rest plasenta: gangguan pelepasan plasenta menimbulkan
perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
2) Infeksi
Setiap tindakan operasi selalu diikuti oleh kontaminasi bakteri, sehingga
menimbulkan infeksi. Infeksi makin meningkat apabila didahului oleh:
a) Keadaan umum yang rendah: anemia saat hamil, sudah terdapat manipulasi intrauterin,
dan sudah terdapat infeksi sejak awal.
b) Perlukaan operasi yang menjadi jalan masuk bakteri.
c) Terdapat retensio plasenta atau rest plasenta.
d) Pelaksanaan operasi persalinan yang kurang legeartis.
Semua faktor tersebut dapat memudahkan terjadinya infeksi.
3) Trauma tindakan operasi persalinan
Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan persalinan sehingga menimbulkan
trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan dijabarkan sebagai berikut:
a) Perlukaan pada serviks.
b) Perlukaan pada forniks-kolpoporeksis.
c) Terjadi ruptura uteri lengkap atau tidak lengkap.
d) Terjadi fistula atau inkontinensia.
b. Pada bayi
Terjadi trias komplikasi bayi dalam bentuk: asfiksi, trauma tindakan, dan infeksi.
1) Asfiksia
a) Tekanan langsung pada kepala: menekan pusatpusat vital pada medulla oblongata.
b) Aspirasi: air ketuban dan mekonium.
c) Perdarahan atau edema jaringan saraf pusat.
2) Trauma langsung pada bayi
a) Fraktura ekstremitas.
b) Traktura tulang kepala bayi.
c) Perdarahan atau edema jaringan otak.
d) Trauma langsung pada mata, telinga, hidung, dan lainnya.
3) Infeksi
Infeksi ringan sampai sepsis yang dapat menyebabkan kematian.
5. JenisJenis Seksio Sesarea (Sarwono, 2005, hal 119)
a. Seksio sesarea klasik atau korporal
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kirakira sepanjang
10 cm.
1) Kelebihan
a) Mengeluarkan janin lebih cepat.
b) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik.
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.
2) Kekurangan
a) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealisasi
yang baik.
b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.
b. Seksio sesarea ismika atau profunda
1) Kelebihan
a) Penjahitan luka lebih mudah.
b) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke
rongga peritoneum.
d) Perdarahan kurang.
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan kurang/lebih kecil.
2) Kekurangan
a) Luka dapat menyebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat menyebabkan arteria
uterina putus sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak.
b) Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi.
6. Pelaksanaan seksio sesarea (Arif M, 2006, hal 345)
a. Seksio sesarea klasik atau kolporal
1) Mulamula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit
dengan kain suci lama.
2) Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sepanjang 12 cm
sampai di bawah umbilikus lapis demi lapis sehingga kavum peritoneal terbuka.
3) Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi.
4) Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim (SAR), kemudian
diperlebar secara sagital dengan gunting.
5) Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan.janin dilahirkan dengan
meluksir kepala dan memotong fundus uteri. Setelah janin lahir seutuhnya, tali pusat
dijepit dan dipotong di antara kedua penjepit.
6) Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntik 10 U oksitosin ke dalam rahim secara intra
mural.
Lapisan I
Lapisan II
Lapisan III
5) Dibuat insisi pada segmen bawah rahim 1 cm di bawah irisan plika vesikouterina tadi
secara tajam dengan pisau bedah 2 cm, kemudian diperlebr melintang secara tumpul
dengan kedua jari telunjuk operator. Arah irisan pada segmen bawah rahim dapat
melintang (transversal) sesuai cara Kerr; atau membujur (sagital) sesuai cara kronig.
6) Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan, janin dilahirkan dengan
meluksir kepalanya. Badan janin dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya. Tali pusat
dijepit dan dipotong, plasenta dilahirkan secara manual. Ke dalam otot rahim intra mural
disuntikkan 10 U oksitosin.
Luka dinding rahim dijahit.
a) Lapisan I : dijahit jelujur pada endometrium dan mimotrium.
b) Lapisan II : dijahit jelujur hanya pada miometrium saja.
c) Lapisan III : dijahit jelujur pada plika vesikouterina.
7) Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi.
8) Rongga perut dibersihkan dari sisasisa darah dan akhirnya luka dinding perut dijahit.
Paritas 23 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal
karena pada paritas pertama dan paritas yang lebih tinggi dapat menyebabkan lebih
tinggi terjadinya resiko yang dapat menyebabkan kematian maternal. Namun hal ini
akan berkurang tingkat keamanannya apabila persalinan sebelumnya telah melalui
operasi sesarea sehingga masih perlu untuk tetap memperhatikan kondisi kesehatan
ibu selama kehamilan dan saat persalinan (Saifuddin AB, 2006, hal 23).
Paritas menunjukkan jumlah kehamilan yang terdahulu yang telah tercapai
vibialitas dan telah dilahirkan tanpa melihat jumlah anak akan tetapi kelahiran kembar
hanya dihitung satu paritas persalinan yang pertama sekali biasanya mempunyai resiko
yang relatif tinggi terhadap ibu dan anak akan tetapi resiko ini akan menuru pada
paritas kedua, ketiga, dan akan meningkat lagi pada paritas keempat. Dan statusnya
paritas yang paling aman jika ditinjau dari sudut kematian maternal adalah paritas dua
dan tiga resiko untuk terjadinya persalinan saksio sesarea pada primipara dua kali lebih
besar dari multipara ( Sugono D, 2007 hal 125).
menyebabkan kelainan letak janin dan plasenta yang berakibat buruk pada proses
persalinan ( Anggreni, online diakses 25 Agustus 2012).
D. Kerangka konsep
Keterangan
: Variabel independen
: Variabel dependen
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey dengan pendekatan deskriptif dan
bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian seksio sesarea di Rumah Sakit
Salewangang Maros Kabupaten Maros Tahun 2011.
n=
1 + N ( d )2
Keterangan :
N = besar papulasi
N = besar sampel
d = tinkat keprcayaan/ keteptan yang diinginkan ( 0,05 )
Sehingga di dapatkan jumlah sampel sebagai berikut
n=
1+161(0,05) 2
n=
161
162 ( 0,05 )2
n=
162 (0,0025)
n=
4,05
161
161
161
n = 39,75
n = 40
perasional
1. Seksio sesarea
adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu inisisi pada
dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadan utuh serta berat
janin diatas 500 gram. (Sarwono, 2005, hal 134).
Kriteria objektif:
a. Seksio Sesarea : bila ibu bersalin mempunyai indikasi seksio sesarea
dan melahirkan janinnya dengan cara membuka dinding perut dan dinding
uterus.
b. Bukan seksio sesarea : bila ibu bersalin tidak mempunyai indikasi seksio
sesarea dan melahirkan janinnya secara
pervaginam.
2. Umur ibu
Adalah umur ibu saat mengalami seksio sesarea yang tercantum dalam status ibu di
Rumah Sakit Maros Kabupaten Maros yaitu:
Kriteria objektif :
Resiko tinggi : bila umur ibu bersalin < 20 tahun atau > 35 tahun.
c. Resiko rendah : bila umur ibu bersalin antara 2035 tahun.
3.
Paritas
Paritas adalah seorang ibu yang pernah melahirkan bayi baik dalam keadaan hidup
atau mati saat lahir dengan berat janin mencapai 1000 gram tetapi tidak termasuk
abortus yang tercantum dalam status ibu di Rumah Sakit Salewangang Maros
Kabupaten Maros yaitu:
Kriteria objektif :
a. Resiko tinggi : semua ibu bersalin yang mempunyai riwayat seksio sesarea sebelumnya
dan bila ibu pernah melahirkan bayi 1 kali atau > 3 kali dengan atau tanpa riwayat
seksio sesarea sebelumnya.
b. Resiko rendah : bila ibu pernah melahirkan bayi 2 sampai 3 kali tanpa riwayat seksio
sesarea sebelumnya.
E. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan cara mengambil data dari buku register seksio sesarea
mulai tanggal 1 JanuariDesember 2011 di Rumah Sakit Salewangan Maros.
Selanjutnya dicatat sesuai dengan yang tercantum dalam buku register seksio sesarea
ke dalam format check list penelitian yang telah disiapkan.
F. Analisis Data
Pengolahan data dianalisa secara sederhana yaitu menentukan presentase dengan
menggunakan kalkulator kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Data dianalisa dalam bentuk presentase dengan menggunakan rumus:
P = x 100 %
N
Keterangan:
P = Presentase yang dicari
f
= Frekuensi
N = Jumlah sampel
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Salewangang
Maros didapatkan jumlah ibu bersalin yang dirawat pada Tahun 2011 berjumlah 569
orang dan yang menjadi sampel adalah ibu bersalin yang mengalami seksio sesarea
yaitu sebanyak 161 orang yag dapat digambarkan pada tabel berikut:
Tabel IV.1
Distribusi Persalinan Seksio Sesarea Di Rumah Sakit Salewangang Maros
Kabupaten Maros Tahun 2011
Persalinan
Seksio Sesarea
(F)
161
(f)
28,29
Dari data tabel IV.1 di atas menunjukkan bahwa dari 569 ibu bersalin yang
dirawat di Rumah Sakit Salewangang Maros Kabupaten Maros Tahun 2011 didapatkan
161 orang (28,29 %) yang mengalami seksio sesarea dan 408 orang (71,71 %) yang
bukan seksio sesarea.
Tabel IV.2
Distribusi Persalinan Seksio Sesarea Di Rumah Sakit Salewangang Maros
Kabupaten Maros Tahun 2011
Umur ibu
Resiko tinggi
(F)
12
(f)
24
Resiko rendah
38
76
Total
50
100
Sumber :data Sekunder Rumah Sakit Salewangang Maros tahun 2011.
Dari tabel IV.2. di atas menunjukkan bahwa indikasi seksio sesarea di Rumah
Sakit Salewangang Maros Kabupaten Maros Tahun 2011 pada ibu dengan resiko tinggi
berjumlah 12 orang (24 %) dan pada ibu dengan resiko rendah berjumlah 38 orang (76
%).
Tabel IV.3
Distribusi Persalinan Seksio Sesarea Di Rumah Sakit Salewangang Maros
Kabupaten Maros Tahun 2011
Paritas
Resiko tinggi
(F)
17
(f)
34
Resiko rendah
33
66
Total
50
100
Sumber : data Sekunder Rumah Sakit Salewangan Maros tahun 2011.
Dari tabel IV.3. di atas menunjukkan bahwa Indikasi seksio sesarea di Rumah
Sakit Salewangang Maros Kabupaten Maros Tahun 2011 pada golongan ibu dengan
resiko tinggi yang mengalami seksio sesarea sebanyak 17 orang (34%) dan pada
golongan ibu dengan resiko rendah yang mengalami seksio sesarea sebanyak 33
orang (66 %).
B. Pembahasan
Setelah melakukan penelitian tentang indikasi seksio sesarea di Rumah Sakit
Salewangang Maros Kabupaten Maros Tahun 2011 menunjukkan bahwa dari 569 orang
yang bersalin diketahui sebanyak 161 orang (28,29 %) yang mengalami seksio
sesarea.
Berikut ini akan dilakukan pembahasan tentang sejauh mana kontribusi faktor
yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini antara lain:
1. Umur ibu
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya dalam pembahasan
ini dari 161 ibu bersalin yang mengalami seksio sesarea di Rumah Sakit Salewangang
Maros Kabupaten Maros Tahun 2011 sebagian besar adalah ibu yang bersalin dengan
golongan resiko rendah yaitu umur 2035 tahun sebanyak 38 orang (76 %). Sedangkan
ibu yang bersalin dengan golongan resiko tinggi yaitu umur < 20 tahun atau > 35 tahun
sebanyak 12 orang (24 %).
Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang mengalami seksio sesarea di Rumah Sakit
Salewangan Maros dalam taraf yang aman karena secara teori wanita yang berumur
2035 tahun merupakan reproduksi yang sehat, sedangkan wanita yang berumur < 20
tahun organ reproduksinya belum matang dan pada wanita yang berumur > 35 tahun
organ reproduksinya telah mengalami degenerasi atau kemunduran (Manuaba IBG,
2001, hal 9).
Namun perlu diingat bahwa seorang wanita yang telah mengalami pembedahan
merupakan seseorang yang mempunyai parut dalam uterus, sehingga pada kehamilan
dan persalinan berikutnya memerlukan pengawasan yang cermat berhubung dengan
adanya bahaya ruptura uteri (Husodo L, 2006, hal 863).
2. Paritas
Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa indikasi seksio sesarea pada paritas
dengan golongan resiko tinggi sebanyak 17 orang (34 %) dan pada paritas dengan
golongan resiko rendah sebanyak 33 orang (66 %).
Hal ini sejalan dengan teori yang mengatakan bahwa ibu yang mengalami
kehamilan pertama dan yang berulangulang (paritas tinggi) dapat memberikan resiko
menjalani seksio sesarea. Hal ini disebabkan karena kehamilan yang berulang akan
membuat uterus meregang sehingga dapat menyebabkan kelainan letak janin dan
kelainan implantasi plasenta yang akan berakibat buruk pada proses persalinan
sehingga dapat menjadi indikasi seksio sesarea (Sriastuti, online, diakses 25 Agustus
2012).
Hal ini juga sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa paritas 23 merupakan
paritas paling aman ditinjau dari kematian maternal karena pada paritas pertama dan
paritas yang lebih tinggi dapat menyebabkan lebih tinggi terjadinya resiko yang dapat
menyebabkan kematian maternal. Namun paritas 23 ini dapat berkurang tingkat
keamannya apabila pada persalinan sebelumnya telah melalui operasi sesarea
sehingga masih perlu untuk tetap memperhatikan kondisi kesehatan ibu selama
kehamilan dan saat persalinan (Saifuddin AB, 2006, hal 23).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang gambaran indikasi seksio sesarea di
Rumah Sakit Salewangang Maros Kabupaten Maros Tahun 2011 maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Ibu yang melahirkan bukan dengan seksio sesarea berjumlah 408 orang (71,71 %) dan
jumlah ibu bersalin yang mengalami seksio sesarea sebanyak 161 orang (28,29 %).
2. Indikasi seksio sesarea menurut umur ibu pada umur < 20 tahun berjumlah nol orang
( 0 ), pada umur 2035 tahun berjumlah 38 (76 %) orang, dan pada umur > 35 tahun
berjumlah 12 orang (24 %). Sedangkan indikasi seksio sesarea menurut umur ibu
dengan resiko tinggi berjumlah 12 orang (24 %) dan ibu dengan resiko rendah
berjumlah 38 orang (76 %).
3. Indikasi seksio sesarea menurut paritas ibu pada ibu dengan paritas 1 berjumlah 10
orang (20 %),pada ibu dengan paritas 2 berjumlah 23 orang (46 %), ibu dengan paritas
3 berjumlah 10 orang (20 %), dan pada ibu dengan paritas > 3 berjumlah 7 orang (14
%). Sedangkan indikasi seksio sesarea menurut paritas ibu dengan resiko tinggi
berjumlah 17 orang (34 %) dan ibu dengan resiko rendah berjumlah 33 orang (66 %).
B. Saran
1. Mengingat angka kejadian seksio sesarea dari tahun ke tahun meningkat maka
sebaiknya di tempattempat pelayanan kesehatan perlu dilakukan nasehatnasehat
paska seksio sesarea dan pengawasan ibu hamil secara cermat mengingat bahaya
yang mengancam ibu hamil pada kehamilan dan persalinan berikutnya.
2. Sebaiknya ibu hamil mendapatkan informasi dan penyuluhan yang jelas tentang seksio
sesarea dan setiap ibu hamil perlu meningkatkan kesadaran untuk memeriksakan
kehamilannya secara rutin agar dapat mengenali tandatanda bahaya kehamilan sejak
awal dan mengantisipasi masalah yang dapat timbul pada saat persalinan.
3. Diharapkan akan ada peneliti yang dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan
penambahan variabel independen lainnya seperti sosial ekonomi, umur kehamilan,
pengetahuan, frekuensi kunjungan antenatal dan lainlain.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung sendiri tanpa intervensi
penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor P utama yaitu kekuatan ibu (power),
keadaan jalan lahir (passage) dan keadaan janin (passanger). Faktor lainnya adalah psikologi ibu
(respon ibu ), penolong saat bersalin, dan posisi ibu saat persalinan.
Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-faktor "P" tersebut, persalinan
normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan pada satu atau lebih faktor P ini,
dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada jalannya persalinan. Kelambatan atau kesulitan
persalinan ini disebut distosia. Salah satu penyebab dari distosia karena adalah kelainan gawat
janin. Distosia berpengaruh buruk bagi ibu maupun janin. Pengenalan dini dan penanganan tepat
1.2
1.
2.
3.
4.
5.
1.3
1.
2.
3.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Gawat Janin
Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima Oksigen cukup, sehingga mengalami
hipoksia. (Abdul Bari Saifuddin dkk.2002 ). Secara luas istilah gawat janin telah banyak
dipergunakan, tapi didefinisi istilah ini sangat miskin. Istilah ini biasanya menandakan
kekhawatiran obstetric tentang obstetric tentang keadaan janin, yang kemudian berakhir dengan
seksio secarea atau persalinan buatan lainnya.
Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung denyut jantung janin (DJJ). Dan
memeriksa kemungkinan adanya mekonium didalam cairan amniom. Sering dianggap DJJ yang
abnormal, terutama bila ditemukan mekonium, menandakan hipoksia dan asidosis. Akan tetapi,
hal tersebut sering kali tidak benarkan . Misalnya, takikardi janin dapat disebabkan bukan
hanyaoleh hipoksia dan asidosis, tapi juga oleh hipotemia, sekunder dari infeksi intra uterin.
Keadaan
tersebut
biasanya
tidak
berhubungan
dengan
hipoksia
janin
atau
asidosis.sebaliknya, bila DJJ normal, adanya mekonium dalam cairan amnion tidak berkaitan
dengan meningkatnya insidensi asidosis janin. Untuk kepentingan klinik perlu ditetapkan criteria
apa yang dimaksud dengan gawat janin. Disebut gawat janin bila ditemukan bila denyut jantung
janin diatas 160 / menit atau dibawah 100 / menit, denyut jantung tidak teratur , atau keluarnya
mekonium ysng kental pada awal persalinan.
2.2 Etiologi
Penyebab dari gawat janin yaitu:
a. Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu singkat) :
1) Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian
oksitosin.
oksigen
melalui
plasenta
kepada janin
dan
jaringan
perifer
dapat
vital (otak dan jantung) akan menerima penyaluran darah yang lebih banyak dibandingkan
jaringan perifer. Bradikardi mungkin merupakan mekanisme perlindungan agar jantung bekerja
lebih efisien sebagai akibat hipoksia.
2.4 Tanda dan Gejala
Gejala yang dirasakan oleh ibu adalah berkurangnya gerakan janin. Ibu dapat melakukan
deteksi dini dari gawat janin ini, dengan cara menghitung jumlah tendangan janin/ kick count .
Janin harus bergerak minimal 10 gerakan dari saat makan pagi sampai dengan makan siang. Bila
jumlah minimal sebanyak 10 gerakan janin sudah tercapai, ibu tidak harus menghitung lagi
sampai hari berikutnya. Hal ini dapat dilakukan oleh semua ibu hamil, tapi penghitungan gerakan
ini terutamadiminta untuk dilakukan oleh ibu yang beresiko terhadap gawat janin atau ibu
yangmengeluh terdapat pengurangan gerakan janin.
1.
2.
3.
Bila ternyata tidak tercapai jumlah minimal sebanyak 10 gerakan maka ibu untuk segera
datang ke RS atau pusat kesehatan terdekat untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Tandatanda gawat janin:
Mekonium kental berwarna hijau terdapat di cairan ketuban pada letak kepala
Takikardi/ bradikardi/ iregularitas dari denyut jantung janinUntuk mengetahui adanya tandatanda seperti di atas dilakukan pemantauanmenggunakan kardiotokografi
Asidosis janin diperiksa dengan cara mengambil sampel darah janin
2.5 Pengaruh Pada Kehamilan dan Persalinan
a. Pada Kehamilan
Gawat janin dapat menyebabkan berakhirnya kehamilan karena pada gawat janin, maka harus
segera dikeluarkan.
b. Pada persalinan
Gawat janin pada persalinan dapat menyebabkan :
1) Persalinan menjadi cepat karena pada gawat janin harus segera dikeluarkan
2) Persalinan dengan tindakan, seperti ekstraksi cunam, ekstraksi forseps, vakum ekstraksi, ataupun
bahkan dapat diakhiri dengan tindakan sectio saesarea (SC)
2.6 Diagnosa
Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan pada denyut jantung janin yang abnormal.
Diagnosis lebih pasti jika disertai air ketuban hijau dan kental/ sedikit. Gawat janin dapat terjadi
dalam persalinan karena partus lama, Infuse oksitosin, perdarahan, infeksi, insufisiensi plasenta,
ibu diabetes, kehamilan pre dan posterm atau prolapsus tali pusat. Hal ini harus segera dideteksi
dan perlu penanganan segera.
Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan pada denyut jantung janin yang abnormal.
Diagnosis lebih pasti jika disertai air ketuban hijau dan kental/ sedikit. Gawat janin dapat terjadi
dalam persalinan karena partus lama, Infuse oksitosin, perdarahan, infeksi, insufisiensi plasenta,
ibu diabetes, kehamilan pre dan posterm atau prolapsus tali pusat. Hal ini harus segera dideteksi
dan perlu penanganan segera.
2.7 Klasifikasi
Jenis gawat janin yaitu :
a. Gawat janin yang terjadi secara ilmiah
b. Gawat janin iatrogenic
Gawat janin iatrogenik adalah gawat janin yang timbul akibat tindakan medik atau kelalaian
penolong. Resiko dari praktek yang dilakukan telah mengungkapkan patofisiologi gawat janin
iatrogenik akibat dari pengalaman pemantauan jantung janin. Kejadian yang dapat menimbulkan
1.
2.
atau semilateral.
Infus oksitosin
Bila kontraksi uterus menjadi hipertonik atau sangat kerap, maka relaksasi uterus terganggu,
yang berarti penyaluran arus darah uterus mengalami kelainan. Hal ini disebut sebagai
Hiperstimulasi. Pengawasan kontraksi harus ditujukan agar kontraksi dapat timbul seperti
3.
kontrkasi fisiologik.
Anestesi Epidural
Blokade sistem simpatik dapat mengakibatkan penurunan arus darah vena, curah jantung dan
penyuluhan darah uterus. Obat anastesia epidural dapat menimbulkan kelainan pada denyut
jantung janin yaitu berupa penurunan variabilitas, bahkan dapat terjadi deselerasi lambat.
Diperkirakan ibat-obat tersebut mempunyai pengaruh terhadap otot jantung janin dan
kehilangan varibilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi lanjut pada kontraksi uterus. Bila
hipoksia menetap, glikolisis anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH janin yang menurun.
(Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekkologi, 1994 : 211-213)
1.
2.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul jika janin mengalami gawat janin yaitu :
Asfiksia
Menyebabkan kematian janin jika tidak segera ditangani dengan baik.
Komplikasi Gawat janin atau asfiksia intrauterin merupakan akibat dari kompresi talipusat
akibat berkurangnya cairan amnion (oligohidramnion) atau prolapsus talipusat KPD pada
kehamilan yang sangat muda dandisertai oligohidramnion yang lama menyebabkan terjadinya
6) Pengisapan mekonium dari jalan napas bayi baru lahir mengurangi risiko aspirasi mekoneum.
Segera setelah kepala bayi lahir, hidung dan mulut dibersihkan dari mekoneum dengan kateter
pengisap. Segera setelah kelahiran, pita suara harus dilihat dengan laringoskopi langsung sebagai
usaha untuk menyingkirkan mekoneum dengan pipa endotrakeal.
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN
No. Register
: 22/13-04/06
: Periksa I
B.
1.
Nama
: Ny. V
Tn. L
Umur
: 25 tahun
27 tahun
Agama
: Islam
Islam
Oleh:Bidan
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Jawa/Indonesia
Pendidikan
: SMA
SMA
Pekerjaan
: IRT
Karyawan Swasta
Alamat
: Kledokan,Sleman
Kledokan,Sleman
No. Telp
: 085233377712
085277733312
DATA SUBYEKTIF
Alasan Kunjungan
Ibu mengatakan ingin melahirkan dan merasakan kenceng-kenceng teratur sejak pukul 09.00
WIB
2.
Keluhan Utama
Ibu mengatakan gerakan janinnya melemah kurang dari 10 X
3.
4.
5.
Hamil
ke
Riwayat Menstruasi
Menarche
: 14 tahun
Siklus
: 28 hari
Lama
: 5-6 hari
Teratur
: Teratur
Sifat Darah
Keluhan
: Tidak ada
Status pernikahan
: Sah
Menikah ke
: Pertama
Lama
: 1 tahun
Riwayat Perkawinan
UK
Jenis
Persalinan
Penolong Komplik
JK
BB
Bayi
Nifas
Lak Komplikas
Persalina
n
asi
Lahi
r
Lahi
r
tasi
Hamil
ini
6.
Lepas
Jenis
Kontrasepsi
Tgl
Oleh
Tempat
Keluha
Tangga
Ole
Tempa
7.
: 28 maret l 2013
Trimester I
Frekuensi
: 1 kali
Tempat
: BPS
Oleh
: Bidan
Keluhan
Komplikasi
: Mual muntah
: tidak ada
Terapi
: Asam folat, B6
Trimester II
Frekuensi
: 3 kali
Tempat
: BPS
Oleh
: Bidan
Keluhan
: Sesak nafas
Komplikasi
: tidak ada
Terapi
Trimester III
Frekuensi
: 3 kali
Tempat
: BPS
Alasan
Oleh
: Bidan
Keluhan
: Pusing
Komplikasi
: tidak ada
Terapi
: Tablet Fe
d. Imunisasi TT
TT 1 : Caten
TT 2 : April 2012
TT 3 : Belum di lakukan
TT 4 : Belum di lakukan
TT 5 : Belum di lakukan
e. Pergerakan janin selama 24 jam (dalam sehari)
Ibu mengatakan merasakan gerakan janin kurang dari 10 kali
8. Riwayat Kesehatan
a. Penyakit yang pernah/sedang diderita (menular, menurun, dan menahun)
Ibu mengatakan sedang menderita penyakit menurun yaitu hipertensi, dan tidak menderita
penyakit menular ( Hepatitis B, TBC, HIV/AIDS ), penyakit menahun ( jantung, hati, ginjal )
b. Penyakit yang pernah/sedang diderita keluarga (menular,menurun, dan menahun)
Ibu mengatakan dari pihak keluarganya dan suaminya tidak ada yang pernah/sedang menderita
penyakit menurun yaitu hipertensi, penyakit menular ( hepatitis B, TBC, HIV/AIDS ), penyakit
menahun ( jantung, hati, ginjal )
c. Riwayat keturunan kembar
Ibu mengatakan baik dari pihak ibu maupun suami tidak ada yang mempunyai riwayat keturunan
kembar
d. Riwayat Operasi
Ibu mengatakan tidak pernah operasi apapun
e. Riwayat Alergi Obat
Ibu mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat apapun
9. Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
a. Pola Nutrisi
Makan
Minum
Frekuensi
: 3 x/hari
Frekuensi : 5x/hari
Porsi
: 1 piring
Porsi
: 1 gelas
Jenis
Jenis
: aAir putih
Pantangan
: Tidak ada
Keluhan
: Tidak ada
Keluan
: Tidak ada
b.
Pola Eliminasi
BAB
BAK
Frekuensi
: 1-2 x/hari
Frekuensi : 5 x/hari
Konsistensi
: Lembek
Konsistensi
Warna : Kuning
Keluhan
Warna
: Tidak ada
: kuning jernih
Keluhan
c.
Pola Istirahat
Tidur siang
: Tidak ada
Tidur malam
Lama
: 1 jam
Lama : 8 jam
Keluhan
: Tidak ada
d.
: Cair
Personal hygiene
Mandi
: 1 x/hari
f.
: 2 x/hari
: 2 x/minggu
Pola seksualitas
Frekuensi
: 1x/minggu
Keluhan
: Tidak ada
10.
Kepala
12.
13.
Lingkungan yang berpengaruh (sekitar rumah dan hewan peliharaan)Ibu mengatakan lingkungan
: Baik
Kesadaran
: Composmentis
Status emosional
: Stabil
: 160/100 mmHg
Nadi : 90x/menit
Pernafasan
: 23 x/menit
Suhu : 38 C
: 55 kg
Tinggi badan
: 160 cm
: 70 kg
2. Pemeriksaan Fisik
: bentuk mesocephal, tidak ada benjolan/massa, tidak ada nyeri tekan, tidak ada bekas operasi,
kulit kepala bersih
Rambut
Muka
: bentu oval, tidak oedema, tidak ada cloasma gravidarum, tidak ada bekas luka
Mata
: simetris, konjungtiva merah muda, sklera tidak ikhterik, tidak ada sekret, tidak ada tanda-tanda
infeksi
Hidung
Mulut
: bibir lembab, tidak ada caries gigi, gusi tidak ada berdarah, lidah bersih,tidak ada pembesaran
kelenjar tonsil
Telinga
Leher
: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada Pembesaran kelenjar limfe, tidak ada
Dada
Payudara
: simetris, putting menonjol, ada pengeluaran kolostrum, ada hyperpigmentasi areola mamae,
tidak ada nyeri tekan dan massa.
Abdomen
: Tidak ada bekas luka, ada linea nigra, ada striae gravidarum, pembesarab raim sesuai UK
Palpasi Leopold
Leopold I
Leopold II
:Bagian kanan ibu teraba memanjang seperti papan, ada tahanan dan keras (punggung)
Bagian kiri ibu teraba kecil-kecil, banyak, (ekstremitas)
Leopold III
Leopold IV
: tidak dilakukan
Osborn test
: Tidak dilakukan
: 32 cm,
His
Auskultasi DJJ
: 100 x/menit
TBJ : 2150gram
mitas atas
mitas bawah
Genetalia luar
sianosis,tidak odema.
Anus
: Distansia Spinarum : 24
Distansia Cristarum : 29
Konjugata Eksterna : 18
Lingkar Panggul luar : 85
Pemeriksaan dalam
Hasil
: dinding vagina tenang, porsio tidak teraba, presentasi kepala,pembukaan servik 8 cm, ketuban sudah
pecah berwarna hijau kental bercampur mekonium dan jumlah sedikit, penurunan kepala hodge
3, presentasi belakang kepala, teraba adanya kompresi tali pusat
3. Pemeriksaan Penunjang
tanggal
:-
Tidak ada
4. Data Penunjang
Tidak ada
I.
a.
INTERPRETASI DATA
Diagnosa Kebidanan
Seorang ibu Ny.V umur 25 tahun G1 P0 A0 Ah0 UK 38 +2 minggu janin tunggal, hidup, intra
uteri persalinan kala I fase aktif dengan gawat janin .
Data Dasar :
DS
: KU
Kesadaran
Vital sign
: baik
: composmentis
:TD
: 160/100 mmHg
: 90 x/menit
: 38 C
RR
: 23 x/menit
BB
: kg
TB
: 160 cm
DJJ
:100x/menit
TBJ
: 2150
UK
: 38+2Mgg
Px. Leopold
70
: Leopold I
Leopold II
: PUKA
Leopold III
: Kepala
Leopold IV
:Divergen
: Bokong
Pemeriksaan Dalam : dinding vagina tenang, porsio tidak teraba, presentasi kepala,pembukaan servik 8 cm,
ketuban sudah pecah berwarna hijau kental bercampur mekonium dan jumlah sedikit, penurunan
kepala hodge 3, presentasi belakang kepala, teraba adanya kompresi tali pusat
b. Masalah
Tidak ada
8. Pantau ku ibu dan janin meliputi tekanan darah, his, DJJ tiap jam.
VI.
PELAKSANAAN
Tgl : 20-03-2013,
Pukul:13.08 WIB,
1.
Memberitahu ibu mengenai hasil pemeriksaan bahwa pembukaan 8 cm dan ibu sudah masuk
2.
4. Mengajarkan teknik relaksasi pada ibu saat ada his yaitu dengan menarik nafas panjang lewat
hidung dan mengeluarkannya lewat mulut.
5. Menganjurkan ibu memilih posisi yang nyaman dan menganjurkan ibu supaya jangan
mengambil posisi terlentang karena dapat menghambat peredaran darah ibu.
6. Menganjurkan keluarga untuk memenuhi kebutuhan ibu seperti makan, minum, dan mengantar
ibu bila ingin ke kamar mandi bila ingin BAK.
7. Menjaga privasi ibu dengan menyelimuti ibu serta memberi ruang gerak pada ibu.
12. Memantau ku ibu dan janin meliputi tekanan darah, his, DJJ tiap jam.
VII.
EVALUASI
Tanggal : 20-03-2013,
Pukul:13.09 WIB,
1. Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan yang sudah memasuki masa persalinan
2. Ibu dan suami menyetujui informed consentyang telah diberikan
3. Ibu dan kelurga berdoa semoga proses persalinan berjalan dengan lancar dan menemani ibu
sampai akhir persalinan.
4. Ibu mengerti dan dapat mengurangi teknik relaksasi yang dianjurkan bila ada his.
5. Ibu memilih posisi miring kiri
6. Keluarga memberikan makan dan minum serta mengantar ibu ke kamar mandi ketika ibu ingin
BAK.
7. Ibu merasa nyaman dan terjaga privasinya.
8. Ku ibu telah dipantau setiap 30 menit sekali
DATA PERKEMBANGAN
KALA I
A. DATA SUBJEKTIF,
Tanggal :20-03-2013, Pukul :15.30 WIB
- Ibu mengatakan perutnya semakin mules
- Ibu mengatakan seperti ada sesuatu mengalir dari jalan lahir
B. DATA OBJEKTIF,
TTV :
C.
a.
TD :180/90 mmHg
S : 37,7 C
N :80 kali/menit
R : 20 kali/menit
Kontraksi : 4 X/10 menit/ 45 detik, kekuatan: kuat
DJJ : 90x /menit
Ketuban pecah jam 13.30WIB warna hijau kental, bau khas anyir, banyaknya 500 ml
Pembukaan serviks 10 cm, effacement 100%, presentasi Ubun-ubun kecil
ASESSMENT
Diagnosa kebidanan
Seorang Ibu Ny V umur 25 tahun G1P0A0 UK 38 +2Mgg janin tunggal hidup intrauterin,
presentasi UUK, letak punggung kanan, inpartu kala 1 fase aktif dengan gawat janin.
b. Masalah
Djj Melemah
c. Kebutuan
Vakum Ekstraksi
D. PENATALAKSANAAN,
Tgl :20-03-2013 ,
Pukul:15.34WIB
1. Memberitahu ibu dan keluarga hasil pemeriksaan bahwa pembukaan telah lengkap 10 dan ibu
sudah masuk dalam tahap persalinan.
2. Memberi dukungan moril pada ibu dan menganjurkan ibu berdoa agar persalinan lancar serta
menghadirkan keluarga/suami untuk menemani ibu saat persalinan.Suami bersedia menemani
ibu.
3. Mengajarkan teknik relaksasi pada ibu saat ada his yaitu menarik nafas panjang lewat hidung
dan mengeluarkan pelan-pelan lewat mulut, dan ibu mengikuti anjuran bidan.
4. Menganjurkan ibu memilih posisi yang nyaman dan ibu memilih posisi setengah duduk.
5. Menyiapkan partus set dan heacting set :
a. Partus set :
1) koher
2) 2 klem tali pusat
3) 1 gunting tali pusat
4) 1 gunting episiotomy
5) Penghisap lendir
6) Pengikat tali pusat
7) Handscone 2 pasang
8) Kassa steril
9) Kateter
10) Spuit 3 ml + oksitosin 10 ui
b. Heacting set :
1) Needle holder
2) Benang catgut
3) Pinset cyrurgis
4) 1 gunting benang
5) Jarum
6) Spuit 5cc + lidokain 1%
7) Handscone 1 pasang
8) Kassa betadin
9) Kassa steril
c. Alat-alat non steril : 2 ember, DTT dan klorin, waslap, Doppler, tensi dan temometer, celemek
partograf
10. Menyiapkan perlengkapan vakum ekstraksi meliputi :
a. Satu botol vakum dengan manometer
b. Beberapa mangkuk (mangkok terbuat dari besi) dengan diameter 30,40,50,dan 60mm
c. Selang karet
d. Rantai besi
e. Pompa tangan
f. Alat penarik khusus
DATA PERKEMBANGAN
KALA II
A. DATA SUBJEKTIF,
Tanggal :20-03-2013 , Pukul :15.35 WIB
- Ibu merasa perut kenceng-kenceng semakin kuat dan teratur.
- Ibu merasa ingin meneran seperti mau BAB dan adanya dorongan untuk meneran
B. DATA OBJEKTIF, Tanggal :20-03-2013 , Pukul :15.36 WIB
TTV :
TD 180/90 mmHg
N 80 x/ menit
R 20x/ menit
S 37,7 C
Ketuban pecah hijau kental bercampur mekonium, Ada tekanan pada perinium dan anus,
Perinium menonjol , Vulva, vagina dan spingter ani membuka , Adanya pengeluaran lendir
bercampur darah
Pada pemeriksaan dalam, porsio tidak teraba, pembukaan lengkap 10 cm, effacement 100%,
kosong, uuk kanan depan, moulage tidak ada, kepala turun di hodge III+
C. ASESSMENT
a.
Diagnosa kebidanan
Seorang Ibu Ny. V Umur 25 tahun G 1 P0 A0 Ah1 UK 38 +2Mgg Janin tunggal hidup intra
uterin presentasi kepala PUKA inpartu kala II dengan gawat janin
b. Masalah :
- DJJ lemah
- Ketuban berwarna hijau kental bercampur mekonium
Kebutuhan :
Vakum ekstrasi
D.
PENATALAKSANAAN,
Tgl :21-11-2012 , Pukul:15.40WIB
1. Memberitahu ibu bahwa ibu sudah masuk dalam tahap persalinan dan memeberitahu keluarga
bahwa kemunkinan akan dilakukan tindakan vakum dan jelaskan pada ibu dan keluarga jika
vakum ekstraksi tidak berhasil maka akan dilakukan tindakan SC. Keluarga dan ibu bersedia
untuk divakum
2. Melakukan tindakan vakum ekstraksi dengan cara
a. Pasang bagian-bagian dari alat vakum ekstraktor kemudian mangkuk dimasukkan ke dalam
vagina dan langsung diletakkan pada bagian terbawah kapala janin.
Dengan cara menggunakan jari telunjuk dan ibu jari dari tangan kiri, labium mayor kiri dan
kanan dilebarkan ke kiri dan ke kanan. Mangkuk diletakkan pada bagian terbawah dari kepala,
dilakukan periksa dalam untuk mengetahui :
Apakah mangkuk betul letaknya
Apakah ada jalan lahir yang terjepit antara mangkuk dan kepala janin
b. Pembantu memompa ekstraktor vakum sampai menjadi hampa udara 0,2 kg/cm 2, lalu ditunggu
selama kurang lebih 2 menit. Selama mennunggu ini dilakukan periksa dalam kembali untuk
mengetahui apakah letak cup sudah benar dan tidak ada jalan lahir yang terjepit antara mangkuk
dan kepala. Jika ada jalan lahir yang terjepit, maka tekanan diturunkan kembali sampai o kg/cm 2,
dan letak mangkuk dibenarkan. Setelah itu tekanan dinaikan lagi sampai 0,2 kg/cm 2, tunggu 2
menit naikkan tekanan sampai 0,4kg/cm2, tunggu 2 menit naikkan tekanan menjadi 0,6 kg/cm 2,
tunggu 2 menit
c.
Lakukan traksi dengan arah yang sesuai dengan sumbu jalan lahir. Traksi dilakukan sewaktu his
datang dan pasien disuruh mengejan serta searah dengan titik tengah dari mangkuk (Supaya
pinggir cup tidak lepas dari kepala).
Tindakan vakum ekstraksi berhasil dan kepala berhasil dikeluarkan
3. Memeriksa lilitan tali pusat dan tidak ada lilitan tali pusat
4. Menempatkan kedua tangan secara biparietal dan anjurkan ibu sedikit meneran saat ada
his.Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke
arah bawah dan ke arah luar hingga bahu anterior muncul di bawah arkuspubis dan kemudian
dengan lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior, dan
kepala bayi telah melakukan putaran paksi luar
5. Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang berada di bagian
bawah ke arah perineum tangan, membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ke tangan tersebut.
Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan lengan bagian
bawah untuk menyangga tubuh bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan anterior (bagian atas)
untuk mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat keduanya lahir.
6. Setelah tubuh dan lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas (anterior) dari punggung
ke arah kaki bayi untuk menyangganya saat punggung dan kaki lahir. Memegang kedua mata
kaki bayi dan dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.
7. Melakukan penilaian bayi lahir
8. Mengeringkan bayi baru lahir sambil melakukan hisap delee dan membersihkan mekonium,dan
rangsangan taktil, dan tubuh bayi telah dikeringkan
DATA PERKEMBANGAN
KALA III
A.
DATA SUBJEKTIF,
Ibu mengatakan merasa senang karena bayinya telah lahir dan perutnya masih terasa mules.
B.
DATA OBJEKTIF,
Bayi lahir spontan tanggal 20 Maret 2013, jenis kelamin laki-laki A/S 8/9, warna kulit
C.
a.
Diagnosa kebidanan
Seorang Ibu Ny. V Umur 25 tahun G 1 P0 A0 Ah1 UK 38 +2Mgg Janin tunggal hidup
intra uterin presentasi kepala PUKA dalam persalinan kala III.
b. Masalah
Tidak ada
D.
PENATALAKSANAAN,
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa bayinya telah lahir dengan selamat dan ibu sangat
senang
2. Memberitahu ibu bahwa akan dilakukan tindakan untuk melahirkan plasenta dan ibu bersedia.
3. Melakukan menejemen aktif kala III
dengan lembut.
Menarik plasenta ke arah bawah dan ke atas mengikuti kurve jalan lahir
Membantu melahirkan plaseenta dengan kedua tangan saat plasenta sudah mulai terlihat di
vulva
Melakukan masasse fundus setelah plasenta lahir dengan gerakan melingkar searah jarum jam
DATA PERKEMBANGAN
KALA IV
A.
DATA SUBYEKTIF
o Ibu mengatakan senang bayinya telah lahir
o Ibu mengatakan lelah setelah bersalin
o Ibu mengatakan perutnya masih mules
B.
DATA OBYEKTIF
o Plasenta lahir spontan tanggal 20 Maret 2013, selaput ketuban utuh dan plasenta lengkap
o TFU 2 jari di bawah pusat, uterus teraba keras, kandung kemih kosong ,
o Perdarahan dalam batas normal
C.
ASESSMENT
a.
Diagnosa kebidanan
Seorang ibu Ny V umur 25 tahun P1A0Ah1 dalam persalinan 2 jam post partum
b. Masalah
Tidak ada
D.
PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa plasenta telah lahir spontan, kotiledon utuh, lengkap.
2. Memantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih dan darah yang keluar setiap 15
menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kala empat berikutnya.
3.
Memantau kontraksi dan pendarahan pervaginam 2-3 kali dalam 15 menit pasca
persalinan
4. Masase uterus untuk membuat kontraksi menjadi baik setiap 15 menit selama satu jam pertama
dan setiap 30 menit setiap dua jam kala dua
5. Memantau temperature tubuh setiap jam pertama selama dua jam pasca persalinan
6. Menilai perdarahan setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua
pasca persalinan
7. Membersihkan tubuh ibu dan menggantikan pakaian
8. Dekontaminasi alat bekas pakai
9. Melakukan cuci tangan efektif
10. Menganjurkan ibu untuk istirahat dan bu telah istirahat
11. Melakukan pendokumentasian.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima Oksigen cukup, sehingga mengalami hipoksia.
Penyebab gawat janin dapat meliputi :
a. Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu lama)
Penyakit hipertensi
Diabetes mellitus
Postmaturitas atau imaturitas
b. Kompresi (penekanan) tali pusat
Penanganan gawat janin yaitu :
a. Bebaskan setiap kompresi tali pusat
b. Perbaiki aliran darah uteroplasenter
c. Menilai apakah persalinan dapat berlangsung normal atau kelahiran segera merupakan
indikasi. Rencana kelahiran (pervaginam atau perabdominam) didasarkan pada fakjtor-faktor
etiologi, kondisi janin, riwayat obstetric pasien dan jalannya persalinan.
4.2 Saran
Sebaiknya persalinan dengan gawat janin dilakukan di rumah sakit atas kolaborasi dengan
dokter. Kehamilan gawat janin harus secepatnya dideteksi untuk menghindari komplikasi
terutama pada janin. Bidan sebaiknya dapat mendeteksi persalinan dengan gawat janin untuk
menghindari komplikasi dan mengambil tindakan yang tepat untuk menanganinya
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono, Prof. Dr. SPOG.1997. Ilmu Kebidanan Edisi III. Yayasan Bina Pustaka:
Jakarta.
Mochtar, Rustam, Prof. Dr. M. Ph,1998. Synopsis Obstetri, Jilid I, Edisi 2,EGC: Jakarta
Abdul Bari Saifuddin dkk.2002.Buku Panduan Praktis Pelayanan kesehatan Maternal dan Neonatal.
Yayasan Bina Pustaka: Jakarta
Supridi, Teddy. 1994. Kedokteran Observasi Dan Gynekologi. EGD: Jakarta
Matrin, Tucker Susan. 1997. Pemantauan Janin. EGC: Jakarta
http://iramakumalasari.blogspot.com/2013/05/asuhan-kebidanan-pada-gawatjanin.html